Home / Pernikahan / Melepas Belenggu Abang Ipar / Mulai mengajari sang adik

Share

Mulai mengajari sang adik

Author: Pelangipena
last update Last Updated: 2024-06-26 11:58:17

"Ma-maaf, saya kira Aina."ujar Yudha dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Usai mengatakan sederet kalimat itu dengan wajah dingin yang di iringi dengan rasa bersalah, dia pun berlalu pergi meninggalkan Anjani yang juga termenung dengan kejadian tadi.

Dia sendiri merasa cemas bila sang kakak melihat kejadian barusan, dimana dia di peluk oleh Abang iparnya sendiri tanpa ada kesengajaan. Anjani takut, bila sang kakak menuduhnya yang tidak-tidak.

"Mas, kamu sudah pulang? Capek ya, sini Aina pijitin."ucap Aina, saat Yudha baru saja masuk ke kamar nya. "Sayang, kamu kok tidak bilang sama mas kalau ada orang lain di rumah kita."imbuh Yudha, sembari melepaskan dasi yang melingkar di lehernya.

"Hehehe, maaf ya sayang. Aina lupa mengabari mas lebih dulu,"Aina pun mendudukkan suaminya di bibir ranjang. Sudah kebiasaan Aina saat sang suami pulang, dia akan melayani suaminya dengan sebaik mungkin.

"Sayang, kalau kamu memasukkan orang lain ke dalam rumah kita, seharusnya bilang dulu dong sama mas."ujar Yudha, sembari mengelus perut besar sang istri yang berdiri di depannya kini. Aina yang sedang melepaskan jam di pergelangan tangan suaminya, dia pun memilih duduk di samping suaminya.

"Kan Rani bukan orang lain, mas. Rani kan adik kandung ku sendiri, masak tidak di bolehin tinggal di rumah kita. Lagian ya mas, Aina kan punya teman berbagi cerita, berbagi tugas, pokoknya, Aina ingin Rani tinggal di rumah ini. Boleh ya mas, plis.."mohon Aina dengan wajah mengiba.

Yudha yang berbaring dengan berbantalkan pangkuan sang istri, dia pun menganggukkan kepalanya dengan senyuman manis yang selalu dia ukir untuk wanitanya.

"Anak papa kapan launching?"tanya Yudha usai mencium perut besar istrinya. "Sebentar lagi, pa. Papa yang sabar ya, kalau misalkan nanti aku lahir."balas Aina penuh makna, dengan ala-ala anak kecil. Aina terus mengelus rambut hitam suaminya, dia tidak tau kapan terakhir dia akan membelai rambut hitam itu.

"Sabar dong, mama saja sabar banget. Masak, papa tidak bisa sabaran."papar Yudha, yang masih mengelus perut itu sembari sesekali menciuminya.

"Sayang menangis?"tanya Yudha, saat air mata Aina menitik di atas pipinya. Aina buru-buru menghapus air matanya, dia tidak ingin sang suami bertanya kenapa air mata itu keluar dari pipinya. Yudha yang menyadari akan air mata sang istri, diapun bangkit dari rebahannya.

"Sayang kenapa? Katakan pada mas, kenapa sayang menangis? Apa mama kesini lagi?"Aina menggelengkan kepalanya, seraya bangkit dari ranjang.

Meskipun hubungan mereka akhirnya mendapatkan restu dari orang tua Yudha, akan tetapi, mereka tidak rela saat anak sulungnya menikah dengan gadis kampung sekaligus orang miskin. Setiap hari Aina di suruh ini dan itu oleh keluarga Yudha saat masih tinggal bersama dengan mereka, hingga pada akhirnya Yudha tau bahwa istrinya di jadikan budak di rumah orang tuanya.

Diapun membawa Aina pergi dari rumah itu agar sang istri yang sedang mengandung anak pertama tidak merasakan sebuah depresi.

"Sayang, apa ada yang sakit? Mas lihat wajah sayang makin hari makin pucat, apa ada yang sayang sembunyikan dari mas? Bes-"

Tok tok..

Ketukan di pintu membuat Yudha melepaskan pelukan istri nya yang dia peluk dari arah belakang, dia pun berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dari keringat seharian bekerja di luar.

Ceklek,

"Kak, ini jus alpukat yang kakak minta. Rani ke kamar dulu ya kak, kalau kakak butuh apapun, kasih tau Rani ya."ucap Rani seraya memberikan segelas jus alpukat untuk sang kakak.

"Makasih ya, dek. Kamu istirahat saja di kamar Aurel ya, biar dia punya teman."balas Aina, sembari kemudian menutup kembali pintu kamarnya.

Rasa sakit itu kembali menyerang nya, dimana rasa sakit di pinggang dan di perutnya sudah sering dia rasakan selama ini. "Auuww,"rintih Aina, yang memilih duduk di bibir ranjang nya.

"Tuhan! Sakit,,, aku sudah tidak tahan dengan rasa sakit ini."lirih Aina, seraya memijit-mijit pinggang nya yang terasa sangat sakit. Air mata turun membasahi tanpa di mintai, tendangan dari sang jabang bayi makin lama semakin menyesakkan dadanya, membuat perempuan itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Ceklek..

"Sayang, kamu kenapa?"tanya Yudha cemas, sembari berlalu menghampiri Aina. "Tidak kok mas,"balas Aina, dengan menghapuskan air matanya. "Apa ada sesuatu yang sayang sembunyikan dari mas? Besok, mas akan temani sayang periksa ya. Kalau bisa, sebaiknya kita operasi dini saja agar sayang tidak merasakan sebuah penderitaan."usul Yudha, sembari menidurkan sang istri dengan baik.

"Tidak mas, Aina tidak setuju dengan operasi dini sebelum jatahnya dia lahir. Mas jangan khawatir ya, insha Allah, Aina tidak kenapa-napa kok."balas Aina dengan senyum manis meski mengandung miris.

"Mas, tolong ambilin jus itu sebentar ya."imbuh Aina, dengan menunjukkan segelas jus yang terletak di atas meja rias.

Yudha pun mengambil jus itu, sembari kemudian meminumkan nya pada Aina. "Baiklah, sekarang, sayang istirahat saja dulu ya. Mas ingin pakai baju dulu."ujar Yudha, sembari kemudian menyimpan gelas kosong itu di atas meja rias.

Dia pun berlalu ke lemari untuk mengambil pakaian tidurnya, rasa lelah seharian bekerja, membuat lelaki itu pun ikut berbaring di samping istrinya.

----------****--------

"Rani, tolong buatkan kopi dan nasi goreng untuk mas Yudha ya. Kopinya jangan terlalu manis, gulanya satu sendok makan saja ya. Nasi goreng nya jangan terlalu pedas, di tambah dengan taburan bawang goreng di atasnya ya."perintah Aina, sembari berlalu ke arah sang suami yang duduk di sofa ruang keluarga.

"Baik kak,"balas Anjani, sembari kemudian berlalu ke dapur. "Jangan, saya makan di kantor saja."cegat Yudha, yang tidak ingin merepotkan perempuan yang dia peluk semalam.

"Tidak apa-apa, mas. Biar Rani belajar menjadi seorang istri, agar nanti, saat dia sudah berkeluarga dia bisa beradaptasi dengan pekerjaan seorang istri yang baik dalam melayani suaminya."balas Aina, sembari memberikan isyarat pada Rani untuk membuatkan apapun yang dia minta.

"Sayang, kamu kok gitu sama Anjani. Dia kan bukan pembantu di rumah kita. Jangan suruh dia melakukan hal-hal yang bukan tanggung jawabnya."Yudha merasa risih saat Aina meminta adik iparnya membuatkan makanan kesukaan nya.

"Belajar mas, dia sudah besar, sebentar lagi dia akan menikah. Jadi, tidak salah dong kalau dia belajar jadi istri."imbuh Aina dengan satu maksud yang hanya dia saja yang tahu maksudnya itu.

"Kak, ini kopinya."kata Anjani, seraya meletakkan secangkir kopi hitam di hadapan Aina. "Makasih ya dek,"Yudha tidak menatap ke arah Anjani, dia masih merasa sungkan saat mengingat kejadian tadi malam.

Hanya senyuman yang Anjani ukirkan untuk sang kakak, sembari kemudian berlalu pergi membuatkan nasi goreng kesukaan Abang iparnya. "Di minum kopinya, mas."Yudha yang sedang menyelesaikan beberapa tugasnya lagi, dia pun mengambil secangkir kopi buatan adik iparnya. "Manis, mas tidak suka manis-manis seperti ini. Sayang, kalau sayang tidak mampu melayani mas, jangan di paksakan ya. Mas tidak apa-apa, mas bisa minum kopi di kantor saja. Jangan paksa Anjani melakukan nya, mas tidak suka."papar Yudha dengan wajah yang tidak bisa dia tebak.

Dia pun berlalu ke dapur di mana Anjani sedang membuatkan nasi goreng untuk nya. "Nasi gorengnya di buang saja,"ucap Yudha dingin, sembari berlalu pergi ke kamarnya. Anjani yang mendengar beberapa kalimat itu, merasa deg degan sekaligus terkejut dengan perkataan Abang iparnya barusan.

"Maafkan mas Yudha ya, nasi gorengnya untuk kakak saja."sela Aina, yang kemudian menyusul sang suami di kamar.

"Mas, kamu kenapa sih? Kan Anjani mau membuatkan nasi goreng untuk kamu."ujar Aina, yang melihat gerak-gerik Yudha yang sedang memakai baju kantorannya.

"Mas tidak suka sayang suruh ini dan itu pada Anjani, kalau itu menyangkut sayang tidak apa-apa. Tapi ini menyangkut dengan mas, mas tidak suka."balas Yudha, seraya mengambil sepatunya.

"Iya, Aina minta maaf."imbuh Aina dengan wajah sedih."mas maafkan, tapi lain kali, sayang jangan begitu pada Anjani. Yang menjadi istri mas di sini kan Aina, bukan Anjani. Bila sayang tidak sanggup melakukan itu lagi, mas tidak apa-apa."papar Yudha, sembari kemudian berlalu menghampiri sang istri yang berada di belakang pintu kamarnya.

"Baiklah, mas berangkat kerja dulu ya. Salam untuk Aurel, sayang jaga baik-baik anak kita ini ya."sambung Yudha, dengan senyum tulus dan manis yang selalu dia ukir untuk istrinya.

Di luar rumah, mereka sangat ingin melihat senyuman CEO Yudha Dirgantara seperti apa. Mereka belum pernah melihat senyuman lelaki dingin, bertubuh tegap dan sixpack, berhidung mancung, tatapannya tajam seperti tatapan elang, alisnya tebal, bibirnya indah tanpa sebuah senyuman, sehingga mampu membuat nya di segani oleh mereka.

Aina pun berlalu pergi mengantarkan sang suami ke mobilnya, di mana sudah menjadi kebiasaannya yang mengantarkan suami berangkat kerja. "Mas hati-hati ya.."ucap Aina, sembari menyalami tangan kekar sang suami.

"Iya sayang, sayang juga hati-hati di rumah ya. Nak, jangan menyusahkan mama ya."cup. Tak lupa, Yudha mendaratkan kecupan singkat di perut sang istri untuk anaknya yang masih berada di dalam kandungan.

Dia pun berlalu masuk ke mobil dengan lambaian tangan ke arah sang istri. Aina pun memilih masuk ke rumahnya, saat melihat mobil sang suami hilang dari pandangan mata.

"Tunggu, Aina!"cegat seorang perempuan yang saja baru turun dari mobilnya. Perempuan yang tak lain adalah Evelyn, yaitu teman masa lalu Yudha yang masih mengharapkan lelaki yang menjadi rebutan para kaum hawa.

Dia pergi bersama dengan ibunya Yudha, hanya ingin memperingatkan Aina akan sebuah perjanjian.

"Ma, apa kabar?"tanya Aina lembut, sembari meraih tangan sang ibu mertua untuk dia Salami. Namun sia-sia saja, uluran tangan dari Aina tidak di indahkan oleh sang ibu mertua yang sama sekali tidak menyukai menantunya itu.

"Yudha mana?"tanya Bu Ratih, tanpa menjawab pertanyaan dari menantunya, bahkan tidak memberikan tangannya untuk di Salami oleh Aina.

"Mas Yudha baru saja pergi ke kantor, ma."balas Aina dengan wajah ramah.

"Kedatangan kami ke sini hanya ingin memperingatkan kamu, bila kamu kembali melahirkan anak perempuan, maka kamu siap-siap pergi dari kehidupan anak saya."ucap Bu Ratih dengan wajah sinis.

"Tanpa mama minta, aku juga akan pergi ma."batin Aina, yang memang dia sudah tau kapan dia akan pergi. "Ayo, silahkan masuk ma."ajak Aina dengan wajah yang masih bersikap ramah.

"Tidak Sudi saya bertamu di rumah perempuan kampungan seperti kamu. Ayo Evelyn, kita pergi."Bu Ratih dan Evelyn yang sebenarnya mau ke tempat arisan, dia mampir di rumah anak lelakinya hanya ingin memeringatkan perjanjian dirinya dengan Aina.

Aina hanya menghela nafas kasar, kala melihat dua manusia yang masuk ke dalam mobilnya. "Kalau pun Aina pergi, Aina tidak akan membiarkan suami Aina dan anak Aina di jaga oleh perempuan itu, ma."batin Aina, seraya kemudian memilih masuk ke dalam rumahnya.

"Kak, Rani mau pulang."

Related chapters

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Hinaan dari mertua Aina

    "Kak, Rani mau pulang." ucapan Rani kembali membuat Aina menghembuskan nafas berat. "Kok pulang, dek. Kamu baru sehari di rumah kakak, masak langsung pulang. Nggak kasian sama kakak?"tanya Aina, seraya memilih duduk di sofa ruang tamu. Perut yang semakin hari semakin besar, membuat perempuan itu sangat kepayahan untuk berjalan. "Bukan gitu lho, kak. Kakak tau sendiri kan, kalau Rani akan menikah. Rani harus menyiapkan segala keperluannya, kak." alasan Anjani tidak ingin tinggal di rumah kakaknya, bukanlah alasan yang seperti itu. Dia tidak ingin menjadi orang ketiga yang bisa membuat keretakan rumah tangga kakaknya. Melihat sikap Yudha seperti itu, membuat Anjani bisa menebak kalau mereka habis berselisih paham tentang kehadirannya di rumah itu. "Kan pernikahan kamu sebulan lagi, dek. Tinggal lah di rumah kakak beberapa Minggu saja, setelah kakak melahirkan, Rani sudah boleh kok pulang." pinta Aina. "Pakaian kamu sudah kakak pesan, mungkin sebentar lagi aka

    Last Updated : 2024-06-26
  • Melepas Belenggu Abang Ipar    POV Yudha.

    "Mama!!" teriak ku murka, saat melihat istri yang sangat aku perlakukan dengan lembut, di perlakukan kasar oleh orang yang telah melahirkan ku. Buru-buru aku berlari menghampiri istri ku yang sedang terduduk di lantai bersama dengan adik iparku yang berusaha membangunkan nya. "Cukup, ma! Yudha kecewa sama mama. Kalian benar-benar jahat! Kalian tidak punya hati nurani!" Papar ku sedih sekaligus marah, sembari membangunkan Aina yang matanya sedang berkaca-kaca. "Sayang, kamu tidak apa-apa?" tanya ku pada Aina, dia menggelengkan kepalanya dengan senyuman manis mengandung miris di dalamnya. "Mbak, baju mbak basah." beritahu Anjani saat menyentuh baju Aina yang basah. Entah basah dengan air apa, aku tidak tau. banyak para tamu undangan yang melihat ke arah kami tanpa mau membantu. Begitu juga dengan adik ku yang baru saja tiba dengan gaya angkuh. "Ada apa ini, kak?" tanya nindy, yaitu adik ku yang mau bertunangan. Dapat ku lihat wajah mama yang malu, usai ku bentak

    Last Updated : 2024-06-26
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Kedatangan ibunya Yudha di rumah besan

    "Yudha, ayo kita pulang. Ikhlaskan kepergian Aina, dia saat ini sudah tenang di alam sana, nak." ujar seorang lelaki paruh baya, yang tak lain adalah mertuanya Yudha. Pak Ahyar meminta pada Yudha untuk mengkebumikan Aina di halaman kampung kelahirannya, dengan begitu, sang Abah bisa kapan saja mengunjungi makam anak sulungnya itu.Sedangkan bayi kedua Aina dan Yudha, saat ini bayi itu masih dalam penanganan sang dokter di rumah sakit. "Saya nanti saja pulang, bah." balas Yudha, yang masih mencium nisan sang istri. Yudha merasa masih belum bangun dari mimpi buruknya, dimana dia masih tidak menyangka sang istri secepat itu pergi meninggalkan dirinya bersama dengan anak-anaknya. "Mas, seandainya aku yang lebih dulu pergi, mas jangan bersedih, ya. Yakinkan saja, Allah akan memberikan pengganti yang lebih cantik dan baik dari Aina." Perkataan Aina kembali terngiang-ngiang di telinganya, air matanya kembali turun dengan sendirinya tanpa di minta. "Ma-mas, ayo kita pulang

    Last Updated : 2024-06-28
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Keputusan menikahi Anjani

    Perkataan Yudha yang mengatakan akan menikahi adik almarhumah istrinya, membuat para warga ikut tercengang. Lebih-lebih, kedua orang tua Anjani yang ikut terkejut mendengar perkataan sang menantu. Anjani sendiri saat ini memilih mencari tempat untuk menyangga tubuhnya, kedua lututnya terasa lemah mendengar pernyataan dari kakak iparnya barusan. "Wah, pak Ahyar! Ternyata dugaan ku terhadap orang miskin itu benar, ya! Mereka tidak akan melepaskan begitu saja menantu kayanya ini! Seperti mu! Kamu kembali meminta putra ku untuk melanjutkan lagi hubungan dengan putri mu. Saya tidak menyangka, orang miskin seperti kalian benar-benar menjadi benalu dalam keluarga orang kaya! Kamu manusia serakah yang meminta anakku untuk menikahi putri mu lagi!" Hinaan dari bu Ratih membuat pak Ahyar menghampiri mereka. Beliau tidak mau warganya salah paham atas ucapan Bu Ratih barusan. "Yudha, bisakah kamu menjelaskan semua ini, nak? Kami memang orang miskin, tapi kami tidak pernah memi

    Last Updated : 2024-07-03
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   POV Anjani Maharani.

    "Tante, Aurel lapar." ucap Aurel, saat aku sedang menyajikan hidangan untuk para tamu yang datang mendoakan kak Aina. Tepat di hari kelima kak Aina dikebumikan, lelaki yang tak lain adalah mas Yudha, dia sama sekali tidak pernah hadir mendoakan mendiang istrinya. Semenjak pergi di hari pertama kak Aina di kebumikan, lelaki itu belum pernah sehari pun menjenguk anak perempuan yang dia tinggalkan bersama dengan kami. "Sebentar ya, Tante ambilkan dulu makanan yang cocok untuk Aurel. Sini, ikut Tante saja yuk." Aku pun menggendong Aurel membawanya masuk ke dalam rumah. "Tante, mama kemana ya? Aurel kangen banget sama mama," ujar Aurel, yang kini berada dalam gendongan ku. Anak sekecil dia, belum tau apa-apa tentang orang yang sudah meninggal. Meski aku sudah beberapa kali menjelaskan pada Aurel kalau ibunya telah pergi meninggalkan dia selama-lamanya, namun gadis kecil itu belum mengerti maksudku. "Sayang, kamu mau ayam goreng ini?" tanya ku, seraya memp

    Last Updated : 2024-07-04
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Memutuskan menerima kenyataan.

    "Ta-tapi, bah. Sebentar lagi, Rani dan Bara akan menikah." sahut ku, sambil menatap manik hitam lelaki yang menjadi cinta pertama ku. Aku tidak mau menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai, sedangkan lelaki yang aku cinta hanyalah Bara. Lelaki hangat dan baik serta lembut khas ciri seorang dokter, tidak mungkin aku mengecewakannya se menyakitkan itu. "Tapi, nak. Lihatlah mata anak kakak kamu, dia butuh seorang ibu yang baik." imbuh Abah. Abah melihat ke arah Aurel yang sedang merebahkan kepalanya di dada bidang papanya. "Mas Yudha bisa kok bah, memberikan ibu pengganti untuk anak-anaknya. Rani tidak bisa, bah." balas ku, seraya ingin pergi meninggalkan mereka bertiga. Meski ada rasa iba terhadapnya, namun menikah dengannya bukanlah keinginan ku. "Tidak apa-apa, bah. Yudha bisa menjaga mereka dengan baik. Yudha akan berusaha menjadi seorang ayah dan ibu untuk mereka berdua. Baiklah, bah. Yudha pergi dulu, oh ya Anjani, tolong berikan cincin Aina." Aku

    Last Updated : 2024-07-05
  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kemarahan keluarga Bara..

    Tak ada angin dan tidak ada hujan, namun keputusan ku sudah tepat. lelaki yang amat aku cintai, menatap lama ke arah ku dengan wajah terkejut. "Hahahaha, aku tau sayang, kamu lagi ngeprank aku, 'kan? ayo ngaku? sini mas pakaikan lagi," ucap Bara dengan senyum ramah. "Tidak, mas. Anjani serius, Anjani kembalikan lagi cincin tunangan kita. maafkan Anjani, mas. Anjani tidak bisa melanjutkan pernikahan kita," Kembali menjelaskan pada bawa kalau aku memang tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Ada anak bayi merah di sana yang membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu. "Salah mas apa?! Apa yang mas lakukan sehingga membuat Anjani memutuskan pertunangan kita?! Apa mas ada salah?" Bara bangun dari duduknya, dia meraup wajahnya kasar saat melihat air bening yang memberontak minta turun dari mata ku. "Anjani tau, mas sudah menyebarkan surat undangan pernikahan kita! seluruh teman-teman mas sudah mas beritahukan semuanya! keluarga besar mas pun sudah menyiapkan segala keperluan kita! Dan

    Last Updated : 2024-07-07
  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kepergian Abah

    Begitu pintu rumah di buka oleh abah, dua orang laki menghajar Abah habis-habisan. Bug. Brak!! "Berhenti!! Abah!!" Aku shock saat melihat orang tua ku di pukul dan di tendang oleh mereka seperti itu. "Tolong, jangan lukai Abah saya." Mohon ku dengan berusaha menjadi penengah antara Abah dan mereka. Brak!! "Rani!!" Bukan permohonan yang mereka kabulkan, mereka malah mendorong ku ke arah lelaki yang berdiri dengan sebatang rokok di tangan kirinya. Lelaki yang tak lain adalah ayahnya Bara, lelaki itu kini mensejajarkan tubuhnya dengan ku yang terjerembab di hadapannya. "Tolong, jangan sakiti putri saya, juragan." Mohon Abah, sambil menggapai ku. Namun Abah tidak bisa menggapai ku dikarenakan anak buah juragan menahannya. khuk, khuk. Aku terbatuk-batuk saat lelaki paruh baya itu meniup asap rokoknya ke wajah ku. "Tolong jangan juragan," Pinta ku, saat ayahnya Bara mencengkeram kuat pipi ku. "Berani-beraninya kamu mempermainkan anak

    Last Updated : 2024-07-09

Latest chapter

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kenyataan pahit

    "Ikhlaskan kepergian Abah, nak. Abah sudah tenang di alam sana," Ucapan Mak sama sekali tak ku indahkan, aku hanya ingin Abah ada di sisi ku lagi. Beliau cinta pertama ku, dan sekarang mereka menuntut ku untuk mengikhlaskan kepergiannya. Seandainya Abah meninggal bukan karena ku, aku masih bisa mengikhlaskan kepergiannya. Namun sayang, Abah pergi hanya karena ku memutuskan hubungan dengan Bara. "Abah! Kenapa Abah secepat ini pergi? Rani masih membutuhkan Abah!" "Sayang, ikhlaskan kepergian Abah. Abah sudah tenang di alam sana," jelas Mak lagi, sambil mengelus-elus bahuku. "Bagaimana bisa aku ikhlas, Mak? Mak tau sendiri apa sebab yang membuat Abah pergi! Ini semua karena kak Aina!" "Anjani, tolong jangan." cegat mas Yudha, saat aku ingin menarik nisan kak Aina. "Kak Aina! kakak lihatkan apa yang kakak lakukan?! Kakak lihatkan hasil dari yang kakak tinggalkan di dunia ini?! Kakak pergi meninggalkan kami, dan kakak tinggalkan luka untuk kami di si

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kepergian Abah

    Begitu pintu rumah di buka oleh abah, dua orang laki menghajar Abah habis-habisan. Bug. Brak!! "Berhenti!! Abah!!" Aku shock saat melihat orang tua ku di pukul dan di tendang oleh mereka seperti itu. "Tolong, jangan lukai Abah saya." Mohon ku dengan berusaha menjadi penengah antara Abah dan mereka. Brak!! "Rani!!" Bukan permohonan yang mereka kabulkan, mereka malah mendorong ku ke arah lelaki yang berdiri dengan sebatang rokok di tangan kirinya. Lelaki yang tak lain adalah ayahnya Bara, lelaki itu kini mensejajarkan tubuhnya dengan ku yang terjerembab di hadapannya. "Tolong, jangan sakiti putri saya, juragan." Mohon Abah, sambil menggapai ku. Namun Abah tidak bisa menggapai ku dikarenakan anak buah juragan menahannya. khuk, khuk. Aku terbatuk-batuk saat lelaki paruh baya itu meniup asap rokoknya ke wajah ku. "Tolong jangan juragan," Pinta ku, saat ayahnya Bara mencengkeram kuat pipi ku. "Berani-beraninya kamu mempermainkan anak

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kemarahan keluarga Bara..

    Tak ada angin dan tidak ada hujan, namun keputusan ku sudah tepat. lelaki yang amat aku cintai, menatap lama ke arah ku dengan wajah terkejut. "Hahahaha, aku tau sayang, kamu lagi ngeprank aku, 'kan? ayo ngaku? sini mas pakaikan lagi," ucap Bara dengan senyum ramah. "Tidak, mas. Anjani serius, Anjani kembalikan lagi cincin tunangan kita. maafkan Anjani, mas. Anjani tidak bisa melanjutkan pernikahan kita," Kembali menjelaskan pada bawa kalau aku memang tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Ada anak bayi merah di sana yang membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu. "Salah mas apa?! Apa yang mas lakukan sehingga membuat Anjani memutuskan pertunangan kita?! Apa mas ada salah?" Bara bangun dari duduknya, dia meraup wajahnya kasar saat melihat air bening yang memberontak minta turun dari mata ku. "Anjani tau, mas sudah menyebarkan surat undangan pernikahan kita! seluruh teman-teman mas sudah mas beritahukan semuanya! keluarga besar mas pun sudah menyiapkan segala keperluan kita! Dan

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Memutuskan menerima kenyataan.

    "Ta-tapi, bah. Sebentar lagi, Rani dan Bara akan menikah." sahut ku, sambil menatap manik hitam lelaki yang menjadi cinta pertama ku. Aku tidak mau menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai, sedangkan lelaki yang aku cinta hanyalah Bara. Lelaki hangat dan baik serta lembut khas ciri seorang dokter, tidak mungkin aku mengecewakannya se menyakitkan itu. "Tapi, nak. Lihatlah mata anak kakak kamu, dia butuh seorang ibu yang baik." imbuh Abah. Abah melihat ke arah Aurel yang sedang merebahkan kepalanya di dada bidang papanya. "Mas Yudha bisa kok bah, memberikan ibu pengganti untuk anak-anaknya. Rani tidak bisa, bah." balas ku, seraya ingin pergi meninggalkan mereka bertiga. Meski ada rasa iba terhadapnya, namun menikah dengannya bukanlah keinginan ku. "Tidak apa-apa, bah. Yudha bisa menjaga mereka dengan baik. Yudha akan berusaha menjadi seorang ayah dan ibu untuk mereka berdua. Baiklah, bah. Yudha pergi dulu, oh ya Anjani, tolong berikan cincin Aina." Aku

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   POV Anjani Maharani.

    "Tante, Aurel lapar." ucap Aurel, saat aku sedang menyajikan hidangan untuk para tamu yang datang mendoakan kak Aina. Tepat di hari kelima kak Aina dikebumikan, lelaki yang tak lain adalah mas Yudha, dia sama sekali tidak pernah hadir mendoakan mendiang istrinya. Semenjak pergi di hari pertama kak Aina di kebumikan, lelaki itu belum pernah sehari pun menjenguk anak perempuan yang dia tinggalkan bersama dengan kami. "Sebentar ya, Tante ambilkan dulu makanan yang cocok untuk Aurel. Sini, ikut Tante saja yuk." Aku pun menggendong Aurel membawanya masuk ke dalam rumah. "Tante, mama kemana ya? Aurel kangen banget sama mama," ujar Aurel, yang kini berada dalam gendongan ku. Anak sekecil dia, belum tau apa-apa tentang orang yang sudah meninggal. Meski aku sudah beberapa kali menjelaskan pada Aurel kalau ibunya telah pergi meninggalkan dia selama-lamanya, namun gadis kecil itu belum mengerti maksudku. "Sayang, kamu mau ayam goreng ini?" tanya ku, seraya memp

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Keputusan menikahi Anjani

    Perkataan Yudha yang mengatakan akan menikahi adik almarhumah istrinya, membuat para warga ikut tercengang. Lebih-lebih, kedua orang tua Anjani yang ikut terkejut mendengar perkataan sang menantu. Anjani sendiri saat ini memilih mencari tempat untuk menyangga tubuhnya, kedua lututnya terasa lemah mendengar pernyataan dari kakak iparnya barusan. "Wah, pak Ahyar! Ternyata dugaan ku terhadap orang miskin itu benar, ya! Mereka tidak akan melepaskan begitu saja menantu kayanya ini! Seperti mu! Kamu kembali meminta putra ku untuk melanjutkan lagi hubungan dengan putri mu. Saya tidak menyangka, orang miskin seperti kalian benar-benar menjadi benalu dalam keluarga orang kaya! Kamu manusia serakah yang meminta anakku untuk menikahi putri mu lagi!" Hinaan dari bu Ratih membuat pak Ahyar menghampiri mereka. Beliau tidak mau warganya salah paham atas ucapan Bu Ratih barusan. "Yudha, bisakah kamu menjelaskan semua ini, nak? Kami memang orang miskin, tapi kami tidak pernah memi

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Kedatangan ibunya Yudha di rumah besan

    "Yudha, ayo kita pulang. Ikhlaskan kepergian Aina, dia saat ini sudah tenang di alam sana, nak." ujar seorang lelaki paruh baya, yang tak lain adalah mertuanya Yudha. Pak Ahyar meminta pada Yudha untuk mengkebumikan Aina di halaman kampung kelahirannya, dengan begitu, sang Abah bisa kapan saja mengunjungi makam anak sulungnya itu.Sedangkan bayi kedua Aina dan Yudha, saat ini bayi itu masih dalam penanganan sang dokter di rumah sakit. "Saya nanti saja pulang, bah." balas Yudha, yang masih mencium nisan sang istri. Yudha merasa masih belum bangun dari mimpi buruknya, dimana dia masih tidak menyangka sang istri secepat itu pergi meninggalkan dirinya bersama dengan anak-anaknya. "Mas, seandainya aku yang lebih dulu pergi, mas jangan bersedih, ya. Yakinkan saja, Allah akan memberikan pengganti yang lebih cantik dan baik dari Aina." Perkataan Aina kembali terngiang-ngiang di telinganya, air matanya kembali turun dengan sendirinya tanpa di minta. "Ma-mas, ayo kita pulang

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    POV Yudha.

    "Mama!!" teriak ku murka, saat melihat istri yang sangat aku perlakukan dengan lembut, di perlakukan kasar oleh orang yang telah melahirkan ku. Buru-buru aku berlari menghampiri istri ku yang sedang terduduk di lantai bersama dengan adik iparku yang berusaha membangunkan nya. "Cukup, ma! Yudha kecewa sama mama. Kalian benar-benar jahat! Kalian tidak punya hati nurani!" Papar ku sedih sekaligus marah, sembari membangunkan Aina yang matanya sedang berkaca-kaca. "Sayang, kamu tidak apa-apa?" tanya ku pada Aina, dia menggelengkan kepalanya dengan senyuman manis mengandung miris di dalamnya. "Mbak, baju mbak basah." beritahu Anjani saat menyentuh baju Aina yang basah. Entah basah dengan air apa, aku tidak tau. banyak para tamu undangan yang melihat ke arah kami tanpa mau membantu. Begitu juga dengan adik ku yang baru saja tiba dengan gaya angkuh. "Ada apa ini, kak?" tanya nindy, yaitu adik ku yang mau bertunangan. Dapat ku lihat wajah mama yang malu, usai ku bentak

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Hinaan dari mertua Aina

    "Kak, Rani mau pulang." ucapan Rani kembali membuat Aina menghembuskan nafas berat. "Kok pulang, dek. Kamu baru sehari di rumah kakak, masak langsung pulang. Nggak kasian sama kakak?"tanya Aina, seraya memilih duduk di sofa ruang tamu. Perut yang semakin hari semakin besar, membuat perempuan itu sangat kepayahan untuk berjalan. "Bukan gitu lho, kak. Kakak tau sendiri kan, kalau Rani akan menikah. Rani harus menyiapkan segala keperluannya, kak." alasan Anjani tidak ingin tinggal di rumah kakaknya, bukanlah alasan yang seperti itu. Dia tidak ingin menjadi orang ketiga yang bisa membuat keretakan rumah tangga kakaknya. Melihat sikap Yudha seperti itu, membuat Anjani bisa menebak kalau mereka habis berselisih paham tentang kehadirannya di rumah itu. "Kan pernikahan kamu sebulan lagi, dek. Tinggal lah di rumah kakak beberapa Minggu saja, setelah kakak melahirkan, Rani sudah boleh kok pulang." pinta Aina. "Pakaian kamu sudah kakak pesan, mungkin sebentar lagi aka

DMCA.com Protection Status