Beranda / Pernikahan / Melepas Belenggu Abang Ipar / Hinaan dari mertua Aina

Share

Hinaan dari mertua Aina

Penulis: Pelangipena
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-26 12:03:03

"Kak, Rani mau pulang." ucapan Rani kembali membuat Aina menghembuskan nafas berat. "Kok pulang, dek. Kamu baru sehari di rumah kakak, masak langsung pulang. Nggak kasian sama kakak?"tanya Aina, seraya memilih duduk di sofa ruang tamu.

Perut yang semakin hari semakin besar, membuat perempuan itu sangat kepayahan untuk berjalan. "Bukan gitu lho, kak. Kakak tau sendiri kan, kalau Rani akan menikah. Rani harus menyiapkan segala keperluannya, kak." alasan Anjani tidak ingin tinggal di rumah kakaknya, bukanlah alasan yang seperti itu. Dia tidak ingin menjadi orang ketiga yang bisa membuat keretakan rumah tangga kakaknya.

Melihat sikap Yudha seperti itu, membuat Anjani bisa menebak kalau mereka habis berselisih paham tentang kehadirannya di rumah itu. "Kan pernikahan kamu sebulan lagi, dek. Tinggal lah di rumah kakak beberapa Minggu saja, setelah kakak melahirkan, Rani sudah boleh kok pulang." pinta Aina.

"Pakaian kamu sudah kakak pesan, mungkin sebentar lagi akan di kirim oleh kurirnya. Kakak ke kamar dulu ya." mau tak mau, Anjani pun menuruti kemauan kakaknya itu.

"Kakak mau apa? Biar nanti Rani buatkan." ujar Rani, saat sang kakak baru saja ingin menaiki tangga kamarnya. "Kakak tidak mau apapun, dek. Kakak hanya ingin Rani tinggal bersama dengan kakak."balas Aina, sembari kemudian berlalu pergi meninggalkan Rani yang sedang di lema.

"Apa hanya perasaan ku saja kak Aina menyembunyikan sesuatu,"batin Anjani, saat melihat tubuh Aina yang berjalan dengan kepayahan.

cling..

{Sayang, mas sudah menentukan tanggal pernikahan kita. Jadi, pulanglah lebih cepat.😘}" chat Bara di aplikasi berlogo hijau. {Dasar! Lelaki yang tidak bisa sabaran banget.🙃} Balas Anjani, seraya kemudian Rani pun pergi menjenguk keponakan nya.

----------*****----------

Di perusahaan, Yudha begitu sibuk dengan pekerjaannya sampai-sampai dia belum menyempatkan waktunya untuk sarapan pagi. Dia hanya meminta pada official boy untuk membuatkan kopi sesuai seleranya yang tidak suka manis-manis.

"Yudha," panggil pak Firlan yaitu papanya Yudha. "Heeummm." hanya itu yang di berikan oleh Yudha sebagai respon dari panggilan sang papa.

"Nanti malam, di rumah kita ada acara." Ucap pak Firlan sembari duduk di kursi yang berada di meja kerja anak lelakinya. "Acara apa?" tanya Yudha tanpa berniat menoleh ke arah sang papa.

"Pertunangan Nindya. Papa harap, kamu bisa pulang ke rumah." balas pak Firlan sembari mengambil dokumen yang ada di hadapannya Yudha. "Tidak, sebelum kalian menerima kehadiran Aina dan anak kami, Yudha tidak akan pernah menginjakkan kaki di rumah itu lagi."pungkas Yudha, yang masih standby di depan layar komputernya.

Yudha masih ingat, di mana dia melihat sang istri yang sedang mengandung besar di suruh-suruh oleh mereka. Malam itu, Yudha baru saja pulang dari kantor dengan kecapean, di tambah menyaksikan sang istri yang di jadikan babu di rumahnya sendiri, membuat lelaki itu marah besar dan membawa Aina pergi malam itu juga.

"Iya, kami sudah menerimanya."balas pak Firlan dengan wajah malas.. "pokoknya kamu harus pulang." Sambung beliau lagi, seraya berlalu pergi meninggalkan ruangan direktur utama perusahaannya.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Yudha pun berlalu pergi mencari makanan untuk menopang perutnya yang sedari tadi berbunyi. Kebiasaan nya, dia selalu makan pagi-pagi sekali sebelum berangkat kerja.

Di karenakan ada sang ipar di rumah yang membuatkan makanan untuk nya, dia pun pergi tanpa mencicipi terlebih dahulu masakan sang adik ipar.

Hubungan Yudha dengan keluarga Aina sangat baik, itupun hanya pada kedua orang tuanya saja. Untuk Anjani, Yudha belum pernah bertutur kata panjang lebar layaknya sebuah keluarga.

Dia adalah lelaki bersikap dingin untuk orang lain bahkan keluarga nya sendiri, tapi untuk sang istri, Yudha sangatlah romantis.

------*****------

"Mas, boleh Rani ikut? Kasian dia tinggal sendiri di rumah."ujar Aina, yang sedang menyiapkan pakaian suaminya. "Tapi sayang, inikan acara keluarga."balas Yudha yang enggan Rani ikut.

"Jadi, selama ini kamu tidak menganggap keluarga ku sebagai keluarga mu juga?" tanya Aina, seraya menyimpan kembali kalung yang hendak dia pakai.

Aina perempuan yang tidak berhijab, dia lebih senang dengan pakaian terbuka meski tidak terlalu terbuka. Yudha sendiri pun sama, dia lebih suka perempuan terbuka ketimbang perempuan tertutup.

"Bukan begitu sayang, kan kamu tau sendiri keluarga mas gimana. Mas takut saja, kalau nanti Anja_"

"Sudahlah, mas. Mas saja yang pergi, aku tidak." potong Aina, seraya berjalan ke ranjangnya. Yudha menghela nafas kasar, saat melihat sikap istrinya yang seperti itu.

"Papa!" panggil Aurel yang berlari ke arah mereka. Yudha yang ingin membujuk Aina, dia pun lebih mengutamakan anak perempuan yang sangat jarang dia manja-manjakan.

Berangkat pagi pulang malam, membuat Yudha tidak sempat untuk memanjakan sang anak sulung. "Pa, aku udah cantik 'kan?" tanya Aurel, usai mencium pipi sang papa.

"Cantik, bahkan sangat cantik seperti tuan putri. Tapi, masih kalah sama mamanya." balas Yudha, sembari mendudukkan Aurel di samping Aina. "Mama lagi ngambek sama papa, sayang. Papa rayu mama dulu ya. Aurel lihat Upin Ipin dulu, oke." Yudha memberikan ponselnya pada sang anak, agar tidak jenuh menunggu orang tuanya selesai bersiap-siap.

"Sayang, boleh kok Anjani ikut dengan kita. Maafkan mas ya." Imbuh Yudha, sembari mencium lembut tangan istrinya. "Mas hanya takut saja, kala Anjani kenapa-napa. Ya sudah, kamu beritahu Anjani sana, dia boleh ikut dengan kita."sambung Yudha lagi, seraya kemudian berlalu pergi ke meja rias untuk menyemprotkan parfum ke tubuhnya.

Begitu juga dengan Aina yang keluar dari kamarnya untuk memberitahukan sang adik. Meski Anjani beberapa kali menolak, akhirnya dia terpaksa mengiyakan permintaan sang kakak.

Pukul delapan malam, mereka sampai di kediaman Firlan yang tak lain adalah rumah masa kecilnya Yudha. Mobil-mobil memenuhi perkarangan rumah megah itu, lampu-lampu berkelap-kelip di setiap penjuru rumah maupun halaman. Anindya sendiri memilih mengadakan pertunangan nya di rumah, ketimbang di sebuah gedung.

"Kak, Rani tunggu kalian di mobil saja ya." ujar Rani yang duduk di belakang bersama dengan Aurel. "Jangan, masak kamu tunggu di mobil. Ayo kita turun."ajak Aina, sembari kemudian membuka pintu mobilnya.

Mereka pun turun dari mobilnya Yudha, sedangkan lelaki itu memutar bola mata malas saat melihat wajah Anjani yang terkesan lugu dan polos. Anjani sendiri pun takut saat melihat rumah besar yang di huni oleh para undangan.

"Ayo," ajak Yudha dingin, seraya menggendong anak perempuannya. "Cantik ya pa rumah eyang."ujar Aurel yang takjub melihat lampu berkelap-kelip di depan matanya kini.

"Pak Yudha," sapa seorang lelaki yang tak lain adalah teman bisnis kerjasamanya. Yudha hanya menganggukkan kepalanya dengan wajah datar. Dia adalah lelaki yang tidak suka banyak berkata-kata lebih-lebih berbasa-basi.

"Apa kabar, pak?"tanya lelaki itu, seraya mengulurkan tangannya untuk bersalaman. "Baik,"balas Yudha, dengan membalas uluran tangan lelaki itu. "Saya masuk ke dalam dulu."kaku, itulah ucapan Yudha bila dengan orang lain.

Yudha pun masuk ke dalam rumahnya yang telah di huni oleh beberapa orang-orang besar yang memiliki pangkat tinggi. "Yudha, akhirnya kamu datang juga."ujar Bu Ratih, dengan wajah senang.

Aina dan Anjani pun menyalami tangan Bu Ratih dengan takzim. Meski Bu Ratih enggan untuk memberikan tangannya, mau tak mau, beliau pun memberikan tangannya pada menantu yang tidak dia anggap.

"Ini baby sitter kalian?"tanya Bu Ratih, saat melihat perempuan cantik dengan balutan gamis yang anggun dan hijab yang senada dengan gamisnya.

"Bukan, ma. Dia adik, Aina." balas Aina dengan senyum ramah. "Oh, pantesan." Sela Bu Ratih dengan pandangan menghina.

"Yudha, kamu ikut mama sebentar. Mama ingin ngomong sesuatu sama kamu."sambung Bu ratih, seraya kemudian pergi meninggalkan mereka bertiga.

"Aina, mas temui mama dulu ya. Kamu jaga Aurel baik-baik,"imbuh Yudha seraya menurunkan Aurel dari gendongannya. Yudha pun berlalu pergi meninggalkan Aina dan Anjani yang memilih duduk di salah satu kursi.

"Kak, apa sikap orang tua mas Yudha seperti itu pada kakak?" tanya Anjani yang ikut duduk di samping kakaknya. "Iya dek, mereka bersikap kurang baik pada kakak. Tapi, meski mereka seperti itu, kakak sangat menghargai mereka sebagai keluarga kakak sendiri."balas Aina, seraya memberikan satu gelas minuman pada sang adik.

"Tapi, sikap mas Yudha beda dengan keluarga nya. Meski dia lelaki dingin di hadapan orang lain, tapi, dia lelaki hangat dan romantis. Kakak senang bisa mendapatkan lelaki seperti nya, dek. Dan kakak harap, kelak Rani akan mendapatkan lelaki yang seperti mas Yudha." Perkataan Aina bukanlah main-main. Dia sudah menetapkan hatinya saat nyawanya di ambang kematian, dia akan meninggalkan sebuah wasiat yang mengharuskan mereka untuk melaksanakan permintaan nya.

"Mas Bara ku juga gak kalah dari mas Yudha mu, kak."canda Anjani dengan tawa ringan. Mereka asik dengan pembicaraannya, sampai-sampai mereka melupakan Aurel yang sedang berjalan di keramaian.

Acara pertunangan belum di mulai oleh pemilik rumahnya, mereka masih menunggu kedatangan dari mempelai lelaki yang masih di perjalanan.

Pring...

Suara pecahan gelas terdengar nyaring ke telinga Aina dan Anjani, begitu juga sampai di telinga sang suami yang sedang duduk bersama dengan keluarga Evelyn.

"Aurel, Aurel kemana dek?"tanya Aina saat teringat akan anak sulungnya. "Rani tidak tau, kak. Tadi dia bermain di depan kita. Apa mungkin_"

"Aina!!!!"perkataan Anjani terhenti saat mendengar teriakkan dari seorang perempuan. Perempuan yang tak lain adalah Bu Ratih, dia sangat marah saat melihat anak perempuan yang tidak tau apa-apa menarik kain penutup meja bundar, sehingga semua gelas yang berada di atas meja jatuh berhamburan.

Yudha yang mendengar nama istrinya di panggil, dia pun buru-buru mencari keberadaan istri dan anaknya.

"Aurel,"Anjani pun berjalan lebih cepat, saat dia melihat anak perempuan berusia 4 tahun sedang meringkuk ketakutan di depan keramaian. "Sayang, kamu tidak apa-apa 'kan?"tanya Anjani, seraya memeluk tubuh kecil yang sedang bergetar takut.

Aurel menangis dalam pelukan Anjani, di mana dia benar-benar takut saat melihat tatapan mereka yang melihat ke arahnya. "Kamu masih sanggup menjaga anak mu tidak, hah? Ibunya kampungan anaknya pun sama! Dasar, keluarga miskin.."hina Bu Ratih, dengan wajah marah.

"Ma_"

"Tidak, saya tidak akan memaafkan mu dan anak mu. Cepat! Bersihkan lantai rumah saya!"potong Bu Ratih dengan suara lantang.

"Jangan, kak. Biar Rani saja yang membersihkan nya."imbuh Rani, yang sedih melihat kakaknya di hina-hinakan. "Tidak, anaknya yang salah, maka ibunya yang harus bertanggung jawab." cebik Bu Ratih dengan wajah sinis.

"Cepat, bersihkan lantai rumah saya!"dorong Bu Ratih tanpa tau bahwa menantunya saat ini sedang mengandung delapan bulan.

Bug.

"Mama!!!!!!!"teriak Yudha murka, saat istrinya di perlakukan seperti itu lebih tepatnya babu.

Bab terkait

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    POV Yudha.

    "Mama!!" teriak ku murka, saat melihat istri yang sangat aku perlakukan dengan lembut, di perlakukan kasar oleh orang yang telah melahirkan ku. Buru-buru aku berlari menghampiri istri ku yang sedang terduduk di lantai bersama dengan adik iparku yang berusaha membangunkan nya. "Cukup, ma! Yudha kecewa sama mama. Kalian benar-benar jahat! Kalian tidak punya hati nurani!" Papar ku sedih sekaligus marah, sembari membangunkan Aina yang matanya sedang berkaca-kaca. "Sayang, kamu tidak apa-apa?" tanya ku pada Aina, dia menggelengkan kepalanya dengan senyuman manis mengandung miris di dalamnya. "Mbak, baju mbak basah." beritahu Anjani saat menyentuh baju Aina yang basah. Entah basah dengan air apa, aku tidak tau. banyak para tamu undangan yang melihat ke arah kami tanpa mau membantu. Begitu juga dengan adik ku yang baru saja tiba dengan gaya angkuh. "Ada apa ini, kak?" tanya nindy, yaitu adik ku yang mau bertunangan. Dapat ku lihat wajah mama yang malu, usai ku bentak

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-26
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Kedatangan ibunya Yudha di rumah besan

    "Yudha, ayo kita pulang. Ikhlaskan kepergian Aina, dia saat ini sudah tenang di alam sana, nak." ujar seorang lelaki paruh baya, yang tak lain adalah mertuanya Yudha. Pak Ahyar meminta pada Yudha untuk mengkebumikan Aina di halaman kampung kelahirannya, dengan begitu, sang Abah bisa kapan saja mengunjungi makam anak sulungnya itu.Sedangkan bayi kedua Aina dan Yudha, saat ini bayi itu masih dalam penanganan sang dokter di rumah sakit. "Saya nanti saja pulang, bah." balas Yudha, yang masih mencium nisan sang istri. Yudha merasa masih belum bangun dari mimpi buruknya, dimana dia masih tidak menyangka sang istri secepat itu pergi meninggalkan dirinya bersama dengan anak-anaknya. "Mas, seandainya aku yang lebih dulu pergi, mas jangan bersedih, ya. Yakinkan saja, Allah akan memberikan pengganti yang lebih cantik dan baik dari Aina." Perkataan Aina kembali terngiang-ngiang di telinganya, air matanya kembali turun dengan sendirinya tanpa di minta. "Ma-mas, ayo kita pulang

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-28
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Keputusan menikahi Anjani

    Perkataan Yudha yang mengatakan akan menikahi adik almarhumah istrinya, membuat para warga ikut tercengang. Lebih-lebih, kedua orang tua Anjani yang ikut terkejut mendengar perkataan sang menantu. Anjani sendiri saat ini memilih mencari tempat untuk menyangga tubuhnya, kedua lututnya terasa lemah mendengar pernyataan dari kakak iparnya barusan. "Wah, pak Ahyar! Ternyata dugaan ku terhadap orang miskin itu benar, ya! Mereka tidak akan melepaskan begitu saja menantu kayanya ini! Seperti mu! Kamu kembali meminta putra ku untuk melanjutkan lagi hubungan dengan putri mu. Saya tidak menyangka, orang miskin seperti kalian benar-benar menjadi benalu dalam keluarga orang kaya! Kamu manusia serakah yang meminta anakku untuk menikahi putri mu lagi!" Hinaan dari bu Ratih membuat pak Ahyar menghampiri mereka. Beliau tidak mau warganya salah paham atas ucapan Bu Ratih barusan. "Yudha, bisakah kamu menjelaskan semua ini, nak? Kami memang orang miskin, tapi kami tidak pernah memi

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-03
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   POV Anjani Maharani.

    "Tante, Aurel lapar." ucap Aurel, saat aku sedang menyajikan hidangan untuk para tamu yang datang mendoakan kak Aina. Tepat di hari kelima kak Aina dikebumikan, lelaki yang tak lain adalah mas Yudha, dia sama sekali tidak pernah hadir mendoakan mendiang istrinya. Semenjak pergi di hari pertama kak Aina di kebumikan, lelaki itu belum pernah sehari pun menjenguk anak perempuan yang dia tinggalkan bersama dengan kami. "Sebentar ya, Tante ambilkan dulu makanan yang cocok untuk Aurel. Sini, ikut Tante saja yuk." Aku pun menggendong Aurel membawanya masuk ke dalam rumah. "Tante, mama kemana ya? Aurel kangen banget sama mama," ujar Aurel, yang kini berada dalam gendongan ku. Anak sekecil dia, belum tau apa-apa tentang orang yang sudah meninggal. Meski aku sudah beberapa kali menjelaskan pada Aurel kalau ibunya telah pergi meninggalkan dia selama-lamanya, namun gadis kecil itu belum mengerti maksudku. "Sayang, kamu mau ayam goreng ini?" tanya ku, seraya memp

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-04
  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Memutuskan menerima kenyataan.

    "Ta-tapi, bah. Sebentar lagi, Rani dan Bara akan menikah." sahut ku, sambil menatap manik hitam lelaki yang menjadi cinta pertama ku. Aku tidak mau menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai, sedangkan lelaki yang aku cinta hanyalah Bara. Lelaki hangat dan baik serta lembut khas ciri seorang dokter, tidak mungkin aku mengecewakannya se menyakitkan itu. "Tapi, nak. Lihatlah mata anak kakak kamu, dia butuh seorang ibu yang baik." imbuh Abah. Abah melihat ke arah Aurel yang sedang merebahkan kepalanya di dada bidang papanya. "Mas Yudha bisa kok bah, memberikan ibu pengganti untuk anak-anaknya. Rani tidak bisa, bah." balas ku, seraya ingin pergi meninggalkan mereka bertiga. Meski ada rasa iba terhadapnya, namun menikah dengannya bukanlah keinginan ku. "Tidak apa-apa, bah. Yudha bisa menjaga mereka dengan baik. Yudha akan berusaha menjadi seorang ayah dan ibu untuk mereka berdua. Baiklah, bah. Yudha pergi dulu, oh ya Anjani, tolong berikan cincin Aina." Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-05
  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kemarahan keluarga Bara..

    Tak ada angin dan tidak ada hujan, namun keputusan ku sudah tepat. lelaki yang amat aku cintai, menatap lama ke arah ku dengan wajah terkejut. "Hahahaha, aku tau sayang, kamu lagi ngeprank aku, 'kan? ayo ngaku? sini mas pakaikan lagi," ucap Bara dengan senyum ramah. "Tidak, mas. Anjani serius, Anjani kembalikan lagi cincin tunangan kita. maafkan Anjani, mas. Anjani tidak bisa melanjutkan pernikahan kita," Kembali menjelaskan pada bawa kalau aku memang tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Ada anak bayi merah di sana yang membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu. "Salah mas apa?! Apa yang mas lakukan sehingga membuat Anjani memutuskan pertunangan kita?! Apa mas ada salah?" Bara bangun dari duduknya, dia meraup wajahnya kasar saat melihat air bening yang memberontak minta turun dari mata ku. "Anjani tau, mas sudah menyebarkan surat undangan pernikahan kita! seluruh teman-teman mas sudah mas beritahukan semuanya! keluarga besar mas pun sudah menyiapkan segala keperluan kita! Dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kepergian Abah

    Begitu pintu rumah di buka oleh abah, dua orang laki menghajar Abah habis-habisan. Bug. Brak!! "Berhenti!! Abah!!" Aku shock saat melihat orang tua ku di pukul dan di tendang oleh mereka seperti itu. "Tolong, jangan lukai Abah saya." Mohon ku dengan berusaha menjadi penengah antara Abah dan mereka. Brak!! "Rani!!" Bukan permohonan yang mereka kabulkan, mereka malah mendorong ku ke arah lelaki yang berdiri dengan sebatang rokok di tangan kirinya. Lelaki yang tak lain adalah ayahnya Bara, lelaki itu kini mensejajarkan tubuhnya dengan ku yang terjerembab di hadapannya. "Tolong, jangan sakiti putri saya, juragan." Mohon Abah, sambil menggapai ku. Namun Abah tidak bisa menggapai ku dikarenakan anak buah juragan menahannya. khuk, khuk. Aku terbatuk-batuk saat lelaki paruh baya itu meniup asap rokoknya ke wajah ku. "Tolong jangan juragan," Pinta ku, saat ayahnya Bara mencengkeram kuat pipi ku. "Berani-beraninya kamu mempermainkan anak

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kenyataan pahit

    "Ikhlaskan kepergian Abah, nak. Abah sudah tenang di alam sana," Ucapan Mak sama sekali tak ku indahkan, aku hanya ingin Abah ada di sisi ku lagi. Beliau cinta pertama ku, dan sekarang mereka menuntut ku untuk mengikhlaskan kepergiannya. Seandainya Abah meninggal bukan karena ku, aku masih bisa mengikhlaskan kepergiannya. Namun sayang, Abah pergi hanya karena ku memutuskan hubungan dengan Bara. "Abah! Kenapa Abah secepat ini pergi? Rani masih membutuhkan Abah!" "Sayang, ikhlaskan kepergian Abah. Abah sudah tenang di alam sana," jelas Mak lagi, sambil mengelus-elus bahuku. "Bagaimana bisa aku ikhlas, Mak? Mak tau sendiri apa sebab yang membuat Abah pergi! Ini semua karena kak Aina!" "Anjani, tolong jangan." cegat mas Yudha, saat aku ingin menarik nisan kak Aina. "Kak Aina! kakak lihatkan apa yang kakak lakukan?! Kakak lihatkan hasil dari yang kakak tinggalkan di dunia ini?! Kakak pergi meninggalkan kami, dan kakak tinggalkan luka untuk kami di si

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-15

Bab terbaru

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kenyataan pahit

    "Ikhlaskan kepergian Abah, nak. Abah sudah tenang di alam sana," Ucapan Mak sama sekali tak ku indahkan, aku hanya ingin Abah ada di sisi ku lagi. Beliau cinta pertama ku, dan sekarang mereka menuntut ku untuk mengikhlaskan kepergiannya. Seandainya Abah meninggal bukan karena ku, aku masih bisa mengikhlaskan kepergiannya. Namun sayang, Abah pergi hanya karena ku memutuskan hubungan dengan Bara. "Abah! Kenapa Abah secepat ini pergi? Rani masih membutuhkan Abah!" "Sayang, ikhlaskan kepergian Abah. Abah sudah tenang di alam sana," jelas Mak lagi, sambil mengelus-elus bahuku. "Bagaimana bisa aku ikhlas, Mak? Mak tau sendiri apa sebab yang membuat Abah pergi! Ini semua karena kak Aina!" "Anjani, tolong jangan." cegat mas Yudha, saat aku ingin menarik nisan kak Aina. "Kak Aina! kakak lihatkan apa yang kakak lakukan?! Kakak lihatkan hasil dari yang kakak tinggalkan di dunia ini?! Kakak pergi meninggalkan kami, dan kakak tinggalkan luka untuk kami di si

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kepergian Abah

    Begitu pintu rumah di buka oleh abah, dua orang laki menghajar Abah habis-habisan. Bug. Brak!! "Berhenti!! Abah!!" Aku shock saat melihat orang tua ku di pukul dan di tendang oleh mereka seperti itu. "Tolong, jangan lukai Abah saya." Mohon ku dengan berusaha menjadi penengah antara Abah dan mereka. Brak!! "Rani!!" Bukan permohonan yang mereka kabulkan, mereka malah mendorong ku ke arah lelaki yang berdiri dengan sebatang rokok di tangan kirinya. Lelaki yang tak lain adalah ayahnya Bara, lelaki itu kini mensejajarkan tubuhnya dengan ku yang terjerembab di hadapannya. "Tolong, jangan sakiti putri saya, juragan." Mohon Abah, sambil menggapai ku. Namun Abah tidak bisa menggapai ku dikarenakan anak buah juragan menahannya. khuk, khuk. Aku terbatuk-batuk saat lelaki paruh baya itu meniup asap rokoknya ke wajah ku. "Tolong jangan juragan," Pinta ku, saat ayahnya Bara mencengkeram kuat pipi ku. "Berani-beraninya kamu mempermainkan anak

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    Kemarahan keluarga Bara..

    Tak ada angin dan tidak ada hujan, namun keputusan ku sudah tepat. lelaki yang amat aku cintai, menatap lama ke arah ku dengan wajah terkejut. "Hahahaha, aku tau sayang, kamu lagi ngeprank aku, 'kan? ayo ngaku? sini mas pakaikan lagi," ucap Bara dengan senyum ramah. "Tidak, mas. Anjani serius, Anjani kembalikan lagi cincin tunangan kita. maafkan Anjani, mas. Anjani tidak bisa melanjutkan pernikahan kita," Kembali menjelaskan pada bawa kalau aku memang tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Ada anak bayi merah di sana yang membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu. "Salah mas apa?! Apa yang mas lakukan sehingga membuat Anjani memutuskan pertunangan kita?! Apa mas ada salah?" Bara bangun dari duduknya, dia meraup wajahnya kasar saat melihat air bening yang memberontak minta turun dari mata ku. "Anjani tau, mas sudah menyebarkan surat undangan pernikahan kita! seluruh teman-teman mas sudah mas beritahukan semuanya! keluarga besar mas pun sudah menyiapkan segala keperluan kita! Dan

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Memutuskan menerima kenyataan.

    "Ta-tapi, bah. Sebentar lagi, Rani dan Bara akan menikah." sahut ku, sambil menatap manik hitam lelaki yang menjadi cinta pertama ku. Aku tidak mau menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai, sedangkan lelaki yang aku cinta hanyalah Bara. Lelaki hangat dan baik serta lembut khas ciri seorang dokter, tidak mungkin aku mengecewakannya se menyakitkan itu. "Tapi, nak. Lihatlah mata anak kakak kamu, dia butuh seorang ibu yang baik." imbuh Abah. Abah melihat ke arah Aurel yang sedang merebahkan kepalanya di dada bidang papanya. "Mas Yudha bisa kok bah, memberikan ibu pengganti untuk anak-anaknya. Rani tidak bisa, bah." balas ku, seraya ingin pergi meninggalkan mereka bertiga. Meski ada rasa iba terhadapnya, namun menikah dengannya bukanlah keinginan ku. "Tidak apa-apa, bah. Yudha bisa menjaga mereka dengan baik. Yudha akan berusaha menjadi seorang ayah dan ibu untuk mereka berdua. Baiklah, bah. Yudha pergi dulu, oh ya Anjani, tolong berikan cincin Aina." Aku

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   POV Anjani Maharani.

    "Tante, Aurel lapar." ucap Aurel, saat aku sedang menyajikan hidangan untuk para tamu yang datang mendoakan kak Aina. Tepat di hari kelima kak Aina dikebumikan, lelaki yang tak lain adalah mas Yudha, dia sama sekali tidak pernah hadir mendoakan mendiang istrinya. Semenjak pergi di hari pertama kak Aina di kebumikan, lelaki itu belum pernah sehari pun menjenguk anak perempuan yang dia tinggalkan bersama dengan kami. "Sebentar ya, Tante ambilkan dulu makanan yang cocok untuk Aurel. Sini, ikut Tante saja yuk." Aku pun menggendong Aurel membawanya masuk ke dalam rumah. "Tante, mama kemana ya? Aurel kangen banget sama mama," ujar Aurel, yang kini berada dalam gendongan ku. Anak sekecil dia, belum tau apa-apa tentang orang yang sudah meninggal. Meski aku sudah beberapa kali menjelaskan pada Aurel kalau ibunya telah pergi meninggalkan dia selama-lamanya, namun gadis kecil itu belum mengerti maksudku. "Sayang, kamu mau ayam goreng ini?" tanya ku, seraya memp

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Keputusan menikahi Anjani

    Perkataan Yudha yang mengatakan akan menikahi adik almarhumah istrinya, membuat para warga ikut tercengang. Lebih-lebih, kedua orang tua Anjani yang ikut terkejut mendengar perkataan sang menantu. Anjani sendiri saat ini memilih mencari tempat untuk menyangga tubuhnya, kedua lututnya terasa lemah mendengar pernyataan dari kakak iparnya barusan. "Wah, pak Ahyar! Ternyata dugaan ku terhadap orang miskin itu benar, ya! Mereka tidak akan melepaskan begitu saja menantu kayanya ini! Seperti mu! Kamu kembali meminta putra ku untuk melanjutkan lagi hubungan dengan putri mu. Saya tidak menyangka, orang miskin seperti kalian benar-benar menjadi benalu dalam keluarga orang kaya! Kamu manusia serakah yang meminta anakku untuk menikahi putri mu lagi!" Hinaan dari bu Ratih membuat pak Ahyar menghampiri mereka. Beliau tidak mau warganya salah paham atas ucapan Bu Ratih barusan. "Yudha, bisakah kamu menjelaskan semua ini, nak? Kami memang orang miskin, tapi kami tidak pernah memi

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Kedatangan ibunya Yudha di rumah besan

    "Yudha, ayo kita pulang. Ikhlaskan kepergian Aina, dia saat ini sudah tenang di alam sana, nak." ujar seorang lelaki paruh baya, yang tak lain adalah mertuanya Yudha. Pak Ahyar meminta pada Yudha untuk mengkebumikan Aina di halaman kampung kelahirannya, dengan begitu, sang Abah bisa kapan saja mengunjungi makam anak sulungnya itu.Sedangkan bayi kedua Aina dan Yudha, saat ini bayi itu masih dalam penanganan sang dokter di rumah sakit. "Saya nanti saja pulang, bah." balas Yudha, yang masih mencium nisan sang istri. Yudha merasa masih belum bangun dari mimpi buruknya, dimana dia masih tidak menyangka sang istri secepat itu pergi meninggalkan dirinya bersama dengan anak-anaknya. "Mas, seandainya aku yang lebih dulu pergi, mas jangan bersedih, ya. Yakinkan saja, Allah akan memberikan pengganti yang lebih cantik dan baik dari Aina." Perkataan Aina kembali terngiang-ngiang di telinganya, air matanya kembali turun dengan sendirinya tanpa di minta. "Ma-mas, ayo kita pulang

  • Melepas Belenggu Abang Ipar    POV Yudha.

    "Mama!!" teriak ku murka, saat melihat istri yang sangat aku perlakukan dengan lembut, di perlakukan kasar oleh orang yang telah melahirkan ku. Buru-buru aku berlari menghampiri istri ku yang sedang terduduk di lantai bersama dengan adik iparku yang berusaha membangunkan nya. "Cukup, ma! Yudha kecewa sama mama. Kalian benar-benar jahat! Kalian tidak punya hati nurani!" Papar ku sedih sekaligus marah, sembari membangunkan Aina yang matanya sedang berkaca-kaca. "Sayang, kamu tidak apa-apa?" tanya ku pada Aina, dia menggelengkan kepalanya dengan senyuman manis mengandung miris di dalamnya. "Mbak, baju mbak basah." beritahu Anjani saat menyentuh baju Aina yang basah. Entah basah dengan air apa, aku tidak tau. banyak para tamu undangan yang melihat ke arah kami tanpa mau membantu. Begitu juga dengan adik ku yang baru saja tiba dengan gaya angkuh. "Ada apa ini, kak?" tanya nindy, yaitu adik ku yang mau bertunangan. Dapat ku lihat wajah mama yang malu, usai ku bentak

  • Melepas Belenggu Abang Ipar   Hinaan dari mertua Aina

    "Kak, Rani mau pulang." ucapan Rani kembali membuat Aina menghembuskan nafas berat. "Kok pulang, dek. Kamu baru sehari di rumah kakak, masak langsung pulang. Nggak kasian sama kakak?"tanya Aina, seraya memilih duduk di sofa ruang tamu. Perut yang semakin hari semakin besar, membuat perempuan itu sangat kepayahan untuk berjalan. "Bukan gitu lho, kak. Kakak tau sendiri kan, kalau Rani akan menikah. Rani harus menyiapkan segala keperluannya, kak." alasan Anjani tidak ingin tinggal di rumah kakaknya, bukanlah alasan yang seperti itu. Dia tidak ingin menjadi orang ketiga yang bisa membuat keretakan rumah tangga kakaknya. Melihat sikap Yudha seperti itu, membuat Anjani bisa menebak kalau mereka habis berselisih paham tentang kehadirannya di rumah itu. "Kan pernikahan kamu sebulan lagi, dek. Tinggal lah di rumah kakak beberapa Minggu saja, setelah kakak melahirkan, Rani sudah boleh kok pulang." pinta Aina. "Pakaian kamu sudah kakak pesan, mungkin sebentar lagi aka

DMCA.com Protection Status