“Mau ngapain kamu ke sini, Ray?” tanya Kai.
Pria itu baru membukakan pintu setelah Raya mengancam akan membuka paksa pintu apartemen itu dengan bantuan para bodyguard yang menemaninya. Dengan isyarat, Raya meminta dua orang pengawal yang menemaninya untuk berjaga di depan pintu. Sementara ia sendiri masuk ke dalam kamar dengan santai. Kai mengikutinya masuk. “Tentu saja aku ke sini untuk menjemput suamiku pulang, cepatlah berkemas. Ada banyak wartawan di luar. Kau tentu tidak mau memberikan orang-orang itu kesempatan untuk menjatuhkan reputasimu dan papa mertua kan?” Kai menatap Raya dengan muak. “Bukannya itu memang yang kamu mau? Kalau kamu memang sepeduli itu, harusnya kamu menerima tawaranku untuk bercerai!” kata Kai sengit. “Aku tidak mau!” jawab Raya seperti biasa. Kini langkahnya telah sampai di ambang pintu kamar. Matanya menatap sayu seorang perempuan dengan tubuh hanya dililit oleh seprai saja. Kondisi kamar itu berantakan di bagian-bagian tertentu. Ada beberapa pakaian termasuk pakaian dalam wanita berserakan di lantai. Dan Raya mendengus ketika melihat sebuah celana dalam pria juga teronggok di sana. “Kamu mandi sekarang! Oh, iya. Di mana kamu menyimpan baju bersihnya Kai?” tanya Raya pada Veronica kekasih dari suaminya. Vero mendesis dan memandang kasihan pada Raya, dengan senyum kemenangan tentu saja. Jangan berharap dia akan menjawab pertanyaan Raya. Sungguh, Vero akan melakukan apa saja untuk membuat Raya tahu di mana seharusnya posisinya. Karena tidak mendapat jawaban dari Vero, Raya segera menuju ke lemari dan membukanya. Dan ternyata memang ada pakaian Kai di salah satu pintu lemari itu. “Lancang sekali kau membuka-buka lemariku!” hardik Vero marah. Vero segera turun dari ranjang masih dengan memakai selimut yang melilit tubuhnya untuk mencegah Raya mengobrak-abrik pakaian lemarinya. Raya tak menghiraukan. Ia mengambil sebuah celana panjang dan kaos kasual serta pakaian dalam Kai dari sana dan melemparkannya ke atas tempat tidur. Masih mengabaikan Vero, Raya berpaling kembali pada Kai. “Kamu segera mandi sekarang sebelum para wartawan itu curiga dengan apa yang kamu lakukan di sini. Aku tunggu di depan!” perintah Raya sambil memandang Kai tajam. Langkahnya kini menuju ruang tamu hingga ia menemukan sofa dan duduk manis di sana. “Bisa ya kamu dengan lancangnya menerobos masuk apartemen orang lain dan bertindak tidak sopan seenaknya?!” umpat Vero. Vero dengan tubuh yang masih dililit seprai itu menyusul Raya ke ruang depan. Raya tertawa kecil sebelum ia duduk dengan anggun di sofa yang tersedia di ruang tamu tersebut. “Bisa ya kamu dengan tidak tahu malu membawa suami orang ke apartemenmu dan making love dengannya tanpa rasa bersalah sama sekali?” balas Raya tanpa raut emosi sama sekali. Vero dengan geram mendatangi Raya hingga ia berada tepat di hadapan istri dari kekasihnya itu. “Hah! Suamimu? Maksudmu suami di atas kertas? Kau sangat tahu Raya, kalau Kai tidak mencintaimu. Dia hanya mencintaiku! Kau hanya duri dalam hubungan kami! Dari sejak awal bukannya Kai sudah bilang kalau pernikahan kalian hanya sebatas pernikahan terpaksa?” balas Vero. Entah dengan cara apa lagi Vero membuat Raya sadar bahwa cinta Kai hanya untuknya. Raya mengangguk, sedikit mencibir. “Benar, lalu? Pernikahan terpaksa pun tetap saja itu adalah pernikahan. Kamu sendiri apa punya?” Bibir Vero bergetar menahan amarah, namun ia tak bisa mengungkapkannya karena memang ia tak memilikinya, status pernikahan itu. Raya yang sempat duduk kemudian berdiri dan menatap wanita di depannya itu. Seprai yang membalut tubuh Veronica hampir melorot sehingga belahan dadanya terbuka hampir separuhnya. Raya meraih seprai itu dan melilitkannya dengan kencang ke tubuh Vero hingga wanita itu merasa sesak hingga sulit bernapas. “Aku sama sekali tidak peduli dengan kisah cintamu itu dan Kai, Vero. Tetapi jika kau memang secinta itu padanya harusnya kau berpikir ratusan kali untuk membuat reputasi Kai dan ayahnya buruk,” kata Raya sambil menyelipkan ujung seprai ke sisi terakhir lilitan kain itu. Raya mengangguk puas melihat seprai itu kini sudah tidak melorot di tubuh Vero. Sementara itu, Vero menggertakan giginya dengan geram sambil melihat ke arah kamar. Tampaknya Kai benar-benar menuruti permintaan Raya untuk mandi dan berpakaian. Buktinya laki-laki itu tidak menyusul ia dan Raya keluar kamar meski Kai terlihat sama marahnya dengan dirinya. “Aku … tidak … peduli!” jawab Vero muak namun memelankan nada suaranya agar Kai tidak mendengarnya. Raya tersenyum lagi. “Kalau kau tidak peduli jangan pernah bermimpi masuk dalam keluarga Prabaswara. Jelas wanita sepertimu tidak akan mampu menjadi bagian dari mereka,” jawab Raya tegas dan lugas. Vero menghentakkan kakinya sebagai upayanya yang berusaha meredam emosi. Kemudian ia memilih pergi dan masuk kembali ke dalam kamar. Dia tidak bisa membalas Raya saat ini karena beresiko ia akan mengeluarkan kata-kata yang akan membuat Kai membuat penilaian berbeda kepadanya nanti. Dia akan membalas perempuan itu nanti, tapi tidak saat ini. Saat ia kembali ke kamar, benar saja Kai sudah berada di dalam kamar mandi. Terlihat bayangan Kai yang sedang mandi di bawah shower dari dinding dan pintu kamar mandi yang terbuat dari kaca berwarna abu buram itu. Pelan-pelan Vero berusaha mengatur napasnya yang memburu agar emosinya tidak terlihat dengan jelas di mata Kai nanti. Lalu dengan pelan ia mengetuk pintu kamar mandi itu. “Hmm, sebentar lagi aku selesai.” Terdengar sahutan dari dalam kamar mandi. “Buka, Sayang. Aku juga mau ikutan mandi. Sekalian,” ucap Vero.Lalu, ceklek! Pintu kamar mandi itu terbuka menampilkan tubuh Kai yang basah tanpa busana. Vero tersenyum genit. “Kita lanjutin yang tadi?” tanyanya dengan nada menggoda. Kai membuka pintu kamar mandi sedikit lebih lebar untuk melihat ke arah pintu kamar. Kemudian ia memandang kekasihnya seakan bertanya di mana istrinya saat itu. “Dia ada di ruang tamu. Biarkan saja dia. Short time, mau?” tanyanya dengan nada yang sangat menggoda. Kai sempat ragu dan terlihat ingin menolak, namun bukan Vero namanya kalau dia tidak berhasil mendapatkan apa yang dia mau. Setidaknya Vero harus menunjukkan pada Raya bahwa hati Kai bahkan tubuhnya adalah miliknya. Walaupun Raya membanggakan pada Vero status pernikahan Kai dengannya, namun apa gunanya itu semua jika bahkan hati dan jiwa Kai ada untuknya. Makan tuh buku-buku nikah, kekehnya dalam hati. Kini Vero mendorong tubuh Kai agar kembali masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintu setelah ia juga ikut masuk ke dalam. Jangan tanya apa yang akan mereka lakukan, karena sudah pasti itu adalah hal-hal menyenangkan yang mungkin tidak akan pernah dirasakan oleh istri sah sialan itu. Dari ruang tamu, Raya bisa mendengar sayup-sayup suara erangan Vero dari kamar yang sengaja dibuat terbuka oleh wanita itu. Dalam diam Raya hanya bisa menghela napas. *** Bersambung...Cemburu? Tidak. Raya tidak cemburu. Dia hanya berat di posisi ini. Andai saja bukan karena permintaan terakhir ayahnya, dia enggan menikah dengan Kai. Seorang pria, anak tunggal Pak Hartawan Prabaswara, seorang menteri yang kepadanyalah ayah Raya mengabdi selama puluhan tahun lamanya, bahkan sebelum pria itu terjun di dunia politik.Raya dan Kai sudah saling mengenal sejak kecil. Bahkan saat SD mereka terbilang akrab karena sering bertemu di sekolah. Ketika lulus SD, Kai pindah ke Singapura bersama ayah dan ibunya karena urusan bisnis di sana. Ayah Raya yang menjabat sebagai asisten pribadi Pak Hartawan tentu saja ikut bosnya dan meninggalkan anak dan istrinya di Indonesia dan hanya dikunjungi tiga kali dalam satu tahun.Setelah itu Raya dan Kai pernah beberapa kali bertemu saat Pak Hartawan dan keluarganya pulang ke Indonesia, namun tidak seakrab dulu tentunya. Hingga akhirnya delapan tahun yang lalu, mertuanya itu pulang ke negara ini karena mendapat panggilan dari presiden untuk
Pandangan seluruh wartawan yang ada di sana kini tertuju pada Raya. Sebagian dari mereka ada yang menatap tak percaya, namun tidak sedikit yang melihatnya dengan tatap mengasihani.Raya sendiri seperti biasa hanya diam, terlihat anggun dan kalem karena memang tampilan seperti itulah yang bisa dia tunjukkan di depan umum untuk menjaga nama baik suami dan mertuanya. Meski dia tahu kalau suaminya sudah teramat muak kepadanya, tapi Raya tahu dengan pasti kalau kata-kata Kai yang baru saja diucapkannya itu tidak sungguh-sungguh ia katakan untuk memberi tahu para wartawan itu bagaimana situasi rumah tangga mereka yang sebenarnya. Pasti Kai mengatakan itu dengan tujuan tertentu. Kai sudah punya skill pro dalam hal mengatasi para wartawan itu."Siapa di antara kalian yang merasa terpaksa?" desak wartawan itu lagi.Kal melirik Raya dan mendapatkan cibiran dari mulut wanita itu."Sebenarnya ..." Kai terdiam sejenak sehingga para wartawan itu semakin mendekatkan diri pada Kai agar dapat mende
Akhirnya meski dengan sedikit usaha lebih mobil mereka bisa melewati para wartawan. Raya dan Kai bisa bernapas lega, begitupun dengan sopir yang ada di depan. Sementara itu pengawal yang dibawa Raya tadi berada di mobil berbeda di belakang mereka.“Reaksimu kenapa begitu? Ngetawain apa?” tanya Kai ketika menangkap cibiran sinis dari Raya.“Nggak, lucu aja sama aktingmu yang terakhir. Harus gitu kamu bilang kalau kamu mau disegerakan punya anak? Dih, jangan sampai ya perkataan menjadi doa. Amit-amit,” kata Raya merinding.“Aku bilang ada niat, bukan berarti itu anak dari kamu kamu,” jawab Kai sinis.“Oh, syukurlah,” balas Raya sambil membuang napas lega.Kai melirik Raya tak suka ketika melihat mobil yang mereka tumpangi berbelok ke arah rumah dinas ayahnya.“Ngapain kita ke rumah papa? Apa nggak bisa kamu berhenti caper sama papa? Mau ngadu? Cari muka?” tuding Kai bertubi-tubi pada Raya.Apalagi kalau bukan? Salah satu hal yang membuat Kai paling muak kepada Raya dibandingkan hal lain
Raya terhenyak melihat apa yang ingin ditonton oleh mertuanya. Sedari tadi dia ingin melewatkan salura berita infotainment itu, namun ternyata mertuanya sangat jeli.“Nggak usah nonton ini, Pa. Nonton yang lain masih banyak,” bujuk Raya lirih.“Ssst …” Pak Hartawan menyuruh Raya untuk diam agar ia bisa mendengar apa yang disampaikan oleh pembawa beritaitu.“Satu lagi berita terhangat, Pemirsa. Kali ini berita datang dari pesinetron dan aktor layar lebar Kai Prabaswara. Pria yang membintangi sinetron kejar tayang Madu untuk Maudy ini dikabarkan memiliki hubungan terlanggar dengan managernya sendiri, Veronica Castaro.Hal ini dikuatkan dengan tersebarnya foto-foto mesra Veronika dengan seorang pria yang diduga adalah Kai di sebuah kolam renang hotel bintang lima di Bali beberapa waktu lalu.Meski beberapa kali menampik pemberitaan itu, namun anak dari Bapak Menteri Hartawan Prabaswara itu lagi-lagi tertangkap kamera datang hanya berdua saja dengan Veronika ke apartemennya.”Pak Hartawan
Perjalanan dari rumah dinas Pak Hartawan normalnya memakan waktu sekitar dua puluh menit, namun Kai yang membawa mobil itu secara ugal-ugalan mampu menempuh perjalanan kurang dari lima menit karena amarahnya.Sesampainya di rumah, Kai langsung turun dari mobil dan menarik tangan Raya dengan paksa dan menyeretnya ke dalam kamarnya.“Kai, kamu mau ngapain?” tanya Raya berusaha bersikap tenang ketika ia melewati pintu kamarnya sendiri.Ya, selama ini Raya dan Kai tinggal dalam kamar terpisah. Kamar Kai berada di lantai dua paling pojok.Meski tidak yakin terhadap apa yang ingin dilakukan Kai, namun Raya tahu bahwa Kai hanya ingin mengintimidasinya.“Kamu mau tau aku mau ngapain kan? Sini biar aku kasih tau!” katanya sambil menarik Raya masuk ke dalam kamarnya dan menghempaskan pintu kamar dengan keras.“Kamu sudah sejauh ini, Raya! Kamu bersikap seolah kamu adalah istri sungguhan. Kamu membuat ayah dan ibuku membenci aku anaknya sendiri! Kau dengar tadi? Papa bilang aku tidak usah mengan
Kai terbangun di sore hari dan menemukan dirinya dalam keadaan polos di bawah selimut. Ia meraba sisi sebelahnya namun tak menemukan siapa-siapa di sana.Dimana Raya? Apa dia sudah bangun? Kai duduk untuk melihat sekitarnya. Istrinya itu tak ada lagi di sana, padahal tadi Kai sempat terbangun dan masih melihat Raya yang tertidur kelelahan di sebelahnya sebelum ia melanjutkan tidurnya kembali. Sekarang Raya sudah tidak ada. Mungkin dia sudah kembali ke kamarnya.Hoaaaaam … Kai menguap dan membuka mulutnya lebar-lebar sambil meregangkan ototnya. Saat ia menyingkap selimut, pandangan matanya tertumbuk noda merah kecoklatan di seprai. Kai tertegun. Berarti tadi siang, ia sudah berhasil menjebol kesucian istrinya itu. Raya pasti sangat terpukul saat ini. Kai juga merasa sedikit menyesal.Ia kini mengusap wajahnya kasar. Andai saja ia bisa lebih mengontrol emosi, pasti hal seperti ini tidak akan terjadi. Padahal selama ini Kai tidak pernah sedikitpun terpikir ingin menggauli gadis itu me
“Itu Kai! Itu Kai!”Segerombolan wartawan segera datang menyongsong mobil Vero begitu keduanya tiba di area parkir gedung resepsi di mana pesta pernikahan putri Abhi Seta sang sutradara kondang berlangsung.“Kamu siap?” tanya Vero menguatkan Kai.Kai merapikan pakaiannya dan mengangguk. Sepanjang perjalanan tadi ia dan Vero memang sudah sepakat untuk tidak berusaha menghindari wartawan karena semakin mereka menghindar akan semakin gencar para wartawan itu menyerang mereka.“Lihat! Lihat! Mereka datang bersama!” “Kai! Kai!!”Dalam sekejab beberapa wartawan langsung mengerubungi mereka.“Kai!! Boleh jawab beberapa pertanyaan kami Kai?”Kai menghela napas.“Oh, ayolah! Aku bahkan belum bertemu pengantinnya,” keluhnya.“Hanya sebentar, Kai. Kenapa anda tidak datang bersama Raya, istri anda? Kenapa malah datang bersama Vero?”“Raya lagi tidak enak badan. Lagi pula memangnya kenapa kalau aku datang bersama Vero? Kami berteman, apa tidak boleh teman datang bersama?” jawab Kai santai.Vero b
Kai masih menatap tajam Raya dan Daniel yang sedang asyik bercerita sambil tertawa di meja yang lain. Sesekali dia tampak melihat keduanya saling menawarkan makanan yang mereka punya kepada satu sama lain.“Wow, aku nggak tau kalau Raya punya sahabat sedekat itu. Lihat mereka! Mereka terlihat dekat, eh maksudku lebih kelihatan ke mesra. Bagaimana menurutmu, Kai?”Pertanyaan Vero terdengar seperti memprovokasi. Kai tidak bereaksi apa pun. Bahkan pandanganya pun masih terpaku pada meja bundar yang berjarak beberapa meja dari tempatnya berdiri.“Maksudku, kamu percaya nggak sih kalau mereka hanya sahabat? Jangan-jangan sebelum menikah denganmu mereka sebenarnya adalah sepasang kekasih? Aghhh, atau jangan-jangan diam-diam di belakang semua orang mereka … Ck! J*lang itu!”“Stop it! Vero, jangan mengada-ada. Saat ini saja sudah banyak sekali wartawan yang mencari-cari sesuatu yang bisa menjatuhkan aku. Tolong jaga kata-katamu! Jika ada yang mendengar, nama baikku juga yang dipertaruhkan!” t
Raya masih tidur dengan nyenyak ketika terdengar suara ketukan di pintu kamar. Tok!Tok! Tok! “Rayy! Raya!! Mau bangun sampai jam berapa?!” Terdengar suara omelan serta suara pintu dibuka kali ini. Krieeet!!! “Astaga … anak ini! Bangun, ayo bangun!” Bu Sari mengguncang-guncang pundak Raya sambil mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan kamar itu. Di atas tempat tidur teronggok tubuh Raya yang masih tidur dalam posisi meringkuk seperti udang. Tubuh bagian putri tunggalnya itu ditutupi selimut namun punggungnya terekspos sempurna. Tak perlu dijelaskan tentang apa yang terjadi melihat betapa berantakan dan kusutnya seprai tempat tidur tersebut dan piyama serta pakaian dalam yang teronggok begitu saja di lantai, sudah bisa dipastikan kalau Raya tadi malam pasti menghabiskan malam yang panas dengan Kai.
“Kamu tadi malam kemana aja?” tanya Vero pada Kai.“Aku nggak kemana-mana,” jawab Kai.“Kamu bohong! Kamu pergi sama dia kan?”Vero yang sedari tadi duduk di meja makan, kini berdiri dan menantang Kai dengan pandangan tajam.“Kamu itu apaan sih? Orang baru pulang kerja bukannya disambut dengan ceria malah banyak drama. Udah, aku capek! Aku mau mandi dulu!”Kai berjalan menuju sebuah pintu.“Tunggu! Kamu nggak bisa dong main pergi tanpa menjelaskan apapun padaku!”Kai menghela napas panjang.“Nggak ada yang perlu dijelasin,” jawab Kai singkat.“Ada! Ada banget! Kamu sekarang berubah! Kamu sekarang jujur sama aku. Kamu harus jelasin ke aku bagaimana perasaan kamu yang sebenarnya ke dia? Kamu cinta sama dia? Serius kamu mau menduakan aku?” teriak Vero histeris sambil memukul-mukul dada Kai.Kai memejamkan matanya sesaat sebelum ia menjawab pertanyaan perempuan yang ada di depannya itu dengan raut
Selama beberapa detik lamanya, Raya dan Kai saling tatap. Jarak mereka begitu dekat, mungkin hanya berjarak sekitar lima centimeter saja.Kai melihat wajah Raya dengan sorot mata menantang dan senyum smirk yang begitu menyebalkan. Tentu saat ini Kai merasa menang. Raya kini masuk perangkapnya lagi. Hanya mereka berdua di dalam kamar yang tidak begitu luas ini, Raya bisa apa? Tidak mungkin dia menjerit-jerit minta tolong sementara ibunya ada di bawah bukan?Raya mengernyitkan kening ketika Kai dengan begitu berani dan tak ada aba-aba mulai menarik kepalanya dan bermaksud menciumnya.Oh, tapi tentu tidak lagi kali ini!Buggh!!!Tanpa diprediksi oleh Kai, Raya tiba-tiba membenturkan kening mereka berdua sekeras-kerasnya.“Arggggh!!!”Kai memekik kesakitan merasakan hantaman dari adu jotos kepala mereka. Ia memegangin kepalanya dengan kedua tangan.Raya sendiri ikut memijat-mijat dahinya merasakan sedikit pusing aki
“Ray? Kamu tadi bukannya pergi sama …”Ibunya Raya tidak meneruskan pertanyaannya setelah mempertimbangkan bahwa tidak baik ia menyebut nama laki-laki lain sebagai orang yang pergi bersama dengan putrinya di depan menantunya sendiri.“Kamu bisa barengan sama Kai …” Perempuan itu lagi-lagi ragu melontarkan kalimat lagi.“Humm … ketemu di undangan. Rupanya Daniel ngajak aku ke undangannya Silvya, anaknya Pak Abhi, sutradaranya Kai,” jawab Raya datar.Bu Sari, ibunya Raya melirik khawatir pada Kai. Menantunya itu pasti marah makanya sampai ikut pulang ke rumahnya, begitu pikir Bu Sari. Meskipun Bu Sari bukannya tidak tahu kalau rumah tangga anak dan menantunya itu dari sejak awal tidak harmonis, tetapi tetap saja dia memaklumi jika seorang suami pasti marah jika melihat istrinya pergi dengan lelaki lain.“Nak Kai, ayo masuk! Jangan berdiri di situ saja!” ajak Bu Sari sambil menarik tangan menantunya itu agar masuk ke dalam rumah.Ka
“Rumah kamu sebelah mananya rumah ibunya Raya?” tanya Kai memecahkan keheningan di antara mereka bertiga dalam perjalanan pulang ke rumah mertuanya itu.Daniel memerlukan waktu beberapa saat untuk menjawab pertanyaan Kai karena ia sedang membelokkan mobil ke arah kanan.“Persis di sebelahnya,” jawab Daniel.“Kanan atau kiri?”Raya yang duduk persis di belakang mereka berdesis sebal.“Kalau datang dari pintu masuk kompleks rumah Raya duluan,” jawab Daniel.“Oh,” jawab Kai singkat.Pria itu sepertinya sedang mengingat-ingat bentuk-bentuk rumah di sekitar tempat tinggal Raya. Seingatnya tidak ada rumah yang begitu besar di sana, tetapi entahlah, Kai juga tidak bisa memastikan karena dia sendiri hampir tidak pernah ke sana kecuali kalau lebaran, itu pun kalau mama dan papanya memaksanya untuk pergi ke sana.Namun ternyata tidak seperti dugaannya, karena saat Daniel menurunkan mereka tepat di depan rumah Raya, Kai da
“Jadi, kamu sahabatnya Raya?”Setelah beberapa waktu di meja itu ada drama tak jelas antara Kai dan Raya, akhirnya Vero berinisiatif membuka percakapan dengan Daniel agar situasi tidak begitu canggung sekaligus ia juga ingin mengorek apakah ada hubungan lain dan istimewa antara Daniel dan Raya yang bisa dia manfaatkan untuk memisahkan kekasihnya dan istrinya itu.“Ya, begitulah,” jawab Daniel seadanya.“Oh ya? Sahabat bagaimana? Terus terang kami juga agak sedikit terkejut. Ngomong-ngomong saya juga sudah kenal lama dengan Raya dan Kai tapi tidak pernah mendengar kalau dia punya sahabat dekat. Kamu juga nggak tau kan, Kai?” Vero meminta dukungan pada Kai untuk memperkuat statementnya.Kai berdehem malas.“Ya nggak perlu juga sih dikasih tau. Aku rasa kamu dan Kai sudah cukup sibuk untuk sekedar perlu diberi tahu siapa-siapa yang jadi teman dekatku. Penting nggak sih?” jawab Raya tak bisa menyembunyikan keberatan atas kekepoan Vero terhadap urusan pribadinya.“Gua cuma nanya. Takut ama
Kai masih menatap tajam Raya dan Daniel yang sedang asyik bercerita sambil tertawa di meja yang lain. Sesekali dia tampak melihat keduanya saling menawarkan makanan yang mereka punya kepada satu sama lain.“Wow, aku nggak tau kalau Raya punya sahabat sedekat itu. Lihat mereka! Mereka terlihat dekat, eh maksudku lebih kelihatan ke mesra. Bagaimana menurutmu, Kai?”Pertanyaan Vero terdengar seperti memprovokasi. Kai tidak bereaksi apa pun. Bahkan pandanganya pun masih terpaku pada meja bundar yang berjarak beberapa meja dari tempatnya berdiri.“Maksudku, kamu percaya nggak sih kalau mereka hanya sahabat? Jangan-jangan sebelum menikah denganmu mereka sebenarnya adalah sepasang kekasih? Aghhh, atau jangan-jangan diam-diam di belakang semua orang mereka … Ck! J*lang itu!”“Stop it! Vero, jangan mengada-ada. Saat ini saja sudah banyak sekali wartawan yang mencari-cari sesuatu yang bisa menjatuhkan aku. Tolong jaga kata-katamu! Jika ada yang mendengar, nama baikku juga yang dipertaruhkan!” t
“Itu Kai! Itu Kai!”Segerombolan wartawan segera datang menyongsong mobil Vero begitu keduanya tiba di area parkir gedung resepsi di mana pesta pernikahan putri Abhi Seta sang sutradara kondang berlangsung.“Kamu siap?” tanya Vero menguatkan Kai.Kai merapikan pakaiannya dan mengangguk. Sepanjang perjalanan tadi ia dan Vero memang sudah sepakat untuk tidak berusaha menghindari wartawan karena semakin mereka menghindar akan semakin gencar para wartawan itu menyerang mereka.“Lihat! Lihat! Mereka datang bersama!” “Kai! Kai!!”Dalam sekejab beberapa wartawan langsung mengerubungi mereka.“Kai!! Boleh jawab beberapa pertanyaan kami Kai?”Kai menghela napas.“Oh, ayolah! Aku bahkan belum bertemu pengantinnya,” keluhnya.“Hanya sebentar, Kai. Kenapa anda tidak datang bersama Raya, istri anda? Kenapa malah datang bersama Vero?”“Raya lagi tidak enak badan. Lagi pula memangnya kenapa kalau aku datang bersama Vero? Kami berteman, apa tidak boleh teman datang bersama?” jawab Kai santai.Vero b
Kai terbangun di sore hari dan menemukan dirinya dalam keadaan polos di bawah selimut. Ia meraba sisi sebelahnya namun tak menemukan siapa-siapa di sana.Dimana Raya? Apa dia sudah bangun? Kai duduk untuk melihat sekitarnya. Istrinya itu tak ada lagi di sana, padahal tadi Kai sempat terbangun dan masih melihat Raya yang tertidur kelelahan di sebelahnya sebelum ia melanjutkan tidurnya kembali. Sekarang Raya sudah tidak ada. Mungkin dia sudah kembali ke kamarnya.Hoaaaaam … Kai menguap dan membuka mulutnya lebar-lebar sambil meregangkan ototnya. Saat ia menyingkap selimut, pandangan matanya tertumbuk noda merah kecoklatan di seprai. Kai tertegun. Berarti tadi siang, ia sudah berhasil menjebol kesucian istrinya itu. Raya pasti sangat terpukul saat ini. Kai juga merasa sedikit menyesal.Ia kini mengusap wajahnya kasar. Andai saja ia bisa lebih mengontrol emosi, pasti hal seperti ini tidak akan terjadi. Padahal selama ini Kai tidak pernah sedikitpun terpikir ingin menggauli gadis itu me