Share

Bab 86. 3 Ronde!

Author: Melisristi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Sakit Mas, Kinar gak tau sakit ini bakal berlanjut apa enggak,” jawab Kinar pelan. Apa yang barusan keduanya lakukan memang menyenangkan, bahkan membuat ia mabuk kepalang. Ya, nyatanya Kinara menikmati juga apa yang barusan dilakukan selama lebih dari tiga puluh menit, perasaan aneh yang mampu membuatnya ingin bermain lagi. Hanya saja rasa sakit nan linu di bawah sana membuat ia ragu apa ia bisa melakukannya lagi atau tidak?

“Nanti juga gak bakal sakit kok, sayang. Biasalah, kan ini awal-awal jadi ya … terasa sakit.”

Kinara tersenyum, menyembunyikan kepalanya di dada Aarav yang polos saja.

“Hari ini Kinar benar-benar terpuaskan,” ucapnya dengan jejujuran penuh. “semoga Mas juga merasa puas, ya Mas?”

Aarav tersenyum, “belum puas karena gak lanjut ronde dua!”

Kinara terkekeh kecil. “Mas bohong sama Kinar ya?”

“Bohong?”

Kinara mengangguk. “Bilangnya sakit, tapi pas ginian kok ….”Kinara tak melanjutkan ucapannya, namun berbeda dengan Aarav, pria itu tergelak tawa.

“Justru dengan mela
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 87. Doa Yang Diijabah

    “Ada apa?” tanya Kinara. Aarav melepaskan genggaman tangannya. “Tunggu sebentar,” ucapnya kemudian berlalu. Pria itu mengambil sebuah kain di lemari, kemudian berbalik menuju Kinara. “Mas gak mau ada yang melihat rambut indah ini kecuali Mas sendiri,” ucap Aarav. “sekarang pake kerudungnya bukan cuma ke luar dari rumah, melainkan ketika keluar dari kamar.”Seulas senyum terbit di bibir Kinara. Wanita itu menatap sang suami yang tengah memakainya kerudung. Karena bukan wanita alim ia melupakan kalau berjilbab harus benar-benar tertutup dari mata yang bukan mahramnya. Karena belum terbiasa membuat Kinara lupa tiap kali ia ke luar kamar dirinya tak memakai jilbab. Namun berbeda saat ke luar dari rumah atau berpergian, ia selalu memakai kerudung—penutup kepala. “Makasih Mas ….” Kinara berterima kasih saat Aarav selesai memakainya. “Kinar akan menurut sama ucapan Mas,” lanjutnya membuat Aarav mengangguk.“Ayo.”**“Ini kunci rumah yang bakal kalian tinggali,” ucap Hanzo sembari menyera

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 88. Bertatap Kembali Dengan Devan

    “Kinar, ucapan Kakek kemarin … sepertinya kita tidak bisa menghindar dari Paman Devan. Tentang rumah ini, dia pasti akan tahu.”“Jika dipikirkan perkataanmu memang benar Mas. Seberapa besar kita merahasiakan di mana keberadaan kita dari dia, dia pasti akan tau. Lalu, apa yang harus kita lakukan?”Aarav terdiam sejenak. Ia menelusuri rumah yang sudah ia tinggali ini. Ya, kemarin keduanya langsung pindah rumah, sebelum itu Aarav mengadakan terlebih dahulu acara syukuran demi keberkahan rumah ini. Semua itu ia lakukan pula agar tidak ada hal-hal yang tak diinginkan. Sekarang keduanya tengah duduk di kursi sofa ruang tengah. Dengan Kinara yang bersandar di bahu sang suami. “Mas tidak akan melakukan apapun, hanya saja … Mas percayakan padamu.” Ucapan Aarav membuat Kinara menarik kepalanya. “Kenapa jadi Kinar?” tanyanya protes. “Iya karena memang ada di kamu.”“Ooo, jadi Mas gak mau peduli? Terus kalau Kinar pada akhirnya kembali ke Mas Dev—”“Gak ya! Mas gak mau kalau kamu sampai kemba

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 89. Positif

    "Hueeek ... huekk ...."Kinara memuntahkan cairan bening di wastafel. Perutnya kali ini terasa mual, terasa terkocok di dalamnya, membuat ia terus menerus memuntahkan cairan yang ada. Namun anehnya hanya cairan bening yang keluar di dalam mulutnya. "Huekk!""Non, Non Kinar tidak apa-apa?" Bi Wawa, selaku pelayan yang dikhususkan dalam mengurus Kinara berseru khawatir. Wanita itu berlari menuju dapur di mana sang tuan majikan tidak enak badan. Setelah dua minggu pindah dari rumah baru, majikan barunya itu sering tidak enak badan. Tidak parah, hanya saja perempuan itu selalu terlihat lemas. Sebelumnya Kinara di suruh untuk memeriksa kondisinya ke rumah sakit, namun perempuan itu menolak. Katanya dia baik-baik saja. Tapi setelah hari ini wanita itu tampak tak baik-baik saja, terlihat dari bibirnya yang tampak pucat. Ah, andai Aarav mengetahui jika istrinya seperti ini jelas membuat Aarav akan merasa bersalah sekaligus khawatir, pasalnya sudah tiga hari ini Aarav izin pergi ke luar ko

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 90. Sebuah Kebahagiaan

    "Mas, Kinar bosan ... jalan-jalan yu?"Kinara melingkarkan tangannya di perut suami. Dia memeluk Aarav dari belakang. "Mau jalan-jalan ke mana?"Laila bergeming. Bingung juga mau jalan-jalan ke mana. Aarav membalikkan badannya untuk menatap sang istri. Dia kemudian mencium keningnya. "Mas ayo, ayo aja kalau kamu mau," ujarnya tersenyum tipis. Kinara akan menjawab, namun tiba-tiba perutnya terasa mual, membuat ia refleks mengeluarkan suara muntah. "Hueek ..." Telapak tangannya langsung menutup bibir. "Huuek....""Kinar, kamu kenapa?" Aarav dengan cepat bangun dari jaringannya. Sedang Kinara sudah ngebirit lari menuju wastafel, melupa bahwa ia belum memakai baju. Aarav yang terlihat akan wajah pucat sang istri dengan segera berlari membawa handuk, sebelum itu, ia memakai celana pendek lebih dahulu kemudian menuju wastafel di mana istrinya berada. Menutup tubuh polosnya kemudian membantu istrinya yang sedari tadi terus muntah-muntah. Pria itu bergeming. "Sepertinya ... kamu hamil

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 91. Racun

    Mobil yang ditumpangi Aarav meninggalkan perkarangan rumah. Dengan dikemudi oleh sopir— Pak Anwar, Aarav menatap kepergian Kinara dari belakang sana. "Pak, tolong arahkan mobilnya ke rumah sakit." Mendengar penuturan tersebut membuat Pak Anwar terkejut. "Aden tidak apa-apa kan?" tanya Pak Anwar melihat Aarav dari kaca tengah yang tergantung. Pria itu melihat raut yang tak biasa dari wajah majikan barunya."Cepat arahkan saja apa yang aku suruh!" perintah Aarav dengan nada tegas. Mendengar penuturan tersebut mau tak mau Pak Anwar mengarahkan mobilnya ke rumah sakit terdekat, takut-takut telah terjadi sesuatu pada majikannya itu. Walau Pak Anwar amat kepo namun tak menjadikan dia memperlihatkan wajah khawatirnya. Diam-diam pria itu hanya menatap majikannya dengan prihatin. "Semoga tidak terjadi sesuatu pada Aden," batin Pak Anwar berucap. **"Uhuk!" Aarav keluar dari mobil dengan terbatuk, sebuah cairan merah keluar dari mulutnya. "Astaghfirullah Aden!" Pak Anwar terpekik saat mend

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 92. Kebenaran

    “Apa yang terjadi? Katakan, apa yang sebenarnya terjadi Mas?” tanya Kinara meronta-ronta. Menunggu jawaban Aarav yang sedari tadi hanya diam. “Aku tanya, Mas. Apa yang sebenarnya terjadi?”Kinara menatap Aarav dengan sorot mata penuh takut, khawatir sekaligus cemas. Namun sedari tadi Aarav hanya diam saja, enggan bersuara. Sebenarnya setelah mendengar info dari Pak Anwar membuat Kinara benar-benar datang ke rumah sakit. Menemui suaminya yang saat itu hendak pergi dari rumah sakit. Untung, untung saja Kinara bertemu sebelum Aarav benar-benar pergi ke kantor. Pria itu jika sudah begitu pasti akan diam, tidak akan memberitahukan apa-apa padanya. Merahasiakan sesuatu tersebut seorang diri. Jika bukan karena Pak Anwar, Kinara mungkin tidak akan tau apa yang sebenarnya terjadi. “Mas?”“Mas baik-baik aja, Kinar—”“Baik apanya? Dari tadi Kinar bertanya, apa yang sebenarnya terjadi? Mas mau menyembunyikan sesuatu itu dari Kinar, iya?!” Emosi Kinara sedikit naik. Wajar, di dalam perutnya ten

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 93. Dalang Dibalik Kejadian

    "Kira-kira siapa yang ingin membunuhku di rumahku sendiri?" tanya Aarav dengan pikiran yang terus berkecamuk. "Mas, Kinar ... ngerasa takut dalam hal ini. Apa Mas, tidak takut?" tanya Kinara. Keduanya kini berada di dalam mobil. Seperti biasa, Anwar yang mengemudi. "Den, maaf jika Bapak ikut campur. Tapi menurut saya ... ada orang dalam yang diam-diam ingin menusuk Aden dari belakang. Jika sudah terbukti akan hal ini, sudah tidak salah lagi kalau orang itu ada di dalam rumah Aden." Ucapan Anwar diangguki oleh Aarav dan Kinara. "Yang dikatakan Bapak benar. Kinar juga ngerasa begitu. Ah, Mas, sebenarnya ada suatu hal yang aku sembunyikan dari kamu," ucap Kinara membuat Aarav mengerutkan dahinya. "Jangan bilang kamu selingkuh?""Ish! Siapa juga yang mau selingkuh? Mas suka ngelantur!"Aarav terkekeh kecil. "Terus apa dong?"Kinara menghela nafas lebih dahulu. "Kejadian di mana Mas kecelakaan. Apa Mas ngerass ada yang aneh?" tanyanya membuat Aarav semakin mengerutkan dahinya. "Rem bl

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 94. Terungkap

    Lusi. Ya, dia yang tak lain adalah Lusi, tersenyum samar. Perempuan yang kini sudah menginjak pas 16 tahun itu tertawa menggelegar. "Kau yang membunuh Ayahku! Bagaimana mungkin aku berdiam diri?" tanya Lusi pada dirinya sendiri. Ah bukan, melainkan pada foto Aarav yang ia tempeli dicermin. Foto tersebut sudah di penuhi dengan tusukan jarum, ditambah dengan coretan bolpoin yang ia gunakan untuk menghancurkan kepala Aarav. Perempuan itu berbicara pada foto tersebut. "Kau tau kesalahanmu kan Kak?" tanya Lusi dengan nada jahat. "Kau ... orang yang sudah merengut kebahagiaan kami. Dengan membunuh Ayahku, kau ingin membalaskannya sebagai bentuk balas budi?" Lusi terkekeh. Namun tiba-tiba air matanya jatuh menetes. Ia menangis, menangis dalam kemarahan yang selama ini ia tahan. Sampai tiba-tiba Lusi terjatuh dengan lutut yang ia peluk. Sendirian. Ia menangis sendirian. Putaran akan ucapan Aarav saat itu melintas di otaknya, membuat kemarahan itu kian bermunculan di hati Lusi. "Kak Aara

Latest chapter

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter II

    “Assalamu'alaikum…?” Khalifa mengucap salam saat ia masuk ke dalam rumah, ah, bukan hanya Khalifa, Alby juga ada. Keduanya masuk dengan raut muka terlihat capek. “Kak, eum … aku mau mandi dulu ya, seharian kerja bikin aku gerah,” ucap Khalifa pada Alby. Alby tersenyum. “okke, tapi jangan lama-lama ya, udah malam soalnya. Ah iya, pake air hangat biar nggak kedinginan.”Khalifa terkekeh. “Aku bukan kamu yang harus pake air dingin kali, aku kan nggak alergi dingin,” timpal Khalifa menjawab. “Masalahnya kan udah malam, nggak baik buat kesehatan.”“Enggak bakal kak. Udah, lagian aku mandi bakal cepet kok. Dah ya, aku mau mandi dulu!” ucap Khalifa gegas berlari namun dengan cepat Alby menahannya lebih dahulu membuat Khalifa kembali berbalik menatap Alby. “Kalo udah mandi nanti turun ke bawah ya? Aku mau masakin kesukaan kamu. Kita makan bareng,” ucap Alby. Kebetulan sekali keduanya belum makan membuat Khalifa mengangguk antusias. “Cium dulu sini.” Alby menampilkan pipi kanannya. Ia men

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter

    Seminggu berlalu…Seorang wanita berjalan dengan menyeret kopernya. Tergesa-gesa sebab terlambat,bahkan saking tergesa-gesanya, wanita itu tanpa sengaja menabrak bahu seseorang membuat wanita itu menyeru minta maaf. “Ya ampun maaf, Mas. Saya enggak sengaja!” ucapnya sedikit menundukkan kepala, detik berikut kepala wanita itu mendongak. Namun… “Lho?” Sesaat pandangan keduanya bertemu. “Gama?”“Khanza?” Keduanya berseru secara berbarengan. Gama dengan pandangan mata menelisik, sedang Khanza menatap dengan tarikan napas. “Kukira siapa, taunya kamu,” ucapnya merubah raut wajah. Khanza menghela napas, tanpa sepatah kata apapun perempuan itu pergi begitu saja. Gama menaikan alisnya, namun sedetik kemudian ia mengedikkan bahu, ikut pergi dengan menyeret kopernya. Ia tahu yang dirinya tabrak, untuk itu tidak peduli baginya.Gama memilih duduk setelah melakukan check up,melalui maskapai yang telah memberitahukannya kini ia duduk menunggu antrian untuk masuk ke dalam pesawat. Gama menghel

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   END

    Pagi ini Khalifa bangun lebih awal, melihat sosok suaminya yang tertidur pulas. Ah, mungkin efek cairan infus yang masuk ke dalam tubuhnya, membuat pria itu terjaga dari tidurnya. Merasa pegal dibagian lengannya, Khalifa merenggangkan otot-ototnya. Tidur seranjang dengan Alby jelas membuatnya tak bergerak sana-sini, menjadikan ia merasakan pegal. Khalifa menghela napas, ia menunduk melihat pakaiannya yang kotor nan penuh darah, lupa, bahwa memang ia tak mengganti baju. Ah, jangankan untuk mengganti baju, justru hatinya saat itu resah memikirkan Alby. “Aku harus memberitahukan Bunda. Jika tidak mereka pasti khawatir.” Khalifa menatap terlebih dahulu Alby, mumpung pria itu masih tertidur membuat Khalifa gegas pergi. Selain merasa tak nyaman dengan pakaiannya ia juga tak nyaman dengan keadaan ini. Sungguh, walau ada perasaan lega melihat Alby selamat namun ada sisi lain yang membuatnya resah. Mengenai Khanza … Ia belum berani untuk menghadap padanya dan mengatakan yang sejujurnya. *

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 97

    Lihatlah, wajah Alby yang dulunya tampan kini banyak dipenuhi luka. Beberapa luka itu diperban, entah bagian kepala, rahang, maupun anggota tubuh lainnya. Tak kuasa melihat keadaannya seperti ini, Khalifa menunduk dengan hati penuh sesal. “Maafin, Alifa Kak… maaf ….” Khalifa terduduk di kursi yang berada di pinggir ranjang tersebut, menggenggam tangan Alby yang begitu kekar. Dulu, tangan inilah yang selalu siap siaga menggenggam tangannya. “Andai aku tidak menurutinya, andai kita kabur saat itu mungkin keadaan kamu enggak bakal separah ini Kak. Bodoh, harusnya aku menolak ajakanmu untuk melawan mereka. Bodoh!” Khalifa merutuk dirinya, menarik tangan Alby untuk ia kecup. “Sekarang aku baru menyadarinya, Kak. Kalau aku … benar-benar takut kehilangan kamu. Aku takut ….” Khalifa tak bisa lagi membendung tangis yang kian jatuh menimpa pipinya, bengkak sudah kedua matanya sebab terus menangis. “Setelah kehilangan Mama dan Papa, aku enggak mau kehilangan kamu, Kak. Boleh aku egois? Aku i

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 96

    Khalifa menunduk, semakin menangis tertahan dengan tangan yang masi menyentuh kepala Alby. “Kak … tolong … jangan tinggalin aku kayak gini … tolong bangunlah….”“Uhuk!”Sebuah semburat darah tiba-tiba keluar di bibir Alby tatkala pria itu terbatuk. “Kak Al?” Terkejut, Khalifa mendapati Alby membuka matanya dengan ringisan kecil yang keluar. “Khalifa….”Sudah menangis deras kini Khalifa menambah tangisnya tatkala suara lembut itu terdengar. Bergetar hatinya mendengar hal itu. “Kak Al….” Khalifa menangis, memeluk kepala Alby. “maafin aku, Kak. Maaf….”Alby memejamkan matanya menahan rasa sakit, ia menggeleng. “aku kembali untuk kamu, Alif….”Khalifa mengangguk, entah harus bagaiamana tapi ia benar-benar senang tatkala Alby kembali. Terbangun untuk menepati janjinya. Menggenggam erat tangan yang amat dingin itu Khalifa berucap, ““Kita harus ke rumah sakit dulu, Kak. Secepatnya luka kakak harus diatasi,” ucap Khalifa melihat keadaan Alby yang kian parah. “Kakak masih sanggup berdiri?

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 95

    “Kau akan mati ditanganku!” Bugh! Alby langsung menghindar saat orang itu hendak menendang, belati yang dirinya pegang ia tusukkan ke depan untuk mengenal tubuh Alby, namun dengan gesit, Alby menghindar secara agresif. Memilih melawan dari belakang, Alby bisa menghajarnya dari belakang tersebut. Seseorang itu terjatuh, mukanya makin memerah. Satu diantara mereka berjalan maju, membuat Alby harus melawan dua orang sekaligus. Ah tidak, bahkan satunya lagi ikut-ikutan maju, menambah orang yang harus Alby lawan. Cukup kewalahan sebab mereka memiliki senjata masing-masing, sedang Alby hanya menggunakan tangan kosong sebagai tameng dirinya. Satu kali dua kali ia mendapat pukulan yang tak bisa ia hindari, bahkan goresan belati pula harus terkena sampai kulitnya saking keagresifan mereka. Murka, mereka murka sebab merasa terkalahkan oleh Alby. Alby mengatur napasnya dalam-dalam. Melawan 10 orang sekaligus benar-benar menguras tenaganya. Apalagi tidak diberi jeda untuk berhenti se

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 94

    Khalifa berlari dan langsung memeluk Alby. Ia menangis dengan tubuh bergetar hebat. “Kak Al, makasih, makasih telah kembali….” Alby menelan salivanya pelan, bergetar hatinya kala melihat keadaan Khalifa seperti ini. “Maaf, maafkan aku baru datang Alif. Maaf telah meninggalkan kamu seorang diri.” Khalifa menggeleng, ia melerai pelukannya, mendongak untuk melihat wajah Alby. “Mereka … mereka ingin melecehkan aku, Kak. Aku--aku takut ….” Alby melihat wajah ketakutan itu, ia pegang tangan Khalifa untuk menenangkan gadisnya. Namun, yang ia lihat justru gurat merah dari pergelangan tangannya. Khalifa menunduk, ia masih terisak. “Mereka pegang tangan aku dengan keras Kak… mereka kasar dan menyeramkan….” Mendengar lirihan itu rahang Alby mengeras, menoleh ke kanan, ia dapati 11 orang itu yang tampak tertawa saja. “Ayo kabur, Kak. Mereka bukan tandingan kita,” ucap Khalifa kembali. Alby menatap Khalifa, memilih kabur? Itu bukan dirinya. “Tidak Alif, mereka harus membayar at

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 93

    Nyatanya bukan sehabis magrib Khalifa pulang, melainkan sehabis isya baru ia bisa pulang. Jangan tanyakan kenapa, karena saat ini Khalifa ingin sendirian, menjadikan ia habiskan beberapa waktu sendirian di kantor. Dan sekarang waktunya ia pulang beberapa security yang jaga pula sebagian sudah pulang, paling hanya beberapa yang tetap berjaga karena bekerja sesuai shif. Khalifa berjalan terburu-buru menuju mobilnya, lantas melaju membelah jalan tanpa menunggu lama. Takut kemalaman Khalifa makin mempercepat lajunya. Sebuah dering ponsel terdengar namun tak Khalifa gubris untuk mengangkatnya. Memilih abai Khalifa terus melajukan mobilnya di tengah keramaian. Namun, kala ia berbelok ia harus di hadapkan dengan jalan yang cukup sepi. “Huft, semoga tidak terjadi apa-apa.” Khalifa mengucap doa dalam hati. Mau bagaimana pun ia perempuan, dan jelas ia takut jika tiba-tiba ada hal aneh yang melintas. Suara bisingnya motor terdengar dari arah belakang, memusat perhatian Khalifa untuk m

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 92

    Khalifa menangkup kedua pipi di atas meja, bosan melanda hatinya. Hari ini tugas yang diberikan Aavar dalam mempelajari berbagai perbisnisan cukup menguras pikiran dan tenaga. Ternyata susah sekali untuk memahami berbagai persoalan dalam perbisnisan ini. Jika bukan karena otak yang encer mungkin Khalifa memilih tidur saja di atas kasur. Hari ini jam sudah menunjukan pukul empat sore. Tidak terasa, dari pagi sampai saat ini Khalifa menghabiskan waktu hanya di kantor saja, tentunya dengan Khanza. Namun, saat ini perempuan itu entah pergi ke mana, katanya izin keluar sebentar. “Khalifa, Om pulang lebih dulu ya, istri Om kasihan di rumah sendirian.” Tiba-tiba suara Aavar terdengar setelah pintu terbuka. “Kamu pulang lah, besok bisa dilanjutkan.” Punggung Khalifa berdiri tegap. “Nggak deh, Khalifa mau lembur. Soalnya masih banyak banget yang belum dikerjakan Om.” Aavar menoleh. “lembur?” Ia tertawa. “ya ampun Khalifa, ini kan cuma belajar aja. Gak usah terlalu dibuat serius jug

DMCA.com Protection Status