"Bos, bisa bicara sebentar?" "Jessy, tumben. Ada apa? Duduk yuk." "Makasih, Bos." "Emh, ada apa? Lo kok kayaknya serius amat." "Gini, Bos. Mengenai orang yang waktu itu datang. Yang ajak kenalan Nayra, lho," kata Jessy. Hanung tersenyum. "Kenapa? Apa Nayra gak suka sama Maxime?" "Bukan gitu. Ya, kali, dia pasti suka. Itumah jangan Nayra, gue aja mau." Jessy mengekeh geli. Hanung mendengkus. "Elu mah ngapain. Kerja aja dulu, jangan duluin Nayra, gue tahu, dia baru putus dari cowoknya, kan?" "Lho. Kok lo tahu, Bos?" Jessy kaget. Padahal dia saja tahu belum lama ini. "Gue udah yakin sih, lambat laun mereka akan bubar. Jordan sama sekali gak cocok buat Nayra soalnya," sahut Hanung. Jessy saja tidak kepikiran sampai ke sana. Kok bisa Hanung malah sampai menebak begitu. "Gue malah gak ada feeling apa-apa. Gak tau kalau mereka akhirnya akan putus." Hanung menggeleng. "Mungkin karena gue sesama cowok. Keliatan sih, mana cowok yang baik mana yang enggak." "Hem, gitu, ya. Lain kali
Sepasang iris yang menatap tajam ke arah Jordan membuat pria berumur dua puluh delapan tahun itu bergidik ngeri.“Besok saya akan dapatkan barangnya Bos.” Jordan pun menjawabnya dengan perasaan takut. Orang yang menjadi lawan bicaranya kali ini bukan orang sembarangan.Brandon Pattinson adalah salah seorang yang cukup berpengaruh di kalangan gengster. Posisinya sebagai pimpinan gengster yang di segani oleh berbagai kelompok. Hal itu membuat Jordan tidak dapat berkutik dan membantahnya. Belum lagi, setelah bergabung dengan kelompok gengster membuat Jordan mau tidak mau harus tunduk, kalau tidak nyawanya yang jadi taruhan.“Baik, besok dan saya tidak mau mendengar berita kegagalan kamu mendapatkan benda tersebut. Saya mau yang paling antik dan juga paling berkualitas, sekali tembak bisa menembus tempurung hingga masuk ke dalam otak kecil orang tersebut.”Brandon menyunggingkan seringainya. Tangannya masih fokus mengelus benda yang begitu ia sayangi, jangan sampai ada debu sedikitpun
Nayra berjalan menyusuri koridor hotel, tempat pertemuan dirinya dan Brandon tadi. Rasanya ia kesulitan untuk menopang tubuhnya sendiri. Kedua kakinya gemetar dan tidak bisa berjalan normal, bagian tubuh sensitifnya terus berkedut basah di bawah sana.Rencananya berantakan. Nayra sendiri tidak ada tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Tapi satu hal yang dicurigai adalah tamunya malam ini. Meski belum ada bukti, tapi dia yakin ini semua telah direncanakan. Kejadian semacam ini bukan pertama kali, hanya saja Nayra lengah malam ini, sehingga akhirnya dia pun masuk ke dlaam jebakan.“Ada apa denganku? Kenapa aku jadi seperti ini, ke mana Jessy, kenapa dia belum juga datang menjemputku.”Nayra meraih ponselnya dan ternyata Jessy bilang tidak bisa hadir karena mendadak ada kepentingan.Kenapa di saat seperti ini Jessy malah ada kepentingan. Padahal dia sudah bingung harus meminta tolong siapa. Tak sempat menghubungi Jessy melalui telepon, tubuh Nayra sudah nyaris ambruk saat itu. “Ya Tu
Apa kalian bilang? Nayra ditolong seorang pria? Lalu, apa saja kerja kalian, hah! Kenapa melawan seorang pria saja tidak becus! Kalian berdua apa tidak bisa melumpuhkannya!”Brandon geram, karena rencananya membawa Nayra digagalkan.Dorrr!!Satu tembakan melesat dan berhasil membuat salah satu pengawal seketika itu juga tewas. Tentu itu adalah hal yang mudah untuk Brandon. Itu juga yang menjadi alasan dia sempat mendekam di penjara. Brandon yang gemar mengoleksi senjata api, acapkali menggunakan senjata itu untuk menghukum anak buahnya yang tidak becus menjalankan apa yang dia tugaskan.“Apa yang kamu lihat? Kamu mau berakhir seperti dia!”Brandon menajamkan mata pada pengawalnya yang lain.“Ti-tidak, Tuan,” jawab pengawal itu dan langsung pergi keluar dari ruangan Brandon.“Aarrrgggghh!! Nayra! Lihat saja aku akan mendapatkan kamu bagaimana pun caranya, dan aku akan membuat hidupmu hancur!”Padahal rencananya sudah sangat matang. Jelas ini adalah kelalaian dan kelambatan orang su
"Tertarik, apa maksud kamu, Nayra?" Maxime mengusap wajah kasar. Dia menatap Nayra lebih serius lagi. "Kamu menyukaiku?"Nayra mengangguk polos. "Maaf kalau aku terlalu awal mengatakannya. Tapi memang aku menyukai kamu, Kak." Kembali, Nayra membuat Maxime kehabisan kata-kata. Gadis di depannya itu sangat sopan, baik hati dan menyenangkan. Nayra belum mengetahui bahwa tujuannya mendekati Nayra hanya ingin membuat Natasha, putrinya merasa tenang. Belum ada rasa semacam itu untuk Nayra, jujur saja, itu yang Maxime rasakan sekarang. "Nay, aku sangat tersanjung kamu menyukaiku." Maxime memegang sebelah pipi Nayra, saat itu Nayra menahan sekuat tenaga. Setiap kali Maxime menyentuh kulitnya, jujur memberikan reaksi alamiah yang memabukkan. "Tapi kita belum lama bertemu, kamu belum mengetahui siapa aku yang sebenarnya." Maxime berkata sambil tersenyum. "Kamu gadis yang baik, masa depan kamu masih panjang.""Max. Kenapa kamu berkata begitu? Apa kamu merasa kita gak cocok?" Di saat seperti i
Jordan meletakkan benda yang ia dapatkan dengan susah payah itu. Sebuah pistol yang sangat antik pesanan Brandon.Tentu itu adalah tindakan ilegal. Memiliki senjata api yang jelas-jelas dilarang di Indonesia, jika tanpa surat menyurat yang lengkap, tapi, apa pun bisa didapatkan Brandon dengan mudah. Ada dunia yang mendukungnya, ada orang-orang yang begitu setia untuk diperbudak olehnya. “Hm, baik. Kerja bagus. Setelah ini saya ada tugas baru untukmu.” Jordan tidak berani membantah. “Baik, Bos.” Brandon mengambil pistol tersebut dan mengisinya dengan satu buah peluru. Lalu ditodongkannya benda itu tepat pada dahi Jordan.“Cari wanita yang ada di foto tersebut, bawa ke hadapanku. Atau peluru yang sudah saya siapkan di dalam sini, akan berpindah ke dalam otak kecilmu, mengerti?” Jordan mengambil foto tersebut, lalu melihat siapa yang ada di sana.“Astaga, ini kan?” Jordan terkejut, ia mengenal siapa yang ada di foto itu.“Kenapa? Apa kamu kenal?” Brandon masih belum menurunk
“Nay, lo kenapa sih kemarin susah dihubungin, gue tuh udah diteror sama bos tau nggak!” Jessy baru saja datang menghampiri Nayra yang baru tiba di lokasi pemotretan.“Sorry, Sayang. Gue kemarin sibuk.” Nayra terlihat berbinar, hal itu membuat Jessy merasa agak berbeda.“Muka lo seger banget, kayaknya lagi bahagia nih? Kok lo nggak ada cerita apa-apa sama gue, biasanya ada kabar bahagia lo selalu cerita, iyakan?”“Hmm ... gue memang lagi bahagia, tapi sekaligus kesal juga.” Nayra teringat lagi dengan minuman yang membuatnya mabuk dan menggila.“Kenapa? Coba cerita.” Jessy duduk di sisi Nayra menunggu sahabatnya itu mau berbagi cerita dengannya.“Kesalnya dulu, ya. Lo kenal sama Pak Brandon?” Jessy mengernyitkan kening. “Pak Brandon produser baru? Yang kemarin gue nggak jadi nemenin lo ketemu dia, itu kan?”Nayra mengangguk. “Iya, yang itu.”“Dia kenapa?” tanya Jessy.“Gue curiga dia kasih sesuatu ke minuman gue. Gue memang nggak pernah coba alkohol selain wine, tapi reaksiny
Nayra yang sudah bersiap dengan pakaian formalnya. Ia sudah janji pada Jordan untuk menghadiri pesta ulang tahun yang diadakan mantan kekasihnya itu.Sama sekali tak ada rasa curiga. Nayra merasa aman-aman saja. Toh Jordan bilang, dia melakukan hal jahat waktu itu karena pengaruh alkohol dan stres berat. Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, setidaknya walau Nayra tidak mungkin bersama lagi dengan mantan kekasihnya itu. Nayra merasa, Jordan pantas di maafkan, dan mereka bisa menjadi teman. Setelah selesai pemotretan, tepat pukul tujuh malam, Nayra segera menuju ke tempat tersebut. "Em, aku salah gak ya kalau gak ngasih kabar ke Max. Tapi, Max juga sibuk banget. Dia pasti lagi banyak kerjaan," gumam Nayra sambil melirik jalanan. Dia sedang di mobil, dalam perjalanan menuju alamat yang diberikan oleh Jordan. Terakhir kali dia berkirim pesan dengan Max adalah tiga hari lalu. Setelah itu Max belum memberi kabar lagi. Nayra berusaha memahami, apalagi Maxime adalah pebisnis,