“Kamu tadi malam kemana aja?” tanya Vero pada Kai.
“Aku nggak kemana-mana,” jawab Kai.“Kamu bohong! Kamu pergi sama dia kan?”Vero yang sedari tadi duduk di meja makan, kini berdiri dan menantang Kai dengan pandangan tajam.“Kamu itu apaan sih? Orang baru pulang kerja bukannya disambut dengan ceria malah banyak drama. Udah, aku capek! Aku mau mandi dulu!”Kai berjalan menuju sebuah pintu.“Tunggu! Kamu nggak bisa dong main pergi tanpa menjelaskan apapun padaku!”Kai menghela napas panjang.“Nggak ada yang perlu dijelasin,” jawab Kai singkat.“Ada! Ada banget! Kamu sekarang berubah! Kamu sekarang jujur sama aku. Kamu harus jelasin ke aku bagaimana perasaan kamu yang sebenarnya ke dia? Kamu cinta sama dia? Serius kamu mau menduakan aku?” teriak Vero histeris sambil memukul-mukul dada Kai.Kai memejamkan matanya sesaat sebelum ia menjawab pertanyaan perempuan yang ada di depannya itu dengan rautRaya masih tidur dengan nyenyak ketika terdengar suara ketukan di pintu kamar. Tok!Tok! Tok! “Rayy! Raya!! Mau bangun sampai jam berapa?!” Terdengar suara omelan serta suara pintu dibuka kali ini. Krieeet!!! “Astaga … anak ini! Bangun, ayo bangun!” Bu Sari mengguncang-guncang pundak Raya sambil mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan kamar itu. Di atas tempat tidur teronggok tubuh Raya yang masih tidur dalam posisi meringkuk seperti udang. Tubuh bagian putri tunggalnya itu ditutupi selimut namun punggungnya terekspos sempurna. Tak perlu dijelaskan tentang apa yang terjadi melihat betapa berantakan dan kusutnya seprai tempat tidur tersebut dan piyama serta pakaian dalam yang teronggok begitu saja di lantai, sudah bisa dipastikan kalau Raya tadi malam pasti menghabiskan malam yang panas dengan Kai.
“Habis ini mau kemana lagi, Bu?” tanya Pak Budi pada Bu Irma.Majikannya itu baru kembali dengan menantunya setelah tadi mampir ke apotik rumah sakit langganan untuk membeli obat darah tinggi untuk Pak Hartono.“Kita kemana dulu ya, Ray? Kamu lapar nggak?” Bu Irma malah bertanya pada Raya.“Nggak sih, Ma. Tadi sebelum Mama datang kan aku baru makan di rumah Ibu. Tapi siapa tahu Mama belum makan, Raya bakal temanin sih. Nanti habis itu baru deh kita ke butik cariin baju untuk Mama,” usulnya mengemukakan pendapat.“Nggak, nggak. Mama nggak lapar kok. Tadi dari rumah juga sudah sarapan. Kalau gitu kita langsung ke butik aja kali ya?” kata Bu Irma menjawab usulan menantunya.“Gitu boleh juga, Ma. Pak Bud, kita langsung ke butik aja!” kata Raya pada Pak Budi.“Ok! Kita berangkat!” jawab Pak Budi.Di butik langganan Bu Irma, tampak owner butik tersebut sedang melayani seorang pengunjung butik wanita berusia sebaya ibunya Kai. Ia sedang mengukur tubuh wanita itu.“Saya ingin tampil elegan d
Bu Irma sampai di rumah ibunya Raya tidak lama setelah Raya selesai makan. Perempuan paruh baya itu keluar dari dalam mobil disambut oleh menantu semata wayangnya itu. “Uhmm, ternyata benar kamu ada di rumah ibu kamu. Kai mana?” tanya Bu Irma bahkan sebelum Raya sempat memberi salim pada ibunya Kai itu. “Sepertinya Kai sudah pergi ke tempat syuting, Ma,” jawab Raya sambil mengajak ibu mertuanya itu masuk ke dalam rumah sang ibu. “Kok sepertinya? Kamu nggak lihat dia pergi?” Raya menggaruk kepalanya dengan ujung telunjuknya. “Raya agak bangun kesiangan tadi, Ma,” jawab Raya malu. Bu Irma manggut-manggut mendengar jawaban menantunya itu. Dia sangat tau kalau Raya bukan orang yang suka bermalas-malasan. Dia bukan orang yang biasa bangun kesiangan, kecuali jika dia sakit atau terlalu lelah karena melakukan aktivitas yang cukup sibuk. Dan itu membuat hatinya sedikit tergelitik untuk mengetahui apa
“Mau ngapain kamu ke sini, Ray?” tanya Kai.Pria itu baru membukakan pintu setelah Raya mengancam akan membuka paksa pintu apartemen itu dengan bantuan para bodyguard yang menemaninya.Dengan isyarat, Raya meminta dua orang pengawal yang menemaninya untuk berjaga di depan pintu. Sementara ia sendiri masuk ke dalam kamar dengan santai. Kai mengikutinya masuk.“Tentu saja aku ke sini untuk menjemput suamiku pulang, cepatlah berkemas. Ada banyak wartawan di luar. Kau tentu tidak mau memberikan orang-orang itu kesempatan untuk menjatuhkan reputasimu dan papa mertua kan?”Kai menatap Raya dengan muak.“Bukannya itu memang yang kamu mau? Kalau kamu memang sepeduli itu, harusnya kamu menerima tawaranku untuk bercerai!” kata Kai sengit.“Aku tidak mau!” jawab Raya seperti biasa.Kini langkahnya telah sampai di ambang pintu kamar. Matanya menatap sayu seorang perempuan dengan tubuh hanya dililit oleh seprai saja. Kondisi kamar itu berantakan di bagian-bagian tertentu. Ada beberapa pakaian term
Cemburu? Tidak. Raya tidak cemburu. Dia hanya berat di posisi ini. Andai saja bukan karena permintaan terakhir ayahnya, dia enggan menikah dengan Kai. Seorang pria, anak tunggal Pak Hartawan Prabaswara, seorang menteri yang kepadanyalah ayah Raya mengabdi selama puluhan tahun lamanya, bahkan sebelum pria itu terjun di dunia politik.Raya dan Kai sudah saling mengenal sejak kecil. Bahkan saat SD mereka terbilang akrab karena sering bertemu di sekolah. Ketika lulus SD, Kai pindah ke Singapura bersama ayah dan ibunya karena urusan bisnis di sana. Ayah Raya yang menjabat sebagai asisten pribadi Pak Hartawan tentu saja ikut bosnya dan meninggalkan anak dan istrinya di Indonesia dan hanya dikunjungi tiga kali dalam satu tahun.Setelah itu Raya dan Kai pernah beberapa kali bertemu saat Pak Hartawan dan keluarganya pulang ke Indonesia, namun tidak seakrab dulu tentunya. Hingga akhirnya delapan tahun yang lalu, mertuanya itu pulang ke negara ini karena mendapat panggilan dari presiden untuk
Pandangan seluruh wartawan yang ada di sana kini tertuju pada Raya. Sebagian dari mereka ada yang menatap tak percaya, namun tidak sedikit yang melihatnya dengan tatap mengasihani.Raya sendiri seperti biasa hanya diam, terlihat anggun dan kalem karena memang tampilan seperti itulah yang bisa dia tunjukkan di depan umum untuk menjaga nama baik suami dan mertuanya. Meski dia tahu kalau suaminya sudah teramat muak kepadanya, tapi Raya tahu dengan pasti kalau kata-kata Kai yang baru saja diucapkannya itu tidak sungguh-sungguh ia katakan untuk memberi tahu para wartawan itu bagaimana situasi rumah tangga mereka yang sebenarnya. Pasti Kai mengatakan itu dengan tujuan tertentu. Kai sudah punya skill pro dalam hal mengatasi para wartawan itu."Siapa di antara kalian yang merasa terpaksa?" desak wartawan itu lagi.Kal melirik Raya dan mendapatkan cibiran dari mulut wanita itu."Sebenarnya ..." Kai terdiam sejenak sehingga para wartawan itu semakin mendekatkan diri pada Kai agar dapat mende
Akhirnya meski dengan sedikit usaha lebih mobil mereka bisa melewati para wartawan. Raya dan Kai bisa bernapas lega, begitupun dengan sopir yang ada di depan. Sementara itu pengawal yang dibawa Raya tadi berada di mobil berbeda di belakang mereka.“Reaksimu kenapa begitu? Ngetawain apa?” tanya Kai ketika menangkap cibiran sinis dari Raya.“Nggak, lucu aja sama aktingmu yang terakhir. Harus gitu kamu bilang kalau kamu mau disegerakan punya anak? Dih, jangan sampai ya perkataan menjadi doa. Amit-amit,” kata Raya merinding.“Aku bilang ada niat, bukan berarti itu anak dari kamu kamu,” jawab Kai sinis.“Oh, syukurlah,” balas Raya sambil membuang napas lega.Kai melirik Raya tak suka ketika melihat mobil yang mereka tumpangi berbelok ke arah rumah dinas ayahnya.“Ngapain kita ke rumah papa? Apa nggak bisa kamu berhenti caper sama papa? Mau ngadu? Cari muka?” tuding Kai bertubi-tubi pada Raya.Apalagi kalau bukan? Salah satu hal yang membuat Kai paling muak kepada Raya dibandingkan hal lain
Raya terhenyak melihat apa yang ingin ditonton oleh mertuanya. Sedari tadi dia ingin melewatkan salura berita infotainment itu, namun ternyata mertuanya sangat jeli.“Nggak usah nonton ini, Pa. Nonton yang lain masih banyak,” bujuk Raya lirih.“Ssst …” Pak Hartawan menyuruh Raya untuk diam agar ia bisa mendengar apa yang disampaikan oleh pembawa beritaitu.“Satu lagi berita terhangat, Pemirsa. Kali ini berita datang dari pesinetron dan aktor layar lebar Kai Prabaswara. Pria yang membintangi sinetron kejar tayang Madu untuk Maudy ini dikabarkan memiliki hubungan terlanggar dengan managernya sendiri, Veronica Castaro.Hal ini dikuatkan dengan tersebarnya foto-foto mesra Veronika dengan seorang pria yang diduga adalah Kai di sebuah kolam renang hotel bintang lima di Bali beberapa waktu lalu.Meski beberapa kali menampik pemberitaan itu, namun anak dari Bapak Menteri Hartawan Prabaswara itu lagi-lagi tertangkap kamera datang hanya berdua saja dengan Veronika ke apartemennya.”Pak Hartawan
Bu Irma sampai di rumah ibunya Raya tidak lama setelah Raya selesai makan. Perempuan paruh baya itu keluar dari dalam mobil disambut oleh menantu semata wayangnya itu. “Uhmm, ternyata benar kamu ada di rumah ibu kamu. Kai mana?” tanya Bu Irma bahkan sebelum Raya sempat memberi salim pada ibunya Kai itu. “Sepertinya Kai sudah pergi ke tempat syuting, Ma,” jawab Raya sambil mengajak ibu mertuanya itu masuk ke dalam rumah sang ibu. “Kok sepertinya? Kamu nggak lihat dia pergi?” Raya menggaruk kepalanya dengan ujung telunjuknya. “Raya agak bangun kesiangan tadi, Ma,” jawab Raya malu. Bu Irma manggut-manggut mendengar jawaban menantunya itu. Dia sangat tau kalau Raya bukan orang yang suka bermalas-malasan. Dia bukan orang yang biasa bangun kesiangan, kecuali jika dia sakit atau terlalu lelah karena melakukan aktivitas yang cukup sibuk. Dan itu membuat hatinya sedikit tergelitik untuk mengetahui apa
“Habis ini mau kemana lagi, Bu?” tanya Pak Budi pada Bu Irma.Majikannya itu baru kembali dengan menantunya setelah tadi mampir ke apotik rumah sakit langganan untuk membeli obat darah tinggi untuk Pak Hartono.“Kita kemana dulu ya, Ray? Kamu lapar nggak?” Bu Irma malah bertanya pada Raya.“Nggak sih, Ma. Tadi sebelum Mama datang kan aku baru makan di rumah Ibu. Tapi siapa tahu Mama belum makan, Raya bakal temanin sih. Nanti habis itu baru deh kita ke butik cariin baju untuk Mama,” usulnya mengemukakan pendapat.“Nggak, nggak. Mama nggak lapar kok. Tadi dari rumah juga sudah sarapan. Kalau gitu kita langsung ke butik aja kali ya?” kata Bu Irma menjawab usulan menantunya.“Gitu boleh juga, Ma. Pak Bud, kita langsung ke butik aja!” kata Raya pada Pak Budi.“Ok! Kita berangkat!” jawab Pak Budi.Di butik langganan Bu Irma, tampak owner butik tersebut sedang melayani seorang pengunjung butik wanita berusia sebaya ibunya Kai. Ia sedang mengukur tubuh wanita itu.“Saya ingin tampil elegan d
Raya masih tidur dengan nyenyak ketika terdengar suara ketukan di pintu kamar. Tok!Tok! Tok! “Rayy! Raya!! Mau bangun sampai jam berapa?!” Terdengar suara omelan serta suara pintu dibuka kali ini. Krieeet!!! “Astaga … anak ini! Bangun, ayo bangun!” Bu Sari mengguncang-guncang pundak Raya sambil mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan kamar itu. Di atas tempat tidur teronggok tubuh Raya yang masih tidur dalam posisi meringkuk seperti udang. Tubuh bagian putri tunggalnya itu ditutupi selimut namun punggungnya terekspos sempurna. Tak perlu dijelaskan tentang apa yang terjadi melihat betapa berantakan dan kusutnya seprai tempat tidur tersebut dan piyama serta pakaian dalam yang teronggok begitu saja di lantai, sudah bisa dipastikan kalau Raya tadi malam pasti menghabiskan malam yang panas dengan Kai.
“Kamu tadi malam kemana aja?” tanya Vero pada Kai.“Aku nggak kemana-mana,” jawab Kai.“Kamu bohong! Kamu pergi sama dia kan?”Vero yang sedari tadi duduk di meja makan, kini berdiri dan menantang Kai dengan pandangan tajam.“Kamu itu apaan sih? Orang baru pulang kerja bukannya disambut dengan ceria malah banyak drama. Udah, aku capek! Aku mau mandi dulu!”Kai berjalan menuju sebuah pintu.“Tunggu! Kamu nggak bisa dong main pergi tanpa menjelaskan apapun padaku!”Kai menghela napas panjang.“Nggak ada yang perlu dijelasin,” jawab Kai singkat.“Ada! Ada banget! Kamu sekarang berubah! Kamu sekarang jujur sama aku. Kamu harus jelasin ke aku bagaimana perasaan kamu yang sebenarnya ke dia? Kamu cinta sama dia? Serius kamu mau menduakan aku?” teriak Vero histeris sambil memukul-mukul dada Kai.Kai memejamkan matanya sesaat sebelum ia menjawab pertanyaan perempuan yang ada di depannya itu dengan raut
Selama beberapa detik lamanya, Raya dan Kai saling tatap. Jarak mereka begitu dekat, mungkin hanya berjarak sekitar lima centimeter saja.Kai melihat wajah Raya dengan sorot mata menantang dan senyum smirk yang begitu menyebalkan. Tentu saat ini Kai merasa menang. Raya kini masuk perangkapnya lagi. Hanya mereka berdua di dalam kamar yang tidak begitu luas ini, Raya bisa apa? Tidak mungkin dia menjerit-jerit minta tolong sementara ibunya ada di bawah bukan?Raya mengernyitkan kening ketika Kai dengan begitu berani dan tak ada aba-aba mulai menarik kepalanya dan bermaksud menciumnya.Oh, tapi tentu tidak lagi kali ini!Buggh!!!Tanpa diprediksi oleh Kai, Raya tiba-tiba membenturkan kening mereka berdua sekeras-kerasnya.“Arggggh!!!”Kai memekik kesakitan merasakan hantaman dari adu jotos kepala mereka. Ia memegangin kepalanya dengan kedua tangan.Raya sendiri ikut memijat-mijat dahinya merasakan sedikit pusing aki
“Ray? Kamu tadi bukannya pergi sama …”Ibunya Raya tidak meneruskan pertanyaannya setelah mempertimbangkan bahwa tidak baik ia menyebut nama laki-laki lain sebagai orang yang pergi bersama dengan putrinya di depan menantunya sendiri.“Kamu bisa barengan sama Kai …” Perempuan itu lagi-lagi ragu melontarkan kalimat lagi.“Humm … ketemu di undangan. Rupanya Daniel ngajak aku ke undangannya Silvya, anaknya Pak Abhi, sutradaranya Kai,” jawab Raya datar.Bu Sari, ibunya Raya melirik khawatir pada Kai. Menantunya itu pasti marah makanya sampai ikut pulang ke rumahnya, begitu pikir Bu Sari. Meskipun Bu Sari bukannya tidak tahu kalau rumah tangga anak dan menantunya itu dari sejak awal tidak harmonis, tetapi tetap saja dia memaklumi jika seorang suami pasti marah jika melihat istrinya pergi dengan lelaki lain.“Nak Kai, ayo masuk! Jangan berdiri di situ saja!” ajak Bu Sari sambil menarik tangan menantunya itu agar masuk ke dalam rumah.Ka
“Rumah kamu sebelah mananya rumah ibunya Raya?” tanya Kai memecahkan keheningan di antara mereka bertiga dalam perjalanan pulang ke rumah mertuanya itu.Daniel memerlukan waktu beberapa saat untuk menjawab pertanyaan Kai karena ia sedang membelokkan mobil ke arah kanan.“Persis di sebelahnya,” jawab Daniel.“Kanan atau kiri?”Raya yang duduk persis di belakang mereka berdesis sebal.“Kalau datang dari pintu masuk kompleks rumah Raya duluan,” jawab Daniel.“Oh,” jawab Kai singkat.Pria itu sepertinya sedang mengingat-ingat bentuk-bentuk rumah di sekitar tempat tinggal Raya. Seingatnya tidak ada rumah yang begitu besar di sana, tetapi entahlah, Kai juga tidak bisa memastikan karena dia sendiri hampir tidak pernah ke sana kecuali kalau lebaran, itu pun kalau mama dan papanya memaksanya untuk pergi ke sana.Namun ternyata tidak seperti dugaannya, karena saat Daniel menurunkan mereka tepat di depan rumah Raya, Kai da
“Jadi, kamu sahabatnya Raya?”Setelah beberapa waktu di meja itu ada drama tak jelas antara Kai dan Raya, akhirnya Vero berinisiatif membuka percakapan dengan Daniel agar situasi tidak begitu canggung sekaligus ia juga ingin mengorek apakah ada hubungan lain dan istimewa antara Daniel dan Raya yang bisa dia manfaatkan untuk memisahkan kekasihnya dan istrinya itu.“Ya, begitulah,” jawab Daniel seadanya.“Oh ya? Sahabat bagaimana? Terus terang kami juga agak sedikit terkejut. Ngomong-ngomong saya juga sudah kenal lama dengan Raya dan Kai tapi tidak pernah mendengar kalau dia punya sahabat dekat. Kamu juga nggak tau kan, Kai?” Vero meminta dukungan pada Kai untuk memperkuat statementnya.Kai berdehem malas.“Ya nggak perlu juga sih dikasih tau. Aku rasa kamu dan Kai sudah cukup sibuk untuk sekedar perlu diberi tahu siapa-siapa yang jadi teman dekatku. Penting nggak sih?” jawab Raya tak bisa menyembunyikan keberatan atas kekepoan Vero terhadap urusan pribadinya.“Gua cuma nanya. Takut ama
Kai masih menatap tajam Raya dan Daniel yang sedang asyik bercerita sambil tertawa di meja yang lain. Sesekali dia tampak melihat keduanya saling menawarkan makanan yang mereka punya kepada satu sama lain.“Wow, aku nggak tau kalau Raya punya sahabat sedekat itu. Lihat mereka! Mereka terlihat dekat, eh maksudku lebih kelihatan ke mesra. Bagaimana menurutmu, Kai?”Pertanyaan Vero terdengar seperti memprovokasi. Kai tidak bereaksi apa pun. Bahkan pandanganya pun masih terpaku pada meja bundar yang berjarak beberapa meja dari tempatnya berdiri.“Maksudku, kamu percaya nggak sih kalau mereka hanya sahabat? Jangan-jangan sebelum menikah denganmu mereka sebenarnya adalah sepasang kekasih? Aghhh, atau jangan-jangan diam-diam di belakang semua orang mereka … Ck! J*lang itu!”“Stop it! Vero, jangan mengada-ada. Saat ini saja sudah banyak sekali wartawan yang mencari-cari sesuatu yang bisa menjatuhkan aku. Tolong jaga kata-katamu! Jika ada yang mendengar, nama baikku juga yang dipertaruhkan!” t