Setelah pemotretan selesai. Nayra segera mengganti pakaian dengan make up yang sudah ia bersihkan. Menyisakan tampilannya yang natural dengan polesan lip balm di bibirnya saja. Nayra menarik napasnya dalam, saat melangkahkan kaki ke arah Max yang sedang duduk menunggunya yang baru selesai berganti pakaian.
“Hm, maaf ya jadi bikin kamu nunggu,” ucap pelan Nayra, pria tampan itu melirik ke arah Nayra. Lalu, hal yang mengejutkan terjadi saat Max membulatkan matanya kaget, melihat penampilan Nayra tanpa make up. “Ah, apa aku jelek? Maaf, aku menghapus make up, jujur aku merasa kurang nyaman mengenakan make up tebal, kalau bukan karena tuntutan profesi.” Nayra begitu polos mengatakan hal itu pada Max. “Kamu, cantik.” Maxime memuji penampilan alami, Nayra. “Apa?” Nayra tampak kaget. “Astaga, kamu bilang aku cantik?”Max mengangguk. “Ya, kamu cantik, Nay.” Demi apa pun, saat ini jantung Nayra hampir meledak. Ia terasa melayang mendengar pujian dari pria itu. Padahal, selama ini sudah banyak orang memujinya, mengatakan ia cantik dan sebagainya, tapi kenapa saat Max yang mengatakan hal itu terasa berbeda. Ia merasa sangat teramat bahagia luar biasa. “Hm, apa saya bikin kamu nggak nyaman?” tanya Max sambil mengusap tengkuknya. Saat itu, ia merasa kata-katanya tadi tidak menyenangkan buat Nayra, ia cemas kalau Nayra merasa dirinya seperti sedang membual saja. Padahal, pujian itu terlontar tulus dari hatinya, menurut Maxime, Nayra memang gadis yang cantik. “Tidak, tidak. Aku baik-baik saja, kok,” Nayra menggeleng cepat.Max menghela napas lega. “Syukurlah, kalau gitu apa kamu mau makan malam denganku?” Tanpa basa-basi, Max langsung mengajak Nayra untuk dinner. Tentu saja, hal itu di luar dugaan Nayra. Entahlah, tapi tidak ada alasan bagi Nayra untuk menolak ajakan tersebut. Hingga, ia pun mengangguk setuju.“Boleh,” jawab Nayra. “Ah, terima kasih, Nayra. Saya senang karena kamu tidak menolaknya.” Max tersenyum lagi. Saat itu ibarat dunia terasa hanya milik mereka berdua. Nayra terutama yang tidak lepas dari kekagumannya terhadap sosok Maxime. “Iya, sama-sama.” Nayra mengambil tasnya. “Oke, kita jalan sekarang?” ajak Max. “Ya, oke.” Nayra mengangguk cepat. Max mempersilahkan Nayra berjalan lebih dulu, sedangkan ia berjalan di belakang Nayra sambil menatap rambut Nayra yang tergerai indah. Max tersenyum sendirian, dia merasa ada sesuatu yang berbeda, ketika melihat sosok Nayra. Di tempat parkir, Max yang langsung menyalakan sensor mobilnya, ia berjalan mendekati mobil. Lalu membukakan pintu mobilnya untuk Nayra. Gadis itu merasa tersentuh akan perlakukan Max yang begitu ramah dan sopan mempersilakan dirinya masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, Max memasang safety belt-nya. Tak lupa, ia membantu Nayra memasangkan safety belt-nya juga. Nayra lagi-lagi salah tingkah kala keduanya saling menatap. Mata Max yang begitu indah, membuat Nayra sesak napas, baginya Max sangat teramat tampan. Belum pernah ada pria yang memiliki pesona begitu kuat seperti itu. Nayra benar-benar telah terpesona pada sosok yang katanya bisa dibilang sebagai Hot Daddy. “Maaf, ya.” Max kembali ke posisinya dan mulai menjalankan mobil. Sedangkan Nayra hanya menunduk sambil memegangi dadanya. Ia Merasa kekurangan oksigen, sampai-sampai mulutnya membulat mencari-cari udara segar, Nayra seperti orang yang sedang terkena asma. Benar-benar berada di sisi pria sepanas Max, membuatnya berulang kali menelan saliva. “Kamu suka makan apa?” tanya Max pada Nayra yang masih mengatur detak jantungnya. “Hm, aku ....” Hm? Kamu suka apa, saya akan ajak kamu ke restoran yang kamu suka,” balas Maxime. “Aku suka kamu.” Kata-kata itu spontan di luar kesadaran Nayra. Tiba-tiba saja itu keluar dari mulutnya. “Oh tidak! Bukan begitu maksud aku.” Nayra menggeleng. Max terkejut, sebelum akhirnya ia tertawa kecil. “Maaf, ya. Maksudku terserah yang kamu suka aja, aku juga suka kok.” Nayra tersenyum kikuk sambil meremas telapak tangannya, ingin rasanya ia berlari keluar dari mobil dan meneriaki dirinya sendiri dengan sebutan ‘bodoh’. “Oh, oke. Nayra.” Maxime tetap bersikap tenang. Ia melajukan mobilnya menuju ke sebuah restoran langganannya bersama Natasha. Sebuah restoran seafood terkenal. Pikirnya, mungkin saja Nayra akan suka dengan makanan di restoran tersebut. “Kamu nggak ada alergi seafood, kan?” tanya Maxime.Saat itu Nayra hanya diam terpaku. Ia seperti patung yang di letakkan di sisi Maxime. “Nay? Apa kamu baik-baik saja?” Maxime agak cemas melihat kondisi Nayra yang hanya diam saja. “Ah, maafkan aku, ya.” Nayra memukul kepalanya pelan. “Bodoh!” sentaknya pelan. “Nay, kamu kenapa?” ulang Maxime. “Enggak kok, aku baik-baik saja. Tadi, kamu nanya apa?” Nayra tersenyum tipis. “Oh, syukurlah. Saya tadi tanya, kamu nggak ada alergi makanan laut, kan?”Nayra menggeleng. “Enggak kok, aku cuma alergi sama playboy.” Tiba-tiba saja selera humor Nayra muncul. Terbukti saat itu Max langsung tertawa mendengarnya. “Hahaha ... kamu bisa aja, Nay. Tapi, tenang saja, saya bukan playboy.”Sontak ucapan Max itu, seketika membuat Nayra merona malu. “Apa katanya? Dia bukan playboy. Oh Tuhan! Fix idaman!” ucap Nayra pelan. Max tidak mendengarnya karena ia sedang memarkirkan mobilnya memasuki area restoran seafood tempat keduanya akan makan malam.Max mengajak Nayra ke kursi tempat ia biasanya makan bersama dengan Natasha, putrinya. “Silakan, kamu mau pesan apa?” Max menggeser kursi untuk Nayra. Saat itu Nayra malah terfokus pada orang-orang yang menatap kagum pada pria yang saat ini sedang duduk di hadapannya.Max mengangkat tangan, memanggil pelayan mendekat. Saat itu Nayra masih memperhatikan para wanita muda yang sedang menatap Maxime. ‘Lihatlah mereka, sepertinya pesona Maxime berlaku untuk mereka semuanya juga. Aku merasa tidak senang. Astaga, Nayra apa kamu sudah gila? Kamu bahkan baru beberapa jam bertemu dengan Maxime, kenapa kamu malah bertindak seolah kamu ini kekasihnya saja sih!’ batin Nayra. “Nayra, kamu mau pesan apa?” Max menegur Nayra yang sejak tadi hanya terdiam. “Nay?” ulang Maxime kali ini pria itu menyentuh telapak tangan Nayra. Saat itu, ibarat tersengat aliran listrik, Nayra langsung menjengkit sambil menarik tangannya. “Eh, maaf ya.” Max merasa tidak enak, takut membuat Nayra tidak nyaman.Nayra menarik napas dalam-dalam lalu meneguk air putih yang ada di hadapannya. Air itu di sediakan sejak tadi oleh pelayan yang telah berdiri menunggu keduanya mengatakan pesanannya. “Hm, saya saja yang pesankan, ya?” tawar Maxime. Nayra pun mengangguk. “Iya, terserah kamu aja, Max.” Maxime pun memesan dua porsi makanan yang biasa ia pesan bersama dengan Natasha. Ya, karena saat ini hanya Natasha satu-satunya perempuan yang paling dekat dengannya. Rumah tangganya dengan Maria tidak berlangsung lama, lagi pula dahulu keduanya dijodohkan, kejadian sampai Maria hamil Natasha pun, tidak diduga oleh Maxime. Karena pria itu melakukannya saat sedang dibawah pengaruh alkohol, tapi Maxime mencintai Maria, karena wanita itu begitu lembut dan sabar menghadapi sikapnya yang keras kepala. Sebelum akhirnya sekarang seiring bertambahnya usia, Max berubah menjadi sosok yang lebih tenang dan bijaksana. “Hm, Nayra. Apa kamu sudah mendengar cerita tentang aku dari Hanung?” tanya Maxime sambil tersenyum menatap lekat kedua bola mata Nayra. Gadis dua puluh tahun itu hanya membalasnya dengan senyuman canggung. Lagi-lagi Nayra merasa gugup. “Iya, tapi bukan dari Bos Hanung, melainkan Jessy yang menceritakannya padaku.”Maxime mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ya, aku memang seorang duda yang memiliki satu orang putri berusia tujuh tahun. Lebih tepatnya, aku menduda karena istriku meninggal dunia, ketika melahirkan putri pertama kami,” tuturnya. “Hm, maaf ya. Kamu pasti sedih kalau teringat mendiang istrimu,” sahut Nayra. “Maria adalah wanita yang kuat dan juga sabar. Sekarang, aku yakin dia sudah bahagia di surga.” Maxime menjawabnya dengan sikap yang sangat tenang.Nayra mengangguk. “Ya, dia pasti sudah bahagia di surga.” “Aamiin ...,” balas Max. “Saya bukan orang yang pandai berbasa-basi. Saya lebih suka ke intinya, Nay,” kata Maxime. “Maksudnya?” balas Nayra. “Ya, saya sengaja minta dikenalkan oleh Hanung dengan tujuan mencari mama baru baru untuk Natasha, putri saya.”Pesanan pun datang, keduanya saling mengalihkan pandangan. “Terima kasih,” ucap Max pada pelayan.Nayra benar-benar tidak menyangka kalau Maxime begitu tenang, apa tadi Max bilang? Jadi dia sedang mencari ibu sambung untuk putrinya? Lalu apakah itu tandanya? Nayra segera menyingkirkan apa pun pikiran yang terlintas karena tidak mau berpikir berlebihan tentang keberadaannya sekarang di hadapan Maxime. “Nay, Silakan dimakan. Semoga sesuai dengan selera kamu.” Max mengangkat segelas anggur di tangannya. Ia mengajak Nayra bersulang. “Ya, selamat makan.” Nayra pun bersulang lalu meneguk minuman berwarna ungu kemerahan itu. Maxime tampak dengan santai menikmati makanan sementara di dalam otak Nayra muncul berbagai macam pertanyaan tentang maksud kata-kata Max dan ajakan makan yang diterimanya hari ini. Setelah selesai makan. Nayra tampak canggung dan tidak tahu harus berkata apa selain mengucapkan. “Terima kasih, untuk makan malamnya.”Max mengernyit. Lalu, ia mengambil serbet makan yang telah disediakan. “Maaf,” ucap Max sambil menempelkan serbet tersebut ke bibir Nayra. “Ada saus di bibir kamu.” Max mengelapnya. Setelah itu menaruh kembali serbet itu.Nayra tercengang. Dadanya terus berdebar-debar kala melihat kedua mata Maxime yang saat ini benar-benar berhasil membuat sekujur tubuhnya bergetar. “Terima kasih,” ucap Nayra.Max mengangguk. “Apa kamu suka makanannya?” tanyanya sambil meneguk lagi anggur yang tersisa di gelasnya. “Ya, makanannya enak.” Nayra tersenyum tipis. “Syukurlah. Terima kasih, Nayra. Karena kamu mau saya ajak makan malam. Maaf, karena baru pertama kali berkenalan, saya langsung mengajak kamu dinner. Semoga ini tidak membuat kamu merasa canggung ya. Saya hanya ingin berteman dengan kamu.” Max begitu tenang, saat menyampaikan hal itu pada Nayra. “Ah, aku malah merasa senang sekali karena bisa mengenal kamu, Max.” Nayra melebarkan senyumnya. “Hanung benar. Kamu sangat menyenangkan. Semoga setelah ini, kamu tidak kapok untuk bertemu dengan saya dilain kesempatan, ya.” “Tentu. Aku juga penasaran ingin berkenalan dengan putri kecil kamu. Dia pasti cantik,” ujar Nayra.Maxime merasa tersanjung saat Nayra mengutarakan keinginan bertemu Natasha, putrinya. “Kalau kamu mau, setelah ini kamu boleh berkenalan dengan Natasha,” ucap Max. “Jadi, namanya Natasha? Dia pasti cantik,” balas Nayra. Maxime mengangguk. “Ya, Natasha Wilhelmina. Dia juga pasti senang bertemu kamu. Itu pun, kalau kamu tidak keberatan, Nayra.” Nayra sejujurnya tidak merasa keberatan sama sekali, malahan ia sangat mendambakan momen itu. Entahlah, sepertinya Nayra sudah terpesona akut oleh sosok Maxime Nichole. “Tentu saja, aku tidak keberatan.” Nayra menjawabnya penuh keyakinan. “Saya senang sekali mendengarnya.” Maxime tersenyum lebar. Ia merasa kali ini akan tertolong, karena gadis di hadapannya tidak keberatan di ajak menemui putrinya yang sudah terus mendesaknya untuk mengajak wanita ke rumahnya. “Ya, aku juga senang.” Kedua mata Nayra menyiratkan rasa kagum terhadap sosok Max. Baru kali ini, ia merasakan getaran yang tidak biasa. Bahkan perasaannya saat ini berbeda sekali dengan perasaannya ketika berada di dekat Jordhan, mantan kekasihnya. “Oh iya. Maaf, Nayra. Apa kamu sudah punya pacar?”Nayra kaget mendengar pertanyaan Maxime tersebut. “Pacar?” Max mengangguk. “Ya, gadis cantik seperti kamu. Apa mungkin belum punya pacar?” Nayra tertawa kecil. “Aku baru putus dari pacarku, dan sekarang aku jomblo.” “Oh, ya? Kenapa putus?” Max mendadak penasaran. “Astaga, maaf ya. Saya jadi kepo.” Max mengusap wajahnya. “Lupakan saja pertanyaan saya.” “Dia selingkuh.” Nayra meneguk anggur di dalam gelasnya. Lalu mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya.Max terkejut. Ia sama sekali tidak tahu akan hal itu. Hanung tidak memberi tahunya. “Maaf, ya.” Nayra menggeleng. “Masa lalu.” “Hm, iya lagi pula dia bukan orang baik. Tidak cocok untuk kamu.” Max tersenyum lagi. “Iya, dia bukan jodohku.” Nayra hanya menunduk sambil memegangi gelas yang sudah kosong. “Lupakan kalau begitu, dan mulai dengan yang lainnya.” Max menyentuh punggung tangan Nayra. Hal itu mengejutkan Nayra yang hanya fokus menatap tangan Max yang masih memegangi telapak tangannya. “Kamu jadi ikut aku bertemu Natasha?” ucap Max seketika membuyarkan lamunan Nayra. “Oh, maksudku. Iya, boleh.” Nayra salah tingkah. “Baiklah, kita jalan sekarang ya. Sebelum hari makin malam,” ajak Max. Nayra mengangguk. “Iya, ayo.” Menurut Nayra tidak masalah menemui putri Max. Toh kata Max dia ingin berteman dengannya. Kalau begitu tidak salah juga jika Nayra langsung mengiyakan ajakan Max untuk berkenalan dengan Natasha, nama anak Maxime.“Oke, kita sudah sampai.”Max membuka safety belt-nya, begitu pula dengan Nayra. Gadis itu menatap sebuah rumah megah yang ada di hadapannya. Ia berpikir bahwa Max pasti bukan orang sembarangan, tapi di rumah yang sebesar itu sayang sekali, karena Max hanya tinggal bersama anaknya dan juga para pelayan yang bekerja padanya, tanpa seorang pendamping hidup.“Nay, ada masalah?” Max tersenyum melihat Nayra yang malah terbengong.“Eh, nggak kok.” Nayra langsung keluar dari mobil Max. Pria itu mempersilakan Nayra untuk berjalan menuju ke depan pintu rumahnya. Saat pintu terbuka, Max langsung mengajak Nayra masuk ke dalam rumahnya.Saat itu Natasha yang sudah menunggu Max, langsung menghambur memeluk daddy-nya itu.“Daddy!”Natasha begitu gembira, ia memeluk erat tubuh Max. Pandangannya tiba-tiba mengarah pada sosok gadis yang sangat cantik. Ia sedang tersenyum ke arah Natasha.“Dad, dia siapa?”Kepolosan Nat, begitu menggemaskan. Membuat Nayra penasaran ingin segera menegur gadis kec
Natasha, Kakak pulang dulu, ya. Kapan-kapan Kakak akan main lagi mengunjungi Nat, oke?” ujar Nayra.“Iya, janji ya. Kalau gitu sekarang biar Daddy yang antar Kak Nayra pulang,” balas Nat.“Tentu saja, Daddy yang mengajak Kak Nayra, maka Daddy yang bertanggung jawab mengantar,”sambung Max dengan lengkungan manis yang kembali berhasil mengobrak-abrik hati Nayra.“Ah, terima kasih, Max.” Nayra tersenyum tipis.“Daddy sangat cocok dengan Kak Nayra, apa Daddy menyukai Kakak Nayra?”Lagi-lagi pertanyaan Natasha itu membuat Max dan Nayra kikuk.“Hm, Nat sayang, Daddy harus segera mengantar Kak Nayra pulang, oke? Ini sudah malam,” tutur Max mengalihkan pembicaraan.Nayra menggaruk keningnya, ia juga tersipu, gadis polos seperti Natasha berhasil membuatnya diam membisu tak tahu harus berkata apa.“Oke, bos!” Natasha pun mengangguk.Max mengusap puncak kepala putri semata wayangnya itu. “Oke, Daddy pergi dulu ya. Nat langsung tidur, besok kan sekolah.”“Siap, Daddy. Dadaah Kak Nayra,
Nayra baru saja berganti pakaian. Sementara Maxime sedang duduk di ruang tamu.Gadis berambut panjang itu terdiam sejenak untuk mengendalikan degup jantungnya yang terus berdentum kuat. Ia melirik sekilas, lalu kembali meremas tangan yang keringatan karna berdebar. Pria penyelamat itu masih ada di luar. Maxime, seolah takdir yang datang dalam hidupnya. Padahal bisa saja Max tidak memedulikan ponselnya yang ketinggalan di mobil. Mungkin dengan mengembalikannya di lain hari atau kesempatan. Tapi Max memilih langsung mengembalikan ponsel Nayra hari itu juga. Untunglah, Max datang tepat waktu.Nayra keluar dari kamar menemui Max yang sedang duduk di sofa.“Max, maaf jadi buat kamu repot,” sesal Nayra yang saat itu mengenakan kaos agak longgar dengan celana pendek, juga rambut yang diikat. Penampilan Nayra itu sedikit menarik perhatian Maxime. Tapi, segera pria itu mengalihkan pandangan, tak ingin membuat Nayra jadi tidak nyaman. “Ah, kamu udah baik-baik aja?” tanya Maxime masih cemas
Maxime berjalan di lorong yang gelap. Dia sendirian, tak ada siapa-siapa di sana. Kebingungan menyergapnya. Di pekatnya ruangan yang entah di mana, Maxime merasa sangat sunyi. Belum pernah ia mendapati tempat yang lebih sunyi dari tempat yang dipijaknya sekarang. Angin sejuk berhembus, bersama munculnya secercah cahaya yang membuat penglihatannya akhirnya berfungsi. Sinar itu kecil, tapi semakin Max berjalan, sinar itu makin membesar. Lama kelamaan, Max merasa silau, dia pun menutup matanya kontan setelah sinar itu bertambah terang. "Sayangku." Maxime perlahan membuka mata. Ia mengerjap tak percaya akan apa yang dilihat oleh kedua mata telanjangnya. "Maxime, cinta sejatiku." "Maria!" Maxime merasa sesak. Bulir bening jatuh membasahi pipinya. Rahangnya menegang kuat, alisnya bertaut, wajahnya panas dan memerah. Tak percaya, ini adalah sebuah ilusi yang membuat napasnya tercekat. Jelas sekali, sosok wanita dihadapannya adalah Maria. Tapi tak mungkin! "Kau bukan Maria!" Wanita itu
"Bos, bisa bicara sebentar?" "Jessy, tumben. Ada apa? Duduk yuk." "Makasih, Bos." "Emh, ada apa? Lo kok kayaknya serius amat." "Gini, Bos. Mengenai orang yang waktu itu datang. Yang ajak kenalan Nayra, lho," kata Jessy. Hanung tersenyum. "Kenapa? Apa Nayra gak suka sama Maxime?" "Bukan gitu. Ya, kali, dia pasti suka. Itumah jangan Nayra, gue aja mau." Jessy mengekeh geli. Hanung mendengkus. "Elu mah ngapain. Kerja aja dulu, jangan duluin Nayra, gue tahu, dia baru putus dari cowoknya, kan?" "Lho. Kok lo tahu, Bos?" Jessy kaget. Padahal dia saja tahu belum lama ini. "Gue udah yakin sih, lambat laun mereka akan bubar. Jordan sama sekali gak cocok buat Nayra soalnya," sahut Hanung. Jessy saja tidak kepikiran sampai ke sana. Kok bisa Hanung malah sampai menebak begitu. "Gue malah gak ada feeling apa-apa. Gak tau kalau mereka akhirnya akan putus." Hanung menggeleng. "Mungkin karena gue sesama cowok. Keliatan sih, mana cowok yang baik mana yang enggak." "Hem, gitu, ya. Lain kali
Sepasang iris yang menatap tajam ke arah Jordan membuat pria berumur dua puluh delapan tahun itu bergidik ngeri.“Besok saya akan dapatkan barangnya Bos.” Jordan pun menjawabnya dengan perasaan takut. Orang yang menjadi lawan bicaranya kali ini bukan orang sembarangan.Brandon Pattinson adalah salah seorang yang cukup berpengaruh di kalangan gengster. Posisinya sebagai pimpinan gengster yang di segani oleh berbagai kelompok. Hal itu membuat Jordan tidak dapat berkutik dan membantahnya. Belum lagi, setelah bergabung dengan kelompok gengster membuat Jordan mau tidak mau harus tunduk, kalau tidak nyawanya yang jadi taruhan.“Baik, besok dan saya tidak mau mendengar berita kegagalan kamu mendapatkan benda tersebut. Saya mau yang paling antik dan juga paling berkualitas, sekali tembak bisa menembus tempurung hingga masuk ke dalam otak kecil orang tersebut.”Brandon menyunggingkan seringainya. Tangannya masih fokus mengelus benda yang begitu ia sayangi, jangan sampai ada debu sedikitpun
Nayra berjalan menyusuri koridor hotel, tempat pertemuan dirinya dan Brandon tadi. Rasanya ia kesulitan untuk menopang tubuhnya sendiri. Kedua kakinya gemetar dan tidak bisa berjalan normal, bagian tubuh sensitifnya terus berkedut basah di bawah sana.Rencananya berantakan. Nayra sendiri tidak ada tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Tapi satu hal yang dicurigai adalah tamunya malam ini. Meski belum ada bukti, tapi dia yakin ini semua telah direncanakan. Kejadian semacam ini bukan pertama kali, hanya saja Nayra lengah malam ini, sehingga akhirnya dia pun masuk ke dlaam jebakan.“Ada apa denganku? Kenapa aku jadi seperti ini, ke mana Jessy, kenapa dia belum juga datang menjemputku.”Nayra meraih ponselnya dan ternyata Jessy bilang tidak bisa hadir karena mendadak ada kepentingan.Kenapa di saat seperti ini Jessy malah ada kepentingan. Padahal dia sudah bingung harus meminta tolong siapa. Tak sempat menghubungi Jessy melalui telepon, tubuh Nayra sudah nyaris ambruk saat itu. “Ya Tu
Apa kalian bilang? Nayra ditolong seorang pria? Lalu, apa saja kerja kalian, hah! Kenapa melawan seorang pria saja tidak becus! Kalian berdua apa tidak bisa melumpuhkannya!”Brandon geram, karena rencananya membawa Nayra digagalkan.Dorrr!!Satu tembakan melesat dan berhasil membuat salah satu pengawal seketika itu juga tewas. Tentu itu adalah hal yang mudah untuk Brandon. Itu juga yang menjadi alasan dia sempat mendekam di penjara. Brandon yang gemar mengoleksi senjata api, acapkali menggunakan senjata itu untuk menghukum anak buahnya yang tidak becus menjalankan apa yang dia tugaskan.“Apa yang kamu lihat? Kamu mau berakhir seperti dia!”Brandon menajamkan mata pada pengawalnya yang lain.“Ti-tidak, Tuan,” jawab pengawal itu dan langsung pergi keluar dari ruangan Brandon.“Aarrrgggghh!! Nayra! Lihat saja aku akan mendapatkan kamu bagaimana pun caranya, dan aku akan membuat hidupmu hancur!”Padahal rencananya sudah sangat matang. Jelas ini adalah kelalaian dan kelambatan orang su