Home / Rumah Tangga / Mari Berpisah, Aku Menyerah / 53. Kenapa Harus Freya?

Share

53. Kenapa Harus Freya?

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2024-09-18 23:19:44

Zelda tidak langsung menjawab. Terlihat sekali dari raut wajahnya yang menahan rasa cemas dan gelisah.

Perempuan itu menghela sejenak lantas mengangguk pelan. “Iya.”

Deg!

Untuk sejenak, jantung Naina terasa berhenti berdetak. Tubuhnya menegang kaku. Ia mengalihkan pandangannya ke arah depan dengan tatapan mata kosong.

Freya

Nama itu kembali terdengar di telinganya. Naina kembali teringat akan semua rasa sakit yang ditanggungnya apalagi kala mengingat kematian sang putra yang disebabkan oleh perempuan itu.

Hatinya semakin teriris dan perih. Luka yang telah dibalut kini kembali berdarah. Dadanya sesak luar biasa.

Udara di sekitarnya serasa menipis sehingga membuatnya sulit untuk bernapas. Mata cantiknya memburam tertutup oleh kabut air yang siap tumpah kapan saja.

Ya Tuhan... dari sekian banyak orang yang berprofesi sebagai model, kenapa harus Freya?

Orang yang telah menghadirkan penderitaan dalam hidupnya. Dan sekarang perempuan jahat itu menjadi model di butik Zelda.

Entah apa tu
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   54. Harus Lebih Berhati-hati

    Zelda menatap ke arah Oma sejenak lantas beralih memandang ke arah lain. “Waktu itu aku masih punya satu model yang kukira akan tetap bertahan.”“Sayangnya, dia memilih resign karena hamil dan dilarang suaminya menjadi model lagi. Di hari yang sama Freya datang menawarkan kerja sama lalu seperti yang udah kuceritakan tadi.”Ia menghela napas berat lantas menunduk. “Aku didesak Papa untuk segera memberikan keputusan, Mama juga memberikan dukungan. Jadi, terpaksa aku menerimanya.”Oma Hira berdecak. “Aish! Memang dasar si Antonio Starward itu. Nggak pengertian sekali dengan keinginan anak.”Ia mengusap lengan Zelda. “Yaudah, nggak papa. Di sini kamu harus pintar-pintarnya memanfaatkan dia untuk memperoleh keuntungan besar.”Zelda mengangguk. “Iya, Oma, aku juga udah punya rencana seperti itu.”“Selain memanfaatkannya untuk kepentingan butik, kamu bisa gunakan untuk menyelidiki kasus kematian anaknya Naina. Bukan begitu, Naina?” Oma Hira menoleh ke arah Naina.Naina tersenyum dan mengang

    Last Updated : 2024-09-18
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   55. Tidak Akan Bercerai

    Dhafin keluar dari mobil hitam miliknya setelah parkir di tempat yang tersedia. Tatapannya langsung tertuju pada gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Ia merapikan jas mahalnya sejenak, lalu melangkah masuk. “Selamat siang, Bapak, ada yang bisa kami bantu?”Dhafin menatap resepsionis di hadapannya dengan ekspresi datar. “Saya ingin bertemu dengan Bapak Bagas Angga Wijaya.”“Apakah sudah membuat janji?” tanya sang resepsionis.Dhafin menggeleng. “Tolong, sampaikan kepada beliau kalau saya, Dhafin Manggala Wirabuana ingin bertemu.”Resepsionis tersenyum ramah. “Baik, Pak. Mohon ditunggu lebih dahulu.”Dhafin melihat resepsionis itu yang sedang menelepon seseorang. Ia menunggu sambil memasukkan tangannya di dalam saku.Siang ini, Dhafin berniat untuk menemui pengacara yang telah ditunjuk Naina. Ada beberapa hal yang ingin ditanyakan kepadanya. Ia baru bisa datang hari ini karena disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk.Beberapa saat kemudian, seorang pria yang pernah datang ke r

    Last Updated : 2024-09-19
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   56. Jatuh Talak

    Deg! Dhafin tersentak. Ia merasa tidak asing dengan kata-kata itu seperti pernah mengucapkannya. Ia berpikir keras hingga sebuah bayangan ketika hari dimana Altair meninggal terlintas. Waktu itu Dhafin berada di kamarnya. Ia merasa sangat sedih dan terpuruk. Rasa bersalah menggerogoti hatinya ketika mengingat sikapnya yang mengabaikan Altair.Tak lama, Naina datang masih dengan pakaian serba putih sehabis dari makam. Wanita itu duduk di pinggir kasur samping Dhafin.“Mas, kamu percaya kan sama aku? Aku nggak mungkin membunuh putraku sendiri. Aku sangat menyayangi Altair.”Diingatkan seperti itu membuat Dhafin geram. Ia menoleh ke arah Naina dengan tatapan menghunus tajam. “Buktinya putraku meninggal gara-gara kamu!”“Mas, bukan aku yang membunuh Altair. Aku nggak mencampurkan apapun dalam makanannya. Tolong, percaya padaku, Mas,” balas Naina seraya menggenggam erat tangan Dhafin.Dhafin langsung menghempaskan tangan Naina dengan kasar. Ia beranjak berdiri masih dengan tatapan nyalan

    Last Updated : 2024-09-20
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   57. Setelah Tiada Baru Terasa

    Dhafin terdiam sejenak. “Terus?” tanyanya datar.“Ya, aku bilang kamu ada urusan penting di luar. Habis itu udah, dia langsung pergi. Katanya ada pemotretan di butik LaCia Boutique. Bukannya itu butiknya Zelda, ya?”Dhafin sedikit mengernyitkan keningnya. “Dia bekerja di sana?” tanyanya lebih untuk dirinya sendiri.“Lah, kok malah tanya saya? Anda pacarnya, masa nggak tau pacarnya kerja dimana?” balas Arvan terdengar sarkas.Dhafin menghela napas panjang. Akhir-akhir ini, ia memang tidak terlalu memperhatikan Freya. “Biarkan saja.”“Tumben sekali. Nggak berniat mencari tau gitu kenapa Freya kerja di butik Zelda?”“Nanti. Aku tutup.”Setelah mengatakan itu, Dhafin memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu respon sahabatnya. Ia lantas melajukan mobilnya dengan cepat menuju suatu tempat untuk menenangkan diri. Pikiran dan perasaannya sedang kacau sekarang sehingga tidak memungkinkan untuk dipaksa bekerja. Masalah Freya yang bekerja di butik Zelda, ia pikirkan belakangan.Villa pribadi

    Last Updated : 2024-09-20
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   58. Diantara Dua Pilihan

    “Naina....”Dhafin menajamkan penglihatannya untuk memastikan bahwa wanita itu benar-benar Naina. Matanya sampai menyipit agar bisa melihat lebih jelas dua orang itu. Arah tatapannya mengikuti mereka yang tampak melangkah menuju mobil hitam yang terparkir tak jauh dari sana. Sayangnya, ada beberapa kendaraan yang melaju dari arah berlawanan menghalangi pandangannya.Saat semua kendaraan telah lewat, orang yang Dhafin lihat sebagai Naina sudah tidak ada. Begitu pula dengan keberadaan mobil hitam itu. Ia celingukan mencari keberadaan mereka.Dhafin bahkan hendak menurunkan kaca mobil di samping kanannya. Namun, urung ketika suara klakson dari arah belakang terus-menerus dibunyikan dan mendesaknya untuk segera melaju karena lampu telah berubah warna menjadi hijau.Pria itu berdecak kesal lantas kembali melajukan mobilnya. Ia memikirkan kejadian barusan. Apakah benar wanita itu adalah Naina?Jarak yang cukup jauh membuatnya tidak bisa melihat jelas wajah wanita itu. Jika dilihat dari pos

    Last Updated : 2024-09-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   59. Sebuah Ancaman

    Dhafin tidak mampu berkutik. Pilihan yang diberikan oleh orang tuanya sangat sulit. Ia tidak bisa memilih salah satu yang sama sekali tidak menguntungkan untuknya. Dan kenapa pula mereka kembali melibatkan Naina? Dhafin menatap kedua orang tuanya bergantian. “Mama sama Papa nggak bisa mengancamku seperti itu.”“Aku bukan anak kecil lagi yang ketika diancam langsung takut dan nurut. Aku berhak menentukan jalan hidupku sendiri,” balasnya dengan nada datar.“Dan kamu memilih jalan untuk tetap bersama Naina?” serobot Bu Anita langsung.“Iya! Itu udah menjadi pilihanku, Ma,” jawab Dhafin tegas.Ia beralih menatap ayahnya lekat-lekat. “Kenapa Papa kembali membawa-bawa Naina? Bukannya Papa nggak ingin melibatkan pihak kepolisian?”Pak Daniel tersenyum miring. “Kamu pikir Papa nggak tau kalau selama ini kamu diam-diam mencari keberadaan Naina?”Dhafin terbungkam. Sebelumnya ia sudah mewanti-wanti pada orang suruhannya untuk merahasiakan pencarian ini dari keluarganya. Itu berarti ada yang m

    Last Updated : 2024-09-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   60. Fakta Baru

    Dhafin menoleh sedikit terkejut. “Naina sering ke sini?”Bi Asih mengangguk. “Iya, Den. Di lingkungan sini banyak anak-anak seumuran Dek Altair, makanya Non Naina cukup sering mengajak main Dek Altair ke sini.”“Dek Altair juga senang banget dapat teman banyak. Kadang juga ke sini sama sahabatnya yang punya butik terkenal itu loh, Den,” jelasnya.Dhafin tahu, lingkungan di kompleks perumahan ini sangat bagus. Semua rumah tidak memiliki pagar sehingga memudahkan warganya bersosialisasi satu sama lain.Tidak heran jika Altair akan betah bermain di sini bersama anak-anak lainnya. Itulah kenapa ia memilih rumah ini sebagai hunian untuk keluarga kecilnya.Akan tetapi, sungguh, Dhafin tidak tahu menahu tentang Naina yang sering ke sini. Wanita itu tidak pernah cerita sama sekali. Jangankan cerita, ia saja enggan mengobrol banyak dengan Naina. Istrinya memang sering izin keluar rumah, tetapi ia tidak bertanya mau kemana. Lagi pula tidak penting.“Menginap juga?” tanyanya.Bi Asih menggeleng

    Last Updated : 2024-09-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   61. Keraguan yang Sirna

    “Jadi, pelakunya diantara kalian para pelayan?”Bi Lastri menggelengkan kepalanya pelan. “Saya tidak tahu, Den, dan saya juga tidak mau suudzon.”“Mungkin iya ada diantara kami, tapi bisa jadi dari orang lain yang tidak menyukai Non Naina,” ucapnya.Dhafin menyandarkan tubuhnya di kursi. Penjelasan Bi Lastri memang masuk akal. “Kenapa Bibi baru mengatakannya sekarang? Di saat saya dengan Naina diambang perpisahan?” tanyanya sedikit protes.Bi Lastri tampak gugup. “Ma-maaf, Den, saya tidak berani. Saya takut Den Dhafin tidak mempercayai ucapan saya.”“Waktu itu juga Den Dhafin lagi emosi, jadi akan percuma kalau saya menjelaskan seperti ini,” jawabnya.Dhafin menghela napas. “Naina sudah pergi entah dimana dan bahkan sudah mengajukan perceraian, Bi. Andai dari awal Bibi memberitahu, pasti saya akan mencegah kepergiannya.”“Maaf, Den.”Dhafin tidak serta merta langsung percaya begitu saja dengan ucapan Bi Lastri malam itu. Ia pun mengeceknya melalui CCTV yang terpasang di dapur pada de

    Last Updated : 2024-09-21

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   209. Putri yang Tertukar?

    Tok tok tok “Masuk!” Grissham yang sedang berkutat dengan laptop mengalihkan perhatiannya ke arah pintu ruang kerjanya di kantor. Tak lama pintu itu terbuka dan mendapati dua orang perempuan yang dikenalnya berdiri di sana. “Permisi, Pak Grissham. Ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak dan sudah membuat janji sebelumnya,” ucap salah satu perempuan yang menjabat sebagai sekretaris Grissham. “Baiklah, kau boleh meninggalkan kami,” balas Grissham. Ia mengukir senyum ramah menyambut sang tamu setelah sekretarisnya undur diri. Laki-laki itu menunjuk sofa yang tak jauh dari meja kerjanya. “Silakan duduk dulu, Florence. Aku masih ada sedikit pekerjaan yang harus kuselesaikan. Hanya sebentar saja. Tunggu, ya.”Florence, tamu yang mendatangi kantor Grissham, hanya mengangguk sebagai balasan lantas mendudukkan dirinya di sofa panjang.Ia memilih memainkan ponsel sambil menunggu si tuan rumah menyelesaikan pekerjaannya. Sepuluh menit kemudian, Grissham telah menyelesaikan semua pekerjaan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   208. Rencana Pernikahan

    “Ada yang hal penting yang ingin kubicarakan padamu.”“Tentang apa?” tanya Freya lalu menundukkan kepalanya karena merasa salah tingkah ditatap seperti itu.Dhafin mengubah posisi duduknya menjadi serong menghadap Freya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. “Tak terasa udah tiga tahun kita menjalin hubungan sebagai tunangan. Ternyata cukup lama juga, ya.”“Aku berpikir bahwa udah saatnya kita mengakhiri pertunangan kita ke jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan. Aku ingin menikahimu, Freya,” ungkapnya.Sontak, hal tersebut membuat Freya mengangkat kepalanya dan menatap Dhafin dengan pandangan tidak menyangka. Jantungnya berdegup kencang mendengar pernyataan yang selama ini ditunggu-tunggu. “Dhafin… kamu… kamu serius?”Dhafin mengangguk mantap dan meraih kedua tangan Freya untuk digenggamnya. “Sure, aku serius.”“Beberapa hari terakhir, aku meyakinkan hatiku dan meminta petunjuk. Ini menjadi salah satu alasan kenapa kemarin aku nggak ada waktu untukmu.”“Dan jaw

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   207. Curahan Hati Seorang Freya

    Freya menjatuhkan ponselnya di pangkuan. Ia menutup kedua telinganya sambil menggelengkan kepala berkali-kali. “Nggaaak! Berhenti menggangguku!” Perempuan itu meluruhkan tubuhnya di lantai yang dilapisi karpet tebal. Ia memeluk lutut ketakutan sambil menenggelamkan wajahnya di sana. Penampilannya sudah tidak karuan.Drrt! Ponselnya kembali berbunyi, tetapi kali ini ada panggilan masuk. Freya mengangkat kepala lalu mencari letak ponselnya. Setelah ketemu, ia langsung menerima panggilan telepon itu tanpa melihat siapa yang meneleponnya. “Apa lagi sih, hah?! Aku bilang berhenti, ya, berhenti! Stop mengganggu dan mengusik hidupku!” “Freya? Kau kenapa?” Freya tertegun lantas menjauhkan ponselnya dari telinga untuk melihat orang yang meneleponnya saat ini. “Dhafin?” “Iya, ini aku. Kau kenapa?” Freya menggelengkan kepala seraya mengusap air matanya. Ia berdehem untuk menormalkan suaranya. “Nggak papa. Ada apa menelponku? Tumben banget.”“Kamu ada di rumah kan? Atau kamu sedang nggak

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   206. Tanggal Lahir yang Sama

    “Apa? Jadi, Bu Linda sudah mengetahuinya?”Florence mengangguk membenarkan. “Aku tau informasi ini dari mantan ART yang pernah bekerja di sana.”“Dia bekerja bareng bersama Ibu Sekar, tapi waktu masuk dan keluarnya lebih lama. Setelah mengetahui perbuatan suaminya, apa Bu Linda bakal diam aja?”Ia menggeleng pelan. “Tentu, tidak. Dia bahkan berencana melakukan sesuatu terhadap bayinya Ibu Sekar. Tapi aku belum tau apa yang dilakukannya.”“Ini aku masih berusaha mencari tau dengan mengakses ke dalam rumah sakit tempat Lora dilahirkan,” katanya.Grissham menatap Florence tanpa berkedip. Ia merasa kagum dengan perempuan ini yang bertindak sangat cekatan bahkan lebih cepat dari dirinya. Memang benar, perempuan kalau sudah kepo jiwa detektifnya melebihi Badan Intelijen Negara. “Waw! Bagaimana bisa kau mendapatkan semua informasi itu?”Florence terkekeh kecil. “Ada deh. Aku pastikan semua informasi ini akurat, no hoax.”Ia lantas menoleh ke arah Grissham yang masih menatapnya lalu memukul

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   205. Saudara Satu Ayah

    Selama melakukan penyelidikan tentang jati diri Lora, Grissham memang dibantu oleh Florence.Masih ingat siapa itu Florence? Benar, perempuan itu adalah putri tunggal dari pasangan Pak Raynald dan Dokter Radha. Awal mula Grissham mengenalnya ketika ia ingin membangun perusahaan cabangnya di negara ini yang otomatis membutuhkan seorang arsitek. Ayahnya sendiri yang merekomendasikan Florence yang sangat handal dalam bidang tersebut selain karena anak dari sahabatnya.Singkat cerita mereka pun akhirnya saling bekerja sama untuk membangun gedung kantor Garfield Technology Company yang tak kalah megahnya dengan kantor pusat di luar negeri. Keduanya pun sempat putus kontak hingga beberapa minggu kemarin mereka kembali bekerja sama untuk mencari tahu semuanya tentang Lora. Florence yang pertama kali menawarkan dan membuat Grissham sendiri merasa aneh. Mungkin ada maksud terselubung, tetapi… entahlah. “Sebenarnya aku masih tidak mengerti, mengapa kau ikut menyelidiki tentang Lora?” tanya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   204. Merasa Diteror

    Freya melemparkan tasnya ke lantai setelah tiba di kamar. Wajahnya memerah menahan amarah yang meluap-luap dalam dirinya. Teringat kembali kejadian tadi ketika salah satu brand yang selama ini menjalin kerja sama dan menjadikannya sebagai brand ambassador tidak lagi memperpanjang kontrak.“Maaf, Mbak Freya, kami tidak bisa lagi memperpanjang kontrak ini,” ucap kepala pemasaran ketika Freya mendatangi ruangannya.“Tapi kenapa, Pak? Bukankah sebelumnya Bapak bilang akan terus menjadikan saya sebagai brand ambassador selamanya? Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini?” tanya Freya sekaligus protes.Kepala pemasaran itu menghela napas. “Ini sudah menjadi keputusan pemilik brand ini. Jadi, saya hanya menjalankan perintah sesuai prosedur saja.”Freya menggeleng tidak terima. “Nggak bisa begitu dong, Pak. Bapak tidak bisa memutuskan hal ini tanpa persetujuan saya.” “Maaf, Mbak Freya, saya tidak bisa membantu banyak,” balas pria itu. Raut wajahnya yang biasa ramah kini terlihat datar dan terkesan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   203. Harga Diri yang Tercoreng

    “Dhafin!”Dhafin yang semula sedang fokus membaca berkasnya mendongak guna menatap sang ayah. Ia mengernyit heran melihat raut wajah Pak Daniel yang kurang bersahabat.Pria itu pun bangkit berdiri disertai senyum tipis untuk menyambut kedatangan ayahnya. “Papa, ada apa ke ruanganku?”Plak! “Dasar ceroboh!” hardik Pak Daniel setelah menampar keras pipi putranya.Dhafin memegang pipinya bekas tamparan sang ayah. Kepalanya yang tertoleh kembali menghadap ke arah Pak Daniel dengan pandangan heran sekaligus tidak menyangka. “Pa? Kenapa Papa menamparku?” tanyanya.Pak Daniel menudingkan jari telunjuknya ke depan. “Kau benar-benar ceroboh, Dhafin! Bagaimana bisa kau sampai tidak tahu kalau Grissham itu putranya Albern, hah?!”Rupanya berita tentang Grissham yang merupakan anak dari Pak Albern sudah sampai ke telinga Pak Daniel. Pernikahan Zelda yang digelar besar-besaran beberapa hari yang lalu itu memang sangat menghebohkan publik. Jati diri seorang Zelda yang merupakan putri tunggal da

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   202. Fakta Mengejutkan

    Hari ini merupakan hari spesial bagi Zelda dan Evan, di mana mereka akhirnya melangsungkan pernikahan yang sudah lama ditunggu-tunggu. Pesta pernikahan keduanya berlangsung sangat megah dengan mengundang banyak tamu undangan. Maklum Zelda adalah putri tunggal keluarga Steward sehingga Pak Anton dan Bu Kayla tidak tanggung-tanggung dalam mengadakan pesta ini. Pak Albern pun ikut membantu sekaligus menjadi perwakilan dari pihak Evan yang sudah tidak mempunyai orang tua maupun sanak saudara. Di pernikahan ini, Lora berperan sebagai bridesmaid bersama dengan teman Zelda yang lain. Ia kini tampil sangat cantik dengan balutan seragam bridesmaid pilihan sahabatnya. Si kembar pun memiliki peran tak kalah pentingnya dengan sang ibu. Kedua balita itu menjadi pengiring pengantin ketika berjalan menuju tempat pelaminan.“Sayang, ayo, beri selamat ke Onty El,” ucap Lora kepada putrinya dengan badan membungkuk. Ia mengangkat Zora ke dalam gendongannya agar lebih mudah berinteraksi. “Celamat,

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   201. Tentang Ibu Kandung Lora

    Lora mengangguk lantas menyandarkan tubuhnya di sofa. “Ibu Tari bilang, Bapak udah menuntut keadilan atas kecelakaan ini. Tapi pihak kepolisian menolak mentah-mentah.”“Kami hanya orang kecil yang nggak punya kuasa untuk melawan. Akhirnya, kasus ini dipaksa damai dan ditutup begitu saja. Si supir taksi itu pun bebas dari hukuman dan hanya membayar denda aja.”“Ibu Tari juga bilang semenjak itu sifat Bapak juga berubah. Lebih banyak diam seperti menanggung banyak beban. Ketika ditanya bilangnya baik-baik saja.”“Ibu Tari merasa Bapak menyembunyikan sesuatu, tapi nggak tau tentang apa itu. Hingga di akhir hayatnya, Bapak sama sekali nggak cerita apa-apa.”“Setelah seratus harinya Bapak, Ibu Tari mengajakku pindah ke kota dan bekerja di rumah Freya,” ceritanya panjang lebar sambil mengingat kembali apa saja yang diceritakan oleh almarhumah ibu angkatnya semasa hidup.Grissham terdiam mendengarkan semua cerita Lora sambil sesekali mencatat poin penting yang langsung dikirimkan kepada oran

DMCA.com Protection Status