Di tengah teriknya sinar matahari, Nea mengendarai motor hendak menjemput Zee sekolah. Kali ini ia akan menjemput dengan motor bukan mobil. Sesekali gadis kecil itu harus merasakan nikmatnya naik motor. Nea sempat ragu mengajak Zee menaiki motor akan tetapi ia punya rencana lain dengan gadis kecil itu yang mengharuskan mereka menaiki motor.Ia menunggu cukup lama di sekolah Zee. Nea duduk di bawa pohon sambil bermain ponsel, tidak lama kemudian seseorang duduk di sebelahnya. Penasaran siapa yang udah di sebelahnya, Nea pun menoleh sesaat tetapi matanya langsung tidak bisa beralih. "Mas?" gumamnya melihat pria berpakaian jas duduk di sebelahnya. "Tumben sekali siang-siang begini keluar kantor," ucapnya merasa bingung. Aciel yang tadinya memakai kacamata langsung dilepas. Netra hitamnya langsung menatap Nea. "Kenapa jemputnya naik motor, kamu tahu tingkat kecelakaan pengendara motor sekarang sudah meningkat. Gimana kalau terjadi sesuatu?" Ah ternyata itu alasannya. Nea lupa akan Acie
Lagi Dan lagi rumah Indri kembali ramai dengan kedatangan anak, menantu, serta cucunya. Omar menyambut Zee yang memamerkan buku yang baru saja ia beli. Sementara Nea dan Aciel mulai bercengkrama dengan Indri yang terlihat tidak enak badan. "Ibu kenapa bisa sakit gini?" tanya Nea sembari menyentuh kening Indri dengan punggung tangannya."Gimana?" tanya Aciel."Badan ibu hangat, setelah minum obat akan hilang. Ibu jangan terlalu banyak bergerak. Di mana Rea kenapa nggak keliatan?" Sejak tadi ia tidak melihat keberadaannya gadis itu, bahkan saat dirinya datang tidak ada sambutan sama sekali dari Rea. "Rea ada di kamarnya, ada beberapa berkas yang harus dikirim. Jadi, dari tadi dia sibuk itu.""Oh, Bu, usaha Nea yang kemaren mulai lancar. Banyak yang pesan mie buatan Nea terus risoles banyak juga. Kemarin Mas El bawa ke kantor juga, semuanya pada suka."Indri pun tersenyum bangga mendengar usaha Nea yang mulai lancar terlebih lagi Ia mendapat dukungan dari Aciel. "Syukurlah, maafkan Ibu
Pagi-pagi sekali ini ya sudah bersiap bersama Mbak Ani untuk pergi ke pasar membeli beberapa bahan-bahan untuk makanan yang dijual Nea. Sebelum pergi, Nea sudah mengatakan pada suster untuk memandikan Zee serta memberi makan gadis itu. setelah pekerjaan rumah sudah selesai, mereka berdua pun pergi akan tetapi langkah Nea terganti saat seseorang memanggilnya."Nyonya, Tuan manggil," ucap Mbak Ani pada Nea. Nea berbalik dan menaikkan sebelah alis, berjalan mendekat ke arah pria yang masih memakai pakaian tidur lengkap dengan rambut acak-acakan. Ia ingin sekali tertawa tetapi sebisanya ditahan. "Ada apa, mas?" tanya Nea."Mau ke mana pagi-pagi gini?" tanya Aciel yang terganggu saat mendengar suara pintu terbuka. Ya, Nea sempat masuk ke dalam kamar untuk mengambil dompetnya. "Sayang sama Mbak Ani mau ke pasar membeli bahan-bahan."Aciel mengangguk paham, lantas ia memberi kode kepada mereka berdua untuk menunggu sesaat dan dirinya kembali masuk ke dalam kamar. Beberapa saat kemudian Acie
Zee baru saja pulang sekolah, anak itu langsung bermain di meja makan dengan beberapa boneka yang dibawanya dari kamar. Nea sesekali meluangkan waktu untuk melihat anaknya yang sedang bermain di meja makan lalu kembali fokus membuat beberapa pesanan makanan yang datang. "Nyonya, tiap hari makin banyak yang mesan. Siska senang banget, uang tambahan yang nyonya kasih bisa buat jajan adik di kampung."Selain agar lebih leluasa mengurus rumah, inikah alasan Nea. Wanita itu merasa senang saat Siska bisa mengirimkan uang lebih ke kampung untuk adik-adiknya. Sebenarnya gaji dia bekerja di rumah ini sangatlah cukup akan tetapi hutang yang dimiliki keluarga Siska membuat gaji tersebut harus dipotong setiap bulannya. "Syukurlah, semoga ke depannya makin banyak pesanan dan orang-orang suka dengan makanan kita. Padahal saya cuma iseng aja open pre order makanan kayak gini, ternyata banyak yang suka."Usaha yang dijalani Nea saat ini adalah menjual makanan melalui media sosial dengan sistem pesan
Akhir pekan ini Nea disibukkan dengan pesanan dari Dayana. Setelah bangun tidur ia buru-buru masuk ke dapur dan menyiapkan semua bumbu-bumbu yang dibutuhkan sembari menunggu suster dan mbak yang lainnya datang. Aciel juga menambah satu orang lagi karyawan Nea. Kemarin mereka sudah membuat risoles yang sudah dibaluri tepung panir, jadi hari ini tinggal gorengnya saja. Bumbu-bumbu mie sudah sebagian diracik Nea, tersisa sedikit lagi. Mbak Ani kebahagian membuat buko pandan. Menu yang satu ini adalah hasil permintaan Mbak Ani yang ahli dalam membuat makanan satu itu. Semua orang sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tersisa Siska yang belum kedapatan pekerjaan karena sedang menjemur pakaian. "Mbak, nanti buko pandannya jangan terlalu manis, dibuat sedang aja, takut pada nggak bisa makan manis sama dipenuhi aja Cup-nya," ucap Nea. "Iya nyonya, nanti saya koreksi rasanya, oh ya nyonya, tadi malam saya udah kupas bawang, ada di dalam kulkas. Nyonya tinggal blender aja."Nea mengacun
Ini kali pertamanya Nea mengunjungi rumah mertuanya. Nea tidak sendirian melainkan ditemani oleh Acil yang secara sukarela mengantarkannya ke sini. Sebelumnya Mbak Ani dan Siska sudah pergi terlebih dahulu bersama makanan yang dipesan oleh Dayana. Nea masih belum mau beranjak dari mobil hingga Aciel merasa geram dan frustrasi melihat wanita itu masih tetap duduk. "Ne, mau sampai kapan duduk?" tanya Aciel.Nea menggeleng dengan raut wajah khawatir. Ia sendiri masih belum siap menghadapi banyak orang terlebih lagi teman-teman dari dayana yang sudah memenuhi rumah ibu mertuanya itu. "Aku takut banget, mas. Gimana kalau aku salah tingkah?"Tangan Aciel terulur meraih tangan wanitanya. "Tidak perlu khawatir, lakukan sebisamu jangan memaksakan diri. Kalau lelah kita bisa pulang." "Apa aku bisa?" Anggukan kepala Aciel membuat keyakinan dalam diri Nea langsung bangkit. "Jangan gugup, bersikap seperti biasa. Kamu tidak melakukan kesalahan apa pun kenapa harus takut?" Benar! Nea harus mengi
"Saya mau bicara." Tiga kata itu bak perintah yang tidak bisa dibantah sedikit pun sementara orang yang diberi perintah sangat tidak suka disuruh-suruh seperti itu. Alhasil, tidak ada pergerakan sama sekali.Merasa kesal tidak ada respon, seorang pria memakai kemeja hitam maju beberapa langkah mendekati Aciel yang masih sibuk dengan makanannya. "Saya bicara dengan anda!" tegasnya. "Silakan, di sana ada tempat duduk silakan duduk," ucap Aciel santai menunjuk kursi yang ada di depannya."Oke." Ia pun duduk dengan rasa kesal."Apa yang ingin dibicarakan? Silakan, saya ada kunjungan lapangan ke pembangunan gedung, silakan dipercepat!""Oh gini ya bicara sama orang yang sok berkuasa! Keren, keren, apa ini juga cara anda memaksa Nea?"Lagi dan lagi Niko mengangkat topik yang sama. Sejauh ini Niko tidak bertindak apa pun setelah mendengar pembicaraan Aciel dan Galen. Ya, pria itu adalah Niko. "Kenapa? Apakah saya mengusik hidup anda?" "Tentu, dengan Anda mengusik hidup Nea sama saja mengu
Aciel berusaha keras untuk pulang lebih awal akan tetapi masalah di lapangan cukup menguras otaknya dan tidak bisa ditinggalkan. Ada beberapa kesalahan perencanaan yang tidak sesuai dengan lapangan. Ia pun memijit pelipisnya, Jika begini tidak akan sesuai jadwal dan mengalami kerugian."Kalian bagaimana, Kenapa tidak dicek terlebih dahulu kondisi tanah di sini? Seharusnya dicek dan diuji terlebih dahulu sebelum melakukan perencanaan lebih lanjut jika begini bangunan akan molor selesainya," tegas Aciel pada para pegawainya. Konsultan perencana berdiri lebih depan dengan kepala menunduk. "Maaf pak, saya tidak meneliti lebih jauh. Saya akan mencari cara untuk menangani masalah ini.""Bagaimana caranya? Yasudah, nanti beri tahu saya bagaimana perkembangannya, besok Galen yang akan ke sini." Wajah kecewa Aciel meninggalkan lokasi proyek membuat orang-orang yang berbaris tadi langsung panik. Saat keluar dari lokasi proyek, Aciel menyadarkan tubuhnya di pintu mobil sambil memejamkan mata.