Home / Rumah Tangga / Mari Berpisah, Aku Menyerah / 6. Selamat Tinggal, Suamiku

Share

6. Selamat Tinggal, Suamiku

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2024-08-19 12:56:05

Ia  sangat terkejut mendengar ucapan Freya. Kepalanya menggeleng tidak percaya. 

Tidak! 

Naina tidak mungkin salah memasukkan vitamin. Ia sangat mengenali bentuk dan isinya. Ia juga ingat betul hari dimana video diambil.

Waktu itu Naina sedang membuatkan sarapan untuk Altair yang mengalami GTM. Dibantu oleh Bi Lastri, kepala pelayan, ia juga sedang memasak sarapan untuk semua orang.

Setelah makanan Altair jadi, dirinya menambahkan vitamin sesuai anjuran dokter. Sebelumnya, ia sudah memastikan bahwa yang dipegangnya benar-benar vitamin. Mulai dari bentuk, isi, hingga takarannya.

“Teliti banget, Non. Bukannya sama aja, ya?” Bi Lastri pun sampai terheran-heran melihat tingkahnya.

Naina tertawa kecil. “Harus dong, Bi, biar nggak salah memasukkan.”

Ia kemudian mengkreasikan makanan itu dengan membuat bentuk lucu. Altair sangat menyukai makanan yang menarik di matanya.

Entah bagaimana video itu diambil padahal Naina tidak merasa direkam. Mungkin ia yang tidak menyadari saking asyiknya bersenda gurau bersama beberapa pelayan di dapur.

“Hahaha….”

Suara tawa Freya yang menggelegar membuat Naina tersadar dari lamunanya. Ia menatap perempuan itu sambil mengepalkan tangannya. 

“Kamu bohong! Aku nggak pernah salah memasukkan vitamin.”

Freya mengangkat kedua bahunya masih dengan senyum yang terpatri. “Silakan cari sendiri kebenarannya.”

Ada setitik rasa takut dalam hati Naina bila apa yang dikatakan Freya memang benar adanya. Ya Tuhan… bagaimana bisa ia tidak menyadarinya?

Apa mungkin dirinya dijebak?

Naina kembali menggeleng. Ia tidak boleh ikut terpancing dan percaya begitu saja. Freya pasti sengaja ingin membuat mentalnya hancur lalu terperangkap dalam permainan liciknya.

“Kenapa kamu melakukan semua ini padaku? Apa salahku?” tanyanya.

“Kamu masih mempertanyakan salahmu dimana?” Lagi, Freya tertawa keras. Ia berjalan mengitari Naina. 

“Karena kamu itu benalu!” katanya tepat di samping telinga Naina.

Freya kembali melangkah dan berhenti di hadapan Naina. “Keluargaku berubah sejak kedatanganmu. Perhatian Papa jadi terbagi.”

“Papa selalu membanding-bandingkan aku denganmu yang pintar di bidang akademik. Sedangkan padaku, Papa selalu menganggap remeh prestasiku.”

“Meski beda sekolah, tetap aja Papa lebih bangga padamu dibanding aku yang anak kandungnya sendiri!” Freya menekan dadanya menggunakan jari telunjuk.

“Aku tau kamu anak yatim, tapi nggak seharusnya kamu rebut kasih sayang ayahku!”

Naina memejamkan mata sejenak mendengar suara Freya yang semakin meninggi. Pak Irawan, ayah Freya, memang sangat baik kepadanya apalagi saat ibu angkatnya meninggal.

Beliau bersedia merawat bahkan menyekolahkannya hingga sarjana. Ketulusan Pak Irawan membuat ia merasakan kasih sayang seorang ayah yang sama sekali tidak pernah dirasakannya semenjak lahir. 

Naina sama sekali tidak meminta. Ia juga cukup tahu diri posisinya dimana. Namun, Freya tidak terima dan terus membuat masalah untuknya.

“Dan sekarang, kamu!” Freya menudingkan telunjuknya tepat di depan muka Naina. “Kamu merebut Dhafin dariku.”

Naina menarik napas dalam-dalam untuk menghadapi Freya dengan tenang. “Aku nggak merebut Mas Dhafin darimu. Salahmu sendiri yang meninggalkannya sebelum akad nikah berlangsung.”

“Aku pergi karena ingin mengejar mimpiku. Itu kesempatan emas yang hanya terjadi beberapa tahun sekali. Tapi bukan berarti kamu malah menikahi Dhafin!” balas Freya sengit.

Naina membalas tatapan Freya dengan berani. “Asal kamu tau, Freya, aku juga terpaksa menikah sama Mas Dhafin. Demi menjaga nama baik keluarga, ayahmu memohon-mohon padaku untuk menggantikanmu.”

“Begitu pun ibumu yang mengingatkanku tentang utang budi. Tante Linda mengancam akan memecatku dari perusahaan dan nggak akan bisa diterima di perusahaan manapun. Aku nggak punya pilihan lain selain menerimanya.”

Ia tersenyum. “Sekarang di saat rumah tanggaku baik-baik aja, kamu kembali dan berniat menghancurkannya. Siapa di sini yang disebut pelakor?”

“Kamu!” Freya geram. Matanya berkilat tajam. Namun, dalam sekejap raut wajah itu berubah. Ia kemudian terkekeh kecil terkesan remeh.

“Terserah apa katamu, yang jelas aku ingin mengambil kembali milikku. Setidaknya satu penghalang berhasil tersingkirkan. Tak ada lagi yang menghalangi jalanku memiliki Dhafin sepenuhnya.”

Kini, giliran Naina yang dibuat geram. Ia sangat mengerti maksud dari kata ‘penghalang’ yang disebut Freya. 

“Kamu boleh membenciku, menyakitiku semaumu, tapi nggak dengan anakku. Altair nggak ada sangkut pautnya dalam hubungan kalian.” 

“Tentu ada. Seperti yang kamu bilang tadi, aku ingin menyingkirkanmu melalui Altair. Dhafin nggak akan menceraikanmu kalau masih ada anak diantara kalian,” balas Freya.

“Bonusnya, mereka langsung menuduhmu. Aku tinggal menambahkan bumbu-bumbu penyedap yang membuat mereka percaya padaku dan semakin membencimu.”

“Dasar licik! Bi*dap kamu!” Naina berang hingga tanpa sadar mengeluarkan umpatan.

Freya tertawa puas. “Yeah, it’s me. Aku nggak akan berhenti sebelum hidupmu hancur sehancur-hancurnya, Naina!” tekannya kemudian berlalu keluar kamar.

Naina terduduk lemas di tepi ranjang. Air mata kembali mengalir seakan tiada habisnya. “Bahkan hidupku udah hancur semenjak Altair meninggal.”

Ia memegang dadanya yang terasa sesak sekaligus berdenyut sakit. Putra semata wayangnya meninggal karena ulah orang lain. Anak sekecil itu yang tidak mengerti apa-apa malah menjadi korbannya.

Wanita itu menurunkan tangannya lantas mengusap perutnya lembut. “Sayang, Mama minta maaf. Mama nggak sanggup, Nak. Maaf, kalau Mama memisahkanmu dengan Papa nantinya.”

Naina beranjak menuju meja rias lalu menatap pantulan dirinya dalam cermin. Ia mengusap kasar pipinya yang basah oleh air mata.

Kesabarannya sudah habis karena tidak ada lagi orang yang mempercayainya di rumah ini. Dirinya sudah sangat lelah dengan semuanya. 

“Baiklah, sudah cukup. Aku mengakhiri semuanya.”

Naina mengambil tas besarnya lantas mengambil beberapa bajunya yang dibawa ke rumah ini. Tak lupa, ia memasukkan dokumen penting beserta tabungan.

Sejenak, ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar yang menjadi saksi bisu kisahnya bersama Dhafin.

“Selamat tinggal, Suamiku.”

Naina melangkah keluar kamar. Suasana rumah sangat sepi. Kemungkinan semua orang telah istirahat di kamar masing-masing mengingat waktu yang semakin larut malam.

Dhafin juga tidak terlihat sepertinya sedang mengantar Freya pulang. Baguslah, itu memudahkannya keluar dari sini tanpa diketahui siapapun.

Sekali lagi, ia menatap rumah megah yang hampir empat tahun ini tempatinya.

“Aku janji akan membuat kalian menyesal,” ujarnya.

Tanpa Naina ketahui, ada seseorang yang melihat kepergiannya dan segera mengirimkan pesan.

[Naina pergi dari rumah dengan membawa tas besar]

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
goblok dan bermental babu.
goodnovel comment avatar
Ipunk Barbara
pengen memiliki
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   7. Tolong Aku

    [Zelda, malam ini aku memutuskan pergi dari rumah neraka itu. Aku udah nggak kuat berada disana]Harap-harap cemas, Naina mengirimkan pesan untuk sahabatnya itu. Sayangnya, hanya centang dua dan belum dibaca. Mungkin Zelda sedang menikmati waktu bersama keluarganya?Naina jadi sungkan meminta bantuan. Meski sebelumnya Zelda sudah menawarkan, tetap saja dirinya tidak ingin merepotkan Zelda terus.Kini, Naina berjalan kaki tak tentu arah. Cukup jauh dari kompleks perumahan mertuanya.Sudah memesan ojol juga bahkan sampai tiga kali, tetapi semuanya ditolak dengan alasan sudah larut malam.Tidak mungkin ia pulang ke kampung halaman karena rumahnya sudah dijual untuk modal ke kota ini.Kembali ke rumah Freya yang selama ini menjadi tempat tinggalnya sebelum menikah pun bukan pilihan bagus. Itu sama saja dengan masuk ke kandang musuh.Wanita cantik itu kembali memesan ojol dengan tujuan menuju terminal, berharap kali ini orderannya diterima. Lelah berjalan, ia memutuskan istirahat di sebuah

    Last Updated : 2024-08-19
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   8. Sandiwara Freya

    Di sisi lain....“Sayang, pertunangan kita akan diadakan dua hari setelah empat puluh harinya Altair. Gimana menurutmu? Apa kamu setuju?”Dhaffin, yang belum tahu kaburnya Naina, hanya mengangguk pelan tanpa menoleh. Matanya tetap fokus melihat jalanan di depan. Sekarang ini, ia sedang dalam perjalanan mengantar Freya pulang.“Kamu nggak apa-apa?” tanya Freya hati-hati sambil menatap Dhafin di sampingnya.“Kenapa?” Dhafin melirik sekilas.Freya menunduk, memainkan jarinya di pangkuan. “Aku merasa nggak enak. Kamu sama Naina kan baru aja kehilangan Altair. Kalian masih dalam suasana duka,” ucapnya berpura-pura simpati.“Maumu gimana? Diundur?”“Nggak nggak, bukan gitu.” Freya buru-buru menggeleng. “Ini kan udah menjadi kesepakatan bersama. Jadi, yaudah ikuti aja rencana mereka.”Dhafin hanya berdehem tanpa menanggapi lebih banyak. Dalam hati, ia juga merasakan hal yang sama. Duka masih sangat kental menyelimuti, apalagi Naina yang merasa paling kehilangan.Namun, kembali lagi. Semuanya

    Last Updated : 2024-08-20
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   9. Dua Garis Merah

    Dhafin tiba di rumah sekitar pukul sebelas malam. Suasana rumah sudah sangat sepi. Bahkan lampu ruang utama sudah dimatikan.Ia pun langsung melangkah menuju kamarnya dan tidak melihat keberadaan Naina.Mungkin tidur di kamar Altair karena semenjak putranya tiada Naina lebih sering tidur di sana.Pria bertubuh tinggi dan tegap itu mengambil piyama tidur yang sudah disiapkan sang istri lantas mengganti pakaiannya.Ia merebahkan tubuh yang terasa lelah di ranjang usai mengirim pesan pada Freya untuk mengabarkan bahwa dirinya sudah sampai rumah. Matanya terpejam dan tak lama memasuki alam mimpi.Keesokan paginya, Dhafin bangun sedikit telat. Biasanya Naina yang membangunkannya untuk menunaikan sholat Subuh. Namun, kali ini ia belum melihat batang hidung istrinya.“Naina, siapkan bajuku,” perintah Dhafin yang masih mengira Naina berada di kamar Altair. Tangannya sibuk memasukkan berkas ke dalam tas lebih.Tidak ada sahutan membuatnya mengernyit heran. Kamar ini dengan kamar anaknya saling

    Last Updated : 2024-08-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   10. Rumah Sakit

    Dhafin terduduk di pinggiran ranjang masih mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya. Ia senantiasa menatap tespack itu lekat-lekat. Naina hamil. Naina sedang mengandung anaknya. Akan tetapi, kenapa tidak memberitahunya? Kini, Naina pergi entah kemana dengan membawa serta benih di rahimnya. Ia benar-benar tidak menyangka istrinya itu berani berbuat nekat. Setelah semalam minta cerai, kemudian malah kabur. Naina pikir, dirinya akan terbebas begitu saja? Tentu tidak! Dhafin berjanji, akan membawa Naina kembali ke rumah ini bagaimanapun caranya. Naina harus berada dalam genggamannya. Tiba-tiba, Dhafin teringat dengan seorang perempuan yang selama ini menjadi sahabat istrinya. Mungkinkah Naina berada di tempat sahabatnya itu? Sepertinya iya. Siapa lagi orang yang akan dituju Naina kalau bukan sahabatnya? Naina tidak memiliki siapapun di dunia ini. Wanita itu hidup sebatang kara tanpa orang tua dan menumpang hidup di rumah Freya sebelum berakhir menikah dengannya.

    Last Updated : 2024-08-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   11. Ketika Masa Lalu Kembali

    Naina beringsut duduk dibantu oleh suster. Ia menatap dokter laki-laki di sampingnya dengan raut wajah cemas. Jantungnya berdebar-debar menunggu jawaban dari sang dokter. “Ibu mengalami pendarahan hebat. Untung saja anda segera dibawa ke rumah sakit sehingga langsung mendapatkan penanganan.” Naina dibuat sangat syok mendengar penjelasan dokter. Hatinya mencelos. Jantungnya semakin memompa cepat. “Lalu janin saya....” Ucapannya menggantung. Suaranya seakan tercekat di tenggorokan. Ia tidak sanggup membayangkan bagaimana kalau dirinya kembali kehilangan. Anak ini satu-satunya yang menjadi harapannya untuk tetap bertahan hidup. Dokter mengulas senyum tipis seolah mengerti kekhawatiran pasiennya. “Alhamdulillah, janin ibu bisa diselamatkan.” “Alhamdulillah….” Naina menghembuskan napas lega. Perasaannya seketika plong. Dalam hati, ia sangat bersyukur. Tuhan masih baik kepadanya dengan tidak mengambil calon buah hatinya. “Tapi sekarang ini kandungan ibu sangat rentan keguguran. Kar

    Last Updated : 2024-08-22
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   12. Luka Tak Berdarah

    “Aku sangat mencintaimu, Freya. Jangan tinggalkan aku lagi.” Deg! Naina menghentikan langkahnya ketika mendengar ucapan Dhafin yang menyerupai gumaman. Ia berdiri dengan tubuh yang menegang kaku melihat mereka yang saling berpelukan itu. Dadanya seakan dihantam oleh sesuatu yang besar. Butiran bening telah terkumpul di kelopak matanya siap jatuh kapan saja. Belum cukup sampai di situ, Freya melepaskan pelukannya kemudian tanpa diduga mencium bibir Dhafin. Awalnya, Dhafin tampak terkejut, tetapi lama-kelamaan menikmati dan ikut membalas. Terlihat dari caranya yang memegang pipi dan tengkuk Freya semakin memperdalam ciuman. Sontak, air mata Naina jatuh tanpa permisi. Jantungnya berdetak cepat tanpa bisa dikendalikan. Dadanya sangat sesak menyaksikan langsung sang suami mencium mesra mantan kekasihnya. Ya Tuhan…. sakit sekali. Ia menggenggam kuat-kuat testpack di tangannya. Rencananya yang ingin memberikan kejutan, malah ia yang dibuat terkejut. Pantas saja suaminya p

    Last Updated : 2024-08-23
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   13. Tersebar Luas

    Naina menarik napasnya dalam-dalam untuk mengurangi rasa sesak dalam dadanya. Ia menatap miris sang putra yang masih menangis hingga suaranya serak.Sepertinya ini menjadi puncak kesabaran Altair menghadapi sikap sang ayah sehingga sangat susah dibujuk.“Kamu ini gimana sih? Anak nangis bukannya ditenangkan malah dibiarkan.” Sang ibu mertua akhirnya turun tangan. Ia berjalan menghampiri Altair.“Udah, Ma. Aku udah membujuk, tapi Altair tetep nggak mau.” Naina senantiasa mengusap punggung Altair yang bersandar padanya.“Ya, kamu harusnya cari cara dong. Pakai alternatif lain atau apa kek. Kasihan cucuku nangis terus dari pagi. Jadi ibu kok nggak becus banget.”Jleb sekali rasanya. Padahal anaknya yang salah karena melanggar janji, tetapi Naina tetap disalahkan bahkan dibilang tidak becus.“Tapi Altair maunya sama Mas Dhafin, Ma. Udah lama Mas Dhafin nggak main sama Altair.”“Jangan cuma mengandalkan Dhafin doang. Mentang-mentang Altair deketnya sama Dhafin, kamu lepas tangan gitu aja,”

    Last Updated : 2024-08-24
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   14. Mencari Naina

    “Apa? Turun?”Wanita yang merupakan petugas rumah sakit itu mendekat ke arah Naina. “Iya, Mbak. Sahamnya lagi turun drastis. Kurang lebih selama tiga hari ini sih.”Naina berdehem pelan untuk menetralkan rasa terkejutnya. “Ibu tau dari mana?”“Dari anak saya yang bekerja di perusahaan itu. Katanya di sana tuh lagi kacau banget, Mbak. Anak saya jadi lebih banyak lembur buat mengatasi masalah itu.”Naina terdiam tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Ia yakin pasti Dhafin sekarang sedang sibuk mengatasi masalah itu. Dhafin tentunya akan melakukan segala cara untuk mengembalikan nama baik perusahaan.“Anak saya juga bilang kalau masalah ini tuh akibat berita viralnya Mbak. Padahal yang saya tahu, Wirabuana Group itu perusahaan yang bagus banget loh. Nggak nyangka akan menghadapi masalah ini.”Naina membenarkan dalam hati perkataan wanita itu. Wirabuana Group memang salah satu perusahaan ternama yang terkenal sangat bagus. Di mata publik, citranya pun sangat baik seolah tanpa cela sedi

    Last Updated : 2024-08-25

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   234. Hari Pernikahan Tiba

    Lora berjalan memasuki gedung hotel tempat akad sekaligus resepsi pernikahan Dhafin dan Freya. Di sampingnya ada Grissham yang memang ikut diundang sebagai rekan bisnis Dhafin.Ia datang sendiri tanpa membawa anak-anaknya yang dititipkan di rumah orang tua Zelda bersama Amina. Kebetulan hari ini weekend sehingga mereka bisa menjaga sekalian menghabiskan waktu dengan si kembar. Malahan dengan senang hati dititipi karena sudah sangat merindukan duo bocil itu. “Apa kau beneran baik-baik saja, Lora?” tanya Grissham saat keduanya berada dalam lift menuju lantai tempat ballroom berada.“Hm?” Lora mendongak menatap Grissham yang lebih tinggi darinya. Ia mengerjapkan mata sejenak, cukup kaget mendengar pertanyaan tiba-tiba dari laki-laki itu. “Aku baik-baik aja, Kak. Kenapa memangnya?” tanyanya balik.Grissham tersenyum sambil membalas tatapan Lora tepat di kedua bola matanya. “Mungkin saja kau merasa sakit atau bagaimana melihat mantan suamimu yang menikah lagi.”“Ditambah menikahnya deng

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   233. Memberikan Keputusan

    Freya terdiam sejenak, teringat ketika dirinya mengizinkan Tika melakukan live streaming di acara itu. “Tapi kenapa nggak kamu matikan saat kita sedang party?”Terdengar suara tawa pelan di seberang sana. “Logika aja sih, Frey. Di acara itu, kita semua melakukan party dan bersenang-senang.”“Beberapa dari kita bahkan ada yang mabuk termasuk aku sendiri. Mana kepikiran buat mematikan live? Jangankan mematikan, ingat kalau live streaming masih menyala aja kagak,” jelasnya.Freya lagi-lagi terdiam. Sedikit banyak ia membenarkan perkataan Tika. Ia sendiri pun tidak ingat apalagi dirinya yang paling parah di sini. Tetapi….“Kenapa kamu malah melakukan live streaming di acara itu? Kamu sengaja, ya?” tanyanya setengah menuduh. Tika menghembuskan napas kasar. Mungkin merasa kesal karena selalu dipojokkan. “Itu udah menjadi kebiasaanku ketika kita kumpul bareng.”“Apa kamu lupa? Aku niatnya cuma pengen seru-seruan sekalian mengabadikan momen itu. Aku pun nggak pernah menduga kalau akhirnya ja

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   232. Saling Menyalahkan

    “Klarifikasi mulu. Kek nggak ada pembelaan lain aja. Lama-lama jadi duta klarifikasi nih orang. Dasar drama queen!”Lora mengerutkan keningnya menatap Zelda yang menggerutu kesal sambil melihat ke arah ponsel. “Kenapa, Zel?”Zelda mengangkat kepalanya membalas tatapan Lora dengan raut wajah cemberut. Ia menyodorkan ponselnya ke arah sanga sahabat. “Nih, lihat. Si Freya klarifikasi tentang beritanya yang viral itu.”Lora mengelap tangannya yang bekas minyak menggunakan tisu sebelum mengambil ponsel milik Zelda.Ia menonton tayangan video berisi Freya yang melakukan klarifikasi atau lebih tepatnya menyangkal tentang semua pengakuannya sendiri.“Percuma juga dia klarifikasi sana-sini. Dikira netizen sekarang nggak cerdas apa?” lanjut Zelda masih dengan mengomel. Ia lantas minum jusnya yang tinggal setengah.Lora tersenyum geli melihat tingkah bumil yang satu ini lalu mengembalikan ponsel pada pemiliknya. “Kok jadi kamu yang ngomel-ngomel sendiri sih?”Zelda mendengus keras dengan melipat

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   231. Buktikan Kebenarannya

    Freya menundukkan kepalanya sambil memilin jari. Ia menggigit bibir bawahnya bimbang, antara jujur atau berbohong. “Freya,” panggil Bu Linda melihat putrinya yang malah bungkam. Ia terdiam sejenak sambil menatap Freya lekat-lekat mencoba menelisik apa yang sebenarnya terjadi. “Freya, jangan bilang kalau semua itu memang benar?” tebaknya. Wanita paruh baya itu mengguncang bahu Freya karena belum juga mendapatkan jawaban. “Jawab Mama, Freya. Jawab dengan jujur!” Freya mengangguk pelan masih dengan kepala tertunduk. “Semuanya… be-benar, Ma.” Bu Linda mendorong keras bahu Freya hingga oleng ke belakang. “Freyaaa! Astaga!”Freya menumpukan tangannya di kasur sehingga tidak sepenuhnya limbung lantas memperbaiki posisi duduknya kembali seperti semula. Ia meringis pelan melihat ibunya yang tampak uring-uringan. Kepalanya semakin menunduk dalam tanpa berani menatap sang ibu.“Jadi, dalam video itu kamu mengakui perbuatanmu sendiri gitu?” tanya Bu Linda menatap kesal ke arah putrinya. “M

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   230. Terancam Batal

    “Nggak! Kalian jangan dulu membuat keputusan apapun,” sahut Bu Anita menyela pembicaraan suami dan anaknya.Ia menegakkan tubuh menatap keduanya bergantian. “Di video itu Freya dalam keadaan mabuk, jadi omongannya melantur kemana-mana.”“Freya nggak sadar saat berbicara seperti itu. Jangan langsung percaya dulu,” sanggahnya.Dhafin berdecak kesal mendengar ucapan ibunya yang terkesan membela Freya. “Mama berusaha menyangkal? Udah jelas-jelas Freya kayak gitu.”Bu Anita menggelengkan kepala berkali-kali. “Bukannya Mama berusaha menyangkal, Dhafin, tapi lihat dulu situasinya di situ seperti apa. Masa kita langsung percaya gitu aja sama omongan orang mabuk?”“Orang mabuk biasanya berkata jujur, Ma,” sahut Dhafin dengan nada datar. Bu Anita gantian menggenggam tangan putranya. “Mama tau, makanya tadi syok banget karena belum bisa berpikir jernih dan menelan informasi itu bulat-bulat.”“Sekarang Mama ingin kamu mencari tahu dulu kebenarannya seperti apa lalu mengambil keputusan yang benar

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   229. Gara-gara Live Streaming

    Freya kembali menenggak minuman lalu meletakkan gelasnya di meja dengan kasar. “Meski begitu, Dhafin masih enggan menceraikan Lora bahkan di saat kami udah tunangan.”“Aku harus menunggu sampai berbulan-bulan barulah mereka akhirnya resmi bercerai. Ternyata proses perceraian mereka ditunda karena Lora hamil anaknya Dhafin. Sialan!”Ia mendengus kasar seraya menyandarkan tubuhnya kembali. “Sekarang Lora jauh berbeda dengan yang dulu. Aku nggak bisa lagi mengusik hidupnya dan menyentuh anak-anaknya.”“Dia punya bekingan kuat yang sulit untuk ditembus. Dia juga dengan berani-beraninya mengancamku. Dikiranya aku bakal takut begitu? Hahaha… Nggak sama sekali.”“Menikah dengan Dhafin satu-satunya cara supaya Lora tersakiti dan tersiksa dengan perasaannya sendiri yang terlalu mencintai Dhafin itu.”“Aku akan membuat Dhafin menjauh dari anak-anak Lora yang sekarang dekat dengannya. “Aku akan membuat Lora menangis darah dan mengemis perhatian Dhafin demi anak-anaknya. Hahaha….”Freya terus s

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   228. Pengakuan Tanpa Sadar

    “What?!” seru mereka semua berbarengan, sangat terkejut mendengar pengakuan tak terduga dari Freya. “Serius kamu?”Freya mengangguk dan kembali bersandar karena tidak kuat menahan kepalanya yang pusing. “Aku memilih pergi supaya Lora yang menggantikanku di sana.”“Aku memang pergi untuk mengikuti ajang kelas model bergengsi di luar negeri. Tapi sebetulnya waktu seleksinya nggak di hari itu. Aku…. sengaja memajukan jadwal keberangkatanku.”“Dan ya… seperti yang kurencakan Lora menjadi pengantin pengganti karena acara nggak mungkin dibatalkan begitu aja demi nama baik keluarga.” Ia menjeda ucapannya untuk menarik napas dalam-dalam. “Aku berencana membuat Lora jatuh cinta sama Dhafin. Setelah benar-benar cinta bahkan bucin akut, aku merebut Dhafin kembali.”“Aku yakin sekali Dhafin masih sangat mencintaiku walaupun sudah menikah dengan Lora selama empat tahun. Semua rencanaku berjalan dengan mulus dan berhasil,” jelasnya.Teman Freya yang berpenampilan paling. sexy itu geleng-geleng kep

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   227. Mari Kita Party!

    Freya sendiri hanya diam di tengah suara-suara para temannya yang membujuk. Kepalanya tertunduk dengan tangan saling meremas gelisah. Dalam hati, ia tak tahu keputusan apa yang harus dirinya ambil. Apakah menerima ajakan teman-temannya atau memilih mengakhiri saja.“Frey, beneran kamu nggak mau party?” tanya temannya yang rambutnya digerai untuk memastikan sekali lagi. Si pembawa acara menghela napas melihat Freya yang masih bungkam. “Yaudah, kalau kamu nggak mau. Acara ini kita hentikan sampai di sini aja.”Salah satu dari mereka meraih nampan di atas meja berniat untuk menyingkirkan minuman beralkohol itu.Namun, belum sempat tangannya mengangkat nampan, sebuah tangan lain menghentikan gerakannya.“Tunggu.” Freya memegang tangan temannya bermaksud mencegah. Ia menatap sang teman dan botol minuman itu secara bergantian. “Mau dibawa kemana?”“Mau kubawa pergilah. Kan kamu nggak mau party,” jawab temannya itu. “Siapa bilang?” tanya Freya dengan raut wajah datar. Ia melipat tangannya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   226. Bridal Shower

    Dhafin menatap Lora dalam-dalam. Mantan istrinya sudah banyak berubah. Tidak seperti dulu yang terlihat lemah dan manut-manut saja yang mudah sekali dimanfaatkan. Sekarang wanita itu jauh lebih berani mengutarakan hal yang tidak sejalan dengan prinsipnya sekaligus tegas. Namun, satu karakter yang masih sama. Lora tidak akan tinggal diam bila anaknya disakiti ataupun dikecewakan. Ia akan menjadi garda terdepan tanpa pandang bulu sekalipun itu ayah kandung dari anaknya sendiri. Dhafin menghela napas panjang. “Aku mengaku salah. Aku minta maaf, Lora.”Lora mendengus keras. “Kamu memang salah! Jangan minta maaf padaku. Minta maaflah kepada anak-anak yang berkali-kali kamu kecewakan,” balasnya ketus. Dhafin mengangguk dengan raut wajah semringah. Namun, detik berikutnya ia kembali murung. “Tapi mereka lagi nggak mau bertemu denganku.”Lora tersenyum mengejek. “Baru segitu kamu langsung menyerah? Cemen banget!” Dhafin membulatkan mata mendengar itu, agak tersinggung. “Terus bagaimana

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status