Galen akhirnya mendengar kabar mengenai Nea yang semalaman tidak pulang ke rumah dan pria yang mengaku sebagai suaminya itu masih terlihat santai dengan pekerjaan tanpa berniat mencari istrinya yang tidak pulang semalaman. Kini mereka berada di sebuah cafe untuk membahas mengenai pekerjaan. "El, kamu beneran tetap diam sepertinya tanpa mencarinya? Gimana kalau terjadi sesuatu?" tanya Galen khawatir. Aciel tampak acuh dan terus membaca kertas-kertas yang bertumpuk di atas meja. "Aku sibuk," jawabnya singkat membuat emosi Galen mulai meluap-luap. "Kamu masih marah sama Nea masalah Zee? Bukankah dia sudah meminta maaf dan mengaku bahwa dirinya ceroboh? Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan tak terkecuali Ne." Ucapan Galen tidak didengarkan sama sekali membuat pria itu mulai geram dan menarik kertas yang menyita perhatian Aciel sejak tadi. Sikap Galen yang menurut Aciel sudah keterlaluan membuatnya mengerang marah. "Ada apa sih, Gal? Kenapa jadi berlebihan gini?" Galen ber
Nea bertanya-tanya saat melihat wajah Niko yang memerah padam dan embusan napas kasar yang terus terdengar. Sejak datang ke sini, Niko tidak bicara dan terus menatap Nea. Wanita itu tentu merasa risih dengan tatapan mata itu. Tidak tahu salah apa tetapi Niko terus menatapnya tajam."Nik, ada apa? Kenapa natap aku gitu banget?" tanya Nea mulai jengah melihat Niko. Tatapan Niko mulai terlihat santai dan ia menarik napas panjang seraya mengembuskannya perlahan. "Kenapa kamu memutuskan menikah?" tanyanya mengawali pembicaraan. Kening Nea berkerut. "Kenapa bertanya? Aku merasa yakin untuk menikah, ya aku menikah." Niko pun menggeleng kuat. "Bohong, kamu tidak mengenal Aciel sebelumnya kan? Kenapa secara tiba-tiba mengumumkan pernikahan? Kamu adalah orang yang mempunyai prinsip, tidak akan mudah menggoyahkan prinsip kamu itu!" Nea cukup tercengang dengan ucapan Niko. Ada apa dengan Niko, kenapa dia terlihat sangat aneh. "Nik, kamu aneh banget. Omongan kamu tuh nggak masuk akal." Nea mem
Mbak Ani memeluk erat Nea yang baru saja pulang. "Syukurlah nyonya sudah pulang, saya dan yang lain khawatir banget. Pak Galen juga bolak-balik ke sini nanya nyonya udah pulang atau belum." Nea celingak-celinguk ke sekeliling rumah mencari keberadaan seseorang. Menyadari akan tatapan mata Nea yang tidak bisa diam melihat kesana kemarin membuat Mbak Ani langsung memegang pundaknya dan berkata, "Nyonya mencari siapa?" Wanita itu langsung gelagapan dan tersenyum tipis. "Tidak ada, cuma lihat keadaan rumah. Bagaimana Zee? Dia pasti marah sama Nea?" Mbak Ani terdiam. Semenjak Nea pergi, Zee tidak mau makan ataupun minum. Ia terus menangis ataupun menutup mulutnya setiap kali susternya memberi makanan. Sorot mata Mbak Ani yang tidak mau melihat ke arah Nea membuat wanita itu bertanya-tanya dan merasa khawatir. "Ada apa, mbak? Zee baik-baik saja kan?" "Akan lebih baik nyonya memastikannya saja sendiri."Nea akhirnya pergi menuju kamar anaknya untuk memastikan keadaan gadis kecil itu bai
Rumah Nea kini terasa hidup. Suara Zee terdengar hingga ke sudut rumah. Panas Zee langsung turun dan kini gadis itu tengah bermain dengan Rea, sementara Nea sibuk dengan laptopnya di meja makan. Ia mengerjakan pekerjaannya yang tertinggal.“Ne, ibu merasa Nak El adalah malaikat yang datang untuk membantu kita,” ucap Indri setelah tahu mengenai Zee.Mendengar ibunya mengatakan bahwa Aciel malaikat membuat Nea ingin protes. “Kenapa ibu berpikir begitu?”Indri melihat ke arah Nea bingung. “Kenapa tidak? Kamu belum menyadarinya. Tidak ada yang kebetulan, sepertinya kalian memegang berjodoh.”Konsentrasi Nea akan pekerjaan langsung buyar, ia menatap sang ibu.“Tadi malaikat sekarang jodoh, ibu kenapa sih?” kesal Nea.Menurut Nea reaksinya wajar, tetapi berbeda dengan Indri.“Kenapa kamu marah? Kan kalian memang berjodoh.”Nea menggigit bibir bagian bawahnya sambil merutuk d
Mbak Ani memeluk erat Nea yang baru saja pulang. "Syukurlah nyonya sudah pulang, saya dan yang lain khawatir banget. Pak Galen juga bolak-balik ke sini nanya nyonya udah pulang atau belum." Nea celingak-celinguk ke sekeliling rumah mencari keberadaan seseorang. Menyadari akan tatapan mata Nea yang tidak bisa diam melihat kesana kemarin membuat Mbak Ani langsung memegang pundaknya dan berkata, "Nyonya mencari siapa?" Wanita itu langsung gelagapan dan tersenyum tipis. "Tidak ada, cuma lihat keadaan rumah. Bagaimana Zee? Dia pasti marah sama Nea?" Mbak Ani terdiam. Semenjak Nea pergi, Zee tidak mau makan ataupun minum. Ia terus menangis ataupun menutup mulutnya setiap kali susternya memberi makanan. Sorot mata Mbak Ani yang tidak mau melihat ke arah Nea membuat wanita itu bertanya-tanya dan merasa khawatir. "Ada apa, mbak? Zee baik-baik saja kan?" "Akan lebih baik nyonya memastikannya saja sendiri."Nea akhirnya pergi menuju kamar anaknya untuk memastikan keadaan gadis kecil itu bai
Nea ketiduran di kursi teras begitu juga Mbak Ani. Keduanya mulai terlelap saat tidak ada topik dia antara mereka tanpa menyadari Aciel sudah sampai di rumah. Pria itu memandangi kedua wanita beda generasi itu tertidur menunggu kepulangannya. Setelah cukup lama memandangi keduanya terkhusus Nea, akhirnya Aciel membangunkan kedua wanita itu. "Bibi, bangun." Aciel memegang pelan pundak mbak Ani. Sadar akan kehadiran Aciel, mbak Ani langsung bangun dan tersenyum tipis. "Tuan sudah pulang, mau dibuatkan teh atau kopi? Nyonya—"Aciel menggeleng memberi kode kepada Mbak Ani untuk tidak memanggil Nea yang sedang terlelap. "Biarkan saja, mbak masuk ke dalam saja. Biar Nea saya yang angkat ke dalam."Mbak Ani tersenyum menggoda. "Baik, terserah tuan saja. Saya permisi dulu." Mbak Ani pun pergi meninggalkan mereka berdua di teras.Pria itu sempat ragu untuk menggendong Nea akan tetapi saat melihat posisi tidur yang tidak nyaman membulatkan tekadnya untuk membawa wanita itu ke dalam kamar. Awa
"Tasya cukup! Aku sudah mengatakan tidak ada lagi pertemuan setelah di bar itu. Kamu memohon samaku untuk menemanimu memata-matai tunjangan kamu dan aku sudah lakukan, tidak lagi." Aciel mulai jengah dengan tingkah wanita yang ada di hadapannya ini semakin menjadi-jadi.Wanita yang dipanggil Tasya oleh Aciel langsung memasang wajah kecewa sambil memunduk lemas. "Temani aku pilihin baju aja, El. Semenjak menikah kamu sudah susah diajak keluar. Aku jarang-jarang ke Indonesia, lho.""Kamu nggak capek dibenci sama Galen terus, Sya. Aku tahu kamu kesepian, tapi banyak orang yang bisa menemanimu. Galen sebentar lagi datang dan bisa saja dia akan berdebat lagi samamu. Aku nggak mau citra kamu rusak jika aku mulai mendukung Galen!"Tasya langsung membuang napas kasar. Persetan dengan Galen, ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama temannya itu. Apakah tidak boleh? Mengapa Galen selaku menghalangi mereka? Kini dengan hadirnya status baru Aciel, membuatnya semakin susah pergi bersama pria itu.
Malam ini dipenuhi oleh bintang-bintang yang bertaburan di langit serta ditemani oleh bulan yang bersinar terang. Bukan angin yang cukup kuat menerbangkan anak rambutnya yang sedang duduk di balkon sambil memejamkan mata. Beberapa hari ini ia begitu menikmati kehidupannya. Tidak ada beban pekerjaan yang terus menghantuinya walaupun beban itu tidaklah membuatnya risau sama sekali. "Huh! Cuacanya mendukung untuk nyantai di sini," gumam Nea. Tidak lama kemudian ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Ia langsung menoleh dan tersenyum. "Mas? Mau duduk?" tawar Nea sembari menggeser kursi ke sebelahnya. "Hm," deham Aciel ikut duduk di sebelah Nea. "Di sini dingin, nanti bisa masuk angin," ucap Aciel. Nea tersenyum sambil menggeleng. "Sejuk nggak dingin, enak banget duduk di sini. Oh ya, kerjaannya udah selesai." Ah iya, hari ini Aciel pulang lebih cepat akan tetapi pria itu langsung masuk ke ruang kerjanya. Nea sempat mengantarkan makanan ke ruang kerja sebelum duduk