Share

Kata Tetangga

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2024-05-14 14:49:05

Tak terasa, siang menjelang sore.

Lapangan yang ada di depan kontrakan Bu Rini pun mulai rame. Ada banyak anak yang bermain bola, ada juga yang bermain layangan.

Di ujung jalan dekat lapangan ada pos ronda. Ibu-ibu yang memiliki anak kecil, juga para asisten yang momong bocah, sering memanfaatkan tempat tersebut untuk duduk-duduk sambil menemani para bocil bermain.

Dina yang sore itu baru pulang dari warung, 'dicegat' oleh beberapa ibu yang sedang ngerumpi sambil momong di pos ronda.

"Itu tadi kenapa?" tanya Bu Yana, setelah Dina berhenti.

Dina mengerti arah pertanyaan Bu Yana, secara rumahnya di seberang jalan rumah Dewi. Bisa dipastikan kalau Bu Yana mendengar keributan pagi tadi, karena sehari-hari Bu Yana juga seperti Dina, jaga gawang rumah.

"Kena air jemuran, Budhe," jawab Dina apa adanya.

"Hmmm... Untung dia nggak sama saya, kalo sama saya, saya sirram dia," kata bu Yana, nampaknya ikut emosi.

"Udah tau rumahnya gitu, mau jemur dimana?" tambah Bu Yana lagi, dengan wajah ditekuk.

"Sudahlah, Budhe. Biarin aja," jawab Dina yang enggan memperpanjang urusan.

"Mari, Budhe." Dina pamit, menghindari ngerumpi. Namun, baru beberapa langkah, ada lagi yang menggoda putrinya yang sedang ia gendong.

"Hai cantik, kamu habis dari mana?" tanya Lila, istri tukang bubur yang rumahnya di ujung barat.

"Habis dari warung, Tante." Dina menjawab mewakili anaknya.

"Eh, Tante, tadi emang habis ribut-ribut, ya?" tanya Lila, kepo sambil cengengesan.

"Hmm...ya gitu, deh." Dina menjawab sambil menghembuskan napas.

"Emang kenapa sih, Tante?"

"Biasa, kena air jemuran," jawab Dina.

"Orang kok aneh. Ya namanya jemuran ya airnya pasti netes ke bawah lah, mana ada netes ke atas," ucap Lila. "Mau diperes kayak apa juga tetep aja netesnya ke bawah," Lila menambahkan.

"Kemarin itu dia habis ke rumah aku, Tante. Terus dia bilang dia kesel sama Tante. Emang Tante negur dia? Dia bilang tante marah-marah tuh, sama si Sultan," tanya dan beritahu Lila.

Tentu saja Dina terkejut disebut marah-marah pada anak tetangganya.

"Lhah, kok malah bilang aku marah-marah sama Sultan, orang aku ngomong baik-baik kok, sama ibunya. Ya aku memang minta tolong supaya anaknya itu nggak lari-larian gedebak-gedebuk.

Jadi kan kemarin itu memang kebetulan mereka semua lagi di luar. Waktunya juga sudah malam, mana dia nendang-nendang bola. Nah pas itu si Putri ini baru mau tidur. Otomatis keganggu, kan. mana aku udah capek banget, nidurin bocah jadi nggak selesai-selesai," jawab Dina panjang pendek.

"Oh gitu. Ya kemarin aku bilang sama dia, kalo kesel sama Bu Dina, ya ngomong langsung sana, bukan ngomong sama aku, ya nggak nyambung," kata Lila sambil cengar-cengir. Dina ikut nyengir.

Jadi ngomongin orang kan dia?

"Yang kapan itu, waktu dia belum keguguran, dia bilang sering mimpi gendong anak kecil, tapi wajahnya si Putri ini," gumam Dina teringat dengan Dewi yang bercerita penuh heran sebab Putri hadir di dalam mimpinya.

Dewi memang belum lama ini kehilangan janinnya. Kata dokter, bayinya tidak berkembang jadi harus dikuret. Saat masih hamil suka godain Putri, dan bercerita tentang mimpinya itu pada Dina. Bahkan Dewi cerita ngidamnya, tak bisa mencium bau parfum.

"Saya itu pusing kalau nyium bau parfum, itu ayahnya Sultan kalau mau pakai parfum harus di luar. Bau parfum jemuran ini juga saya nggak tahan." Cerita Dewi waktu itu, sambil menunjuk jemuran Dina yang bergelantungan di langit-langit atap teras rumahnya. Waktu Dina belum tau kalau sebenarnya mereka tidak baik-baik saja. Apa Dina memang tidak peka?

"Kamu dateng ke mimpinya dia?" Lila bertanya pada Putri. "Mau ngapain kamu?" Lila berkata sambil menjawil pipi bocah kecil dalam gendongan Dina. Yang dijawil cengengesan.

"Mau ngajak main mungkin, hehee ...." jawab Dina sambil terkekeh. "Udahlah, Mbak, mau pulang saya, naruh ini dulu, ya?" pamit Dina. Lalu ia pun berlalu setelah diiyakan oleh Lila.

Baru melangkah masuk lewat pintu gerbang, Dina melihat pintu rumah Nia terbuka, ada Silvi di sana, tetangga beda gang yang sering main ke rumah Nia. Mereka memang dari daerah yang sama jadi makin akrab saat di perantauan.

"Sini, Tan," panggil Nia sambil melambaikan tangannya.

"Iya, Teh. Gimana?" Dina bertanya setelah jarak mereka semakin dekat.

"Tante, emang tadi Bu Rini ke sini, ya?" kali ini Nia yang bertanya. "Kayak denger suaranya tadi?" tanya Nia lagi.

"Iya, Teh, tadi Bu Rini ke sini," jawab Dina.

"Terus Tante bilang apa?"

"Bilang nggak tau jadwal dia keluar pagar, hehe."

"Terus apalagi?"

"Nggak ada, Teh, keburu dia nangis," jawab Dina sambil menunjuk bocah kecil dalam gendongannya. "Langsung balik tadi. Bu Rini pulang juga aku nggak lihat, masih nidurkan cantikku ini." Dina berkata sambil mencium pipi putrinya dengan gemas.

"Kalo Teh Dewi, dia bilang apa, Tan?" tanya Nia penasaran.

"Dia bilang Putri berisik karena nangis dari orok, Teh." Mendung lagi wajah Dina menyebut kata orok.

"Lhah, anak dia lebih berisik. Kalo main kesini nih ya, Tan, semua mainan kakak dikeluarin. Jajanan kakak ... aku kan selalu setok jajanan dia satu lemari itu, dia yang ngabisin. Mau bilang sama mamanya juga nggak enak. Akhirnya aku biarin aja meski hati gondok." Cerita Nia panjang lebar.

"Terus nih ya, kalo lagi ada acara kumpulan apa arisan gitu, tante nggak tau sih, ya, karena nggak ikut, mamanya tuh, suka ngambil gitu jajanan yang di piring. Dia masuk-masukin dah tu, ke dalam wadah, terus bilang, ini buat Sultan ya, gitu tan." Kali ini Silvi yang bercerita.

Tentu saja Dina kaget mendengar cerita mereka. Selama tinggal di sana dia jarang keluar kalau tidak ada perlu yang penting. Termasuk arisan juga dia tidak pernah ikut. Gara-gara jemuran dia jadi dapat banyak info yang sebenarnya dia tak ingin mencari tau.

Merasa di rumah Nia malah ngerumpi, Dina pun pamit pulang.

Dia masih harus membereskan rumah dan menyiapkan hidangan untuk sang suami.

Hanya saja, begitu bertemu, pria itu malah menatapnya dalam. "Kamu kenapa, Dek?" 

Related chapters

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Pillow Talk

    "Mas lihat dari tadi sepertinya kok, murung? Kenapa? Apa tadi Putri rewel?" Deny kembali bertanya, sebab sang istri tak kunjung merespon pertanyaannya. Dina yang sedang menidurkan Putri, anak mereka, menoleh. Dia lihat wajah lelah suaminya yang baru pulang kerja. 'Cerita nggak, ya?' Dina bertanya dalam hati. 'Nanti sajalah kalau waktunya tepat aku baru cerita.' "Nggak ada apa-apa kok, Mas." Dina menjawab sambil berusaha melepaskan diri dari putrinya yang sudah selesai menyusu namun masih menempel. "Putri juga nggak rewel, Mas." Lalu dikecup pipi anak semata wayang mereka. Dipandangi sekali lagi wajah tenang putrinya. Ada rasa bersalah sebab insiden pagi tadi yang harus disaksikan oleh anak sekecil itu. "Mas pasti capek baru pulang kerja. Mau mandi dulu apa makan dulu? Tadi sudah kusiapkan sayur asem kesukaanmu, dengan banyak kacang tanah seperti biasa." Dina lalu bangkit dari atas kasur, lalu mengajak sang suami keluar kamar dimana anak mereka tidur. "Yakin nih, nggak a

    Last Updated : 2024-05-14
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Kerja Dua Kali

    Sayangnya, itu semua tak dapat diselesaikan dengan mudah. Jam tiga pagi, Dina kembali terbangun karena mendengar suara anaknya menangis. Segera diperiksanya celana sang anak yang ternyata basah karena pipis.Dina segera mengganti dengan pakaian bersih setelah membersihkan badan anaknya terlebih dahulu dengan air hangat. Setelah semua dirasa beres, termasuk selimut dan alas tidur yang kena pipis masuk ke keranjang baju kotor, Dina memberikan ASI pada sang buah hati. Bocah kecil itupun kembali terlelap setelah kenyang dan puas menyusu. Dina yang menyusui sambil rebahan ikut tertidur lagi, kemudian terbangun oleh suara adzan subuh. Ia lihat putrinya yang masih tertidur lelap. Ia pun segera bangkit untuk membersihkan diri, lalu melaksanakan ibadah sholat Subuh bersama suami. Kala Dina melihat anaknya masih terlelap, ia pun memutuskan untuk ke dapur merebus air untuk membuat kopi. Kebetulan, di dapur masih ada beberapa ubi jalar yang dibeli beberapa hari yang lalu. Ia pun berg

    Last Updated : 2024-05-14
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Pembatas Halaman

    "Dulu nih, ya, yang tinggal di sini sebelum Tante, dia kan punya anak kecil juga tuh, tengah malam dah dia nyuci biar nggak kena dia," Bu Yati menambahkan. Dina lalu teringat kalau Dewi pun pernah bercerita padanya, bahwa yang menempati rumah ini dulu kalau nyuci tengah malam. Awalnya ia pikir karena repot kalau siang, jadi mengerjakan pekerjaan rumah saat malam. Rupanya itu ada hubungannya dengan Dewi. "Sama saya juga kan nggak pernah ngomong dia. Soalnya waktu itu pernah, pas ayahnya Keysha lagi makan ... di situ tuh, depan rumah. Anak dia main bola, kena dah itu ... piring ayah Keysha sampe pecah." Bu Yati berkata sambil menunjuk halaman rumahnya. Sementara itu, Dina masih menyimak semua yang disampaikan oleh tetangganya. Keysha itu anak lelaki Bu Yati yang umurnya sekitar lima tahun. "Oh, ya, terus gimana tuh, Budhe?" tanya Dina penasaran. "Ya berantem. Ngamuk ayahnya Keysha, tapi mamanya yang maju nggak terima anaknya dimarahi. Dari itu kita nggak pernah negur," ja

    Last Updated : 2024-05-29
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Ajaran Bu Wiwin

    Keduanya masih melanjutkan obrolan, sampai kemudian Nia pamit pulang sebab malam telah semakin tinggi.Ketika sampai, ia melihat Bu Yati yang masih terjaga dan duduk santai di teras, membuat Nia menceritakan perbincangan dengan Bu Rini pada tetangganya. Kini Dina dan Bu Yati sibuk dengan pikiran masing-masing. Bu Yati yang menyesal sebab kemarin tidak ada di rumah, hingga tidak bisa melindungi Dina. Wanita berumur tiga puluh tiga tahun itu yakin, Dewi sengaja melabrak Dina saat dia tidak di rumah. Seperti hari itu saat Dewi melempar segala macam benda di teras rumah Dina, ia juga sedang bepergian, hingga tidak tahu menahu, kecuali mendengar cerita dari sana sini.Sementara itu, Dina sibuk bertanya dalam hati, di mana pintu pagar yang baru akan dibuat, dan bagaimana caranya Dewi keluar masuk halaman dengan sepeda motornya, sementara rumah itu berada di ujung jalan. "Baguslah Bude, kalau disekat, tapi gimana dia ngeluarin motor, orang

    Last Updated : 2024-05-29
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Menghindar

    Hari menjelang siang ketika Dina mendengar suara motor Dewi di luar. Seperti biasa, suara itu terhenti di depan kamarnya. Namun, kali ini durasinya lebih lama.Dina yang baru saja membereskan peralatan makan pun memilih untuk tidak mempedulikan. Tiba-tiba terdengar suara berisik entah apa, membuat Dina bergegas memeriksa keluar begitu suara motor Dewi terdengar menjauh.'Suara apa, ya?' Dina bertanya dalam hati. 'Nggak ada siapa-siapa di luar, jadi tadi itu suara apa?' Dina masih bertanya-tanya sambil melihat sekeliling. Sepi.Kemudian dia bergerak maju ke halaman. Wanita itu begitu terkejut saat menoleh ke sebelah kanan, melihat sesuatu teronggok tepat di bawah jendela kamarnya. Dihampiri benda itu, benda yang ia hafal dan kenal betul. Lalu ia melihat ke atas untuk memastikan.“Astagfirullah ... . Tega banget, sih.” Dina berbisik lirih.Dina masuk ke dalam rumah, ia ambil ponsel lalu ia foto. Hal yang sama ia lakukan dulu

    Last Updated : 2024-05-30
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   POV Dewi

    Selama ini, aku selalu mendapatkan apa yang kuinginkan. Termasuk rumah yang kutempati ini. Meski ngontrak, tapi rumah ini sudah kupesan jauh hari sebelum rumah ini jadi. Saat masih proses pembangunan sudah kupesan pada pemilik rumah kontrakan ini, supaya aku bisa menempati rumah yang di pojok. Dari semua penyewa, akulah yang paling lama tinggal di sini. Aku merasa tertipu waktu baru tinggal di sini beberapa bulan, saat tiba-tiba banjir semata kaki. Dulu aku pikir rumah di sini bebas banjir. Lama-lama banjirnya makin tinggi sampai lutut.Sebenarnya, aku tau kalau Dina tidak bersalah. Aku hanya mencari-cari celah untuk bisa menjatuhkan dia. Aku lihat hidupnya lurus-lurus saja. Gimana nggak lurus, aku dengar dia baru nikah waktu ngontrak di situ. Belum dua bulan, dia hamil.Suaminya juga baik dan perhatian, ini yang membuatku iri. Aku tau suaminya perhatian karena sering lihat dia pulang kerja membawa tentengan, hal yang hampir tidak pernah dilakuk

    Last Updated : 2024-05-30
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Kena Lagi

    Sejak kejadian hari itu, aku lihat kondisi selalu aman. Jemuran basah yang seakan menyambut ketika aku hendak mengantar jagoan kecilku ke sekolah, tidak lagi kutemukan.Manjur juga ngomelin Dina. Tau gitu kan dari dulu aja. Nggak perlu aku pakai payung segala kalau mau lewat situ. Iya, kan?Hari ini aku ingin pulang lebih cepat setelah mengantar sekolah. Ingin segera rebahan dan nonton Drakor. Namun, lagi-lagi pemandangan yang mengesalkan itu sudah tersaji begitu saja.Dari kejauhan, aku lihat si Dina lagi manjat kursi sambil tangannya naruh jemuran. Huh, pasti bakal kena tetesan air lagi ini. Awas aja kalau aku udah sampai, dia belum turun. Aku tabrak aja kali, ya, biar hilang juga tuh, janinnya. Kesel melulu bawaannya kalau lihat dia.Rupanya dia tau kalau aku datang. Belum juga kubuka pintu pagar, dia sudah buru-buru turun. Baguslah kalau tau diri. Pas lewat, aku lihat masih ada setengah ember jemuran dia. Kan, kena air lagi kan aku?

    Last Updated : 2024-05-31
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Penjual Minuman

    Dewi kembali berselancar mencari lowongan kerja melalui internet. Ia cari yang lokasinya paling dekat dengan rumah. Ini karena ia harus mengantar jemput anak semata wayangnya ke sekolah. Banyak yang menarik, tapi terkendala usia. Saat masih sibuk menelusuri lowongan demi lowongan, ada satu yang menarik perhatian Dewi. Sebuah produk susu yogurt membuka cabang baru, butuh sales untuk meningkatkan penjualan. Sedangkan umur tak jadi masalah. Tak menunggu lama, ia menyiapkan segala persyaratan untuk melamar kerja. Pagi ini, setelah mengantar Sultan ke sekolah, Dewi bergegas menuju kantor cabang susu yogurt untuk memenuni panggilan interview. Seperti kebanyakan orang yang baru melamar kerja, Dewi juga merasakan dag dig dug. Ada perasaan kuatir jika tak diterima, apalagi melihat orang yang datang tidak sedikit. Namun, Dewi tetap optimis jika dirinya akan diterima bekerja. Dewi diterima kerja setelah melalui proses interview. Tentu saj

    Last Updated : 2024-05-31

Latest chapter

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Buat Kita Aja

    “Dapat arisan kan, kamu? Kebetulan, sudah saatnya kirim ke ibu.”Hati Lila meradang mendengar ucapan suaminya. Terlebih lagi, melihat ekspresi pria di depannya yang tidak merasa bersalah sedikitpun. “Itu tabungan aku, Yah!?” seru Lila tak terima.Setelah sekian lama ia menyusul suami ke ibukota, lalu berusaha menyisihkan sedikit tabungan, kini dengan mudahnya lelaki itu merampas apa yang ia punya. Ya, meski semua dari pemberian sang suami. Namun, sebagai istri, dia juga punya hak bukan?“Tabungan kamu kan dari aku juga,” sahut Gema yang langsung menyimpan lembaran-lembaran merah itu ke dalam saku celananya.“Dah lah, sana urusin Ari. Ayah mau tidur biar bisa bangun cepat lalu masak bubur,” pungkas Gema lalu berlalu ke kamar. Lila ingin mendebat, tapi seakan tidak bertenaga. Dalam diam, wanita itu mencari cara supaya bisa mengambil kembali haknya..Tengah malam, Lila terbangun dengan kepala yang pusing luar biasa.

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Perdebatan Suami Istri

    Beberapa saat sebelumnya …Lila memasuki halaman kontrakan dengan berdendang ringan. Wanita itu baru saja pulang dari arisan di komplek sebelah.Aroma masakan langsung menyapa indera penciuman begitu ia membuka pintu. Pemandangan pertama yang terlihat adalah Ari yang sedang duduk manis di depan kotak nasi yang terbuka dan menampilkan isinya.Beberapa bungkus makanan ringan berserakan di sekitar bocah berumur tiga tahun itu. Melihat siapa yang datang, Ari langsung melebarkan senyum dan menyapa, “Bunda!”Lila tersenyum malas, dan lebih tertarik dengan nasi kotak yang terlihat lezat.“Ayah mana, Nak?” tanya Lila setelah mendaratkan bibir di pipi gembul anak sulungnya.“Ayah masak di dapur!”Gema menyahut sebelum Ari menjawab pertanyaan sang Bunda.“Jam segini baru pulang. Pasti ngerumpi lagi!” gerutu Gema yang segera beranjak dari dapur menuju ruang tamu.“Nggak ingat anak. Main pergi nggak pulang-pulang.”Gema masih meluapkan kekesalannya pada sang istri yang pergi sejak sore hingga mal

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Aku suka Rumahnya, Mas

    "Gimana Dek, setuju nggak kalau kita pindah ke sana?"Deny sungguh ingin tahu pendapat sang istri, meski sudah terbaca dari raut wajahnya saat berada di sana sore tadi."Setuju sih, Mas. Tapi ... ," jawaban Dina menggantung, seakan ada hal yang berat untuk disampaikan. Biar bagaimana pun, ia sudah jatuh hati dengan rumah yang mereka kunjungi, terlebih dengan halaman di belakang rumah. Ia tak perlu ke luar rumah untuk menjemur cucian, bukan? Juga akan merasa aman menemani anaknya bermain di halaman depan karena sudah memiliki pagar."Tapi kenapa, Dek?" kali ini Deny memandang lekat penuh tanya pada sang istri."Apa nggak mahal sewanya, Mas?” cicit Dina membuat salah satu sudut bibir suaminya tertarik ke atas.“Sudah kuduga,” batin Deny.Dina menghembuskan napas panjang, lalu berkata, “Rumahnya bagus, lho. Halaman ada dua, sudah dipagar lagi," terucap juga pertanyaan yang mengganjal hati wanita itu. Se

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Survei Lokasi

    Di tempat kerja, Deny disambut dengan ungkapan belasungkawa dari teman-teman kerja. Pria yang masih berduka itu menerima sumbangan kematian dari rekan kerja yang dimasukkan di dalam amplop berwarna putih. Sudah menjadi hal wajar di tempat ia bekerja. Namun, belum ada niat untuk membuka dan melihat isinya. Ia pun menyimpan amplop itu di dalam tas. "Ayo Den, kita ke luar, yuk," ajak Sapto saat jam makan siang."Mau ke mana?""Makan di depan yuk. Aku yang traktir, deh," jawab Sapto dengan senyum tulus."Ya udah, ayok."Mereka berjalan beriringan. Ada empat orang lagi yang ikut serta. Mereka semua teman satu divisi, berusaha menghibur Deny yang masih dalam suasana berkabung dengan bermacam cara.."Dek, ini tadi Mas dapat uang kematian dari teman-teman," ucap Deni saat buah hati mereka sudah terlelap, sambil menyerahkan amplop tebal."Ini buat Ibu kan, Mas? Dikirim aja uangnya," saran Dina begitu sa

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Sampai Tuntas

    Wajah Dina menjadi seputih kapas begitu meninggalkan dapur."Kenapa, Bu?" Deni saat melihat perubahan istrinya."I-itu, Pak. Ada ekor di dalam kompor," ucap Dina dengan nada panik mode on.Deni tersenyum menanggapi. Tanpa berkata lagi, ia beranjak untuk membuka pintu depan. "Tutup dulu pintu kamarnya, Bu."Dina menurut meski tak mengerti dengan maksud sang suami.Deni kembali ke dapur untuk melepaskan sambungan regulator, kemudian mengangkat kompor dua tungku tersebut ke luar rumah.Deni berhenti di luar pagar, lantas membalik kompor itu, dan benar saja, si pemilik ekor yang ditemukan oleh istrinya melompat ke luar."Pergi yang jauh, jangan kembali lagi, ya," ucap Deni sambil dadah dadah.Deni kembali ke dalam rumah, mengambil lap untuk membersihkan kompor."Sudah ketemu, Pak?" ia disambut dengan pertanyaan dari istrinya yang baru ke luar dari kamar mandi."Sudah, Bu. Sudah pergi malah.""Alhamdulillah ... ."Dina menghembuskan napas lega, sambil menepuk dada."Senang sekali dengar

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Ada Tamu

    Pukul empat sore, ibu-ibu sudah memenuhi halaman rumah Bu Sari. Sudah menjadi kebiasaan di sana, jika ada warga meninggal, warga lain bergantian membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sore hari setelah Ashar untuk ibu-ibu, sedang untuk bapak-bapak setelah sholat Maghrib. Bu Sari serta Dina ikut bergabung dengan para ibu. Sesekali Bu Sari masih meneteskan air mata. Dina tetap setia di samping Bu Sari mencoba menguatkan.Sedikit hiburan untuk Bu Sari dengan adanya Putri. Sesekali diajak bercanda untuk melupakan kesedihan karena ditinggal belahan jiwa. Tak jarang pula kenangan demi kenangan berkelebat dalam ingatan, membuat butiran mutiara berdesakan hendak ke luar dari indera penglihatan.***Tak terasa sudah tiga hari Dina dan Deny menemani Bu Sari di rumah setelah kepergian sang suami. Bu Sari sedikit terhibur dengan adanya Putri, cucu satu-satunya yang bertingkah lucu. Tak jarang Bu Sari menggendong dan menemani bermain saat Dina harus beristirahat. Kondisinya yang sedang berbadan dua d

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Pembaringan Terakhir

    "Bu, Bapak baik-baik saja, kan?" Deny bertanya sekali lagi. Sementara Bu Sari masih terisak. Perasaan Deny mulai tak nyaman."Bapakmu baik. Bapak sudah tenang, Nak. Kalian pulang, ya," ucap Bu Sari di antara isak tangisnya.“Maksud ibu tenang bagaimana?” kejar Deny, mengabaikan isakan sang ibu.“Bapakmu meninggal, Nak. Jam satu dini hari tadi. Pulanglah kalau masih ingin melihat bapakmu untuk terakhir kalinya,” jelas Bu Sari, membuat tangis Deny meledak.“Bu … Bapak meninggal, Bu …,” raung Deny yang reflek memeluk istrinya.Dina sendiri terdiam untuk beberapa saat melihat reaksi suaminya. “Innaa lillaahi wa Innaa ilaihi raaji'uun,” gumamnya nyaris tak terdengar.“Mas, istighfar, Mas …,” ucap Dina kemudian, sambil menepuk-nepuk punggung suaminya. “Yang ikhlas, ya, biar lapang jalan Bapak,” lanjut Dina, yang sedikit menenangkan pria yang masih terisak dalam pelukannya.Teringat pada sang ibu yang masih terhubung melalui sambungan telepon, lelaki itu pun berkata, “Baik, Bu. Aku akan car

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Banjir

    Sore harinya ….Dina tertegun melihat genangan air di depan kontrakan. Tingginya menyentuh bagian bawah pintu pagar. Hujan baru berhenti beberapa menit yang lalu. Wanita bergamis hijau toska itu berharap air tidak naik lagi, seperti beberapa waktu lalu, yang justru jadi penyebab banjir karena air kiriman.Sempat tertidur setelah menidurkan putri kecilnya, Dina terbangun saat mendengar suara hujan yang turun bagai dicurahkan dari langit. Atap rumah tempat ia tinggal bukan dari genteng yang terbuat dari tanah, sehingga saat hujan turun meski gerimis kecil, ia bisa mengetahui dari dalam rumah.Istri dari Deny itu melihat anak-anak bermain air banjir. Ada yang membawa ban mobil yang besar untuk mereka naiki bergantian. Ada juga yang membawa kursi rusak untuk dinaiki rame-rame."Aku woy … woy … gantian!"Byurr ….Seorang anak menceburkan diri ke genangan air di ujung lapangan."Ganti aku!"Seorang anak lainnya hendak menaiki kursi rusak yang sudah diduduki oleh temannya. Namun, sudah asy

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Tanpa Kamu

    Dina melihat Putri telah bangun dengan badan yang basah. Pemandangan yang biasa ia temui, sebab tidak menggunakan popok bayi pada anaknya.Jika ada Deny, lelaki itu akan sigap memegang anaknya dalam kondisi seperti sekarang. Dina menghela napas teringat suaminya yang ringan tangan membantunya mengurus anak.Toilet training sudah diajarkan sedini mungkin. Namun, sejauh ini belum membuahkan hasil. Menghela napas sejenak, mengulas senyum tipis, lantas bergegas mengangkat bocah kecilnya untuk dibersihkan di kamar mandi.Pakaian yang bersih telah menempel di badan Putri. Dina mengoleskan minyak telon ke beberapa bagian badan anaknya yang terbuka, lantas kembali mengASIhi putri kecilnya yang kini sudah wangi. "Kalau masih ngantuk boleh bobok lagi ya, Nak. Tapi ini sudah pagi, mau main juga boleh," ucap Dina sambil mengASIhi Putri. Satu tangannya yang bebas, mengusap-usap kepala bocah kecil itu dengan penuh rasa sayang."Mmm ... mmm

DMCA.com Protection Status