Tidak ada yang tahu takdir manusia selain yang maha pencipta. Termasuk jodoh dan kematian. Begitu juga yang dirasakan Maxime, setelah mengalami kehilangan, dia baru menyadari satu hal bahwa dirinya telah jatuh cinta.
“Maria!” Pria itu menangis, melihat sosok yang di cintanya terbujur kaku tak bernyawa lagi. Maria telah tiada. Dokter itu mencoba menguatkan pria bertubuh tegap yang masih tertunduk menciumi kening wanita cantik yang bernama Maria. Ia harus meregang nyawa setelah melahirkan putri pertamanya. Padahal momen itu adalah hal yang paling mereka nantikan, kelahiran putri pertama mereka, tapi Tuhan berkehendak lain, Maria Wilhelmina harus pergi untuk selamanya. “Maria. Sudah kukatakan, kau harus memikirkan nyawamu! Kenapa kau tidak mendengarkan aku? Sekarang apa kau tega membiarkanku membesarkan bayi perempuan kita sendirian? Maria! Jawab aku!” Max bukanlah pria yang lemah. Selama ini, baru kali pertama ia menjatuhkan air matanya. Walaupun pernikahan dia dan Maria hanyalah sebuah perjodohan. Karena sebenarnya pada awalnya Max memiliki seseorang yang ia sukai. Hanya saja itu semua tidak berjalan lancar. Sehingga Max akhirnya memilih menerima perjodohan orang tuanya dengan wanita bernama Maria. Saat Maria pergi, ia baru sadar. Kalau hatinya sakit merasakan kehilangan.Hari itu, Max menangis di hadapan pusara Maria. Wanita yang sudah bertaruh nyawa demi putri pertama mereka. Saat ini air matanya seolah tidak bisa berhenti menetes. Merasakan kesendirian, kesepian, saat istrinya pergi untuk selamanya. “Daddy! Aku mau Mama!” pekik gadis kecil berusia tujuh tahun, dia adalah putri Max. Ya, gadis kecil yang diberi nama Natasha Wilhelmina itu adalah putri tunggal pasangan Maxime Nichole dengan Maria Wilhelmina. Maria sudah meninggal dunia tujuh tahun silam, dan kini putri mereka yang sudah duduk di bangku sekolah dasar itu, mendadak meminta daddy-nya untuk menikah lagi dan memberikannya seorang mama. “Sayang, jangan bercanda! Daddy kan sudah bilang, kalau Daddy tidak akan menikah lagi!” tekan Max pada putrinya. “Tapi Nat mau seorang mama, Nat kesepian, Dad!” Max memijat pelipisnya pelan. Apalagi yang diperbuat anaknya kali ini, wataknya sungguh keras. Kalau sudah memiliki keinginan, maka harus di turuti, persis seperti Maria. Maria bersikukuh mempertahankan kandungannya, padahal dokter bilang kalau Maria tetap mempertahankan kandungannya resikonya adalah nyawanya sendiri, dan benar saja, Maria kehilangan nyawanya demi mempertahankan buah hatinya, yaitu Natasha. Max menyentuh kedua bahu putrinya sambil mengusapnya lemah. Sejujurnya ia tidak tega, sudah kesekian kali Max menolak mentah-mentah permintaan Nat yang ingin memiliki ibu baru. Max sendiri heran, kenapa Nat menginginkan ibu baru? Padahal selama ini, Nat tidak pernah kekurangan kasih sayang dari Maxime. Keadaan mereka yang berkecukupan, membuat Max selalu memberikan yang terbaik untuk Nat. “Kenapa Nat ingin memiliki mama baru?” tanya Max pada puteri semata wayangnya itu. Kedua bola mata bening di hadapannya itu berkaca-kaca, seolah akan ada bulir hangat yang mengalir dari ujungnya. “Nat? Kenapa diam?” tanya Max lagi. “Nat mimpi bertemu dengan Mama Maria, dia bilang kalau Nat harus bisa membujuk Daddy agar mau menikah lagi, Mama Maria bilang kalau Daddy dan Nat membutuhkan sosok mama, jadi Nat hanya ingin mengabulkan permintaan Mama Maria, Nat mohon pada Daddy ... berikan Nat mama baru,” ucap Natasha yang akhirnya menangis tersedu. Max memeluk tubuh mungil itu, sambil mengusap punggungnya lemah, sembari mengecup puncak kepala putrinya dengan hati teriris. Jadi karena itu Natasha sampai meminta mama baru? “Jadi, karena itu Nat ingin Daddy menikah lagi? Apakah Nat yakin itu akan berjalan baik? Nat, tidak takut memiliki mama tiri?” tanya Max sambil menyeka air mata Natasha. Gadis kecil Max hanya mengangguk tanpa ragu dengan pipi merahnya yang basah. “Nat yakin kalau pesan Mama Maria adalah yang paling tepat, Mama Maria pasti ingin yang terbaik untuk Daddy dan Nat. Nat juga yakin kalau Daddy bisa memilih seorang wanita yang tepat untuk bisa menjadi mama bagi Natasha,” sahut Nat dengan wajah polosnya itu. Max terdiam, ia tidak yakin dengan dirinya. Apakah dia bisa membuka hatinya lagi untuk wanita lain. Padahal selama tujuh tahun ini Max menutup dirinya untuk siapa pun, walaupun banyak wanita yang mencoba mendekatinya, tapi tidak ada yang berhasil merebut hatinya. Max hanya mencintai Maria Wilhelmina, ibu kandung Natasha. “Daddy... kenapa Daddy malah termenung?” Max segera sadar dari lamunannya. “Maafkan Daddy. Baiklah, Daddy akan berusaha menemukan mama baru untuk Nat, tapi tidak bisa dalam waktu dekat, karena Daddy tidak mau sampai salah memilih mama untuk Nat, Nat paham kan maksud Daddy?” Natasha mengangguk senang. Senyumannya kembali terlukis manis di bibir mungilnya. “Terima kasih, Daddy. Nat sayang Daddy.” Di ruang kerjanya, Max masih . memikirkan permintaan Natasha.Bagaimana mungkin ia bisa menemukan wanita yang tepat untuk menjadi mama bagi Natasha. Sedangkan selama ini, seolah tidak berselera lagi untuk menikah. Max lebih memilih menjadi duda di usianya yang menginjak tiga puluh dua tahun itu. “Di mana aku bisa menemukan wanita yang tepat. Sementara di jaman sekarang ini, wanita terlihat murah mengobral harga dirinya, aku sama sekali tidak tertarik.”Max terdiam sesaat, sebelum ia mengingat sesuatu.“Tapi aku baru ingat sepertinya ada satu gadis yang pernah kukenal di masa lalu,” ucapnya ketika mengingat lagi sosok gadis dari masa lalunya. Ketika itu Max berusia 22 tahun. Max memiliki seorang sepupu yang bernama Laura. Ia berusia tujuh tahun di bawahnya.Bunyi ketukan pintu terdengar. Max pun segera membukanya. Seorang gadis kecil seusia Laura, berdiri di hadapannya. Gadis kecil itu terlihat manis, dengan bentuk tubuh berisi. Sehingga tidak terlihat kurus ataupun gemuk. Parasnya yang cantik, dengan rambut panjang terikat, sangat natural, bahkan Max sampai terpesona ketika melihatnya. “Sore, Kak, apa Laura ada?” tanya gadis kecil di hadapan Max. “Kamu siapa?”Gadis itu melengkungkan senyuman manisnya, memperlihatkan kedua lesung di pipi serta gigi gingsul yang memiliki daya taris tersendiri.“Kenalkan, Kak, aku Nayra. Teman sekolah Laura,” jawabnya.Max mendadak berdebar saat melihat senyuman gadis kecil di hadapannya itu. Benar saja Max, kenapa tubuhmu bereaksi ketika melihat gadis kecil itu, hei ingat dia itu masih kecil.Sambil berusaha bersikap wajar. Max yang ketika itu sedang berstatus ‘jomblo’ itu, malah tertegun memperhatikan Nayra. “Hallo, Kak. Kenapa Kakak malah bengong?Apa Nayra salah bicara?” tanya gadis itu sambil memiringkan kepalanya.Max segera tersadar. “Ah, maaf. Laura ada di dalam. Masuklah,” ajaknya pada gadis bernama Nayra itu. Nayra tersenyum lagi. “Terima kasih, Kak.”Maxime membalas senyuman tersebut. “Iya, tunggu di sini, aku akan memanggil Laura dulu, ya.”Nayra mengangguk. “Oke deh, Kak,” sahutnya. Max pun segera memanggil Laura. “Laura! Ada temanmu di bawah tuh! Cepet temui dia, ya, kasian dia udah nungguin kamu,”Tak lama pintu kamar Laura terbuka. “Eh, Kak Max. Pasti itu Nayra, ya?” “Hm, kayaknya sih iya.” “Oke deh, aku temui dia dulu ya, Kak.” Laura segera turun menemui Nayra yang menunggunya di ruang tamu. Sementara Max memperhatikan keduanya dari atas. “Hai Nay, kamu nunggu lama, ya?” sapa Laura. “Enggak kok, tadi yang bukakan pintu kakak kamu, ya?” tanya Nayra.Laura mengangguk. “Iya, itu kakak sepupuku. Ganteng, kan?”Sambil tersenyum, Nayra tersipu malu. “Apa sih kamu, aku kan tadi cuma tanya. Jangan diledek dong.”Keduanya tergelak. Entah kenapa sejak tadi pandangan Max terus tertuju pada Nayra, rasanya tidak jemu menatap wajah cantik natural gadis kecil itu. Max menggelengkan kepalanya. “Yang benar saja Max! Dia itu lebih pantas menjadi adikmu!”Akhirnya Max memilih untuk masuk ke dalam kamarnya.Plak!! “Aku ingin kita putus!” teriak seorang gadis berambut sebahu bergelombang dengan tatapan nanar, sakit hati, dan kecewa. “Gue enggak akan pernah mau putusin lo! Nayra!” tekan pria bertubuh tegap, dengan tatapan tajam, sambil mencengkeram pergelangan tangan gadis di depannya. Dia sepertinya sangat tidak ingin kehilangan Nayra.Plak!Satu tamparan lagi mendarat di pipi pria itu. “Aku benci kamu, Jordan! Lepasin aku sekarang juga atau aku teriak sekencangnya, supaya semua orang datang!”Pria itu malah semakin brutal, ia mengapit kedua pipi Nayra dengan jari tangannya. Air mata Nayra terus mengalir. Bagaimana tidak, baru saja ia melihat kekasihnya itu sedang bercumbu dengan wanita lain di sebuah kamar hotel, tapi ketika Nayra meminta putus, pria itu malah marah dan tidak terima diputuskan oleh Nayra. “Shit! Gue sampai kapan pun nggak akan pernah memutuskan hubungan dengan lo, Nay! Ini semua salah lo! Kenapa lo enggak pernah mau tidur dengan gue, Nay! Kenapa, hah? Sekarang lo engg
"Max, apa kabar?" Dia adalah Giska, wanita yang mengajak Maxime bertemu sore ini. "Baik," jawab Maxime singkat. Giska pun duduk di kursi yang ada di depan Maxime. "Makasih karena kamu mau datang.".Maxime sebenarnya malas menemui Giska. Tapi dia tidak punya alasan menolak untuk datang. Sudah ke sekian kali Giska mengajaknya ketemuan. Baru kali ini Max menerima ajakan gadis itu. "Ya, jadi apa yang ingin kamu katakan. "Santai saja dong, kita udah lama kan gak ketemu. Ngobrol santai aja dulu," kata Giska, ramah. "Ya, tapi saya tak punya banyak waktu." Maxime lantas berdiri sambil melihat arloji di tangannya. "Saya harus pergi sekarang." "Max, ayolah." Giska ikut berdiri dia memegang tangan Maxime.Kontan Maxime melepaskan genggaman tangan Giska."Maaf Max. Tapi masa kamu mau pergi sih? Kita gak bisa ngobrol dulu?" Max menggeleng. "Saya kira kamu punya tujuan mengajak saya datang." "Ya tujuan aku salah satunya untuk ngobrol sama kamu." "Tidak bisa, saya tak ada waktu." "Maxime,
Setelah satu minggu Nayra tidak mau diganggu. Pekerjaannya pun sudah menunggunya, janji pemotretan dan juga pertemuan dengan keluarga besar papanya tidak dapat ia hindari lagi. Nayra dibesarkan oleh keluarga seorang mantan mafia terkenal di kota. Papanya bernama Jack Pattinson adalah ketua mafia yang begitu ditakuti pada jamannya. Walau begitu, Nayra selama ini tidak terlalu terbuka tentang latar belakang keluarganya itu kepada orang lain. Papanya juga melarang Nayra ikut terjun dalam dunia gelap tersebut. Jack tidak ingin putri cantiknya menjadi kasar, itu adalah pesan dari mendiang mama Nayra yang sudah meninggal lima tahun silam, ia bernama Rose Marinka Gladys. Oleh sebab itu, Nayra tidak menyematkan nama Pattinson di belakang namanya, karena itu permintaan mamanya untuk yang terakhir kalinya, Rose ingin Nayra tumbuh menjadi gadis yang lemah lembut. Jack begitu mencintai Rose, sehingga apa pun yang diinginkannya diusahakan agar dapat ia kabulkan. Apa pun itu, segalanya, untuk is
Nayra tersenyum-senyum sendirian. Sambil memandangi pantulan dirinya di cermin. Saat ini Jessy, sahabat sekaligus manajernya sedang membantu mengatur rambutnya. Setelah ini ia akan menjalani pemotretan beberapa sesi, sedangkan di luar sana, seorang pria tampan yang begitu memukau masih menunggunya. Meski sulit dipercaya tapi sepertinya Nayra sudah jatuh pada pesona pria matang itu. “Jess, lo bisa agak cepetan dikit kek!” sentak Nayra sambil tercengir kecil kala teringat senyuman Max yang begitu memabukkan. “Dih, lo kenapa, heh! Gue juga biasanya segini kecepatannya. Kalau gue cepetin yang ada rambut lo berantakan!” komen Jessy. “Hih! Iya iya. Intinya agak cepetan biar pemotretannya cepet kelar, gue ditungguin di luar. Lo nggak tahu, sih.” Nayra lagi-lagi tersenyum-senyum dengan pipi merah merona malu. Jessy mengerutkan kening, sebelum akhirnya menyadari bahwa sahabatnya itu sedang kepincut pesona, duda keren yang bernama Maxime. “Ciye, lo udah kepincut duda keren, nih!” Jessy
Setelah pemotretan selesai. Nayra segera mengganti pakaian dengan make up yang sudah ia bersihkan. Menyisakan tampilannya yang natural dengan polesan lip balm di bibirnya saja. Nayra menarik napasnya dalam, saat melangkahkan kaki ke arah Max yang sedang duduk menunggunya yang baru selesai berganti pakaian. “Hm, maaf ya jadi bikin kamu nunggu,” ucap pelan Nayra, pria tampan itu melirik ke arah Nayra. Lalu, hal yang mengejutkan terjadi saat Max membulatkan matanya kaget, melihat penampilan Nayra tanpa make up. “Ah, apa aku jelek? Maaf, aku menghapus make up, jujur aku merasa kurang nyaman mengenakan make up tebal, kalau bukan karena tuntutan profesi.” Nayra begitu polos mengatakan hal itu pada Max. “Kamu, cantik.” Maxime memuji penampilan alami, Nayra. “Apa?” Nayra tampak kaget. “Astaga, kamu bilang aku cantik?” Max mengangguk. “Ya, kamu cantik, Nay.” Demi apa pun, saat ini jantung Nayra hampir meledak. Ia terasa melayang mendengar pujian dari pria itu. Padahal, selama ini su
“Oke, kita sudah sampai.”Max membuka safety belt-nya, begitu pula dengan Nayra. Gadis itu menatap sebuah rumah megah yang ada di hadapannya. Ia berpikir bahwa Max pasti bukan orang sembarangan, tapi di rumah yang sebesar itu sayang sekali, karena Max hanya tinggal bersama anaknya dan juga para pelayan yang bekerja padanya, tanpa seorang pendamping hidup.“Nay, ada masalah?” Max tersenyum melihat Nayra yang malah terbengong.“Eh, nggak kok.” Nayra langsung keluar dari mobil Max. Pria itu mempersilakan Nayra untuk berjalan menuju ke depan pintu rumahnya. Saat pintu terbuka, Max langsung mengajak Nayra masuk ke dalam rumahnya.Saat itu Natasha yang sudah menunggu Max, langsung menghambur memeluk daddy-nya itu.“Daddy!”Natasha begitu gembira, ia memeluk erat tubuh Max. Pandangannya tiba-tiba mengarah pada sosok gadis yang sangat cantik. Ia sedang tersenyum ke arah Natasha.“Dad, dia siapa?”Kepolosan Nat, begitu menggemaskan. Membuat Nayra penasaran ingin segera menegur gadis kec
Natasha, Kakak pulang dulu, ya. Kapan-kapan Kakak akan main lagi mengunjungi Nat, oke?” ujar Nayra.“Iya, janji ya. Kalau gitu sekarang biar Daddy yang antar Kak Nayra pulang,” balas Nat.“Tentu saja, Daddy yang mengajak Kak Nayra, maka Daddy yang bertanggung jawab mengantar,”sambung Max dengan lengkungan manis yang kembali berhasil mengobrak-abrik hati Nayra.“Ah, terima kasih, Max.” Nayra tersenyum tipis.“Daddy sangat cocok dengan Kak Nayra, apa Daddy menyukai Kakak Nayra?”Lagi-lagi pertanyaan Natasha itu membuat Max dan Nayra kikuk.“Hm, Nat sayang, Daddy harus segera mengantar Kak Nayra pulang, oke? Ini sudah malam,” tutur Max mengalihkan pembicaraan.Nayra menggaruk keningnya, ia juga tersipu, gadis polos seperti Natasha berhasil membuatnya diam membisu tak tahu harus berkata apa.“Oke, bos!” Natasha pun mengangguk.Max mengusap puncak kepala putri semata wayangnya itu. “Oke, Daddy pergi dulu ya. Nat langsung tidur, besok kan sekolah.”“Siap, Daddy. Dadaah Kak Nayra,
Nayra baru saja berganti pakaian. Sementara Maxime sedang duduk di ruang tamu.Gadis berambut panjang itu terdiam sejenak untuk mengendalikan degup jantungnya yang terus berdentum kuat. Ia melirik sekilas, lalu kembali meremas tangan yang keringatan karna berdebar. Pria penyelamat itu masih ada di luar. Maxime, seolah takdir yang datang dalam hidupnya. Padahal bisa saja Max tidak memedulikan ponselnya yang ketinggalan di mobil. Mungkin dengan mengembalikannya di lain hari atau kesempatan. Tapi Max memilih langsung mengembalikan ponsel Nayra hari itu juga. Untunglah, Max datang tepat waktu.Nayra keluar dari kamar menemui Max yang sedang duduk di sofa.“Max, maaf jadi buat kamu repot,” sesal Nayra yang saat itu mengenakan kaos agak longgar dengan celana pendek, juga rambut yang diikat. Penampilan Nayra itu sedikit menarik perhatian Maxime. Tapi, segera pria itu mengalihkan pandangan, tak ingin membuat Nayra jadi tidak nyaman. “Ah, kamu udah baik-baik aja?” tanya Maxime masih cemas