“Oke, kita sudah sampai.”
Max membuka safety belt-nya, begitu pula dengan Nayra. Gadis itu menatap sebuah rumah megah yang ada di hadapannya. Ia berpikir bahwa Max pasti bukan orang sembarangan, tapi di rumah yang sebesar itu sayang sekali, karena Max hanya tinggal bersama anaknya dan juga para pelayan yang bekerja padanya, tanpa seorang pendamping hidup. “Nay, ada masalah?” Max tersenyum melihat Nayra yang malah terbengong. “Eh, nggak kok.” Nayra langsung keluar dari mobil Max. Pria itu mempersilakan Nayra untuk berjalan menuju ke depan pintu rumahnya. Saat pintu terbuka, Max langsung mengajak Nayra masuk ke dalam rumahnya.Saat itu Natasha yang sudah menunggu Max, langsung menghambur memeluk daddy-nya itu. “Daddy!” Natasha begitu gembira, ia memeluk erat tubuh Max. Pandangannya tiba-tiba mengarah pada sosok gadis yang sangat cantik. Ia sedang tersenyum ke arah Natasha. “Dad, dia siapa?” Kepolosan Nat, begitu menggemaskan. Membuat Nayra penasaran ingin segera menegur gadis kecil itu. “Hei, gadis cantik. Siapa namamu?” Natasha tersenyum. “Aku, Natasha. Kakak cantik, siapa nama Kakak?” Nayra menghampiri Natasha, lalu menyentuh kedua telapak tangan Natasha sambil berjongkok. “Kenalkan, namaku Nayra.” “Kak Nayra sangat cantik. Seperti artis yang ada di TV,” ucap Nat dengan polosnya. “Terima kasih, tapi Natasha jauh lebih cantik,” balas Nayra yang terlihat menyukai gadis kecil berkulit putih itu. Max merasa kagum, karena gadis seperti Nayra ternyata mudah dekat dengan anak-anak. Terbukti, keduanya langsung terlihat akrab padahal baru pertama kali bertemu. “Daddy, aku mau ajak Kak Nayra bermain di kamarku, boleh?” tanya Nayra pada Daddy-nya. “Nat, tanya dulu sama Kak Nayra, dia mau nggak di ajak main sama Natasha.” Max tersenyum ke arah Nayra. Gadis itu membalas senyuman tersebut dengan ringan. “Ayo, boleh aja.” Antusias Nayra sangat terlihat dan itu membuat Natasha semakin bersemangat. Ia menarik tangan Nayra dan langsung mengajaknya ke kamar. Max berjalan menuju ke kamarnya. Ia membiarkan Nayra bermain bersama Natasha. Meskipun, dalam hatinya merasa tidak enak karena mengajak Nayra langsung ke rumahnya. Ia takut, Nayra merasa Max terburu-buru. “Semoga dia tidak keberatan. Bagaimana ini, dia adalah gadis yang sangat baik dan juga memiliki karir yang cemerlang. Pasti ia kaget, kalau sosok duda sepertiku langsung mengajaknya menikah, hanya untuk memenuhi keinginan Natasha, yang ingin memiliki ibu baru. Astaga, Max kau keterlaluan. Bagaimana jika dia berpikir aku memanfaatkannya. Dia seorang gadis, apa dia mau menerimamu, yang hanya seorang duda.” Max mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sambil melihat foto Maria, ibu dari Natasha. “Maria. Seandainya kamu masih ada. Aku tidak perlu merasa kesepian. Kamu pergi saat aku sudah mulai mencintaimu dan sekarang aku rindu kamu,” ucap Max yang merasa pilu, hatinya begitu kosong dan hampa. Meskipun baginya Nayra adalah gadis yang menarik juga. Tapi, tanpa di sadari cintanya pada Maria malah semakin kuat ketika wanita itu telah tiada di dunia ini.*** “Nat, kamu sedang apa?”Maxime datang, ia masuk ke dalam kamar putrinya. Saat itu ia melihat wajah Nayra yang memerah. “Nay, kamu nggak apa-apa kan?” “Enggak kok,” jawab Nayra ragu-ragu.Natasha memandangi wajah Nayra, ia menggenggam telapak tangan Nayra. “Kak, aku suka dengan Kak Nayra. Semoga Kakak mau menjadi teman Natasha.” Hal itu membuat Nayra merasa merinding. Sosok Natasha seperti memiliki daya tarik tersendiri. Ia begitu cantik, juga sangat cerdas untuk seukuran anak berusia tujuh tahun. “Nath, Kak Nayra mau kok jadi temen Natasha.” “Beneran?” Nayra mengangguk. “Makasih, Kak.” Nat langsung memeluk Nayra.Menurut pandangan Natasha, Nayra merupakan wanita yang paling pas untuk daddy-nya. Apalagi Nayra kelihatan sangat tulus, dia yakin, feeling-nya tidak salah."Natasha, kenapa melihat aku begitu?" tanya Nayra sedikit tersipu."Gapapa, Kakak cantik sekali."Nayra melirik Maxime yang tersenyum sambil mengusap rambut sang putri. Ia jadi malu karena dipuji oleh Natasha."Natasha jauh lebih cantik dan pintar memuji," ucap Nayra, gemas pada gadis kecil itu."Itu bukan sekedar pujian, itu kenyataan." Natasha berkata dengan sangat santai. "Kak Nayra pantasnya jadi model terkenal," lanjutnya.Nayra menyengir kuda. Bisa-bisanya anak kecil membuatnya tersenyum-senyum seperti orang gila. "Nat bikin pipiku jadi merah pasti, aku malu."Natasha ikut menyengir dengan polosnya. “Kalau Kak Nayra jadi mama Nat, mau nggak?”Saat itu bukan hanya Nayra yang kaget dengan pertanyaan Natasha, tapi Max juga tak kalah kagetnya. Kepolosan Natasha membuat suasana jadi hening karena Nayra bingung harus menjawab apa, itu bukan hal yang mudah untuk diputuskan. Bukan karena sosok Max yang berstatus duda, melainkan keduanya yang belum lama saling mengenal, rasanya aneh jika tiba-tiba Nayra datang menjadi sosok ibu sambung untuk Natasha."Natasha," ucap Maxime, dia tidak enak pada Nayra.Meskipun tadi Max sempat mengatakan tujuannya ingin mencari mama baru. Tapi dia tidak menyangka jika Natasha akan langsung bertanya pada Nayra dengan polosnya."Ada apa Daddy? Natasha cuman nanya kok. Gapapa, ya, Kak?" Gadis kecil itu tersenyum ke Nayra lagi.Nayra jujur bingung dan tidak tahu harus menjawab apa. "Natasha kamu sangat lucu dan polos.""Em, aku suka kakak, kita mungkin cocok jadi keluarga," kata Natasha. Sungguh berhasil membuat Nayra kehabisan kata-kata.Maxime menggaruk tengkuk. Dia sendiri sampai tidak tahu harus melarang Natasha bagaimana. Anaknya memang sangat spontanitas dalam segala hal. “Kakak, duduk di sini, lihatlah ini foto Mama Maria, cantik tidak?”Natasha menunjukkan sebuah pigura kecil. Seorang wanita yang begitu anggun tampak manis dan cantik dengan senyuman mengembangnya. Maria, dia adalah ibu kandung Natasha.Nayra baru bisa bernapas. Syukurlah, karena Natasha mengalihkan pembicaraan itu dengan segera. “Wah, Mama Maria sangat cantik, seperti Natasha.” Nayra memuji kecantikan alami yang dimiliki Maria, sungguh malang karena Nat harus kehilangan sosok yang luar biasa seperti Maria, pikir Nayra. “Iya, Mama bilang, akan ada wanita yang datang ke dalam hidup Daddy, dan wanita itu akan menjadi ibu untuk Nat, aku pikir Kak Nayra sangat cantik dan baik, Mama Maria pasti suka,” ujar gadis kecil itu, ia begitu polos bahkan sejak tadi selalu mengungkit masalah ibu baru di hadapan Nayra yang baru dikenalnya.Nayra tersenyum kaku, ia masih canggung dengan hal tersebut. Bagaimana pun ia belum mengenal Max lebih jauh, tapi ia juga tidak tahu harus menjawab apa kepada Natasha, gadis kecil itu begitu polos, rasanya Nayra tak tega jika langsung menolaknya. “Nat belum mengenal Kakak, jadi sebaiknya kita berteman dulu, lagi pula Kakak dan Daddy Natasha hanya berteman, bahkan kita baru berkenalan.” Senyum Nayra sambil mengusap puncak kepala Natasha lembut. Nat menyentuh telapak tangan Nayra, lalu tersenyum ceria. “Iya, tapi Nat yakin Kakak adalah orang yang dimaksud oleh Mama Maria dalam mimpi, Nat tidak mungkin salah.” “Dalam mimpi?” Nayra terkejut. “Mama Maria datang ke mimpi Natasha?”Ah, Nayra baru ingat bahwa tadi Max sudah menceritakan hal itu. Anaknya itu meminta dirinya menikah lagi, karena ibunya datang ke dalam mimpinya, dan mengatakan hal itu langsung. “Iya, Nat ingin mewujudkan keinginan Mama Maria, lagi pula Daddy tidak punya pacar, setelah Mama Maria pindah ke surga,” ucap Natasha dengan senyuman yang terulas di bibirnya. Nayra sejujurnya merasa iba melihat Natasha yang sejak dilahirkan tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu. Dipeluknya tubuh Natasha, rasanya ia begitu nyaman ketika memeluk gadis kecil itu. “Natasha sangat kuat dan pintar, Mama Maria pasti bangga dan bahagia di surga,” ucap Nayra. Natasha mengangguk. “Daddy juga selalu bilang begitu, Kakak benar-benar cocok dengan Daddy, semoga Kakak lama-kelamaan menyukai Daddy, kurasa Daddy pasti akan menyukai Kakak, karena Kakak baik dan juga sangat cantik.” Tentu saja Nayra menganggap hal itu hanyalah bentuk kepolosan anak-anak, ia tidak mungkin memasukkannya ke dalam hati. “Semoga saja, karena jodoh di tangan Tuhan.”Maxime menarik napas dalam. Dia yakin Nayra gadis yang baik. Natasha juga sangat suka pada Nayra. Tapi dia tidak mau memaksa Nayra, tak lupa pula karena mereka baru juga berkenalan."Natasha, jangan langsung meminta kak Nayra begitu. Beri Kak Natasha ruang untuk berteman dengan Natasha dulu," ucap Maxime pada putrinya."Tidak apa, Max, aku sangat suka dan mengerti kenapa Natasha berkata begitu. Tidak masalah, Natasha sangat cantik dan polos. Aku bisa menerima setiap obrolannya yang menyenangkan," sahut Nayra. Nayra hanya bisa mengatakan hal itu pada Natasha, rasanya tak sanggup mematahkan semangat gadis kecil tersebut, jadi biarlah Nayra menuruti kata-kata itu, lagi pula Max termasuk tipe idealnya. Kalau memang jodoh, bisa apa? Nayra membatin. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi bahkan satu detik setelahnya. Tuhan yang maha membolak-balikkan hati manusia. Termasuk urusan jodoh. Jika memang dia jodohku, maka tidak peduli siapa pun dia dan apa statusnya, kita akan tetap menyatu."Benar, kan, kenapa Daddy harus keberatan?" Natasha cemberut."Baby Girl, mana ada Daddy bilang keberatan. Daddy hanya tidak mau Kak Nayra merasa—""Sama saja tau." Natasha makin cemberut."Kalian sangat lucu," kata Nayra melihat Maxime yang sibuk berdebat dengan anaknya."Daddy selalu begitu, Kak. Daddy tidak pernah mau berkenalan dengan wanita semenjak mama Maria tidak ada. Nat kasihan dengan Daddy." Natasha melas dihadapan Nayra.Maxime sampai mengusap wajah frustrasi. Sudahlah, sebaiknya ikuti saja permainan yang dibuat oleh Natasha kalau sudah begini."Ah, begitu, ya." Nayra terkekeh. "Tidak apa, tandanya Daddy sangat setia pada Mommy Maria," ucapnya pada Natasha."Iya, sih." Natasha berpangku tangan melihat daddynya yang sudah pasrah. "Daddy, lihatlah, Kak Nayra sangat pengertian. Aku makin menyukainya."Gigi Nayra sampai kering karena menyengir senyum tak jelas.Natasha, Kakak pulang dulu, ya. Kapan-kapan Kakak akan main lagi mengunjungi Nat, oke?” ujar Nayra.“Iya, janji ya. Kalau gitu sekarang biar Daddy yang antar Kak Nayra pulang,” balas Nat.“Tentu saja, Daddy yang mengajak Kak Nayra, maka Daddy yang bertanggung jawab mengantar,”sambung Max dengan lengkungan manis yang kembali berhasil mengobrak-abrik hati Nayra.“Ah, terima kasih, Max.” Nayra tersenyum tipis.“Daddy sangat cocok dengan Kak Nayra, apa Daddy menyukai Kakak Nayra?”Lagi-lagi pertanyaan Natasha itu membuat Max dan Nayra kikuk.“Hm, Nat sayang, Daddy harus segera mengantar Kak Nayra pulang, oke? Ini sudah malam,” tutur Max mengalihkan pembicaraan.Nayra menggaruk keningnya, ia juga tersipu, gadis polos seperti Natasha berhasil membuatnya diam membisu tak tahu harus berkata apa.“Oke, bos!” Natasha pun mengangguk.Max mengusap puncak kepala putri semata wayangnya itu. “Oke, Daddy pergi dulu ya. Nat langsung tidur, besok kan sekolah.”“Siap, Daddy. Dadaah Kak Nayra,
Nayra baru saja berganti pakaian. Sementara Maxime sedang duduk di ruang tamu.Gadis berambut panjang itu terdiam sejenak untuk mengendalikan degup jantungnya yang terus berdentum kuat. Ia melirik sekilas, lalu kembali meremas tangan yang keringatan karna berdebar. Pria penyelamat itu masih ada di luar. Maxime, seolah takdir yang datang dalam hidupnya. Padahal bisa saja Max tidak memedulikan ponselnya yang ketinggalan di mobil. Mungkin dengan mengembalikannya di lain hari atau kesempatan. Tapi Max memilih langsung mengembalikan ponsel Nayra hari itu juga. Untunglah, Max datang tepat waktu.Nayra keluar dari kamar menemui Max yang sedang duduk di sofa.“Max, maaf jadi buat kamu repot,” sesal Nayra yang saat itu mengenakan kaos agak longgar dengan celana pendek, juga rambut yang diikat. Penampilan Nayra itu sedikit menarik perhatian Maxime. Tapi, segera pria itu mengalihkan pandangan, tak ingin membuat Nayra jadi tidak nyaman. “Ah, kamu udah baik-baik aja?” tanya Maxime masih cemas
Maxime berjalan di lorong yang gelap. Dia sendirian, tak ada siapa-siapa di sana. Kebingungan menyergapnya. Di pekatnya ruangan yang entah di mana, Maxime merasa sangat sunyi. Belum pernah ia mendapati tempat yang lebih sunyi dari tempat yang dipijaknya sekarang. Angin sejuk berhembus, bersama munculnya secercah cahaya yang membuat penglihatannya akhirnya berfungsi. Sinar itu kecil, tapi semakin Max berjalan, sinar itu makin membesar. Lama kelamaan, Max merasa silau, dia pun menutup matanya kontan setelah sinar itu bertambah terang. "Sayangku." Maxime perlahan membuka mata. Ia mengerjap tak percaya akan apa yang dilihat oleh kedua mata telanjangnya. "Maxime, cinta sejatiku." "Maria!" Maxime merasa sesak. Bulir bening jatuh membasahi pipinya. Rahangnya menegang kuat, alisnya bertaut, wajahnya panas dan memerah. Tak percaya, ini adalah sebuah ilusi yang membuat napasnya tercekat. Jelas sekali, sosok wanita dihadapannya adalah Maria. Tapi tak mungkin! "Kau bukan Maria!" Wanita itu
"Bos, bisa bicara sebentar?" "Jessy, tumben. Ada apa? Duduk yuk." "Makasih, Bos." "Emh, ada apa? Lo kok kayaknya serius amat." "Gini, Bos. Mengenai orang yang waktu itu datang. Yang ajak kenalan Nayra, lho," kata Jessy. Hanung tersenyum. "Kenapa? Apa Nayra gak suka sama Maxime?" "Bukan gitu. Ya, kali, dia pasti suka. Itumah jangan Nayra, gue aja mau." Jessy mengekeh geli. Hanung mendengkus. "Elu mah ngapain. Kerja aja dulu, jangan duluin Nayra, gue tahu, dia baru putus dari cowoknya, kan?" "Lho. Kok lo tahu, Bos?" Jessy kaget. Padahal dia saja tahu belum lama ini. "Gue udah yakin sih, lambat laun mereka akan bubar. Jordan sama sekali gak cocok buat Nayra soalnya," sahut Hanung. Jessy saja tidak kepikiran sampai ke sana. Kok bisa Hanung malah sampai menebak begitu. "Gue malah gak ada feeling apa-apa. Gak tau kalau mereka akhirnya akan putus." Hanung menggeleng. "Mungkin karena gue sesama cowok. Keliatan sih, mana cowok yang baik mana yang enggak." "Hem, gitu, ya. Lain kali
Sepasang iris yang menatap tajam ke arah Jordan membuat pria berumur dua puluh delapan tahun itu bergidik ngeri.“Besok saya akan dapatkan barangnya Bos.” Jordan pun menjawabnya dengan perasaan takut. Orang yang menjadi lawan bicaranya kali ini bukan orang sembarangan.Brandon Pattinson adalah salah seorang yang cukup berpengaruh di kalangan gengster. Posisinya sebagai pimpinan gengster yang di segani oleh berbagai kelompok. Hal itu membuat Jordan tidak dapat berkutik dan membantahnya. Belum lagi, setelah bergabung dengan kelompok gengster membuat Jordan mau tidak mau harus tunduk, kalau tidak nyawanya yang jadi taruhan.“Baik, besok dan saya tidak mau mendengar berita kegagalan kamu mendapatkan benda tersebut. Saya mau yang paling antik dan juga paling berkualitas, sekali tembak bisa menembus tempurung hingga masuk ke dalam otak kecil orang tersebut.”Brandon menyunggingkan seringainya. Tangannya masih fokus mengelus benda yang begitu ia sayangi, jangan sampai ada debu sedikitpun
Nayra berjalan menyusuri koridor hotel, tempat pertemuan dirinya dan Brandon tadi. Rasanya ia kesulitan untuk menopang tubuhnya sendiri. Kedua kakinya gemetar dan tidak bisa berjalan normal, bagian tubuh sensitifnya terus berkedut basah di bawah sana.Rencananya berantakan. Nayra sendiri tidak ada tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Tapi satu hal yang dicurigai adalah tamunya malam ini. Meski belum ada bukti, tapi dia yakin ini semua telah direncanakan. Kejadian semacam ini bukan pertama kali, hanya saja Nayra lengah malam ini, sehingga akhirnya dia pun masuk ke dlaam jebakan.“Ada apa denganku? Kenapa aku jadi seperti ini, ke mana Jessy, kenapa dia belum juga datang menjemputku.”Nayra meraih ponselnya dan ternyata Jessy bilang tidak bisa hadir karena mendadak ada kepentingan.Kenapa di saat seperti ini Jessy malah ada kepentingan. Padahal dia sudah bingung harus meminta tolong siapa. Tak sempat menghubungi Jessy melalui telepon, tubuh Nayra sudah nyaris ambruk saat itu. “Ya Tu
Apa kalian bilang? Nayra ditolong seorang pria? Lalu, apa saja kerja kalian, hah! Kenapa melawan seorang pria saja tidak becus! Kalian berdua apa tidak bisa melumpuhkannya!”Brandon geram, karena rencananya membawa Nayra digagalkan.Dorrr!!Satu tembakan melesat dan berhasil membuat salah satu pengawal seketika itu juga tewas. Tentu itu adalah hal yang mudah untuk Brandon. Itu juga yang menjadi alasan dia sempat mendekam di penjara. Brandon yang gemar mengoleksi senjata api, acapkali menggunakan senjata itu untuk menghukum anak buahnya yang tidak becus menjalankan apa yang dia tugaskan.“Apa yang kamu lihat? Kamu mau berakhir seperti dia!”Brandon menajamkan mata pada pengawalnya yang lain.“Ti-tidak, Tuan,” jawab pengawal itu dan langsung pergi keluar dari ruangan Brandon.“Aarrrgggghh!! Nayra! Lihat saja aku akan mendapatkan kamu bagaimana pun caranya, dan aku akan membuat hidupmu hancur!”Padahal rencananya sudah sangat matang. Jelas ini adalah kelalaian dan kelambatan orang su
"Tertarik, apa maksud kamu, Nayra?" Maxime mengusap wajah kasar. Dia menatap Nayra lebih serius lagi. "Kamu menyukaiku?"Nayra mengangguk polos. "Maaf kalau aku terlalu awal mengatakannya. Tapi memang aku menyukai kamu, Kak." Kembali, Nayra membuat Maxime kehabisan kata-kata. Gadis di depannya itu sangat sopan, baik hati dan menyenangkan. Nayra belum mengetahui bahwa tujuannya mendekati Nayra hanya ingin membuat Natasha, putrinya merasa tenang. Belum ada rasa semacam itu untuk Nayra, jujur saja, itu yang Maxime rasakan sekarang. "Nay, aku sangat tersanjung kamu menyukaiku." Maxime memegang sebelah pipi Nayra, saat itu Nayra menahan sekuat tenaga. Setiap kali Maxime menyentuh kulitnya, jujur memberikan reaksi alamiah yang memabukkan. "Tapi kita belum lama bertemu, kamu belum mengetahui siapa aku yang sebenarnya." Maxime berkata sambil tersenyum. "Kamu gadis yang baik, masa depan kamu masih panjang.""Max. Kenapa kamu berkata begitu? Apa kamu merasa kita gak cocok?" Di saat seperti i