Home / Romansa / Mata Elang / Nyaris Mati

Share

Mata Elang
Mata Elang
Author: Vellyna Yari

Nyaris Mati

Anthony Baragav adalah seorang lelaki yang sudah cukup matang untuk usia menikah, tahun ini dia berumur 30 tahun. Bulan ini adalah bulan paling berat baginya, awal bulan keluarganya tidak bisa membayar hutang yang membengkak sehingga semua aset yang mereka punya hanya untuk membayar hutang. Dan tidak ada sisa sepeserpun, untung cukup saja mereka sudah bersyukur.

Yang kedua, kedua orang tuanya meninggal tepat di pertengahan bulan. Disaat mereka mencoba merintis usaha baru untuk menyambung hidup itu  menjadi petaka di kehidupan Anthony. Luka Anthony yang belum sembuh itu dipukul kenyataan yang sangat menyakitkan.

Kini hanya dia sendiri hidup tanpa arah, tanpa rumah dan tujuan. Dia mempunyai teman baik bernama Sean, orang tuanya sangat kasihan melihat keadaan Anthony. Selama Anthony dalam masa pemulihan dia ditampung di rumah Sean.

“Anthony mana, Sean?” tanya mamanya.

“Dia dikamar Ma. Dia masih sama tidak mau bicara maupun makan,” ucap Sean, walau dia juga sedih melihat keadaan temannya, tapi tidak mengurangi nafsu makannya.

“Malang sekali nasib

anak itu, sejak datang 3 hari yang lalu sampai detik ini dia masih seperti itu,” keluh mama.

“Sean!!! Awasi dia baik-baik!! Jangan sampai dia melakukan perbuatan yang terlalu ekstrem!” pinta papanya.

“Baik, Pa,” sahut Sean cepat.

Sarapan pagi itu selesai, keluarga Sean sudah sangat mengenal Anthony. Dia sudah menganggap sebagai anaknya sendiri. Papa Sean adalah seorang guru yang masih belum diangkat menjadi PNS. Sedangkan mamanya adalah ibu rumah tangga yang berbisnis menjual barang secara online.

Kehidupan sederhana sekali, keluarga mereka sudah bersyukur bisa hidup tanpa utang. Yah!! Walau kalau punya keinginan harus bisa menahan dulu, atau menabung. Yang terpenting untuk mereka adalah cukup untuk makan sampai akhir bulan.

Sean pria berumur 25 tahun, dia bekerja sebagai penjaga toko. Separo uang gaji dia kumpulkan untuk biaya menikah, sisanya dia pakai untuk akomodasi dan sebagian kecil dia berikan kepada mamanya.

Sean masuk ke kamar untuk mengambil tas ransel, dia hari ini bekerja shift pagi. Dia prihatin melihat temanya yang meringkuk di pojok kasur itu.

“Ton!!! Aku berangkat kerja dulu, ini sarapannya jangan lupa di makan,” ucap Sean.

Anthony hanya diam dengan tatapan kosong, Sean menepuk pundak temanya dan mengulangi perkataan yang baru dia ucapkan. Namun, Anthony tetap tidak mengeluarkan sepatah kata pun, dia hanya mengangguk pelan.

Setelah Sean keluar kamar dan semua penghuni keluar rumah. Anthony mulai menangis, dia berteriak sekencang dia bisa.

“Arghhhhhhh!!!”

“Ambillah juga diriku Tuhan!!! Aku nggak sanggup!!!” teriaknya pilu.

Dia terus berteriak sampai suaranya tidak bisa keluar, dia memukul dadanya berharap rasa perih hatinya mereda. Jika hancur, dia ingin menghancurkannya sekalian.

Tubuhnya yang sempurna menyusut, muka berseri bak dewa itu kini kusut bermata hitam bagai tengkorak tak bernyawa. Dia sudah tidak ada hasrat untuk hidup, tangisannya yang pilu itu membuatnya tak sadarkan diri dalam kepedihan.

Di tempat kerja Sean, dia sedang merapikan rak makanan ringan. Dia selalu menghela napas, karena kawan baiknya tak kunjung membaik. Dia selalu berpikir keras, bagaimana cara untuk menghiburnya. Mulai dari membawakan makanan kesukaannya, komentari foto cewek cantik atau melihat film yang baru tayang perdana dan masih banyak lagi. Namun, semua itu tidak membuahkan hasil.

“Sean, aku ke gudang dulu. Counter kasir kosong, kesana dulu ya,” pinta rekan kerjanya.

“Oke,” jawab cepat Sean.

Sean pun menuju counter kasir, beberapa pengunjung masuk ke dalam minimarket itu. Salam sapa dari karyawan minimarket itu menjadi hal wajib untuk diucapkan.

“Selamat datang dan selamat berbelanja di Betamart!!” ucap Sean.

Pengunjung yang sudah biasa mendengarkan itu hanya berlalu tanpa menanggapi, karena suaranya tidak jelas, seperti orang berkumur saking cepat perkataannya.

Matahari sudah meninggi, waktu berputar tanpa lelah meninggalkan orang yang kalah. Memberi kesempatan yang menggunakannya, mengobati luka yang semakin lama semakin terbiasa.

Sean sudah selesai bekerja, hari ini dia akan mencoba membelikan ramen instan pedas kesukaan Anthony, siapa tahu kali ini bisa membuatnya untuk berselera makan.

Dia pulang menggunakan bus angkutan kota yang bisa ditempuh selama 30 menit. Tiba juga dia di lingkungan rumahnya, mamanya terlihat menyapu bekas daun kering pohon trembesi. Papa juga sudah dalam perjalanan pulangnya.

“Assalamu’alaikum Ma, aku pulang,” sapa Sean.

“Walaikumsalam,” jawab mama Sean dengan tersenyum.

“Apa itu Sean?” Mama bertanya menunjuk plastik bag yang dipegang anaknya.

Sean mengangkat plastik bag itu dan menjawab, “Oh ini Ma, ramen instan kesukaan Tony.”

“Ohh!! Iya, semoga dia mau makan ya. Mama jadi khawatir dengannya,”

ungkap mama Sean.

“Yaudah sana!!!” imbuh mamanya.

Sean berlari menuju kamar, dia sudah tidak sabar untuk melihat sahabatnya makan. Dia membuka pintu kamarnya mendapati Anthony berbaring miring di kasur.

“Apa dia sedang tidur? Aku mandi dulu sajalah, habis itu buat ramen,” gumam Sean.

Ramen sudah siap, bau semerbak dari rempah bumbu ramen itu menguar. Sean meletakkan 2 ramen diatas nampan, kemudian dia membawanya ke kamar. Sayangnya, Anthony masih terlelap dari tidurnya.

“Hemmm!!! Enak sekali ramen ini.. hu ha.. ha!!” Akting Sean sedang makan.

Dia melirik temannya, tapi tidak ada tanggapan sama sekali. Sean merasa aneh, karena Anthony tidak berubah dari posisi tidurnya. Dia mendekati dan mengamatinya, lalu dia membangunkan Anthony dengan cara mengguncang pundaknya.

Namun, dia tidak bergeming. Sean memegang mukanya untuk dia periksa, dia kaget sekali melihat wajah Anthony yang sangat pucat dan dingin.

“Ton!!! Tony!!! Sadar, Ton!!” teriak Sean.

Mama dan papa Sean yang lagi bersantai di ruang tamu itu mendengar teriakan Sean, seketika itu mereka berlari menuju kamar Sean.

“Kenapa Sean?” tanya mama panik.

“Tony Ma!!! Tony tidak sadarkan diri,” ucap Sean setengah berteriak.

Papa Sean mencari denyut nadi Anthony, papa terlihat mengerutkan dahi karena lemah sekali denyut nadinya.

“Ayo bawa dia ke rumah sakit,” usul papa Sean.

Mama segera turun mencari taksi, setelah mendapatkannya mama kembali ke kamar. Papa dan Sean mengangkat Anthony ke dalam Taksi. Mereka semua pergi ke rumah sakit, dengan perasaan cemas.

Akhirnya sudah saja mereka tiba di rumah sakit, taksi itu turun tepat di depan ruang IGD.

“Tolong Dok!! Disini butuh bantuan segera!!!” kata mama.

Segera beberapa perawat keluar membawa ranjang pasien di dorong mendekati taksi. Anthony  dengan cepat di pindah ke ranjang tersebut lalu di dorong ke dalam ruangan untuk mendapatkan perawatan.

“Maaf Pak!! Sebelum pasien mendapatkan perawatan, tolong ke ruang administrasi dulu,” perintah seorang perawat itu.

Papa Mama saling menatap bergantian, mereka bingung karena tidak ada uang untuk mengurus biaya administrasi. Sean yang menangkap situasi disana, segera lari ke ruang administrasi.

“Sean!!!” panggil papanya.

Sean yang sudah jauh itu, langsung diikuti kedua orangtuanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status