"Kenapa kamu di sini?" tanya Aciel saat melihat Nea secara tiba-tiba bergabung dengannya dan anak-anak panti lainnya. Anak-anak lainnya mendekati Nea dan memperhatikan wajah wanita itu secara seksama. Seorang gadis kecil memegang telapak tangan Nea dan mendongak ke arahnya. "Kakak siapa? Cantik banget," ucapnya saat melihat Nea. Nea jongkok untuk menyamakan tingginya dengan gadis kecil itu. Ia pun tersenyum sambil membelai lembut rambut gadis kecil itu. "Kakak Nea, kamu namanya siapa?" "Lala, kata ibu namaku Lala."Tatapan polos dan senyum yang terus mengembang mengingatkan Nea akan Zee. Secara tiba-tiba Aciel menarik tangan Nea membuat anak lainnya terkejut. Ia pun mengajak Nea menjauh dan duduk di kursi kayu yang cukup jauh dari panti. Setelah itu, ia menatap Nea tajam dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana. "Jawab pertanyaan aku tadi!" tegas Aciel. Nea tersenyum tipis dan duduk di kursi kayu itu. Ia membuang napas panjang dan mengibaskan wajahnya dengan telapak tangan.
Akhir pekan kali ini Nea memilih membawa Zee piknik di sebuah taman yang mempunyai pemandangan yang cukup indah. Ia berencana pergi berdua saja akan tetapi Aciel menawarkan diri untuk ikut bersama mereka. Alhasil, persiapan Nea menjadi lebih banyak. Ia menyiapkan makanan yang akan dibawa, Nea hanya membuat roti isi, puding, dan jus. Selain itu, Nea membeli beberapa makanan ringan kesukaan Zee. "Mama, ini taruh di tas juga?" tanya Zee sambil memegang beberapa keripik yang tergeletak di atas meja makan. Nea memicingkan mata sesaat lalu mengangguk. "Masukin satu aja sayang, sisanya untuk di rumah. Susun yang rapi ya." Zee membantu Nea untuk memasukkan makanan ringan ke dalam tas sementara wanita itu menyiapkan puding yang akan dibawa. Ia begitu sibuk dengan pekerjaannya hingga tak menyadari kehadiran Aciel. Pria itu membantu Zee lalu melihat ke arah Nea yang tengah sibuk. "Butuh bantuan?" tawar Aciel. "Tidak, tinggal masukin puding ke dalam wadah saja." Nea sedang menyusun puding-pu
Setelah berkali-kali mencari waktu yang pas, akhirnya Nea bisa bertemu dengan Niko. Wanita itu berinisiatif ke kantor Niko sepulang kerja, sebelumnya ia sudah meminta izin sama Aciel dan juga Zee karena akan pulang terlambat. Saat ini dirinya sedang menunggu kedatangan pria itu di lobi hotel, menurut resepsionis Niko lembur di kantor.Tidak lama setelah Nea duduk di lobi, Niko muncul berjalan tergesa-gesa menghampiri wanita itu. Ia pun ikut duduk di sebelah Nea tetapi pandangan wanita itu malah menyorot dirinya bingung. "Ada apa? Kenapa natapnya gitu banget?" tanya Niko tidak nyaman dengan tatapan Nea. Wanita itu langsung memegang kening Niko dan menggeleng. "Kamu udah makan? Banyak kerjaan? Kenapa kurus banget gini, terus mukanya pucat." Nea hampir saja tidak mengenali Niko karena tubuh pria itu menjadi kurus dan wajahnya tirus. Niko langsung menutup wajahnya dengan telapak tangan. "Lagi diet aja," alibi Niko padahal kenyataannya belakangan ini ia tidak berselera makan. Sudah lam
Sepulang kerja Nea langsung dikagetkan dengan kehadiran Dayana yang sedang berada di dapur. Hadirnya Dayana membuat Nea takut untuk bertindak, karena apa pun yang dilakukan Nea akan salah di mata Dayana. Tatapan tajam menjadi hal yang pertama kali diberikan Dayana saat melihat kehadiran Nea di dapur."Ke mana aja? Jam segini baru pulang. Bukannya masak untuk suami, malah keluyuran." Dayana memberikan ucapan pedas lengkap dengan lirikan tajam.Nea menyunggingkan senyum dan berjalan menghampiri Dayana. "Maaf, ma. Nea tadi kerja makanya baru pulang." Kegiatan Dayana langsung terhenti, ia berkacak pinggang sambil berdesis kesal. "Kerja? Siapa yang izinin? Jadi selama ini kamu kerja dan membiarkan anak saya terlantar?" Bagaimana cara menjelaskannya pada Dayana. Tidak salah jika wanita itu berpikir begitu, melihat Nea hari ini memang sedikit telat pulangnya. Ia pun berusaha memasang senyum terbaiknya mengesampingkan rasa takut yang muncul. "Mas El biasanya pulang mal—""Jangan banyak ala
Nea panik saat mendapati tubuh Zee panas, Ini pertama kalinya ia merawat anak kecil yang sedang sakit. Gadis kecil itu terus merengek membuat Nea bingung harus melakukan apa. "Sabar ya sayang, mama cari obat dulu," ucap Nea sembari membuka laci untuk mencari keberadaan obat. Suster Zee hari ini berhalangan sakit, serta pembantu lainnya sudah tidur. Sementara Aciel keluar kota dan rencana pulang besok."Sakit mama," lirih Zee dengan suara bergetar.Nea semakin panik, ini pertama kalinya untuk Nea mengurus anak sakit. Ternyata ini rasanya, panik dan muncul rasa takut. Setelah menemukan obat Nea langsung menyuruh Zee untuk duduk. Ia pun menyuapi gadis kecil itu dengan obat, berharap setelah itu kondisi Zee menjadi lebih baik."Ayo sayang, dibuka mulutnya."Zee menggeleng. "Nggak mau, obat pahit."Nea mencoba menenangkan Zee yang mulai kembali merengek, ia mendekap Zee dan mencoba memberikan kembali obat tersebut tetapi ditolak. "Nggak mau, mama," rengek Zee. "Nggak pahit sayang, ini s
Aciel pulang dengan penerbangan pertama hari ini setelah mendengar kabar mengenai Zee yang dirawat di rumah sakit. Pria itu terburu-buru masuk ke rumah sakit dengan wajah panik dan keringat mengucur. Sesampainya di depan ruang inap Zee, ia suguhkan dengan pertengkaran Dayana dan Nea. Aciel mendengkus kesal. "Kamu gimana sih, masa jaga Zee aja nggak becus. Lihat akibat ulah kamu Zee di rawat di rumah sakit. Kamu itu bisa baca apa nggak sih, sebelum kasih obat lebih baik pastikan tanggal kadaluarsanya!" Dayana tanpa henti memarahi Nea yang hanya diam saja dengan kepala tertunduk. "Kalau mau bertengkar silakan keluar! Di sini bukan tempat untuk bertengkar, saya tidak ingin anak saya terganggu dengan suara kalian!"Suara Aciel yang secara tiba-tiba membuat mereka berdua menoleh. Nea menatap dengan rasa bersalah ke arah Aciel yang terlihat marah bercampur khawatir. "Mas," gumam Nea. "Dan kamu, jangan tunjukkan wajah kamu di depan saya!" tegas Aciel dan masuk ke dalam ruang inap Zee. D
Hari ini Zee akhirnya diperbolehkan untuk pulang, kondisinya sudah jauh lebih baik dan wajahnya sudah tidak sepucat kemarin. Kepulangan gadis kecil itu disambut dengan sangat meriah oleh seisi rumah tak terkecuali Nea. Rumah dihias sedemikian rupa agar gadis kecil itu merasa senang."Selamat datang Nona Zee," ucap Mbak Ani memberikan balon berwajah Zee. Mendapatkan balon itu membuat senyumnya mereka sempurna, dipandanginya wajah yang tertera jelas di balon itu. Ia tampak begitu gembira. "Wah, ada wajah Zee. Makasih bibi," ucap Zee dengan kepala yang dimiringkan.Mbak Ani tersenyum sembari mengelus pipi Zee, setelah itu satu dari mereka mengucapkan selamat datang, tersisa seorang wanita yang berdiri sambil tersenyum hangat dengan mata yang menahan tangis. "Mama, kenapa diam aja?" tanya Zee sembari melambaikan tangan.Nea hendak maju, tetapi saat melihat tatapan Aciel yang sangat tajam kepadanya seakan menyuruhnya untuk tetap di belakang. "Selamat datang sayang," ucap Nea tanpa maju k
Berjalan tidak tentu arah dan hanya mengikuti kemana kakinya melangkah membuat Nea merasa lelah, keringatnya mengucur membasahi wajah dan tubuhnya tetapi ia tidak ada keinginan untuk berhenti. Tatapan orang-orang padanya tidak dihiraukan sama sekali. "Nea!" Suara seseorang memanggil Nea membuat kepala gadis itu menoleh ke belakang. Ia pun langsung membelalak saat mendapati Niko melambaikan tangan.Kepala Nea langsung lurus ke depan, tangannya dengan cekatan menghapus air mata yang masih mengalir. Bagaimana kalau Niko bertanya mengenai dirinya saat melihat wajah sembab Nea? Sebisanya Nea bersikap biasa dan tidak menghiraukan apa pun yang akan terjadi. "Mau ke mana? Dari tadi aku panggil dari mobil." Niko menunjuk ke arah supermarket yang sempat dilewati Nea tadi. "Cuma jalan-jalan sore aja," alibi Nea dengan mata yang memandang sembarang arah. Saat menyadari wajah Nea yang sembab dan mata Nea yang berusaha tidak menatapnya membuat Niko spontan memegang lengan Nea. "Ne? Ada masalah?