Share

Bab 74. Rekaman CCTV

Author: Melisristi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Rasa lelah seharian mengurus ini-itu membuat wajah Aavar tampak kusut saja. Ia mengusap wajahnya kasar, menguap untuk beberapa kali karena tidurnya terganggu.

Ya, nyatanya dua hari ini ia terganggu akan kondisinya. Mudah lelah dan sering menguap, itu dikarenakan ia lebih berfokus pada tragedi terjadi kecelakaan itu. Mencari berbagai bukti yang mungkin menjawab semua pertanyaan. Selain itu, posisi Aarav yang digantikan terlebih dahulu oleh Aavar membuat pria itu dibuat sibuk. Mana menumpuk pula tugasnya.

Dan sekarang Aavar tengah beristirahat sejenak. Memikirkan apa yang harus ia lakukan dalam proses selanjutnya? Karena dari yang ia lakukan ia hanya diam tidak melakukan apa-apa.

Ah, informasi ini saja Aavar tidak memberitahukan terlebih dahulu kepada Kinara, takut apabila perempuan itu tiba-tiba syok. Menambah kekhawatirannya saja.

Kepada Vanzo? Berpikir sama. Takut apabila Vanzo syok, menambah beban pikiran yang ada. Mana udah lanjut usia dikhawatirkan terjadi suatu hal yang tidak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 75. Pemilik Cincin

    “Bagaimana keadaan Aarav?”“Masih sama Kek, belum ada tanda-tanda Mas Aarav sadar.” Kinara merengut lesu, menatap sendu Aarav yang tak kunjung buka mata. Vanzo yang baru saja masuk untuk melihat kondisi sang cucu ikut lesu. Cucu kesayangannya begitu memprihatin. “Sabar ya, semoga secepatnya Allah berikan kesembuhan untuk Aarav.”“Aamiin, semoga saja.”Sebagai seorang istri yang sangat mencintai suaminya, setiap hari bahkan setiap jam Kinara terus memanjatkan doa atas kesembuhan AaravBerharap suaminya akan sadar kembali dan memanggil namanya. “Untuk sekarang kau pulang lah, tiga hari ini kau kurang istirahat karena menjaganya, sekarang giliran kakek yang menjaga Aarav,” ujar Vanzo merasa kasiha. Kelopak mata Kinara terdapat kantung mata, perempuan itu pasti sangat kurang tidur karena seharian menjaga suaminya. Sebenarnya Vanzo hari lalu bisa saja menggantikan dalam menjaga Aarav, hanya saja saat itu Kinara menolak, ia ingin dirinya saja yang menjaga Aarav hal itu membuat Vanzo men

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 76. Modusin Lusi

    Prang!“Aduh!”Suara pecahan sampai ringisan terdengar dari arah pintu membuat Kinara dan Aavar spontan menoleh. “Lusi?” pekik Kinara dengan terkejut kala melihat Lusi terjatuh dengan sebuah makanan yang berhamburan di depanya. Dengan segera Kinara berlari untuk membantu, Aavar pula terkejut membuat pria itu ikut berlari untuk melihat. “Ya ampun Lusi, kenapa bisa jatuh begini?” “Ah, kak, sakit.” Lusi terpekik kala Kinara mencoba untuk membantunya. Bagian sikunya yang terkena lantai habis jatuh di sentuh oleh Kinara. “Owh, maaf.” Dengan pelan Kinara membantu Lusi agar gadis itu terduduk. Terdengar ringisan kecil dari mulutnyaooi“Makannya kalau jalan pake mata,” ucap Aavar membuat Lusi menatapnya tajam. “Jalan pake kaki, Kak. Kalau mata buat liat.”“Ya itu tau, kenapa pula harus terjatuh hm, adik manis?” Aavar menertawakan Lusi yang tampak kuyu, dia mengerucutkan sedikit bibirnya. “Namanya kecelakaan gak bisa diprediksi.”“Itu mah kamunya aja yang ceroboh, kalau lebih berhati-hat

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 77. Kalah Dengan Perasaan

    “Dek, kakak pergi ke rumah sakit dulu ya, mau lihat keadaan Mas Aarav,” ucap Kinara dengan menatap Lusi yang tengah belajar. Adiknya itu sedang ujian kelulusan, untuk itulah Lusi memintanya agar menemaninya tadi. Bukan semata-mata karena ingin ditemani mandi, melainkan belajar. “Lusi juga mau ketemu Kak Aarav, Kak. Lusi belum ke sana.” Lusi langsung berbinar. Pasca ulang tahun yang gagal Lusi tidak tahu keadaan kakak iparnya itu, bahkan sampai hari ini. “Tapi Lusi kan lagi ujian?”“Pulangnya kan bisa?” jawab Lusi dengan cepat. “Please, Kak. Lusi juga pengen jengukin kak Aarav.”Kinara menghela nafas. “Baiklah, sekarang Lusi siap-siap dulu, tapi gak boleh lama-lama ntar kesorean.”“Siap Kak!”**Kinara terdiam dari dalam mobil, wanita itu hanya menatap ke arah kaca jendela enggan menoleh pada pria di sampingnya. Sialnya dia Devan! Sekarang ia tengah berada di dalam mobil dengan Devan yang mengendarainya. Kenapa bisa bersama? Karena kebetulan Aavar sedang tidak ada di rumah, entah ke

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 78. Dua Hati

    “Mas … ku mohon, bangunlah. Bangun Mas ….” Kinara menangis di dalam punggung tangan suaminya. “Aku mohon sadarlah!” ucapnya setengah berteriak. “Jika kau tidak bangun aku akan pergi bersama Devan. Kau dengar? Aku akan pergi dengannya.” Kinara merengut dalam menatap Aarav, namun masih sama, Aarav suaminya tidak kunjung sadar dari komanya. “Aku bingung Mas … hatiku bingung. Tolong, tolonglah sadar Mas … bagaimana caranya agar hatiku tertaut hanya pada satu orang? Aku bingung dengan perasaan ini Mas ….”Kinara mengusap pipinya yang basah. Teringat kembali akan beberapa jam yang lalu… “Kalau begitu … tolong, kembalilah Kinar. Tolong ….” Kinara mati kutu, mendadak dirinya tidak bisa bergerak ataupun membuka suara. Merasakan pelukan hangat yang Devan beri berhasil membuat otaknya terasa diputar balikan. Hilang kendali untuk menolaknya. “Kamu tau kan kalau aku cinta kamu,Nar? Dan aku juga tau kalau kamu masih cinta aku Kinar. Aku tau itu,” ujar Devan lirih. Pelukan hangat yang tidak per

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 79. Pilihan Hati Kinara

    ”Mas, boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Kinara pada Aavar.Pagi ini Aavar menyempatkan diri untuk melihat keadaan saudaranya. Seperti biasa, Kinara lah yang paling sering menemani dari malam sampai pagi menjelang. Dan pagi ini masih sama, Kinara tengah duduk di kursi dekat Aarav, sedang Aavar berada di sebrangnya. “Tanya apa?” Aavar melihat kedua mata Kinara tampak bengkak, seperti habis menangis. Terlebih perempuan itu pasti kurang tidur karena terus-menerus menemani Aarav siang-malam. Padahal sebelum-sebelumnya Aavar sering meminta Kinara untuk ia saja yang menemani Aarav, tapi perempuan itu selalu menolak. Katanya ia mau Aarav melihat istrinya sebelum melihat orang lain. Yah, mungkin sebegitu cintanya Kinara pada Aarav pun sebaliknya,Aarav pada Kinara, menjadikan keduanya ingin terus bersama. “Mas Aavar pasti pernah jatuh cinta, kan?” tanya Kinara. Aavar mengernyitkan alisnya. Sebelum menjawab pria itu duduk di kursi yang ada di dekatnya—pinggir Aarav. Alhasil sekarang antara

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 80. Bodyguard Untuk Aarav

    Aavar tersenyum melihat ketulusan Kinara pada Aarav. Perempuan itu pasti sangat putus asa karena suaminya tak kunjung buka mata, membuat Aavar ikut merasakan sedih saja. Pertanyaan yang sempat Kinara lontarkan kini beralih topik, keduanya terdiam dengan pikiran yang sama-sama mengarah pada Aarav. “Kira-kira, kapan ya Mas Aarav akan sadar?” tanya Kinara. Perempuan itu mengelus punggung tangan suaminya yang di tempeli oleh selang infus. “Sudah hampir mau seminggu, tapi Mas Aarav tak kunjung buka mata,” ucapnya. Tatapannya sayu,bola mata hitamnya memancarkan sebuah kerinduan yang amat dalam, cairan bening menjadi saksi akan harapannya yang kian membungkah, berharap bahwa Aarav segera sadar. Aavar hanya bisa diam. Sembari melihat ke arah Aarav, pria itu berkecamuk dengan isi pikirannya. “Ada suatu hal yang harus aku katakan padamu, Kinar,” ucap Aavar setelah beberapa menit terdiam. Kinara mengernyit, pembicaraan apa? tanyanya dalam hati. “Harusnya aku bicarakan ini dengan kakek juga

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 81. Sebulan berlalu...

    Perjuangan dalam mencari dalang dibalik kecelakaan Aarav nyatanya tak membuahkan hasil. Terbukti satu bulan ini Aavar, Kinara maupun Vanzo tak menemukan kecurigaan apapun. Tak menemukan bukti apapun dan tak menemukan apa-apa yang membuat mereka curiga. Semuanya bersih, tidak ada yang mampu mereka curigai. Ya, nyatanya satu bulan lebih mereka mengawasi setiap orang yang ada. Dan sudah satu bulan pula Aarav masih koma, masih setia dengan tidurnya yang terhitung amat lama ini. Awal mula mereka mencurigai Devan, namun pria itu sampai sejauh ini tak melakukan apapun. Bertanya? Jelas akan membuat pria itu curiga. Atau … akan menjadi masalah teruntuk Aavar, Kinara, maupun Vanzo sekalipun. Dan lagian, dari sisi Devan pun memang tidak ada hal yang perlu dicurigai. Laki-laki itu sering datang satu minggu sekali untuk melihat keadaan Aarav, dengan penjagaan yang super ketat menjadikan wajah di balik layar itu tertutup sifat aslinya. Sebenarnya siapa orang yang masih menjadi abu-abu itu? Siap

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 82. Sadar Kembali

    “Aaaa… !” Kinara terpekik heboh. Tak bisa mengendalikan rasa bahagianya Kinara memeluk tubuh Aarav sampai pria itu terperanjat, kaget. “Aduh!” Aarav meringis, membuat Kinara tersadar bahwa ia terlalu erat dalam memeluk suaminya. “Maaf, Mas. Kinara terlalu kencang ya,” ujarnya cengengesan. Tatapan mata itu saling bertemu dalam pancaran penuh kerinduan. Baik Aarav maupun Kinara keduanya saling melepas rasa rindu tersebut. Aarav yang masih terbaring berinisiatif untuk bersandar, dengan sigap Kinara membantu pria itu yang masih lemah. “Kalo gak kuat baringan aja, Mas.” Aarav menggeleng. “Mas baik-baik aja,” jawabnya tersenyum tipis. Pria itu kini tengah bersandar pada sisi ranjang. Matanya masih sayu, bibirnya masih terlihat pucat, namun senyum itu … tidak bisa mengalahkan aura hagiaannya saat melihat Kinara. Aarav menghela nafas sejenak, menoleh pada Kinara yang juga menatapnya. Hendak membuka suara namun tiba-tiba Kinara menangis. Menangis yang berhasil membasahi pipinya. Aarav

Latest chapter

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter II

    “Assalamu'alaikum…?” Khalifa mengucap salam saat ia masuk ke dalam rumah, ah, bukan hanya Khalifa, Alby juga ada. Keduanya masuk dengan raut muka terlihat capek. “Kak, eum … aku mau mandi dulu ya, seharian kerja bikin aku gerah,” ucap Khalifa pada Alby. Alby tersenyum. “okke, tapi jangan lama-lama ya, udah malam soalnya. Ah iya, pake air hangat biar nggak kedinginan.”Khalifa terkekeh. “Aku bukan kamu yang harus pake air dingin kali, aku kan nggak alergi dingin,” timpal Khalifa menjawab. “Masalahnya kan udah malam, nggak baik buat kesehatan.”“Enggak bakal kak. Udah, lagian aku mandi bakal cepet kok. Dah ya, aku mau mandi dulu!” ucap Khalifa gegas berlari namun dengan cepat Alby menahannya lebih dahulu membuat Khalifa kembali berbalik menatap Alby. “Kalo udah mandi nanti turun ke bawah ya? Aku mau masakin kesukaan kamu. Kita makan bareng,” ucap Alby. Kebetulan sekali keduanya belum makan membuat Khalifa mengangguk antusias. “Cium dulu sini.” Alby menampilkan pipi kanannya. Ia men

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter

    Seminggu berlalu…Seorang wanita berjalan dengan menyeret kopernya. Tergesa-gesa sebab terlambat,bahkan saking tergesa-gesanya, wanita itu tanpa sengaja menabrak bahu seseorang membuat wanita itu menyeru minta maaf. “Ya ampun maaf, Mas. Saya enggak sengaja!” ucapnya sedikit menundukkan kepala, detik berikut kepala wanita itu mendongak. Namun… “Lho?” Sesaat pandangan keduanya bertemu. “Gama?”“Khanza?” Keduanya berseru secara berbarengan. Gama dengan pandangan mata menelisik, sedang Khanza menatap dengan tarikan napas. “Kukira siapa, taunya kamu,” ucapnya merubah raut wajah. Khanza menghela napas, tanpa sepatah kata apapun perempuan itu pergi begitu saja. Gama menaikan alisnya, namun sedetik kemudian ia mengedikkan bahu, ikut pergi dengan menyeret kopernya. Ia tahu yang dirinya tabrak, untuk itu tidak peduli baginya.Gama memilih duduk setelah melakukan check up,melalui maskapai yang telah memberitahukannya kini ia duduk menunggu antrian untuk masuk ke dalam pesawat. Gama menghel

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   END

    Pagi ini Khalifa bangun lebih awal, melihat sosok suaminya yang tertidur pulas. Ah, mungkin efek cairan infus yang masuk ke dalam tubuhnya, membuat pria itu terjaga dari tidurnya. Merasa pegal dibagian lengannya, Khalifa merenggangkan otot-ototnya. Tidur seranjang dengan Alby jelas membuatnya tak bergerak sana-sini, menjadikan ia merasakan pegal. Khalifa menghela napas, ia menunduk melihat pakaiannya yang kotor nan penuh darah, lupa, bahwa memang ia tak mengganti baju. Ah, jangankan untuk mengganti baju, justru hatinya saat itu resah memikirkan Alby. “Aku harus memberitahukan Bunda. Jika tidak mereka pasti khawatir.” Khalifa menatap terlebih dahulu Alby, mumpung pria itu masih tertidur membuat Khalifa gegas pergi. Selain merasa tak nyaman dengan pakaiannya ia juga tak nyaman dengan keadaan ini. Sungguh, walau ada perasaan lega melihat Alby selamat namun ada sisi lain yang membuatnya resah. Mengenai Khanza … Ia belum berani untuk menghadap padanya dan mengatakan yang sejujurnya. *

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 97

    Lihatlah, wajah Alby yang dulunya tampan kini banyak dipenuhi luka. Beberapa luka itu diperban, entah bagian kepala, rahang, maupun anggota tubuh lainnya. Tak kuasa melihat keadaannya seperti ini, Khalifa menunduk dengan hati penuh sesal. “Maafin, Alifa Kak… maaf ….” Khalifa terduduk di kursi yang berada di pinggir ranjang tersebut, menggenggam tangan Alby yang begitu kekar. Dulu, tangan inilah yang selalu siap siaga menggenggam tangannya. “Andai aku tidak menurutinya, andai kita kabur saat itu mungkin keadaan kamu enggak bakal separah ini Kak. Bodoh, harusnya aku menolak ajakanmu untuk melawan mereka. Bodoh!” Khalifa merutuk dirinya, menarik tangan Alby untuk ia kecup. “Sekarang aku baru menyadarinya, Kak. Kalau aku … benar-benar takut kehilangan kamu. Aku takut ….” Khalifa tak bisa lagi membendung tangis yang kian jatuh menimpa pipinya, bengkak sudah kedua matanya sebab terus menangis. “Setelah kehilangan Mama dan Papa, aku enggak mau kehilangan kamu, Kak. Boleh aku egois? Aku i

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 96

    Khalifa menunduk, semakin menangis tertahan dengan tangan yang masi menyentuh kepala Alby. “Kak … tolong … jangan tinggalin aku kayak gini … tolong bangunlah….”“Uhuk!”Sebuah semburat darah tiba-tiba keluar di bibir Alby tatkala pria itu terbatuk. “Kak Al?” Terkejut, Khalifa mendapati Alby membuka matanya dengan ringisan kecil yang keluar. “Khalifa….”Sudah menangis deras kini Khalifa menambah tangisnya tatkala suara lembut itu terdengar. Bergetar hatinya mendengar hal itu. “Kak Al….” Khalifa menangis, memeluk kepala Alby. “maafin aku, Kak. Maaf….”Alby memejamkan matanya menahan rasa sakit, ia menggeleng. “aku kembali untuk kamu, Alif….”Khalifa mengangguk, entah harus bagaiamana tapi ia benar-benar senang tatkala Alby kembali. Terbangun untuk menepati janjinya. Menggenggam erat tangan yang amat dingin itu Khalifa berucap, ““Kita harus ke rumah sakit dulu, Kak. Secepatnya luka kakak harus diatasi,” ucap Khalifa melihat keadaan Alby yang kian parah. “Kakak masih sanggup berdiri?

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 95

    “Kau akan mati ditanganku!” Bugh! Alby langsung menghindar saat orang itu hendak menendang, belati yang dirinya pegang ia tusukkan ke depan untuk mengenal tubuh Alby, namun dengan gesit, Alby menghindar secara agresif. Memilih melawan dari belakang, Alby bisa menghajarnya dari belakang tersebut. Seseorang itu terjatuh, mukanya makin memerah. Satu diantara mereka berjalan maju, membuat Alby harus melawan dua orang sekaligus. Ah tidak, bahkan satunya lagi ikut-ikutan maju, menambah orang yang harus Alby lawan. Cukup kewalahan sebab mereka memiliki senjata masing-masing, sedang Alby hanya menggunakan tangan kosong sebagai tameng dirinya. Satu kali dua kali ia mendapat pukulan yang tak bisa ia hindari, bahkan goresan belati pula harus terkena sampai kulitnya saking keagresifan mereka. Murka, mereka murka sebab merasa terkalahkan oleh Alby. Alby mengatur napasnya dalam-dalam. Melawan 10 orang sekaligus benar-benar menguras tenaganya. Apalagi tidak diberi jeda untuk berhenti se

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 94

    Khalifa berlari dan langsung memeluk Alby. Ia menangis dengan tubuh bergetar hebat. “Kak Al, makasih, makasih telah kembali….” Alby menelan salivanya pelan, bergetar hatinya kala melihat keadaan Khalifa seperti ini. “Maaf, maafkan aku baru datang Alif. Maaf telah meninggalkan kamu seorang diri.” Khalifa menggeleng, ia melerai pelukannya, mendongak untuk melihat wajah Alby. “Mereka … mereka ingin melecehkan aku, Kak. Aku--aku takut ….” Alby melihat wajah ketakutan itu, ia pegang tangan Khalifa untuk menenangkan gadisnya. Namun, yang ia lihat justru gurat merah dari pergelangan tangannya. Khalifa menunduk, ia masih terisak. “Mereka pegang tangan aku dengan keras Kak… mereka kasar dan menyeramkan….” Mendengar lirihan itu rahang Alby mengeras, menoleh ke kanan, ia dapati 11 orang itu yang tampak tertawa saja. “Ayo kabur, Kak. Mereka bukan tandingan kita,” ucap Khalifa kembali. Alby menatap Khalifa, memilih kabur? Itu bukan dirinya. “Tidak Alif, mereka harus membayar at

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 93

    Nyatanya bukan sehabis magrib Khalifa pulang, melainkan sehabis isya baru ia bisa pulang. Jangan tanyakan kenapa, karena saat ini Khalifa ingin sendirian, menjadikan ia habiskan beberapa waktu sendirian di kantor. Dan sekarang waktunya ia pulang beberapa security yang jaga pula sebagian sudah pulang, paling hanya beberapa yang tetap berjaga karena bekerja sesuai shif. Khalifa berjalan terburu-buru menuju mobilnya, lantas melaju membelah jalan tanpa menunggu lama. Takut kemalaman Khalifa makin mempercepat lajunya. Sebuah dering ponsel terdengar namun tak Khalifa gubris untuk mengangkatnya. Memilih abai Khalifa terus melajukan mobilnya di tengah keramaian. Namun, kala ia berbelok ia harus di hadapkan dengan jalan yang cukup sepi. “Huft, semoga tidak terjadi apa-apa.” Khalifa mengucap doa dalam hati. Mau bagaimana pun ia perempuan, dan jelas ia takut jika tiba-tiba ada hal aneh yang melintas. Suara bisingnya motor terdengar dari arah belakang, memusat perhatian Khalifa untuk m

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 92

    Khalifa menangkup kedua pipi di atas meja, bosan melanda hatinya. Hari ini tugas yang diberikan Aavar dalam mempelajari berbagai perbisnisan cukup menguras pikiran dan tenaga. Ternyata susah sekali untuk memahami berbagai persoalan dalam perbisnisan ini. Jika bukan karena otak yang encer mungkin Khalifa memilih tidur saja di atas kasur. Hari ini jam sudah menunjukan pukul empat sore. Tidak terasa, dari pagi sampai saat ini Khalifa menghabiskan waktu hanya di kantor saja, tentunya dengan Khanza. Namun, saat ini perempuan itu entah pergi ke mana, katanya izin keluar sebentar. “Khalifa, Om pulang lebih dulu ya, istri Om kasihan di rumah sendirian.” Tiba-tiba suara Aavar terdengar setelah pintu terbuka. “Kamu pulang lah, besok bisa dilanjutkan.” Punggung Khalifa berdiri tegap. “Nggak deh, Khalifa mau lembur. Soalnya masih banyak banget yang belum dikerjakan Om.” Aavar menoleh. “lembur?” Ia tertawa. “ya ampun Khalifa, ini kan cuma belajar aja. Gak usah terlalu dibuat serius jug

DMCA.com Protection Status