Apa yang sebenarnya ada di fikiran kalian!" Akmal berteriak dihadapan semua orang. Membuat bisikan demi bisikan semakin terdengar sumbang."Berhentilah bicara Akmal, jangan membuat suasana semakin tak tenang!" Aldo membuka suara."Kamu memang harusnya tak tenang mas!""Maksud kalian apa sih, ada yang bisa jelaskan sesuatu?" Perempuan disamping Aldo akhirnya bicara."Gak apa dek. Sudah kita kedalam saja." Aldo mulai melangkah pergi."Anakmu sakit mas!" Kalimat itu akhirnya terlontar juga dari mulut Akmal. Membuat wajah ibu semakin marah padanya. "Teganya kamu membuang anakmu sendiri!""Anak mana?" Ucap ibu, dia berlagak tak tau. Jahat sekali sikap ibu ini."Anak mas Aldo dengan Rani! Dia sedang sakit bu, butuh kasih sayang mas Adlo, Bapaknya!""Kamu punya anak lain mas? Katakan Mas, siapa Rani itu?""Nanti mas jelaskan sayang. Nanti kita bicara lagi
Kami pulang kerumah. Masih tak percaya dengan apa yang kami lihat dirumah ibu mas aldo siang tadi. Mengapa dengan mudahnya hati patah berganti baru. Seperti rasa yang ada hanya sekedar sebuah tempat untuk singgah sebentar "Kenapa mas Aldo gampang sekali berganti pasangan ya mas?" Aku sedang duduk berdua dengan mas Yuda di balkon kamar. Fatih sudah tidur di boks bayinya, dan Aisyah memilih tidur dengan Siti dan Kania malam ini. Kami jadi memiliki waktu untuk berbagi rasa." mungkin selama ini yang dia lakukan adalah menikahi, bukan mencintai." Mas Yuda tidur dalam pangkuanku. Bulan kini bersinar terang. Kami juga menikmati bintang yang bertaburan begitu banyak malam ini.Aku mengusap kepalanya yang nyaris botak, potongan rambur yang tak pernah berubah sejak pertama kami bertemu. "Bukankah menikah itu karena sayang mas? Seperti aku, aku menerimamu karena memang aku merasakan ada cinta dan sayang untukmu.""Itu kamu, orang lain beda lagi" dia mengusap telapak tanganku di pipinya."Kal
"Siapa yang lempar ini!" Mas Yuda berteriak lantang. Memecah pagi kami yang damai. Dia terlihat marah kali ini.Bungkusan bangkai ayam, membusuk bercampur belatung jatuh di balik pagar rumah. Dua satpam kami mengejar seseorang yang melemparnya dengan sengaja dari celah pagar. Mbak Warti langsung membersihkanya.Perutku mual melihat belatung itu bergerak di antara cairan hitam pekar dan berbau. Kania bahkan sudah lari kekamar mandi sejak melihatnya tadi. Ayu dan santi langsung membawa Aisyah dan Fatih masuk kerumah."Kamu lihat yang lempar yu?" Aku menyusul Ayu diruang tengah."Cuma suara motor saja bu. Orangnya gak lihat"Jawabnya sambil mendorong Fatih dalam stroller."Saya juga gak lihat bu, cuma klebatan orang, pakai jaket hijau" Santi menambahkan."Bunda, bukan orang jahat kan bun?" Aisyah memeluk pinggulku erat. Gadis ini pasti takut ada lelaki jahat lagi akan mengambilnya."Bukan sayang. Aisyah jangan takut ya. Bunda yang akan jaga Isah." Aku jongkok memeluknya. Ia nampak keta
Setelah bersaksi di kantor polisi. Kami memutuskan menemui keluarga ojol itu. Sejak di pos hingga ke kantor polisi, sebenarnya dia tak berhenti memohon. Namun mas Yuda tetap kekeh membawanya kekantor polisi."Kenapa kita tidak lepaskan saja lelaki itu mas?"Aku menatap mas Yuda yang fokus melihat kearah jalan."Kenapa? Bukannya kamu sangat marah tadi dek?" Aku menghela nafas. Sedikit menyesal memperlakukan lelaki tadi begitu kasar. " Aku tau mas, tapi melihat dia yang mengiba karena dia tulang punggung keluarga. Aku jadi tak tega.""Karena dia tulang punggung keluarga dek, harusnya dia tak berbuat begitu!" Aku mendengar nada marah dalam kalimat mas Yuda."Dia terpaksa mas. Bukanya tadi dia bilang begitu. Mas juga dengar kan?"" Menafkahi itu kewajiban, tak lantas membenarkan sebuah kesalahan dek. Justru karena dia seorang ayah, harusnya dia malu menerima pekerjaan tak baik untuk memberikan anaknya makan!"Aku terdiam. Tak menyangka pemikiran mas Yuda sangat jauh kearah lain. "Orang
"Mas Yuda...!" Mbak Nadira berdiri, menatap mas Yuda berbeda. Tatapanya sendu, aku tau dia masih memiliki rasa yang sama seperti dulu.Kami datang kembali kekantor polisi. Mbak Nadira sudah disana sejak pagi tadi. Aku berdiri disamping mas Yuda, menyaksikan wanita itu menyentuh pipi suamiku."Kamu kesini untukku mas?" Begitu kalimat yang kudengar. Membuat hatiku berdesir menahan gejolak.Mas Yuda memjauhkan tangannya. Lalu perlahan berjalan kearah lain, menuju kursi di sudut ruangan. Sofa kulit berwarna coklat menyambut kami duduk. Ruang ini masih sebuah ruang devisi penyelidikan. Jadi kami masih bisa duduk nyaman dengan sofa yang empuk.Mataku dan mbak Nadira bertemu. Dia menunjukkan rasa tak sukanya. Bahkan sempat kudengar umpatan lirih dari bibirnya. Bisa saja aku membalas, namun harga diriku lebih dari sekedar mengumpat sampah.Aku duduk di dekat mas Yuda. Melingkarkan tangan ini di antara lengannya dan mengen
Pov Author"Apa kami bahagia mas?" Alan menatap tajam Yuda. Mantan kakak iparnya ini, kini terlihat lebih bersih dan berseri."Bahagia dengan apa?""Pernikahanmu sekarang?.""Apa kamu melihat kesedihan padaku saat ini?"Alan tersenyum. "Ya aku bisa melihat dirimu berbeda mas. Dunia sesempit ini ternyata, kamu menikahi mantan adik iparku." Alan mengambil kopi di meja, menghirupnya sebentar dan meneguknya sedikit."Aku tak punya banyak waktu Alan, katakan saja apa alasanmu memintaku bicara berdua?"Alan meletakkan cangkir kecil itu du meja. "Kamu sudah bertemu mbak Nadira mas?""Sudah. Kenapa?""Keadaannya memprihatinkan ya mas?"Yuda melipat tangannya di dada. Menyandarkan punggungnya pada kursi dan menatap tajam kearah Alan. "Hanya itu yang ingin kamu tanyakan?" Yuda mengangkat kedua alisnya."Maksud mas Yuda?""Kamu hanya ingin bertanya apakah aku prihatin dengan Nadira?""Yaa mas, aku tau kamu pasti juga melihatnya menderita. Aku ingin kamu melepaskannya.""Kamu memintaku melepaskan
Menjelang malam, deru mobil mas Yuda masuk kedalam garasi. Aku yang tengah belajar dengan Aisyah menunggunya masuk kedalam dengan cemas."Bunda, mangga itu 'g' nya berapa sih?" Gadis yang akan segera masuk sekolah dasar itu bertanya. Dia memang sudah lancar membaca. Hanya terkadang masih sulit membedakan mana yang harus mendapat dua huruf yang sama."Dua sayangku. Mangga itu 'g' nya ada dua."Gadis itu menganggukkan kepalanya, dia sibuk menyibakkan poninya yang mulai panjang menutup sedikit matanya."Sini bunda jepit rambutnya. Besok kita potong ya poninya." Kujepit poni itu kesamping. Gadis dengan lesung pipi itu kembali sibuk menulis. Dia duduk di atas karpet untuk belajar."Assalamualaikum" Suara mas Yuda masuk kedalam rumah. Dia lewat pintu samping yang berada tepat di sebelah sofa tempat kamu duduk sekarang."Waalaikumsalam." Aku berdiri mengambil tangannya. Kucium perlahan tangan yang selalu membuatku damai. " Mau minum mas?"Mas Yuda duduk sebentar di sofa belakang Aisyah. Meng
Aku dan ibu sudah bangun sejak pagi buta. Bahkan sebelum Azan subuh terdengar kami sudah sibuk memasak didapur. "Ikannya sudah digoreng bu, tinggal bikin sup buat Aisyah. Nanti saja Sari buat, biar anget" aku mengangkat ikan terakhir dari pengorengan dan meniriskannya pada wadah yang sudah ada."Yasudah, ibu juga sudah selesai. Nanti setelah subuh baru kita masukkan kedalam wadah tertutup." Ibu melepas tali celemek dari lehernya dan mengantungnya di sisi dapur.Hari ini kami akan pergi berlibur. Setelah menangis semalam aku memikirkan untuk membuat kenangan sebelum mas Yuda berangkat. Aisyah akan sangat senang tentunya, jika bisa menghabiskan waktu bersama Ayah botak sebelum mereka berpisah.Suara azan terdengar saat aku menaiki tangga. Mas Yuda sudah bangun dan bersiap sholat dengan sarung tenun merah kesukaanya. "Shalat berjamaah?" Tanyanya padaku.Aku menganggukan kepala dengan senyum yang lebar. "Iya mas, adek ambil wudhu dulu." Tentu saja aku ingin sholat bersamanya, karena set