Papi Vanya sebagai Gubernur provinsi itu selalu di sibukkan dengan semua kegiatannya, sedangkan maminya membantu mengurus pekerjaan papi, dan juga semua keputusan masalah keluarga diserahkan ke mami Vanya.
Vanya adalah anak pertama dari 2 saudara. Dia adalah salah satu anggota dari keluarga Kencana, yang dikenal sebagai keluarga pejabat yang sangat terpandang dan kaya.
Sayangnya, anak perempuan ini hanya dijadikan sebagai bunga, hiasan yang harus terlihat cantik dan menawan. Keluarganya mencukupi semua fasilitas dan kenyamanan hidupnya hanya untuk sebagai alat. Alat yang digunakan untuk mencapai tujuan keluarganya.
Purnomo adalah pejabat tinggi yang bertugas di kota pusat, dia satu partai dengan papi. Namun, kepopulerannya sebagai pejabat bersih rahun lalu, membuatnya melesat jauh ke jabatan yang dia duduki sekarang.
“Selamat malam, pak Murti Kencana beserta keluarga. Senang sekali akhirnya saya bisa makan malam dengan keluarga Anda,” ungkap Purnomo.
“Kami juga senang bisa menjadi tamu kehormatan Anda,” Papi membalas rasa senang Purnomo.
Vanya yang sudah hafal dengan pertemuan semacam ini hanya berkonsentrasi dengan hidangan di meja, sambil menunggu acara selesai dia biasanya menggambar di atas permukaan piring menggunakan saus, atau benda semacamnya untuk mengisi kebosanannya.
“Selamat malam Vanya, kamu hari ini cantik sekali,” sapa Purnomo.
Dia tidak menyangka gadis remaja yang pertama kali dia temui 5 tahun yang lalu itu tumbuh menjadi wanita sempurna. Lekuk tubuhnya yang indah, paras ayu itu membuat Purnomo sangat ingin memilikinya. Pertemuan tidak sengaja 2 bulan yang lalu, membuat Purnomo bergerak cepat untuk meminang Vanya.
Vanya tersentak ketika dia mendapat perhatian yang tidak wajar dari teman papinya, tidak seperti biasanya yang hanya menjadi pajangan dan ajang pamer bagi keluarganya.
“Selamat malam, O...m,” jawab Vanya ragu.
“Bersikap santai saja, panggil saya, Mas, Vany!!” jelas Purnomo.
Dia adalah pria berumur sekitar 45 tahun, badan dengan tinggi rata-rata , mempunyai perut tambun dan wajah kotak yang terawat. Dan lagi dia sudah mempunyai seorang istri.
“Bu Sonya, tolong jelaskan tujuan makan malam kita hari ini?” pinta Purnomo ke mami.
Mami mengangguk, lalu mami memegang tangan dan menatap mata Vanya tajam, seolah dia memberi perintah agar Vanya jadi anak yang baik.
“Iya, Vanya Sayang. Kamu harus terbiasa dengan panggilan akrab dari pak Purnomo, karena dia akan menjadi suamimu,” jelas maminya.
Vanya terkesiap, dunianya yang runtuh itu harus pecah berkeping-keping. Seketika sendok yang dia pegang jatuh, menimbulkan bunyi berkelontang menghantam piring. Hati Vanya perih menahan pedih jalan hidupnya.
“Vanya!!!” teriak mami yang sudah berdiri dari tempat duduknya, mami sangat marah tersirat dari kilat matanya.
“Tenang Mi, jagalah sikapmu di hadapan pak Purnomo!!” gerutu papi setengah berbisik.
“Tenanglah kalian semua!! Acara makan malam yang indah ini jangan sampai rusak, saya sudah memaklumi kelakuan Vanya. Bu Sonya berikanlah pengertian yang lembut kepadanya dirumah,” terang Purnomo.
“Baik Pak, terimakasih atas pengertiannya,” ungkap mami.
Mereka kembali meneruskan makan malam, sedangkan Vanya tidak ada selera untuk makan. Makan malam itu akhirnya selesai, pak Purnomo pamit lebih dulu. Dia mendekati Vanya, memegang pundaknya menelusuri tangan bergerak turun sampai telapak tangan Vanya.
Vanya menarik tangannya karena tidak nyaman, mami yang menangkap gelagatnya melotot ngeri memandangnya.
Vanya terpaksa menurut apa yang diperintahkan mami melalui kontak mata, yaitu menerima perlakuan Purnomo yang sedang mencium tangannya, Vanya memalingkan muka sebagai gantinya.
“Vanya, Mas pulang dulu,” kata Purnomo dengan senyumnya yang menjijikkan.
“I...ya Mas!!”
Vanya menjawab dengan sangat tidak nyaman, dia ingin segera pergi meninggalkan acara ini. Rumah pun bukan tempat nyaman untuk dia tinggal. Mimpi dia adalah menikah dengan orang pilihannya lalu hidup berdua jauh dari campur tangan kedua orang tua maupun orang lain.
Keluarga Kencana juga sudah meninggalkan tempat makan malam itu, mereka dalam 1 mobil yang sama. Karena kesibukan papi Vanya, momen seperti ini jarang sekali terjadi. Biasanya papi akan berada di mobil lain yang terpisah dengan Vanya dan maminya.
Sayangnya, momen yang jarang terjadi itu bukan momen bahagia. Sebaliknya momen menegangkan bagi Vanya, karena kedua orang tuanya siap memuntahkan kata-kata perintah yang memaksa. Setelah puas memarahiku, papi beralih marah ke mami.
“Sonya!!! Apa saja pekerjaanmu dirumah? Apa mendidik 2 anak susah bagimu!!! Aku tidak mau tahu, Vanya harus menerima pernikahan ini!”
Papi Vanya membentak istrinya, dia sangat marah karena hampir saja acara makan malam tadi berantakan. Dia tidak mau itu terjadi, lantaran dia akan dijanjikan tempat yang lebih tinggi lagi oleh Purnomo.
“Maafkan aku, Mas. Aku akan memastikan dia untuk mau menikah. Mas tenang saja, ini tidak akan membuat mas terganggu dalam berkarir,”
Mama Vanya menjawab dengan yakin, agar suaminya tidak terus merundungnya. Vanya duduk di tengah bersama maminya itu menunduk dalam, tangannya memainkan gaun dengan sangat takut.
Jalanan padat dengan berbagai kendaraan berjalan ke tujuan masing-masing. Mobil yang mereka tumpangi berhasil membawanya dengan selamat sampai depan rumah Vanya.
Mereka sudah berada di bangunan megah yang disebut rumah. Vanya memasuki kamar dan menjatuhkan diri ke ranjang dengan air mata yang sudah tidak terbendung lagi. Dia menangis sekeras-kerasnya.
Bik Neni yang baru masuk ke dalam kamarnya sangat trenyuh, dia sudah hafal setiap kegiatan ataupun tindakan yang tidak disukai nona mudanya, Vanya akan menangis di dalam kamar. Kamar adalah ruang ternyaman untuk Vanya mengungkapkan semua yang dia rasakan.
“Non, apa yang terjadi?” tanya bik Neni.
Vanya bangun dari tidurnya lalu memeluk bik Neni yang sudah ada di sampingnya. Hanya kepada bik Neni, Vanya akan menjadi dirinya sendiri.
Vanya tidak menjawab pertanyaannya, dia hanya menangis sepanjang malam lalu tertidur.
Embun menyelimuti udara pagi ini, hari akan dimulai lagi untuk mengukir cerita di dalamnya. Begitu juga dengan Vanya, yang sudah sibuk dengan segala kegiatannya. Tidak peduli apa yang dia alami, semua yang sudah di agendakan wajib untuk dijalankan.
“Vanya, kamu akan ke rumah sakit sendiri. Pastikan kamu bersikap seramah mungkin untuk memberikan semangat. Agar citra papimu semakin baik untuk maju dalam pemilihan nanti,” titah maminya.
“Baik Mi,” ucap Vanya menunduk.
“Mami akan mengurus pertemuan lainnya, nanti kita bertemu waktu makan siang dan sopir sudah mengetahui lokasinya,” jelas maminya. Mereka pun masuk ke dalam mobil yang berbeda.
Vanya sudah masuk rumah sakit, dia menuju kamar pasien sesuai info maminya. Ruangan itu hanya diisi 2 orang pria yang kelambunya terbuka.
Anthony duduk memandang taman dari jendela, dia sudah sadar dan mendapati seorang diri dirumah sakit. Dia tidak sadar ada seorang wanita menghampirinya.
“Bersabarlah!! Kesakitan ini hanya sementara asal kamu berjuang untuk mendapatkan kebahagiaanmu. Cepatlah sembuh,” kata penyemangat Vanya.
Anthony mengalihkan pandangan ke sumber suara, dia melihat wanita asing memberikan semangat kepadanya. Dia menangkap sorot mata Vanya yang penuh penderitaan dan dalam hati berkata, “Kata itu lebih cocok untuk dirinya sendiri.”
“Iya, terimakasih ucapan semangatnya. Tapi maaf kamu siapa?” tanya Anthony.Vanya diserang rasa bingung, kenapa pekerja papi tidak mengetahuinya. Padahal seluruh kampung sudah tahu identitasku, bahkan ratusan karyawan papi juga mengenalku. Siapa dia? Apa dia pekerja baru? Batin Vanya..“Saya ...”“Non Vanya!!” panggil pasien lain di ruang itu.Pasien yang lain baru sadar, wanita yang masuk dalam ruangan itu adalah Vanya putri dari Murti Kencana yang merupakan juragan di tempatnya bekerja.Vanya tambah bingung, dia menatap pria di depannya lalu kembali menatap pria di ujung yang berbeda.“Non, anda salah orang!! Anda anak juragan Murti Kencana kan, saya pekerja yang sakit itu” serunya.Haduh!!! Kenapa aku bisa salah orang, batin Vanya.“Maafkan
Kedua orang tua Sean sudah pergi meninggalkan rumah sakit, Sean sudah datang dari tempatnya bekerja.Anthony berpikir keras, dia mau bisa hidup sendiri tapi sepeser pun dia tidak memiliki uang. Dia hanya mempunyai ponsel keluaran terbaru hadiah ulang tahunnya 5 bulan yang lalu.“Sean, apa kamu punya forum jual beli HP?”Anthony bertanya, dia berniat untuk menjual ponselnya. Dia teringat bahwa dia mempunyai nenek dari ibunya yang ada di kampung. Anthony berencana tinggal bersama neneknya.“Kenapa memangnya? Apa kamu akan menjual HP-mu?” Sean tampak tertarik mendengar jawaban Anthony, dia menggeser tempat duduknya untuk mendekat.“Hehe. Iya, aku mau menjual telepon genggamku, Sean. Rencanaku setelah keluar dari rumah sakit adalah menemui nenek, dan ingin tinggal bersama nenekku,” jawab Anthony.
“Ton!!!”Panggil Sean yang duduk di sebelah, lalu dia menyenggol pundak Anthony untuk menyadarkannya.“Iya, Pak. Maaf bisa minta tolong ulangi perkataan Anda??” pinta Anthony.“Jangan membuang waktuku!!! Sini lihat mana handphone-mu?” pinta Murti sambil memperingatkan Anthony.Murti melihat handphone yang baru saja dia terima dari Anthony, lalu dia mengecek di setiap sisi dan dia suka karena handphone dalam kondisi bagus.“10 juta kan?” Murti bertanya lagi untuk memastikan harganya.“Iya, Pak,” sahut Anthony cepat.Murti menarik laci mejanya, lalu mengambil amplop coklat dan mengambil 10 juta dari amplop tersebut. Kemudian dia menyerahkan uang ke Anthony.“Coba dihitung kembali!!” pinta Murti.Antho
Purnomo yang bekerja sebagai pejabat negara, dia mendapatkan fasilitas seperti rumah dan mobil dinas. Rumah dinas Purnomo hanya beranggotakan 2 orang, hanya dia dan istrinya, Anita.Mereka sudah menikah hampir 20 tahun, sayangnya belum dikaruniai seorang anak. Sudah berbagai macam cara dicoba, apa kata orang juga dicoba, tetap saja tidak membuahkan hasil.Anita sudah mandi, dan berpakaian cantik. Setiap hari dia ingin kelihatan cantik di mata suaminya, bahkan saat makan maupun sedang memasak dia selalu memeriksa riasannya. Dia melakukannya untuk menutupi kekurangan yang ada pada dirinya, yaitu mandul.Mobil Purnomo tampak berhenti di halaman rumah, dengan sangat ceria Anita menyambut suaminya pulang.“Sayang!!” sapa Anita, dia berjalan menghampiri Purnomo lalu mencium tangannya.Kemudian Anita memeluk suaminya, Purnomo membalas pelukan yang
Hari pernikahan Vanya dan Purnomo telah tiba, Purnomo menggelar acara mewah di sebuah gedung pertemuan. Acara itu dihadiri oleh teman pejabatnya, dan semua teman relasi Purnomo diundang. Ijab qobul sudah dilaksanakan pagi pukul 10.00, sekarang waktunya pesta perayaan pernikahan.Purnomo dengan jas hitam sangat percaya diri menyambut tamu undangan, tidak lupa dia menyunggingkan senyuman yang lebar.“Mana istrimu, Pur. Katanya gadis muda ya?? Aku iri sekali kepadamu!! Bagaimana kamu bisa membujuk istri pertamamu?” tanya salah satu teman Purnomo bekerja sebagai pejabat juga.“Hehe.. contohlah diriku, aku membelikan emas berlian untuk membujuk istr
Anthony sudah sampai di rumah neneknya, dia membutuhkan waktu hampir 20 jam untuk sampai. Nenek Yasmini tidak mengira bahwa cucu satu-satunya datang mengunjunginya, bahkan akan tinggal bersamanya.“Assalamualaikum, Nek,” sapa Anthony terhadap neneknya.“Walaikum salam, Anthony?” tanya ibu Yasmini tidak percaya.“Iya Nek, ini aku Anthony,” jawabnya sambil tersenyum.Yasmini yang sedang memberi makan ayam, melihat cucunya datang langsung mencuci tangannya dan seketika Anthony menghampiri Yasmini, lalu mencium tangan dan memeluk neneknya.”Ayo masuk rumah,
Purnomo memiliki beberapa bisnis, mall, hotel dan restoran seafood. Semua bisnis itu dikelola oleh orang kepercayaannya bertahun-tahun, orang itu adalah Narwan.Di bawah kepemimpinannya, Narwan berhasil membuat laba yang cukup besar untuk Purnomo. Hasil yang dicapainya, sudah menjadi bukti bahwa dia dapat diandalkan.Restoran Purnomo memiliki banyak cabang salah satunya di pinggir kota dekat kampung neneknya Anthony. Restoran itu bernama Bambu Kuning yang sedang mencari tenaga kerja sebagai Office Boy atau Cleaning Service.Anthony sudah hampir seminggu tinggal di rumah neneknya, rumah kampung berbe
“Vanya!!!”Anthony berseru sambil menghampiri meja Vanya untuk memastikan apa yang sudah dilihatnya. Dia tidak sadar degan seragam Cleaning yang membalut badannya dan lagi dia membawa alat pel lengkap di tangannya.“Wahh!! Cleaning Service itu sedang ngapain? Tidak lihat apa ada tamu penting??” gumam salah satu karyawan disana.“Iya, aku setuju denganmu. Dia karyawan baru ya? Cepat siapa pun itu, usir dia dari sana!!!” sahut salah satu dari mereka.Mereka tidak tahu bahwa Vanya tidak serendah yang mereka pikirkan. Dia menghargai orang tidak dari pakaian
“Ya ampun!! Kasihan sekali orang tua mempelai wanita,” kata ibu Bondan seperti mewakili sebagian besar pertanyaan tamu yang lain.“Kita tidak tahu duduk perkaranya, Buk. Jangan berkomentar dulu, kita lihat saja,” timpal Bondan.Suasana tegang itu masih berlangsung, penghulu yang ada disana juga masih menyaksikan sampai lupa tujuannya datang di acara Anthony hari ini.Airmata Vanya mengalir deras, memalingkan muka tidak kuat untuk melihat kedua orang tuanya. Hatinya masih keras sampai tangannya disentuh oleh Dylano dengan tinggi hampir menyamainya.“Kak Vanya apa kabar? Dylano merindukan kakak,” ungkap Dylano yang menggenggam tangan Vanya.Anthony melepas rangkulannya, dia membantu Sonya
Hari bahagia Vanya dan Anthony tiba, mereka menggelar acara resepsi di outdoor sebuah danau yang suasananya mirip puncak. Semua sudah sibuk dengan tugas masing-masing, memanglah tidak banyak tamu yang mereka undang. Hanya kalangan teman Anthony seperti Danang bersama keluarganya, Bondan, Asep, Jon juga begitu.Tidak terkecuali dengan Junet dan kepala koki, semua nampak bahagia menunggu acara pernikahan itu dimulai.Bukit ditumbuhi berbagai pohon yang diantaranya pinus terlihat segar, lantai beralaskan rumput didekor sedemikian cantik khas ala pengantin. Tidak luput kursi pengantin lengkap dengan meja untuk melakukan akad nikah.“Wahhh!!! Lihat Anthony sudah datang!!” seru Junet berdecak kagum, dia melihat ketampanan Anthony keluar dengan balutan setelan jas hitam dengan dasi kupu
“Kak, kemana kak Sean?? Kenapa selama 3 hari aku tidak melihatnya?” tanya Bondan, dia sedang menyerahkan laporan keuangan kepada Anthony.Anthony masih belum menjawab, dia mengamati hasil laporan tersebut yang profitnya 3 kali lipat dari bulan-bulan sebelumnya.“Ini benar laporan bulan ini, Ndan?” tanya Anthony mengalihkan pembicaraan tentang Sean.Malam itu Anthony tidak berhasil menemukan Sean, ketika dia berhenti di pangkalan ojek sudah tidak melihat siapa-siapa lagi. Anthony juga berusaha menghubungi nomor ponsel Sean, bahkan pergi ke tempat kerjanya, akan tetapi dia juga tidak menemukannya.“Benar Kak, aku sudah menelitinya sampai 3 kali, ternyata ada peningkatan saat kita setor kardus dan dupleks, sedangkan di gud
Seminggu setalah pesta kecil malam itu, Anita mendapatkan sebagian harta milik Purnomo yang terbukti aman dari penggelapan pajak, berupa rumah dan tanah, kecuali semua bisnis dan rekening bank untuk transaksi korupsi.“Ibu Anita, anda yang masih berstatus menjadi istri sah pak Purnomo, semua harta yang bersih ini jatuh ke tangan anda, silahkan tandatangani diatas surat kuasa ini,” kata pengacara keluarga Purnomo.Anita tersenyum sambil menerima surat yang disodorkan pengacara, dia tenang karena masih beruntung mendapatkan sedikit harta untuk mengurus kedua orang
“Pengacara senior Jocelyn menunjukan eksistensinya, dia kembali melaporkan tersangka dengan kasus berlapis yang dilakukan oleh seorang pejabat pemerintahan terjerat banyak kasus berat diantaranya penggelapan pajak, kasus korupsi, kekerasan dengan istri-istrinya yaitu Purnomo harus rela dicopot dari jabatannya dan menjalankan sidang untuk menunggu vonis hukumannya.”“Kami berhasil mewawancarai singkat saksi kasus korupsi yang sedang menjerat Purnomo. Simak wawancara eksklusif kami,” kata pembawa berita.“Selamat malam bapak Avan, terimakasih sudah bersedia diliput di acara televisi kami. Menurut keterangan dari penyidik anda adalah orang yang dengan kesukarelaan mengajukan diri sebagai saksi, apakah anda mengetahui perbuatan Purnomo secara langsung?” tanya pembawa berita.&nbs
Arka tahu ketika Mawar digotong masuk kamar yang sama dengannya, dia tidak bisa mengumpat lantaran mulutnya tersumpal serta tertutup lapban.Asep tertawa melihat penderitaan Arka, dia sudah sangat menantikan penderitaan di wajah lain, yaitu wajah Purnomo.Sebuah pisau tajam di lemparkan Anthony tepat di belakang tangan Arka yang terikat, lalu dia berbicara, “Akhiri sandiwaramu dan akui bahwa anak dalam kandungan Mawar itu adalah anakmu!!”“Aku beri kau kesempatan untuk melepaskan ikatan dengan pisau itu!! Jika kau bisa keluar dari sini, aku biarkan kau bisa hidup bahagia bersama Mawar,” ungkap Anthony.“Ugh!!! Ugh!!” Hanya suara itu yang keluar dari mulut Arka, dia tidak berdaya dan membiarkan Anthony beserta anak buahnya pergi
Rencana berikutnya adalah menculik Mawar, di dalam perjalanan menuju rumah Purnomo Anthony tidak menjawab serius pertanyaan Vanya, alhasil Vanya cemberut saja sambil menyilangkan kedua tangannya.“Bagaimana semalam?? Apakah tidurmu nyenyak?” tanya Anthony sambil melirik Vanya, lalu dia kembali memandang jalan.Anthony kembali menoleh untuk melihat Vanya, karena dia tidak kunjung berbicara. Anthony gemas setiap melihat tingkah laku Vanya, pengennya dia peluk dan ciumi.“Sayang, jangan cemberut gitu!! Nanti kamu tambah cantik loh!!” bual Anthony sambil membelai pipi Vanya.Vanya tampak menahan senyum, lalu dia kembali cemberut lagi untuk meneruskan sandiwaranya. Anthony semakin kuatir ketika rayuan tidak mempan membuat suasana
“Siapa kalian?” teriak Arka yang berjalan mundur masuk rumah sewa.Arka panik luar biasa dimana tidak ada yang bisa dilakukan, dia sudah melawan 2 orang berwajah seram itu, akan tetapi dia kalah. Mau minta tolong juga tidak ada orang, karena rumah sewanya berada di pinggir sungai besar pengairan kota yang kebetulan tetangga kanan kirinya adalah karyawan dengan jam lembur tinggi.“Berlutut!!! Dan jangan melawan jika kamu tidak pengen lecet!!” perintah seorang pria.Arka yang ketakutan ini segera berlutut berharap dia tidak kena pukul, tindakan yang naif itu membuatnya pingsan ketika salah seorang memukul tengkuknya. Dia jatuh tergeletak di lantai dingin begitu saja.&ldqu
Purnomo kembali dari mencari makan siang, suasana yang dia tangkap sanggatlah ganjil. Semua staff memandanginya sambil berbisik bahkan terdengar kata-kata pedas yang terucap.“Itu ya pejabat yang suka pencitraan itu!!! Ahh!!! Pantas saja kariernya cemerlang, lah semua pakai duit!!”“Ssstt!!! Kecilkan suaramu!!” timpal staff pembantu wanita.Purnomo menoleh ke arah 2 staff wanita dengan tersenyum, akan tetapi dia tidak mendapatkan balasan yang diharapkan, bahkan 2 staff itu segera kabur menjauhi Purnomo.Ketika Purnomo berjalan semakin dalam masuk kantor, dia bertemu pejabat yang lain dan sering ngobrol ringan bersama seperti layaknya teman.“Hai!! Pak Herman!! Bagaimana makan siangnya?? Apakah tadi makan soto babat langganan?” tanya Purnomo dibuat seriang mungkin kepada pejabat divisi la