“Aku sangat mencintaimu, Freya. Jangan tinggalkan aku lagi.” Deg! Naina menghentikan langkahnya ketika mendengar ucapan Dhafin yang menyerupai gumaman. Ia berdiri dengan tubuh yang menegang kaku melihat mereka yang saling berpelukan itu. Dadanya seakan dihantam oleh sesuatu yang besar. Butiran bening telah terkumpul di kelopak matanya siap jatuh kapan saja. Belum cukup sampai di situ, Freya melepaskan pelukannya kemudian tanpa diduga mencium bibir Dhafin. Awalnya, Dhafin tampak terkejut, tetapi lama-kelamaan menikmati dan ikut membalas. Terlihat dari caranya yang memegang pipi dan tengkuk Freya semakin memperdalam ciuman. Sontak, air mata Naina jatuh tanpa permisi. Jantungnya berdetak cepat tanpa bisa dikendalikan. Dadanya sangat sesak menyaksikan langsung sang suami mencium mesra mantan kekasihnya. Ya Tuhan…. sakit sekali. Ia menggenggam kuat-kuat testpack di tangannya. Rencananya yang ingin memberikan kejutan, malah ia yang dibuat terkejut. Pantas saja suaminya p
Naina menarik napasnya dalam-dalam untuk mengurangi rasa sesak dalam dadanya. Ia menatap miris sang putra yang masih menangis hingga suaranya serak.Sepertinya ini menjadi puncak kesabaran Altair menghadapi sikap sang ayah sehingga sangat susah dibujuk.“Kamu ini gimana sih? Anak nangis bukannya ditenangkan malah dibiarkan.” Sang ibu mertua akhirnya turun tangan. Ia berjalan menghampiri Altair.“Udah, Ma. Aku udah membujuk, tapi Altair tetep nggak mau.” Naina senantiasa mengusap punggung Altair yang bersandar padanya.“Ya, kamu harusnya cari cara dong. Pakai alternatif lain atau apa kek. Kasihan cucuku nangis terus dari pagi. Jadi ibu kok nggak becus banget.”Jleb sekali rasanya. Padahal anaknya yang salah karena melanggar janji, tetapi Naina tetap disalahkan bahkan dibilang tidak becus.“Tapi Altair maunya sama Mas Dhafin, Ma. Udah lama Mas Dhafin nggak main sama Altair.”“Jangan cuma mengandalkan Dhafin doang. Mentang-mentang Altair deketnya sama Dhafin, kamu lepas tangan gitu aja,”
“Apa? Turun?”Wanita yang merupakan petugas rumah sakit itu mendekat ke arah Naina. “Iya, Mbak. Sahamnya lagi turun drastis. Kurang lebih selama tiga hari ini sih.”Naina berdehem pelan untuk menetralkan rasa terkejutnya. “Ibu tau dari mana?”“Dari anak saya yang bekerja di perusahaan itu. Katanya di sana tuh lagi kacau banget, Mbak. Anak saya jadi lebih banyak lembur buat mengatasi masalah itu.”Naina terdiam tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Ia yakin pasti Dhafin sekarang sedang sibuk mengatasi masalah itu. Dhafin tentunya akan melakukan segala cara untuk mengembalikan nama baik perusahaan.“Anak saya juga bilang kalau masalah ini tuh akibat berita viralnya Mbak. Padahal yang saya tahu, Wirabuana Group itu perusahaan yang bagus banget loh. Nggak nyangka akan menghadapi masalah ini.”Naina membenarkan dalam hati perkataan wanita itu. Wirabuana Group memang salah satu perusahaan ternama yang terkenal sangat bagus. Di mata publik, citranya pun sangat baik seolah tanpa cela sedi
Dhafin yang baru saja kembali dari butik Zelda menghempaskan tubuh di kursi kebesarannya. Matanya terpejam dengan tangan menumpu pada dahi. Tak lama, pintu ruangannya terbuka. Ia membuka mata dan mendapati seorang pria yang menjabat sebagai sekretarisnya berjalan mendekat. “Bagaimana? Ketemu Naina-nya?” tanya pria itu lantas duduk di kursi berhadapan dengannya. Dhafin menggeleng pelan sebagai jawaban. Pencarian Naina memang sedikit terlupakan karena ia sangat subuk mengurusi masalah kantor. Baru hari ini dirinya menyempatkan waktu ke tempat Zelda. “Kenapa kamu harus mencarinya?” “Aku takkan membiarkanya lari begitu saja,” jawab Dhafin datar. Arvan, sahabat sekaligus sekretaris Dhafin, mengetuk-ngetuk meja kaca menggunakan jarinya seperti ingin mengutarakan sesuatu. “Menurutku Naina nggak sepenuhnya salah.” “Maksudmu?” Dhafin menegakkan tubuhnya. “Maksudku bisa dibilang Naina ini sebenarnya korban. Dia nggak berniat membuat semua kekacauan ini.” “Dia bersalah.” Dhafin menatap d
“Apa kamu sengaja ingin mencoreng nama baik keluargaku?”Freya terkejut dengan pertanyaan tak terduga dari Dhafin. Ia yang semula tengkurap di kasur mengubah posisinya menjadi duduk. Raut wajahnya berubah sendu meski Dhafin tidak bisa melihat. “Kenapa kamu bertanya seperti itu? Kamu menuduhku?”“Jawab!.” Suara Dhafin terdengar dingin menandakan kalau pria itu sedang marah. “Aku nggak bermaksud mencoreng nama baik keluargamu, Dhafin. Sama sekali enggak.”“Lalu tujuanmu?”“Aku….” Freya menghela napas berat. “Aku cuma mengungkapkan rasa kecewaku pada Naina yang tega meracuni Altair. Nggak ada maksud lain.”Ia menunduk menatap sendu ke arah jemari di pangkuannya. “Aku menyayangi Altair dengan tulus seperti anakku sendiri. Aku merasa sedih dan kehilangan banget. Baru satu minggu dekat, Altair tiba-tiba meninggal.”Matanya berkaca-kaca. “Rasanya kayak direbut paksa. Dan itu gara-gara Naina. Aku nggak terima, Dhafin. Aku sangat kecewa. Anak sekecil itu harus meninggal di tangan ibunya send
Di waktu yang sama, tetapi di tempat berbeda, Naina baru saja keluar dari kamar mandi dengan dibantu oleh suster. Ia berjalan pelan sambil memegang perutnya menuju ranjang.“Terima kasih sudah membantu saya, Suster,” ucapnya setelah berhasil duduk dengan nyaman di ranjang. “Sama-sama. Kalau ada apa-apa jangan sungkan memanggil kami.” Sang suster tersenyum ramah.Naina mengangguk dan ikut tersenyum. Ia melihat sang suster yang sedang meletakkan infus di tiang samping ranjang lalu mengatur kecepatannya.Suster ini memang berbeda yang sebelumnya dan tentunya jauh lebih ramah. Mungkin berkat ibu pengantar makanan siang tadi yang sudah menginfokan kebenaran pada mereka.Setelah menyelesaikan tugasnya, sang suster pun pamit lantas keluar ruangan meninggalkan Naina yang hendak berbaring. Namun, pintu kembali terbuka membuatnya mengurungkan niat.Di sana, ada Thalia yang tengah menepikan tubuh seolah memberi jalan pada orang lain. Tak lama, muncullah seorang pria bertubuh tinggi dan tegap be
Naina spontan meminta hal tersebut. Entah mendapat keberanian dari mana. Ia berpikir tidak ada salahnya meminta bantuan pada Tuan Albern. Dhafin pasti tidak akan menyangka ia berada bersama rival bisnisnya.Tuan Albern terlihat bukan orang jahat meski wajahnya tampak tidak bersahabat. Terbukti dari Tuan Albern bersedia menolong Naina yang merupakan istri dari rivalnya.Selain itu, dari penjelasan tadi, Tuan Albern juga tidak pernah menggunakan cara kotor dan licik untuk menjatuhkan lawan. Ia mengandalkan kualitas serta potensi yang dimilikinya.Jadi, Naina yakin Tuan Albern tidak akan menjadikannya alat untuk membuat Wirabuana hancur.Naina menatap dengan cemas ke arah Tuan Albern. Ia sangat berharap pria paruh baya itu akan bersedia menolongnya sekali lagi.“Kenapa saya harus membantumu?” Tuan Albern berbalik badan dan menatap Naina penuh intimidasi.Naina menunduk memandang ke arah jamarinya di pangkuan. “Saya… saya tidak punya siapa-siapa untuk dimintai tolong.”“Sudah tahu tidak m
“Mas Dhafin?” Naina menatap Dhafin yang berjalan ke arahnya. Hatinya dipenuhi rasa was-was. Ia menggenggam erat selimut yang membungkus setengah tubuhnya. “Mau apa kamu ke sini?” Dhafin tiba di samping ranjang Naina. Ia tersenyum miring. “Menjenguk istriku.” “Dari mana kamu tau keberadaanku? “Bukan hal yang sulit.” Naina menduga pasti gara-gara videonya yang viral membuat Dhafin sangat mudah menemukannya apalagi dengan kekuasaan yang dimiliki pria itu. “Kembalilah kepada keluarga suamimu.” Perkataan Tuan Albern semalam kembali terngiang. Atau jangan-jangan Tuan Albern yang memberitahu Dhafin? Namun, kayaknya tidak mungkin. Tuan Albern bilang tidak ingin mencampuri masalah internal keluarga Wirabuana. Sepertinya opsi pertama yang lebih tepat. Seluruh penghuni rumah sakit ini sudah tahu tentangnya. Anak buah Dhafin pasti sudah mencari tahu sebelumnya. “Ayo, pulang.” Ajakan yang baru saja Dhafin lontarkan itu membuat Naina tersadar dari lamunannya. Ia memandang Dhafin yang mas
Tok tok tok “Masuk!” Grissham yang sedang berkutat dengan laptop mengalihkan perhatiannya ke arah pintu ruang kerjanya di kantor. Tak lama pintu itu terbuka dan mendapati dua orang perempuan yang dikenalnya berdiri di sana. “Permisi, Pak Grissham. Ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak dan sudah membuat janji sebelumnya,” ucap salah satu perempuan yang menjabat sebagai sekretaris Grissham. “Baiklah, kau boleh meninggalkan kami,” balas Grissham. Ia mengukir senyum ramah menyambut sang tamu setelah sekretarisnya undur diri. Laki-laki itu menunjuk sofa yang tak jauh dari meja kerjanya. “Silakan duduk dulu, Florence. Aku masih ada sedikit pekerjaan yang harus kuselesaikan. Hanya sebentar saja. Tunggu, ya.”Florence, tamu yang mendatangi kantor Grissham, hanya mengangguk sebagai balasan lantas mendudukkan dirinya di sofa panjang.Ia memilih memainkan ponsel sambil menunggu si tuan rumah menyelesaikan pekerjaannya. Sepuluh menit kemudian, Grissham telah menyelesaikan semua pekerjaan
“Ada yang hal penting yang ingin kubicarakan padamu.”“Tentang apa?” tanya Freya lalu menundukkan kepalanya karena merasa salah tingkah ditatap seperti itu.Dhafin mengubah posisi duduknya menjadi serong menghadap Freya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. “Tak terasa udah tiga tahun kita menjalin hubungan sebagai tunangan. Ternyata cukup lama juga, ya.”“Aku berpikir bahwa udah saatnya kita mengakhiri pertunangan kita ke jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan. Aku ingin menikahimu, Freya,” ungkapnya.Sontak, hal tersebut membuat Freya mengangkat kepalanya dan menatap Dhafin dengan pandangan tidak menyangka. Jantungnya berdegup kencang mendengar pernyataan yang selama ini ditunggu-tunggu. “Dhafin… kamu… kamu serius?”Dhafin mengangguk mantap dan meraih kedua tangan Freya untuk digenggamnya. “Sure, aku serius.”“Beberapa hari terakhir, aku meyakinkan hatiku dan meminta petunjuk. Ini menjadi salah satu alasan kenapa kemarin aku nggak ada waktu untukmu.”“Dan jaw
Freya menjatuhkan ponselnya di pangkuan. Ia menutup kedua telinganya sambil menggelengkan kepala berkali-kali. “Nggaaak! Berhenti menggangguku!” Perempuan itu meluruhkan tubuhnya di lantai yang dilapisi karpet tebal. Ia memeluk lutut ketakutan sambil menenggelamkan wajahnya di sana. Penampilannya sudah tidak karuan.Drrt! Ponselnya kembali berbunyi, tetapi kali ini ada panggilan masuk. Freya mengangkat kepala lalu mencari letak ponselnya. Setelah ketemu, ia langsung menerima panggilan telepon itu tanpa melihat siapa yang meneleponnya. “Apa lagi sih, hah?! Aku bilang berhenti, ya, berhenti! Stop mengganggu dan mengusik hidupku!” “Freya? Kau kenapa?” Freya tertegun lantas menjauhkan ponselnya dari telinga untuk melihat orang yang meneleponnya saat ini. “Dhafin?” “Iya, ini aku. Kau kenapa?” Freya menggelengkan kepala seraya mengusap air matanya. Ia berdehem untuk menormalkan suaranya. “Nggak papa. Ada apa menelponku? Tumben banget.”“Kamu ada di rumah kan? Atau kamu sedang nggak
“Apa? Jadi, Bu Linda sudah mengetahuinya?”Florence mengangguk membenarkan. “Aku tau informasi ini dari mantan ART yang pernah bekerja di sana.”“Dia bekerja bareng bersama Ibu Sekar, tapi waktu masuk dan keluarnya lebih lama. Setelah mengetahui perbuatan suaminya, apa Bu Linda bakal diam aja?”Ia menggeleng pelan. “Tentu, tidak. Dia bahkan berencana melakukan sesuatu terhadap bayinya Ibu Sekar. Tapi aku belum tau apa yang dilakukannya.”“Ini aku masih berusaha mencari tau dengan mengakses ke dalam rumah sakit tempat Lora dilahirkan,” katanya.Grissham menatap Florence tanpa berkedip. Ia merasa kagum dengan perempuan ini yang bertindak sangat cekatan bahkan lebih cepat dari dirinya. Memang benar, perempuan kalau sudah kepo jiwa detektifnya melebihi Badan Intelijen Negara. “Waw! Bagaimana bisa kau mendapatkan semua informasi itu?”Florence terkekeh kecil. “Ada deh. Aku pastikan semua informasi ini akurat, no hoax.”Ia lantas menoleh ke arah Grissham yang masih menatapnya lalu memukul
Selama melakukan penyelidikan tentang jati diri Lora, Grissham memang dibantu oleh Florence.Masih ingat siapa itu Florence? Benar, perempuan itu adalah putri tunggal dari pasangan Pak Raynald dan Dokter Radha. Awal mula Grissham mengenalnya ketika ia ingin membangun perusahaan cabangnya di negara ini yang otomatis membutuhkan seorang arsitek. Ayahnya sendiri yang merekomendasikan Florence yang sangat handal dalam bidang tersebut selain karena anak dari sahabatnya.Singkat cerita mereka pun akhirnya saling bekerja sama untuk membangun gedung kantor Garfield Technology Company yang tak kalah megahnya dengan kantor pusat di luar negeri. Keduanya pun sempat putus kontak hingga beberapa minggu kemarin mereka kembali bekerja sama untuk mencari tahu semuanya tentang Lora. Florence yang pertama kali menawarkan dan membuat Grissham sendiri merasa aneh. Mungkin ada maksud terselubung, tetapi… entahlah. “Sebenarnya aku masih tidak mengerti, mengapa kau ikut menyelidiki tentang Lora?” tanya
Freya melemparkan tasnya ke lantai setelah tiba di kamar. Wajahnya memerah menahan amarah yang meluap-luap dalam dirinya. Teringat kembali kejadian tadi ketika salah satu brand yang selama ini menjalin kerja sama dan menjadikannya sebagai brand ambassador tidak lagi memperpanjang kontrak.“Maaf, Mbak Freya, kami tidak bisa lagi memperpanjang kontrak ini,” ucap kepala pemasaran ketika Freya mendatangi ruangannya.“Tapi kenapa, Pak? Bukankah sebelumnya Bapak bilang akan terus menjadikan saya sebagai brand ambassador selamanya? Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini?” tanya Freya sekaligus protes.Kepala pemasaran itu menghela napas. “Ini sudah menjadi keputusan pemilik brand ini. Jadi, saya hanya menjalankan perintah sesuai prosedur saja.”Freya menggeleng tidak terima. “Nggak bisa begitu dong, Pak. Bapak tidak bisa memutuskan hal ini tanpa persetujuan saya.” “Maaf, Mbak Freya, saya tidak bisa membantu banyak,” balas pria itu. Raut wajahnya yang biasa ramah kini terlihat datar dan terkesan
“Dhafin!”Dhafin yang semula sedang fokus membaca berkasnya mendongak guna menatap sang ayah. Ia mengernyit heran melihat raut wajah Pak Daniel yang kurang bersahabat.Pria itu pun bangkit berdiri disertai senyum tipis untuk menyambut kedatangan ayahnya. “Papa, ada apa ke ruanganku?”Plak! “Dasar ceroboh!” hardik Pak Daniel setelah menampar keras pipi putranya.Dhafin memegang pipinya bekas tamparan sang ayah. Kepalanya yang tertoleh kembali menghadap ke arah Pak Daniel dengan pandangan heran sekaligus tidak menyangka. “Pa? Kenapa Papa menamparku?” tanyanya.Pak Daniel menudingkan jari telunjuknya ke depan. “Kau benar-benar ceroboh, Dhafin! Bagaimana bisa kau sampai tidak tahu kalau Grissham itu putranya Albern, hah?!”Rupanya berita tentang Grissham yang merupakan anak dari Pak Albern sudah sampai ke telinga Pak Daniel. Pernikahan Zelda yang digelar besar-besaran beberapa hari yang lalu itu memang sangat menghebohkan publik. Jati diri seorang Zelda yang merupakan putri tunggal da
Hari ini merupakan hari spesial bagi Zelda dan Evan, di mana mereka akhirnya melangsungkan pernikahan yang sudah lama ditunggu-tunggu. Pesta pernikahan keduanya berlangsung sangat megah dengan mengundang banyak tamu undangan. Maklum Zelda adalah putri tunggal keluarga Steward sehingga Pak Anton dan Bu Kayla tidak tanggung-tanggung dalam mengadakan pesta ini. Pak Albern pun ikut membantu sekaligus menjadi perwakilan dari pihak Evan yang sudah tidak mempunyai orang tua maupun sanak saudara. Di pernikahan ini, Lora berperan sebagai bridesmaid bersama dengan teman Zelda yang lain. Ia kini tampil sangat cantik dengan balutan seragam bridesmaid pilihan sahabatnya. Si kembar pun memiliki peran tak kalah pentingnya dengan sang ibu. Kedua balita itu menjadi pengiring pengantin ketika berjalan menuju tempat pelaminan.“Sayang, ayo, beri selamat ke Onty El,” ucap Lora kepada putrinya dengan badan membungkuk. Ia mengangkat Zora ke dalam gendongannya agar lebih mudah berinteraksi. “Celamat,
Lora mengangguk lantas menyandarkan tubuhnya di sofa. “Ibu Tari bilang, Bapak udah menuntut keadilan atas kecelakaan ini. Tapi pihak kepolisian menolak mentah-mentah.”“Kami hanya orang kecil yang nggak punya kuasa untuk melawan. Akhirnya, kasus ini dipaksa damai dan ditutup begitu saja. Si supir taksi itu pun bebas dari hukuman dan hanya membayar denda aja.”“Ibu Tari juga bilang semenjak itu sifat Bapak juga berubah. Lebih banyak diam seperti menanggung banyak beban. Ketika ditanya bilangnya baik-baik saja.”“Ibu Tari merasa Bapak menyembunyikan sesuatu, tapi nggak tau tentang apa itu. Hingga di akhir hayatnya, Bapak sama sekali nggak cerita apa-apa.”“Setelah seratus harinya Bapak, Ibu Tari mengajakku pindah ke kota dan bekerja di rumah Freya,” ceritanya panjang lebar sambil mengingat kembali apa saja yang diceritakan oleh almarhumah ibu angkatnya semasa hidup.Grissham terdiam mendengarkan semua cerita Lora sambil sesekali mencatat poin penting yang langsung dikirimkan kepada oran