“Berapa Mbak, biayanya?” tanya Sean ke petugas administrasi.
“Untuk pasien atas nama siapa, Mas?”
tanya balik petugas itu.“Pasien IGD yang baru datang mbak, Anthony namanya,” jelas Sean.
“Baik, ditunggu sebentar ya, Mas,” Pegawai itu memainkan jari diatas keyboard komputer, dengan gesit dia menghitung semua biayanya.
“Biayanya 1 juta Mas, ini baru penanganan awal dan termasuk obat yang akan digunakannya,” beber pegawai itu.
Tanpa pikir panjang Sean membayarnya, untungnya dia tidak lupa membawa dompet yang dia taruh diatas meja.
“Saya bayar dengan cara debit bisa ya, Mbak?” tanya Sean.
“Bisa Mas, mohon duduk dulu,” pinta pegawai.
Pegawai itu menunjuk tempat duduk yang tersedia untuk menunggu antrian. Sean tidak bisa tenang dengan duduk menunggu, dia hanya berdiri agak jauh dari meja pegawai tersebut.
Papa dan mamanya sudah sampai di ruang administrasi juga, mereka tampak kelelahan mengejar Sean. Kebetulan ruang administrasi lumayan jauh dari IGD.
“Gimana Sean? Berapa biayanya?” tanya mama Sean.
“Sudah Ma, jangan kuatir. Aku sudah mengurusnya,” jawab Sean.
Percakapan mereka teralihkan dengan suara panggilan pegawai disana.
“Keluarga pasien atas nama Anthony!!!”
Dengan segera Sean menuju counter administrasi, dan berkata, “Iya, Mbak.”
“Ini kwitansi nya, langsung saja serahkan ke perawat IGD agar pasien cepat ditangani,” terang pegawai itu.
Pegawai itu tidak lupa menyerahkan kartu debit milik Sean, lalu berlari kembali menuju IGD lagi.
Setelah kwitansi diserahkan ke perawat, segera saja Anthony ditangani dengan cepat. Sean disuruh menunggu di luar, dia sangat panik membuatnya jalan mondar-mandir seperti setrikaan.
Mama dan papa Sean menemuinya, papa berkata, “Sean, mama harus pulang karena saking panik mama baru ingat kalau rumah belum dikunci.”
“Sedangkan, Papa akan disini menunggu bersamamu,” imbuh papa.
“Tidak usah Pa. Mama dan Papa pulang dulu saja. Kalau ada apa-apa nanti Sean akan menghubungi Papa,” ungkap Sean.
Papa Sean diam menimbang perkataan putranya, selang beberapa menit papa Sean berkata,
“Baiklah Nak, kami pulang dulu. Papa juga tidak tega membiarkan mamamu pulang sendirian sedangkan hari juga sudah malam.”
“Iya Pa, Sean mengerti. Papa hati-hati di jalan,” ucap Sean.
Orang tua Sean sudah berjalan keluar rumah sakit, sampai hilang dari pandangannya. Suara pintu terbuka berasal dari ruang IGD, dokter yang menangani Anthony keluar.
“Anda keluarga pasien?” tanya dokter.
“Iya, saya Dok. Bagaimana dengan keadaannya?” tanya Sean cemas.
“Pasien mengalami dehidrasi, jika terlambat sedikit saja akan membahayakan seluruh organ tubuhnya. Kami pindahkan pasien ke kamar rawat inap, besok kita akan cek secara mendetail keseluruhan badannya,” terang dokter.
“Baik Dok, terimakasih,” ungkap Sean.
Setelah dokter memberi penjelasan kepada Sean, dia berlalu untuk menangani pasien lain yang butuh pertolongan. Anthony yang masih tidak sadarkan diri itu terbaring di ranjang pasien, selang kabel infus dan alat bantu pernapasan terpasang ditubuhnya.
Perawat mendorong ranjang itu untuk dipindahkan ke kamar ruang inap, Sean yang menunggu di depan itu segera mengikuti mereka. Ruang ekonomi dengan kamar yang luas itu harus dibagi untuk 5 pasien dengan setiap ranjangnya dibatasi oleh kelambu gorden sampai batas betis orang dewasa.
Perawat sudah meninggalkan ruangan, menyisakan Anthony yang tak sadarkan diri dan Sean sendiri. Sean duduk di kursi mendekati sahabatnya, dia melihat nanar ke arah Anthony merasakan betapa malang nasib yang dilaluinya.
Di sebuah kampung putri dari keluarga ningrat sedang duduk santai menikmati teh di sore hari. Pekarangan yang luas itu ditanami berbagai pohon, tanahnya berubah menjadi hijau ketika rumput sengaja ditanam untuk menambah asri bagi siapa yang memandang.
“Vanya!!! Kenapa kamu masih di luar??? Ayo cepat masuk!!! Hari sudah mulai gelap tu,” kata mami Vanya.
Gadis itu terpaksa menuruti dan mengikuti perintah mami masuk rumah keluarganya yang megah nan indah, gaya bangunan Eropa yang mempunyai balkon maupun teras luas dengan jendela kaca menghiasi di setiap sisinya.
Vanya bagaikan manusia peliharaan yang harus mematuhi perintah orang tuanya, terutama maminya. Gadis cantik dengan tinggi rata-rata, berkulit kuning langsat itu bagaikan boneka hidup.
Mami duduk di ruang tamu membawa daftar kegiatan yang akan dilakukan Vanya besok.
Vanya sudah duduk di dekat maminya untuk mendengarkan agendanya besok.Mami Vanya sudah mulai membaca, salah satu kegiatan yang harus dia ikuti adalah menengok pekerja yang kemarin kecelakaan dalam bekerja. Keluarga Vanya sangat suka sekali dengan pencitraan sejak papinya ingin mencalonkan diri menjadi pejabat itu menjadi hal wajib yang harus dilakukan.
“Vanya, waktu di rumah sakit besok ingat!! Jangan lupa beri motivasi
pada pekerja itu, agar dia merasa dihargai dan yang paling penting biar menarik perhatian masa. Supaya papimu dianggap orang baik dan bisa maju dalam pemilu nanti. Paham!!!” terang maminya.“Paham, Mi,” jawab Vanya cepat.
“Ya sudah. Habis ini langsung mandi, pakai baju yang sudah mami siapkan ya. Acara terakhir malam ini adalah ikut perjamuan makan malam dengan pak Purnomo,” beber mami.
“Baik, Mi,” sahut Vanya, dia tidak bisa menentang apa yang sudah ditetapkan untuknya.
Jika dia menolak akan mendapatkan siksaan dari maminya, seluruh pembantu di rumahnya mengetahui semua kelakuan busuk keluarganya. Mereka yang bekerja di dalam rumah akan mendapatkan gaji yang besar, mereka semua harus menandatangani sebuah perjanjian yang salah satu isinya tidak boleh menyebarkan apapun yang mereka lihat ataupun dengar ketika bekerja di rumah keluarganya.
Waktu berjalan terlalu cepat, jam pertemuan makan malam semakin dekat. Mami Vanya sudah siap, dia sedang menunggu Vanya turun dari kamarnya lantai 2.
“Non, cepat dipakai bajunya!! Nanti nyonya besar marah,” kata peringatan dari pembantu yang paling dekat dengan Vanya, namanya Bik Neni.
“Vanya tidak mau, Bik. Lihat saja baju jelek itu,” protes Vanya.
“Harus dipakai, Non. Ini pilihan Nyonya besar,” kata bik Neni.
Bik Neni pun sebenarnya juga setuju dengan Vanya, pakaian yang dipilihkan untuknya terlalu terbuka. Tapi mereka tidak ada pilihan lain, jika tidak kena murka nyonya besar. Bik Neni tahu betul perasaan nona kecilnya, karena dialah orang yang merawat dari umur belia. Dia sangat kasihan sekali dengan hidup yang dijalani Vanya.
“Vanya!!! Vanya, cepat turun!!!” teriak maminya.
“Apa yang Bibik bilang, Non. Ayo cepat dipakai, Non,” ucap bik Neni setengah takut.
Dengan cepat Vanya memakai baju itu dibantu oleh bik Neni, sebenarnya Vanya sudah siap tinggal memakai baju saja yang membuatnya sangat lambat.
Vanya sudah turun dari kamarnya sesekali dia membetulkan baju yang dipakainya, baju berjenis dress selutut dengan bagian bahu dan punggungnya terbuka, bisa disebut ‘Off Shoulder Dress’.
Mereka sudah saja sampai di tempat pak Purnomo, perjamuan itu hanya dihadiri oleh papi, mami, Vanya dan pak Purnomo. Aneh, kenapa pak Purnomo tidak mengajak istrinya? Ini sebenarnya acara apa?
Papi Vanya sebagai Gubernur provinsi itu selalu di sibukkan dengan semua kegiatannya, sedangkan maminya membantu mengurus pekerjaan papi, dan juga semua keputusan masalah keluarga diserahkan ke mami Vanya.Vanya adalah anak pertama dari 2 saudara. Dia adalah salah satu anggota dari keluarga Kencana, yang dikenal sebagai keluarga pejabat yang sangat terpandang dan kaya.Sayangnya, anak perempuan ini hanya dijadikan sebagai bunga, hiasan yang harus terlihat cantik dan menawan. Keluarganya mencukupi semua fasilitas dan kenyamanan hidupnya hanya untuk sebagai alat. Alat yang digunakan untuk mencapai tujuan keluarganya.Purnomo adalah pejabat tinggi yang bertugas di kota pusat, dia satu partai dengan papi. Namun, kepopulerannya sebagai pejabat bersih rahun lalu, membuatnya melesat jauh ke jabatan yang dia duduki sekarang.“Selamat malam, pak Murti Kenc
“Iya, terimakasih ucapan semangatnya. Tapi maaf kamu siapa?” tanya Anthony.Vanya diserang rasa bingung, kenapa pekerja papi tidak mengetahuinya. Padahal seluruh kampung sudah tahu identitasku, bahkan ratusan karyawan papi juga mengenalku. Siapa dia? Apa dia pekerja baru? Batin Vanya..“Saya ...”“Non Vanya!!” panggil pasien lain di ruang itu.Pasien yang lain baru sadar, wanita yang masuk dalam ruangan itu adalah Vanya putri dari Murti Kencana yang merupakan juragan di tempatnya bekerja.Vanya tambah bingung, dia menatap pria di depannya lalu kembali menatap pria di ujung yang berbeda.“Non, anda salah orang!! Anda anak juragan Murti Kencana kan, saya pekerja yang sakit itu” serunya.Haduh!!! Kenapa aku bisa salah orang, batin Vanya.“Maafkan
Kedua orang tua Sean sudah pergi meninggalkan rumah sakit, Sean sudah datang dari tempatnya bekerja.Anthony berpikir keras, dia mau bisa hidup sendiri tapi sepeser pun dia tidak memiliki uang. Dia hanya mempunyai ponsel keluaran terbaru hadiah ulang tahunnya 5 bulan yang lalu.“Sean, apa kamu punya forum jual beli HP?”Anthony bertanya, dia berniat untuk menjual ponselnya. Dia teringat bahwa dia mempunyai nenek dari ibunya yang ada di kampung. Anthony berencana tinggal bersama neneknya.“Kenapa memangnya? Apa kamu akan menjual HP-mu?” Sean tampak tertarik mendengar jawaban Anthony, dia menggeser tempat duduknya untuk mendekat.“Hehe. Iya, aku mau menjual telepon genggamku, Sean. Rencanaku setelah keluar dari rumah sakit adalah menemui nenek, dan ingin tinggal bersama nenekku,” jawab Anthony.
“Ton!!!”Panggil Sean yang duduk di sebelah, lalu dia menyenggol pundak Anthony untuk menyadarkannya.“Iya, Pak. Maaf bisa minta tolong ulangi perkataan Anda??” pinta Anthony.“Jangan membuang waktuku!!! Sini lihat mana handphone-mu?” pinta Murti sambil memperingatkan Anthony.Murti melihat handphone yang baru saja dia terima dari Anthony, lalu dia mengecek di setiap sisi dan dia suka karena handphone dalam kondisi bagus.“10 juta kan?” Murti bertanya lagi untuk memastikan harganya.“Iya, Pak,” sahut Anthony cepat.Murti menarik laci mejanya, lalu mengambil amplop coklat dan mengambil 10 juta dari amplop tersebut. Kemudian dia menyerahkan uang ke Anthony.“Coba dihitung kembali!!” pinta Murti.Antho
Purnomo yang bekerja sebagai pejabat negara, dia mendapatkan fasilitas seperti rumah dan mobil dinas. Rumah dinas Purnomo hanya beranggotakan 2 orang, hanya dia dan istrinya, Anita.Mereka sudah menikah hampir 20 tahun, sayangnya belum dikaruniai seorang anak. Sudah berbagai macam cara dicoba, apa kata orang juga dicoba, tetap saja tidak membuahkan hasil.Anita sudah mandi, dan berpakaian cantik. Setiap hari dia ingin kelihatan cantik di mata suaminya, bahkan saat makan maupun sedang memasak dia selalu memeriksa riasannya. Dia melakukannya untuk menutupi kekurangan yang ada pada dirinya, yaitu mandul.Mobil Purnomo tampak berhenti di halaman rumah, dengan sangat ceria Anita menyambut suaminya pulang.“Sayang!!” sapa Anita, dia berjalan menghampiri Purnomo lalu mencium tangannya.Kemudian Anita memeluk suaminya, Purnomo membalas pelukan yang
Hari pernikahan Vanya dan Purnomo telah tiba, Purnomo menggelar acara mewah di sebuah gedung pertemuan. Acara itu dihadiri oleh teman pejabatnya, dan semua teman relasi Purnomo diundang. Ijab qobul sudah dilaksanakan pagi pukul 10.00, sekarang waktunya pesta perayaan pernikahan.Purnomo dengan jas hitam sangat percaya diri menyambut tamu undangan, tidak lupa dia menyunggingkan senyuman yang lebar.“Mana istrimu, Pur. Katanya gadis muda ya?? Aku iri sekali kepadamu!! Bagaimana kamu bisa membujuk istri pertamamu?” tanya salah satu teman Purnomo bekerja sebagai pejabat juga.“Hehe.. contohlah diriku, aku membelikan emas berlian untuk membujuk istr
Anthony sudah sampai di rumah neneknya, dia membutuhkan waktu hampir 20 jam untuk sampai. Nenek Yasmini tidak mengira bahwa cucu satu-satunya datang mengunjunginya, bahkan akan tinggal bersamanya.“Assalamualaikum, Nek,” sapa Anthony terhadap neneknya.“Walaikum salam, Anthony?” tanya ibu Yasmini tidak percaya.“Iya Nek, ini aku Anthony,” jawabnya sambil tersenyum.Yasmini yang sedang memberi makan ayam, melihat cucunya datang langsung mencuci tangannya dan seketika Anthony menghampiri Yasmini, lalu mencium tangan dan memeluk neneknya.”Ayo masuk rumah,
Purnomo memiliki beberapa bisnis, mall, hotel dan restoran seafood. Semua bisnis itu dikelola oleh orang kepercayaannya bertahun-tahun, orang itu adalah Narwan.Di bawah kepemimpinannya, Narwan berhasil membuat laba yang cukup besar untuk Purnomo. Hasil yang dicapainya, sudah menjadi bukti bahwa dia dapat diandalkan.Restoran Purnomo memiliki banyak cabang salah satunya di pinggir kota dekat kampung neneknya Anthony. Restoran itu bernama Bambu Kuning yang sedang mencari tenaga kerja sebagai Office Boy atau Cleaning Service.Anthony sudah hampir seminggu tinggal di rumah neneknya, rumah kampung berbe