Home / Pernikahan / Melepas Belenggu Abang Ipar / kedatangan Anjani Maharani

Share

Melepas Belenggu Abang Ipar
Melepas Belenggu Abang Ipar
Author: Pelangipena

kedatangan Anjani Maharani

Author: Pelangipena
last update Last Updated: 2024-06-25 12:44:11

"kakak!"panggil Anjani begitu senang, saat dia baru saja menapaki teras rumah sang kakak.

Seorang perempuan yang baru hamil delapan bulan, begitu senang saat melihat adik satu-satunya yang dia miliki, kini terlihat di depan matanya kini.

"Apa kabar, kak?"tanya anjani dengan wajah yang masih sama, seraya mencium pipi kiri dan kanan sang kakak.

"Alhamdulillah, kakak baik-baik saja. Mak sama abah tidak ikut?"tanya Aina, sembari melihat ke arah sekeliling rumahnya.

"Tidak, kak. Mak sama abah tidak bisa ikut, mereka bilang sebentar lagi padi mau di panen. Yah, gitu lah kak. Oh ya, kak. Mak sama abah hanya menitip ini untuk kakak."Anjani memperlihatkan satu rantang plastik berisi ayam kampung, di mana ayam kampung olahan sang emak sangat di sukai oleh Aina.

Aina sendiri berasal dari kampung, di mana dia mengadu nasib di perkotaan pada sebuah perusahaan. Dia yang menjadi seorang office girls di sebuah perusahaan ternama, mendadak dinikahi oleh seorang bos besar pemilik perusahaan tersebut.

Meski awalnya banyak rintangan dan halangan dari orang tua Yudha dirgantara, hubungan mereka akhirnya di restui oleh mereka saat ancaman dari Yudha yang ingin mengundurkan dirinya dari keluarga besar dan perusahaannya.

Sanjaya yang tidak memiliki anak lelaki selain Yudha, terpaksa menyetujui permintaan sang anak untuk merestui hubungan mereka berdua.

"Yuk, masuk ke dalam."ajak Aina, seraya menggandeng tangan sang adik kandungnya.

"Anak perempuan kakak dimana? Kok rumah kakak sepi,"sela Anjani, seraya duduk di sofa ruang tamu.

"Dia lagi tidur siang, sebentar lagi juga bangun kok. Kamu kok tidak bawa baju ganti?"tanya Aina, sembari membawa rantang itu ke dapur. "Rani kan harus pulang, kak. Kasian Mak sama Abah di rumah."balas Anjani, yang berjalan mengekori langkah kakak nya.

"Kan kakak sudah bilang sama, Mak."imbuh Aina, sembari membuka rantang. "Bilang apa, kak? Mak tidak bilang apapun pada Rani."balas Rani, yang sedang menuangkan air putih ke dalam gelas yang ada di tangannya.

"Kakak bilang, kalau Rani harus menginap di rumah kakak. Temani kakak beberapa Minggu, sebentar lagi, kakak mau lahiran."balas Aina, sembari menyimpan daging ayam masakan sang emak di tempat penyimpanannya.

Rani adalah panggilan khusus sang kakak, di mana Aina lebih suka nama Maharani dari pada Anjani. Hanya dia yang memanggil Anjani dengan nama Rani, sedangkan orang tuanya memanggil Anjani dengan nama Anjani.

"Eh, Mak tidak bilang apapun pada Rani, kak. Jadi, Rani tidak bawa baju ganti. Lagian kalau Rani tinggal di rumah kakak, sayang Mak dan Abah di rumah. Pasti Mak capek nggak ada yang masak, kak. Rani pulang aja ya.."sela Rani, seraya duduk di kursi meja makan.

"Plis lah, Ran. Tinggallah sama kakak, sebentar lagi kakak mau melahirkan. Mas Yudha sibuk banget di kantornya."pinta Aina dengan wajah serius.

"Mama!"panggil anak perempuan dengan Isak tangis.

"Iya sayang! Mama lagi ada di dapur.. sini nak!"lambaian tangan Aina membuat anak perempuan yang berusia empat tahun berjalan menghampiri mereka berdua.

"Eh,, keponakan Tante. Apa kabar? Salim dulu dong."sikap Anjani terkesan hangat dan ceria. Dia bukanlah perempuan pendiam seperti kakaknya Aina.

"Baik, Tante."balas Aurel, seraya menyalami tangan tantenya. Aurel pun berlalu menghampiri sang bunda yang kelihatan kecapean dengan perut besarnya.

"Mau minum susu?"Aurel pun menganggukkan kepalanya, Sembari ikut duduk di kursi meja makan.

"Rani, kalau kamu lapar, makan saja ya dek. Kakak mau bikin susu Aurel dulu."imbuh Aina, yang ingin bangkit dari duduknya.

"Biar Rani saja yang bikin, kak. Kakak pasti capek bila harus berjalan terus, biar Rani saja kak. Kehamilan kakak berapa bulan sekarang?"Anjani pun membuat susu untuk keponakan nya, di mana sudah kebiasaan Aurel yang bangun tidur langsung minum susu.

"Delapan bulan, dek. Makanya, Rani jangan pulang ya. Nanti, kakak bilang sama Mak dan Abah kalau Rani menginap di rumah kakak beberapa Minggu. Kasian Aurel tidak ada yang mengurusnya."balas Aina, dengan tangan yang kembali mencengkeram kuat pinggangnya yang terasa sakit.

Lagi-lagi, rasa sakit itu kembali menghampiri nya. Sebuah sakit yang hanya dia dan tuhan yang tau, tanpa mau memberitahukan sang suami tercinta.

"Kan ada mas Yudha, kak. Rani tidak mau,"tolak Anjani, seraya memberikan segelas susu untuk Aurel.

"Nanti, kakak minta izin sama mas Yudha. Kamu menginaplah di rumah kakak, pakai baju kakak dulu malam ini ya. Besok, kakak belikan baju untuk kamu."usul Aina lagi, agar sang adik mau tinggal di rumahnya.

Rumah yang begitu besar dengan dua tingkat, hanya memiliki seorang pembantu di rumahnya, itupun tidak menginap di rumah mereka. Yudha sendiri tidak menyukai orang lain ada dalam rumahnya, alasan nya hanya ingin setiap saat bisa bermesraan dengan sang istri tanpa takut di lihat orang lain.

"Tapi kak_"

"Plis, Rani.. mau ya, kakak sendirian di rumah ini."potong Aina dengan wajah yang sedang menahan rasa sakit di pinggangnya.

"Baiklah kak, Rani mau menginap di rumah kakak. Tapi, selesai kakak melahirkan, Rani harus pulang ya."papar Anjani dengan senyum ramah.

"Iya, makasih ya dek."Anjani pun menganggukkan kepalanya, sembari mengelus rambut lurus keponakannya.

-----***-----

"Iya sayang, Anjani hanya tinggal beberapa Minggu di rumah kak Aina. Setelah Anjani pulang, kita akan melangsungkan pernikahan kita ya. Yang sabar,"ucap Anjani, yang sedang melakukan panggilan dengan tunangannya yang tak lain adalah Bara.

"Jangan lama, awas, matanya di jaga biar gak jatuh hati sama Abang ipar."imbuh bara, dengan suara cemberut. Bara adalah anak juragan perkebunan sawit, di mana dia adalah Seorang dokter terkenal di tempatnya.

Tempat tinggal Anjani dengan Bara tidaklah begitu jauh, kampung mereka hanya bersebelahan saja.

"Iya calon imam, ku. Anjani akan menjaga mata dan hati. Ya sudah ya, Anjani mau menemani keponakan Anjani dulu."

"Iya, mas tunggu kepulangan sayang ya. Pulang lah lebih cepat, agar mas tidak di ambil orang. By.. ummuuaahhh.."canda Bara, sembari memberikan satu kecupan lewat ponselnya. Dia pun buru-buru menutup panggilan nya, agar tidak mendapatkan kemarahan dari Anjani yang sering menasehati nya untuk banyak bersabar.

"Dasar, lelaki bar-bar."gumam Anjani, dengan senyum manis.

"Kak, kakak mau kemana?"tanya Anjani saat Aina ingin ke dapur. Anjani saat ini dia duduk di ruang keluarga, di mana dia menemani sang keponakan yang sedang bermain-main dengan boneka nya.

"Kakak mau buat jus alpukat, dek."balas Aina, seraya berjalan ke arah dapur. "Biar Rani saja yang buat kak, kakak istirahat lah. Kakak belum makan malam kan?"

"Kakak tidak nafsu makan, dek. Makanya, kakak mau bikin jus alpukat saja."balas Aina, seraya menghampiri anak sulungnya.

"Biar Rani saja yang buat kak, kakak istirahat lah. Nanti kalau udah selesai, Rani antar ke kamar kakak ya."Aina pun menganggukkan kepalanya, Sembari mengajak sang putri ke kamarnya.

Di dapur, Anjani begitu antusias membuat satu gelas jus kesukan kakaknya. Baju tunik selutut, di padu dengan celana panjang, di tambah dengan hijab yang senada dengan celana hitamnya, seolah-olah itu adalah Aina.

Di luar rumah, seorang lelaki yang tak lain adalah Yudha dirgantara, dia baru saja sampai di rumahnya pada pukul delapan lewat. Pekerjaan kantor yang semakin hari semakin padat, membuat lelaki itu lebih lama berada di luar rumah.

"Sayang!"panggil Yudha, usai membuka pintu rumahnya dengan kunci yang selalu dia bawa pergi.

"Sayang!"panggil Yudha lagi, sembari meletakkan tas kerjanya di atas sofa.

Panggilan keduanya, juga belum mendapatkan jawaban dari sang pemilik hati. Dia pun berlalu ke arah dapur hanya untuk mengambil air putih.

"Sayang!"panggil Yudha lembut, sembari memeluk seorang perempuan dari arah belakang. Mereka sama-sama terkejut saat mendapatkan hal yang baru mereka sadari akan kejadian tersebut.

Yudha yang terkejut saat perut sang istri yang masih rata, sedangkan Anjani terkejut saat lelaki yang dia yakini adalah Abang iparnya memeluk nya dengan erat.

Related chapters

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Mulai mengajari sang adik

    "Ma-maaf, saya kira Aina."ujar Yudha dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Usai mengatakan sederet kalimat itu dengan wajah dingin yang di iringi dengan rasa bersalah, dia pun berlalu pergi meninggalkan Anjani yang juga termenung dengan kejadian tadi. Dia sendiri merasa cemas bila sang kakak melihat kejadian barusan, dimana dia di peluk oleh Abang iparnya sendiri tanpa ada kesengajaan. Anjani takut, bila sang kakak menuduhnya yang tidak-tidak."Mas, kamu sudah pulang? Capek ya, sini Aina pijitin."ucap Aina, saat Yudha baru saja masuk ke kamar nya. "Sayang, kamu kok tidak bilang sama mas kalau ada orang lain di rumah kita."imbuh Yudha, sembari melepaskan dasi yang melingkar di lehernya. "Hehehe, maaf ya sayang. Aina lupa mengabari mas lebih dulu,"Aina pun mendudukkan suaminya di bibir ranjang. Sudah kebiasaan Aina saat sang suami pulang, dia akan melayani suaminya dengan sebaik mungkin. "Sayang, kalau kamu memasukkan orang lain ke dalam rumah kita, seharu

    Last Updated : 2024-06-26
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Hinaan dari mertua Aina

    "Kak, Rani mau pulang." ucapan Rani kembali membuat Aina menghembuskan nafas berat. "Kok pulang, dek. Kamu baru sehari di rumah kakak, masak langsung pulang. Nggak kasian sama kakak?"tanya Aina, seraya memilih duduk di sofa ruang tamu. Perut yang semakin hari semakin besar, membuat perempuan itu sangat kepayahan untuk berjalan. "Bukan gitu lho, kak. Kakak tau sendiri kan, kalau Rani akan menikah. Rani harus menyiapkan segala keperluannya, kak." alasan Anjani tidak ingin tinggal di rumah kakaknya, bukanlah alasan yang seperti itu. Dia tidak ingin menjadi orang ketiga yang bisa membuat keretakan rumah tangga kakaknya. Melihat sikap Yudha seperti itu, membuat Anjani bisa menebak kalau mereka habis berselisih paham tentang kehadirannya di rumah itu. "Kan pernikahan kamu sebulan lagi, dek. Tinggal lah di rumah kakak beberapa Minggu saja, setelah kakak melahirkan, Rani sudah boleh kok pulang." pinta Aina. "Pakaian kamu sudah kakak pesan, mungkin sebentar lagi aka

    Last Updated : 2024-06-26
  • Melepas Belenggu Abang Ipar    POV Yudha.

    "Mama!!" teriak ku murka, saat melihat istri yang sangat aku perlakukan dengan lembut, di perlakukan kasar oleh orang yang telah melahirkan ku. Buru-buru aku berlari menghampiri istri ku yang sedang terduduk di lantai bersama dengan adik iparku yang berusaha membangunkan nya. "Cukup, ma! Yudha kecewa sama mama. Kalian benar-benar jahat! Kalian tidak punya hati nurani!" Papar ku sedih sekaligus marah, sembari membangunkan Aina yang matanya sedang berkaca-kaca. "Sayang, kamu tidak apa-apa?" tanya ku pada Aina, dia menggelengkan kepalanya dengan senyuman manis mengandung miris di dalamnya. "Mbak, baju mbak basah." beritahu Anjani saat menyentuh baju Aina yang basah. Entah basah dengan air apa, aku tidak tau. banyak para tamu undangan yang melihat ke arah kami tanpa mau membantu. Begitu juga dengan adik ku yang baru saja tiba dengan gaya angkuh. "Ada apa ini, kak?" tanya nindy, yaitu adik ku yang mau bertunangan. Dapat ku lihat wajah mama yang malu, usai ku bentak

    Last Updated : 2024-06-26
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Kedatangan ibunya Yudha di rumah besan

    "Yudha, ayo kita pulang. Ikhlaskan kepergian Aina, dia saat ini sudah tenang di alam sana, nak." ujar seorang lelaki paruh baya, yang tak lain adalah mertuanya Yudha. Pak Ahyar meminta pada Yudha untuk mengkebumikan Aina di halaman kampung kelahirannya, dengan begitu, sang Abah bisa kapan saja mengunjungi makam anak sulungnya itu.Sedangkan bayi kedua Aina dan Yudha, saat ini bayi itu masih dalam penanganan sang dokter di rumah sakit. "Saya nanti saja pulang, bah." balas Yudha, yang masih mencium nisan sang istri. Yudha merasa masih belum bangun dari mimpi buruknya, dimana dia masih tidak menyangka sang istri secepat itu pergi meninggalkan dirinya bersama dengan anak-anaknya. "Mas, seandainya aku yang lebih dulu pergi, mas jangan bersedih, ya. Yakinkan saja, Allah akan memberikan pengganti yang lebih cantik dan baik dari Aina." Perkataan Aina kembali terngiang-ngiang di telinganya, air matanya kembali turun dengan sendirinya tanpa di minta. "Ma-mas, ayo kita pulang

    Last Updated : 2024-06-28
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Keputusan menikahi Anjani

    Perkataan Yudha yang mengatakan akan menikahi adik almarhumah istrinya, membuat para warga ikut tercengang. Lebih-lebih, kedua orang tua Anjani yang ikut terkejut mendengar perkataan sang menantu. Anjani sendiri saat ini memilih mencari tempat untuk menyangga tubuhnya, kedua lututnya terasa lemah mendengar pernyataan dari kakak iparnya barusan. "Wah, pak Ahyar! Ternyata dugaan ku terhadap orang miskin itu benar, ya! Mereka tidak akan melepaskan begitu saja menantu kayanya ini! Seperti mu! Kamu kembali meminta putra ku untuk melanjutkan lagi hubungan dengan putri mu. Saya tidak menyangka, orang miskin seperti kalian benar-benar menjadi benalu dalam keluarga orang kaya! Kamu manusia serakah yang meminta anakku untuk menikahi putri mu lagi!" Hinaan dari bu Ratih membuat pak Ahyar menghampiri mereka. Beliau tidak mau warganya salah paham atas ucapan Bu Ratih barusan. "Yudha, bisakah kamu menjelaskan semua ini, nak? Kami memang orang miskin, tapi kami tidak pernah memi

    Last Updated : 2024-07-03
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   POV Anjani Maharani.

    "Tante, Aurel lapar." ucap Aurel, saat aku sedang menyajikan hidangan untuk para tamu yang datang mendoakan kak Aina. Tepat di hari kelima kak Aina dikebumikan, lelaki yang tak lain adalah mas Yudha, dia sama sekali tidak pernah hadir mendoakan mendiang istrinya. Semenjak pergi di hari pertama kak Aina di kebumikan, lelaki itu belum pernah sehari pun menjenguk anak perempuan yang dia tinggalkan bersama dengan kami. "Sebentar ya, Tante ambilkan dulu makanan yang cocok untuk Aurel. Sini, ikut Tante saja yuk." Aku pun menggendong Aurel membawanya masuk ke dalam rumah. "Tante, mama kemana ya? Aurel kangen banget sama mama," ujar Aurel, yang kini berada dalam gendongan ku. Anak sekecil dia, belum tau apa-apa tentang orang yang sudah meninggal. Meski aku sudah beberapa kali menjelaskan pada Aurel kalau ibunya telah pergi meninggalkan dia selama-lamanya, namun gadis kecil itu belum mengerti maksudku. "Sayang, kamu mau ayam goreng ini?" tanya ku, seraya memp

    Last Updated : 2024-07-04
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Memutuskan menerima kenyataan.

    "Ta-tapi, bah. Sebentar lagi, Rani dan Bara akan menikah." sahut ku, sambil menatap manik hitam lelaki yang menjadi cinta pertama ku. Aku tidak mau menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai, sedangkan lelaki yang aku cinta hanyalah Bara. Lelaki hangat dan baik serta lembut khas ciri seorang dokter, tidak mungkin aku mengecewakannya se menyakitkan itu. "Tapi, nak. Lihatlah mata anak kakak kamu, dia butuh seorang ibu yang baik." imbuh Abah. Abah melihat ke arah Aurel yang sedang merebahkan kepalanya di dada bidang papanya. "Mas Yudha bisa kok bah, memberikan ibu pengganti untuk anak-anaknya. Rani tidak bisa, bah." balas ku, seraya ingin pergi meninggalkan mereka bertiga. Meski ada rasa iba terhadapnya, namun menikah dengannya bukanlah keinginan ku. "Tidak apa-apa, bah. Yudha bisa menjaga mereka dengan baik. Yudha akan berusaha menjadi seorang ayah dan ibu untuk mereka berdua. Baiklah, bah. Yudha pergi dulu, oh ya Anjani, tolong berikan cincin Aina." Aku

    Last Updated : 2024-07-05
  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kemarahan keluarga Bara..

    Tak ada angin dan tidak ada hujan, namun keputusan ku sudah tepat. lelaki yang amat aku cintai, menatap lama ke arah ku dengan wajah terkejut. "Hahahaha, aku tau sayang, kamu lagi ngeprank aku, 'kan? ayo ngaku? sini mas pakaikan lagi," ucap Bara dengan senyum ramah. "Tidak, mas. Anjani serius, Anjani kembalikan lagi cincin tunangan kita. maafkan Anjani, mas. Anjani tidak bisa melanjutkan pernikahan kita," Kembali menjelaskan pada bawa kalau aku memang tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Ada anak bayi merah di sana yang membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu. "Salah mas apa?! Apa yang mas lakukan sehingga membuat Anjani memutuskan pertunangan kita?! Apa mas ada salah?" Bara bangun dari duduknya, dia meraup wajahnya kasar saat melihat air bening yang memberontak minta turun dari mata ku. "Anjani tau, mas sudah menyebarkan surat undangan pernikahan kita! seluruh teman-teman mas sudah mas beritahukan semuanya! keluarga besar mas pun sudah menyiapkan segala keperluan kita! Dan

    Last Updated : 2024-07-07

Latest chapter

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kenyataan pahit

    "Ikhlaskan kepergian Abah, nak. Abah sudah tenang di alam sana," Ucapan Mak sama sekali tak ku indahkan, aku hanya ingin Abah ada di sisi ku lagi. Beliau cinta pertama ku, dan sekarang mereka menuntut ku untuk mengikhlaskan kepergiannya. Seandainya Abah meninggal bukan karena ku, aku masih bisa mengikhlaskan kepergiannya. Namun sayang, Abah pergi hanya karena ku memutuskan hubungan dengan Bara. "Abah! Kenapa Abah secepat ini pergi? Rani masih membutuhkan Abah!" "Sayang, ikhlaskan kepergian Abah. Abah sudah tenang di alam sana," jelas Mak lagi, sambil mengelus-elus bahuku. "Bagaimana bisa aku ikhlas, Mak? Mak tau sendiri apa sebab yang membuat Abah pergi! Ini semua karena kak Aina!" "Anjani, tolong jangan." cegat mas Yudha, saat aku ingin menarik nisan kak Aina. "Kak Aina! kakak lihatkan apa yang kakak lakukan?! Kakak lihatkan hasil dari yang kakak tinggalkan di dunia ini?! Kakak pergi meninggalkan kami, dan kakak tinggalkan luka untuk kami di si

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kepergian Abah

    Begitu pintu rumah di buka oleh abah, dua orang laki menghajar Abah habis-habisan. Bug. Brak!! "Berhenti!! Abah!!" Aku shock saat melihat orang tua ku di pukul dan di tendang oleh mereka seperti itu. "Tolong, jangan lukai Abah saya." Mohon ku dengan berusaha menjadi penengah antara Abah dan mereka. Brak!! "Rani!!" Bukan permohonan yang mereka kabulkan, mereka malah mendorong ku ke arah lelaki yang berdiri dengan sebatang rokok di tangan kirinya. Lelaki yang tak lain adalah ayahnya Bara, lelaki itu kini mensejajarkan tubuhnya dengan ku yang terjerembab di hadapannya. "Tolong, jangan sakiti putri saya, juragan." Mohon Abah, sambil menggapai ku. Namun Abah tidak bisa menggapai ku dikarenakan anak buah juragan menahannya. khuk, khuk. Aku terbatuk-batuk saat lelaki paruh baya itu meniup asap rokoknya ke wajah ku. "Tolong jangan juragan," Pinta ku, saat ayahnya Bara mencengkeram kuat pipi ku. "Berani-beraninya kamu mempermainkan anak

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kemarahan keluarga Bara..

    Tak ada angin dan tidak ada hujan, namun keputusan ku sudah tepat. lelaki yang amat aku cintai, menatap lama ke arah ku dengan wajah terkejut. "Hahahaha, aku tau sayang, kamu lagi ngeprank aku, 'kan? ayo ngaku? sini mas pakaikan lagi," ucap Bara dengan senyum ramah. "Tidak, mas. Anjani serius, Anjani kembalikan lagi cincin tunangan kita. maafkan Anjani, mas. Anjani tidak bisa melanjutkan pernikahan kita," Kembali menjelaskan pada bawa kalau aku memang tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Ada anak bayi merah di sana yang membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu. "Salah mas apa?! Apa yang mas lakukan sehingga membuat Anjani memutuskan pertunangan kita?! Apa mas ada salah?" Bara bangun dari duduknya, dia meraup wajahnya kasar saat melihat air bening yang memberontak minta turun dari mata ku. "Anjani tau, mas sudah menyebarkan surat undangan pernikahan kita! seluruh teman-teman mas sudah mas beritahukan semuanya! keluarga besar mas pun sudah menyiapkan segala keperluan kita! Dan

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Memutuskan menerima kenyataan.

    "Ta-tapi, bah. Sebentar lagi, Rani dan Bara akan menikah." sahut ku, sambil menatap manik hitam lelaki yang menjadi cinta pertama ku. Aku tidak mau menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai, sedangkan lelaki yang aku cinta hanyalah Bara. Lelaki hangat dan baik serta lembut khas ciri seorang dokter, tidak mungkin aku mengecewakannya se menyakitkan itu. "Tapi, nak. Lihatlah mata anak kakak kamu, dia butuh seorang ibu yang baik." imbuh Abah. Abah melihat ke arah Aurel yang sedang merebahkan kepalanya di dada bidang papanya. "Mas Yudha bisa kok bah, memberikan ibu pengganti untuk anak-anaknya. Rani tidak bisa, bah." balas ku, seraya ingin pergi meninggalkan mereka bertiga. Meski ada rasa iba terhadapnya, namun menikah dengannya bukanlah keinginan ku. "Tidak apa-apa, bah. Yudha bisa menjaga mereka dengan baik. Yudha akan berusaha menjadi seorang ayah dan ibu untuk mereka berdua. Baiklah, bah. Yudha pergi dulu, oh ya Anjani, tolong berikan cincin Aina." Aku

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   POV Anjani Maharani.

    "Tante, Aurel lapar." ucap Aurel, saat aku sedang menyajikan hidangan untuk para tamu yang datang mendoakan kak Aina. Tepat di hari kelima kak Aina dikebumikan, lelaki yang tak lain adalah mas Yudha, dia sama sekali tidak pernah hadir mendoakan mendiang istrinya. Semenjak pergi di hari pertama kak Aina di kebumikan, lelaki itu belum pernah sehari pun menjenguk anak perempuan yang dia tinggalkan bersama dengan kami. "Sebentar ya, Tante ambilkan dulu makanan yang cocok untuk Aurel. Sini, ikut Tante saja yuk." Aku pun menggendong Aurel membawanya masuk ke dalam rumah. "Tante, mama kemana ya? Aurel kangen banget sama mama," ujar Aurel, yang kini berada dalam gendongan ku. Anak sekecil dia, belum tau apa-apa tentang orang yang sudah meninggal. Meski aku sudah beberapa kali menjelaskan pada Aurel kalau ibunya telah pergi meninggalkan dia selama-lamanya, namun gadis kecil itu belum mengerti maksudku. "Sayang, kamu mau ayam goreng ini?" tanya ku, seraya memp

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Keputusan menikahi Anjani

    Perkataan Yudha yang mengatakan akan menikahi adik almarhumah istrinya, membuat para warga ikut tercengang. Lebih-lebih, kedua orang tua Anjani yang ikut terkejut mendengar perkataan sang menantu. Anjani sendiri saat ini memilih mencari tempat untuk menyangga tubuhnya, kedua lututnya terasa lemah mendengar pernyataan dari kakak iparnya barusan. "Wah, pak Ahyar! Ternyata dugaan ku terhadap orang miskin itu benar, ya! Mereka tidak akan melepaskan begitu saja menantu kayanya ini! Seperti mu! Kamu kembali meminta putra ku untuk melanjutkan lagi hubungan dengan putri mu. Saya tidak menyangka, orang miskin seperti kalian benar-benar menjadi benalu dalam keluarga orang kaya! Kamu manusia serakah yang meminta anakku untuk menikahi putri mu lagi!" Hinaan dari bu Ratih membuat pak Ahyar menghampiri mereka. Beliau tidak mau warganya salah paham atas ucapan Bu Ratih barusan. "Yudha, bisakah kamu menjelaskan semua ini, nak? Kami memang orang miskin, tapi kami tidak pernah memi

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Kedatangan ibunya Yudha di rumah besan

    "Yudha, ayo kita pulang. Ikhlaskan kepergian Aina, dia saat ini sudah tenang di alam sana, nak." ujar seorang lelaki paruh baya, yang tak lain adalah mertuanya Yudha. Pak Ahyar meminta pada Yudha untuk mengkebumikan Aina di halaman kampung kelahirannya, dengan begitu, sang Abah bisa kapan saja mengunjungi makam anak sulungnya itu.Sedangkan bayi kedua Aina dan Yudha, saat ini bayi itu masih dalam penanganan sang dokter di rumah sakit. "Saya nanti saja pulang, bah." balas Yudha, yang masih mencium nisan sang istri. Yudha merasa masih belum bangun dari mimpi buruknya, dimana dia masih tidak menyangka sang istri secepat itu pergi meninggalkan dirinya bersama dengan anak-anaknya. "Mas, seandainya aku yang lebih dulu pergi, mas jangan bersedih, ya. Yakinkan saja, Allah akan memberikan pengganti yang lebih cantik dan baik dari Aina." Perkataan Aina kembali terngiang-ngiang di telinganya, air matanya kembali turun dengan sendirinya tanpa di minta. "Ma-mas, ayo kita pulang

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    POV Yudha.

    "Mama!!" teriak ku murka, saat melihat istri yang sangat aku perlakukan dengan lembut, di perlakukan kasar oleh orang yang telah melahirkan ku. Buru-buru aku berlari menghampiri istri ku yang sedang terduduk di lantai bersama dengan adik iparku yang berusaha membangunkan nya. "Cukup, ma! Yudha kecewa sama mama. Kalian benar-benar jahat! Kalian tidak punya hati nurani!" Papar ku sedih sekaligus marah, sembari membangunkan Aina yang matanya sedang berkaca-kaca. "Sayang, kamu tidak apa-apa?" tanya ku pada Aina, dia menggelengkan kepalanya dengan senyuman manis mengandung miris di dalamnya. "Mbak, baju mbak basah." beritahu Anjani saat menyentuh baju Aina yang basah. Entah basah dengan air apa, aku tidak tau. banyak para tamu undangan yang melihat ke arah kami tanpa mau membantu. Begitu juga dengan adik ku yang baru saja tiba dengan gaya angkuh. "Ada apa ini, kak?" tanya nindy, yaitu adik ku yang mau bertunangan. Dapat ku lihat wajah mama yang malu, usai ku bentak

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Hinaan dari mertua Aina

    "Kak, Rani mau pulang." ucapan Rani kembali membuat Aina menghembuskan nafas berat. "Kok pulang, dek. Kamu baru sehari di rumah kakak, masak langsung pulang. Nggak kasian sama kakak?"tanya Aina, seraya memilih duduk di sofa ruang tamu. Perut yang semakin hari semakin besar, membuat perempuan itu sangat kepayahan untuk berjalan. "Bukan gitu lho, kak. Kakak tau sendiri kan, kalau Rani akan menikah. Rani harus menyiapkan segala keperluannya, kak." alasan Anjani tidak ingin tinggal di rumah kakaknya, bukanlah alasan yang seperti itu. Dia tidak ingin menjadi orang ketiga yang bisa membuat keretakan rumah tangga kakaknya. Melihat sikap Yudha seperti itu, membuat Anjani bisa menebak kalau mereka habis berselisih paham tentang kehadirannya di rumah itu. "Kan pernikahan kamu sebulan lagi, dek. Tinggal lah di rumah kakak beberapa Minggu saja, setelah kakak melahirkan, Rani sudah boleh kok pulang." pinta Aina. "Pakaian kamu sudah kakak pesan, mungkin sebentar lagi aka

DMCA.com Protection Status