Rea memandangi ujung kakinya yang sedang memainkan bebatuan yang ada di depan kantor Niko. Gadis itu berencana mengajak Niko untuk makan siang di luar. Sepulang sekolah ya langsung buru-buru ke sini dan menghampiri pria itu. Rea sudah menghubungi Niko tetapi dia mengatakan kalau sedang banyak kerjaan. "Apa aku pulang aja?" gumam Rea. Sesaat kemudian seorang karyawan kantor menghampiri Rea. "Dengan Mbak Rea?"Kepala Rea langsung menoleh ke belakang di mana seorang pria berdiri sambil tersenyum ke arahnya. "Iya," jawab Rea."Pak Niko menyuruh Mbak Rea untuk masuk ke ruangannya, saya akan mengantarkannya."Senyum di wajah gadis itu langsung terbit, ia memegang tali ransel cukup erat dan berjalan mengikuti pria yang ada di depannya. Sepanjang jalan Rea melihat ke kanan dan kiri di mana orang-orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing membawa sebuah kertas, dan juga sedang membicarakan sesuatu yang penting."Mbak, itu ruangan Pak Niko, silakan masuk saja. Saya permisi dulu.""Terima pak,"
Suara riuh dan ucapan syukur yang terus menggema di ruang tamu rumah Indri membuat wanita paruh baya itu tersenyum bahagia. Hari ini semuanya berkumpul dalam rangka merayakan keterimanya Rea di universitas Gajah Mada. Nea, Zee, Aciel, bahkan Galen pun ikut merayakannya. Zee saat ini sedang duduk bersama Omar di teras rumah sambil bercerita banyak hal. Di ruang tamu ada Aciel, Galen, Indri, dan Rea, sementara Nea sedang menyiapkan camilan yang akan dimakan."Bagaimana kerjaan Nak El? Lancar? Ibu dengar Nak El bekerja sama dengan Pak Broto."Ah, sudah lama nama pria yang membuat Aciel dan Nea menikah itu disebut. Semenjak mereka menikah sampai sekarang, Pak Broto masih di luar negeri, kabarnya akan pulang Minggu depan. "Iya Bu, Nea cerita juga kalau dulu pernah tetanggaan sama Pak Broto."Indri mengangguk. "Benar, dulu pak Broto sayang banget sama Nea, beliau nggak punya anak jadinya ke mana pun pergi selalu bawa dia. Rea saat itu masih kecil banget, jadi jarang diajak Pak Broto. Sekara
Di tengah teriknya sinar matahari, Nea mengendarai motor hendak menjemput Zee sekolah. Kali ini ia akan menjemput dengan motor bukan mobil. Sesekali gadis kecil itu harus merasakan nikmatnya naik motor. Nea sempat ragu mengajak Zee menaiki motor akan tetapi ia punya rencana lain dengan gadis kecil itu yang mengharuskan mereka menaiki motor.Ia menunggu cukup lama di sekolah Zee. Nea duduk di bawa pohon sambil bermain ponsel, tidak lama kemudian seseorang duduk di sebelahnya. Penasaran siapa yang udah di sebelahnya, Nea pun menoleh sesaat tetapi matanya langsung tidak bisa beralih. "Mas?" gumamnya melihat pria berpakaian jas duduk di sebelahnya. "Tumben sekali siang-siang begini keluar kantor," ucapnya merasa bingung. Aciel yang tadinya memakai kacamata langsung dilepas. Netra hitamnya langsung menatap Nea. "Kenapa jemputnya naik motor, kamu tahu tingkat kecelakaan pengendara motor sekarang sudah meningkat. Gimana kalau terjadi sesuatu?" Ah ternyata itu alasannya. Nea lupa akan Acie
Lagi Dan lagi rumah Indri kembali ramai dengan kedatangan anak, menantu, serta cucunya. Omar menyambut Zee yang memamerkan buku yang baru saja ia beli. Sementara Nea dan Aciel mulai bercengkrama dengan Indri yang terlihat tidak enak badan. "Ibu kenapa bisa sakit gini?" tanya Nea sembari menyentuh kening Indri dengan punggung tangannya."Gimana?" tanya Aciel."Badan ibu hangat, setelah minum obat akan hilang. Ibu jangan terlalu banyak bergerak. Di mana Rea kenapa nggak keliatan?" Sejak tadi ia tidak melihat keberadaannya gadis itu, bahkan saat dirinya datang tidak ada sambutan sama sekali dari Rea. "Rea ada di kamarnya, ada beberapa berkas yang harus dikirim. Jadi, dari tadi dia sibuk itu.""Oh, Bu, usaha Nea yang kemaren mulai lancar. Banyak yang pesan mie buatan Nea terus risoles banyak juga. Kemarin Mas El bawa ke kantor juga, semuanya pada suka."Indri pun tersenyum bangga mendengar usaha Nea yang mulai lancar terlebih lagi Ia mendapat dukungan dari Aciel. "Syukurlah, maafkan Ibu
Pagi-pagi sekali ini ya sudah bersiap bersama Mbak Ani untuk pergi ke pasar membeli beberapa bahan-bahan untuk makanan yang dijual Nea. Sebelum pergi, Nea sudah mengatakan pada suster untuk memandikan Zee serta memberi makan gadis itu. setelah pekerjaan rumah sudah selesai, mereka berdua pun pergi akan tetapi langkah Nea terganti saat seseorang memanggilnya."Nyonya, Tuan manggil," ucap Mbak Ani pada Nea. Nea berbalik dan menaikkan sebelah alis, berjalan mendekat ke arah pria yang masih memakai pakaian tidur lengkap dengan rambut acak-acakan. Ia ingin sekali tertawa tetapi sebisanya ditahan. "Ada apa, mas?" tanya Nea."Mau ke mana pagi-pagi gini?" tanya Aciel yang terganggu saat mendengar suara pintu terbuka. Ya, Nea sempat masuk ke dalam kamar untuk mengambil dompetnya. "Sayang sama Mbak Ani mau ke pasar membeli bahan-bahan."Aciel mengangguk paham, lantas ia memberi kode kepada mereka berdua untuk menunggu sesaat dan dirinya kembali masuk ke dalam kamar. Beberapa saat kemudian Acie
Zee baru saja pulang sekolah, anak itu langsung bermain di meja makan dengan beberapa boneka yang dibawanya dari kamar. Nea sesekali meluangkan waktu untuk melihat anaknya yang sedang bermain di meja makan lalu kembali fokus membuat beberapa pesanan makanan yang datang. "Nyonya, tiap hari makin banyak yang mesan. Siska senang banget, uang tambahan yang nyonya kasih bisa buat jajan adik di kampung."Selain agar lebih leluasa mengurus rumah, inikah alasan Nea. Wanita itu merasa senang saat Siska bisa mengirimkan uang lebih ke kampung untuk adik-adiknya. Sebenarnya gaji dia bekerja di rumah ini sangatlah cukup akan tetapi hutang yang dimiliki keluarga Siska membuat gaji tersebut harus dipotong setiap bulannya. "Syukurlah, semoga ke depannya makin banyak pesanan dan orang-orang suka dengan makanan kita. Padahal saya cuma iseng aja open pre order makanan kayak gini, ternyata banyak yang suka."Usaha yang dijalani Nea saat ini adalah menjual makanan melalui media sosial dengan sistem pesan
Akhir pekan ini Nea disibukkan dengan pesanan dari Dayana. Setelah bangun tidur ia buru-buru masuk ke dapur dan menyiapkan semua bumbu-bumbu yang dibutuhkan sembari menunggu suster dan mbak yang lainnya datang. Aciel juga menambah satu orang lagi karyawan Nea. Kemarin mereka sudah membuat risoles yang sudah dibaluri tepung panir, jadi hari ini tinggal gorengnya saja. Bumbu-bumbu mie sudah sebagian diracik Nea, tersisa sedikit lagi. Mbak Ani kebahagian membuat buko pandan. Menu yang satu ini adalah hasil permintaan Mbak Ani yang ahli dalam membuat makanan satu itu. Semua orang sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tersisa Siska yang belum kedapatan pekerjaan karena sedang menjemur pakaian. "Mbak, nanti buko pandannya jangan terlalu manis, dibuat sedang aja, takut pada nggak bisa makan manis sama dipenuhi aja Cup-nya," ucap Nea. "Iya nyonya, nanti saya koreksi rasanya, oh ya nyonya, tadi malam saya udah kupas bawang, ada di dalam kulkas. Nyonya tinggal blender aja."Nea mengacun
Ini kali pertamanya Nea mengunjungi rumah mertuanya. Nea tidak sendirian melainkan ditemani oleh Acil yang secara sukarela mengantarkannya ke sini. Sebelumnya Mbak Ani dan Siska sudah pergi terlebih dahulu bersama makanan yang dipesan oleh Dayana. Nea masih belum mau beranjak dari mobil hingga Aciel merasa geram dan frustrasi melihat wanita itu masih tetap duduk. "Ne, mau sampai kapan duduk?" tanya Aciel.Nea menggeleng dengan raut wajah khawatir. Ia sendiri masih belum siap menghadapi banyak orang terlebih lagi teman-teman dari dayana yang sudah memenuhi rumah ibu mertuanya itu. "Aku takut banget, mas. Gimana kalau aku salah tingkah?"Tangan Aciel terulur meraih tangan wanitanya. "Tidak perlu khawatir, lakukan sebisamu jangan memaksakan diri. Kalau lelah kita bisa pulang." "Apa aku bisa?" Anggukan kepala Aciel membuat keyakinan dalam diri Nea langsung bangkit. "Jangan gugup, bersikap seperti biasa. Kamu tidak melakukan kesalahan apa pun kenapa harus takut?" Benar! Nea harus mengi