Share

56. Jatuh Talak

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2024-09-20 23:48:29

Deg!

Dhafin tersentak. Ia merasa tidak asing dengan kata-kata itu seperti pernah mengucapkannya. Ia berpikir keras hingga sebuah bayangan ketika hari dimana Altair meninggal terlintas.

Waktu itu Dhafin berada di kamarnya. Ia merasa sangat sedih dan terpuruk. Rasa bersalah menggerogoti hatinya ketika mengingat sikapnya yang mengabaikan Altair.

Tak lama, Naina datang masih dengan pakaian serba putih sehabis dari makam. Wanita itu duduk di pinggir kasur samping Dhafin.

“Mas, kamu percaya kan sama aku? Aku nggak mungkin membunuh putraku sendiri. Aku sangat menyayangi Altair.”

Diingatkan seperti itu membuat Dhafin geram. Ia menoleh ke arah Naina dengan tatapan menghunus tajam. “Buktinya putraku meninggal gara-gara kamu!”

“Mas, bukan aku yang membunuh Altair. Aku nggak mencampurkan apapun dalam makanannya. Tolong, percaya padaku, Mas,” balas Naina seraya menggenggam erat tangan Dhafin.

Dhafin langsung menghempaskan tangan Naina dengan kasar. Ia beranjak berdiri masih dengan tatapan nyalan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Wartini
cerai aja kasian naina....semoga sahabat naina bisa mengumpulkan bukti bukti kejahatan freya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   57. Setelah Tiada Baru Terasa

    Dhafin terdiam sejenak. “Terus?” tanyanya datar.“Ya, aku bilang kamu ada urusan penting di luar. Habis itu udah, dia langsung pergi. Katanya ada pemotretan di butik LaCia Boutique. Bukannya itu butiknya Zelda, ya?”Dhafin sedikit mengernyitkan keningnya. “Dia bekerja di sana?” tanyanya lebih untuk dirinya sendiri.“Lah, kok malah tanya saya? Anda pacarnya, masa nggak tau pacarnya kerja dimana?” balas Arvan terdengar sarkas.Dhafin menghela napas panjang. Akhir-akhir ini, ia memang tidak terlalu memperhatikan Freya. “Biarkan saja.”“Tumben sekali. Nggak berniat mencari tau gitu kenapa Freya kerja di butik Zelda?”“Nanti. Aku tutup.”Setelah mengatakan itu, Dhafin memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu respon sahabatnya. Ia lantas melajukan mobilnya dengan cepat menuju suatu tempat untuk menenangkan diri. Pikiran dan perasaannya sedang kacau sekarang sehingga tidak memungkinkan untuk dipaksa bekerja. Masalah Freya yang bekerja di butik Zelda, ia pikirkan belakangan.Villa pribadi

    Last Updated : 2024-09-20
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   58. Diantara Dua Pilihan

    “Naina....”Dhafin menajamkan penglihatannya untuk memastikan bahwa wanita itu benar-benar Naina. Matanya sampai menyipit agar bisa melihat lebih jelas dua orang itu. Arah tatapannya mengikuti mereka yang tampak melangkah menuju mobil hitam yang terparkir tak jauh dari sana. Sayangnya, ada beberapa kendaraan yang melaju dari arah berlawanan menghalangi pandangannya.Saat semua kendaraan telah lewat, orang yang Dhafin lihat sebagai Naina sudah tidak ada. Begitu pula dengan keberadaan mobil hitam itu. Ia celingukan mencari keberadaan mereka.Dhafin bahkan hendak menurunkan kaca mobil di samping kanannya. Namun, urung ketika suara klakson dari arah belakang terus-menerus dibunyikan dan mendesaknya untuk segera melaju karena lampu telah berubah warna menjadi hijau.Pria itu berdecak kesal lantas kembali melajukan mobilnya. Ia memikirkan kejadian barusan. Apakah benar wanita itu adalah Naina?Jarak yang cukup jauh membuatnya tidak bisa melihat jelas wajah wanita itu. Jika dilihat dari pos

    Last Updated : 2024-09-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   59. Sebuah Ancaman

    Dhafin tidak mampu berkutik. Pilihan yang diberikan oleh orang tuanya sangat sulit. Ia tidak bisa memilih salah satu yang sama sekali tidak menguntungkan untuknya. Dan kenapa pula mereka kembali melibatkan Naina? Dhafin menatap kedua orang tuanya bergantian. “Mama sama Papa nggak bisa mengancamku seperti itu.”“Aku bukan anak kecil lagi yang ketika diancam langsung takut dan nurut. Aku berhak menentukan jalan hidupku sendiri,” balasnya dengan nada datar.“Dan kamu memilih jalan untuk tetap bersama Naina?” serobot Bu Anita langsung.“Iya! Itu udah menjadi pilihanku, Ma,” jawab Dhafin tegas.Ia beralih menatap ayahnya lekat-lekat. “Kenapa Papa kembali membawa-bawa Naina? Bukannya Papa nggak ingin melibatkan pihak kepolisian?”Pak Daniel tersenyum miring. “Kamu pikir Papa nggak tau kalau selama ini kamu diam-diam mencari keberadaan Naina?”Dhafin terbungkam. Sebelumnya ia sudah mewanti-wanti pada orang suruhannya untuk merahasiakan pencarian ini dari keluarganya. Itu berarti ada yang m

    Last Updated : 2024-09-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   60. Fakta Baru

    Dhafin menoleh sedikit terkejut. “Naina sering ke sini?”Bi Asih mengangguk. “Iya, Den. Di lingkungan sini banyak anak-anak seumuran Dek Altair, makanya Non Naina cukup sering mengajak main Dek Altair ke sini.”“Dek Altair juga senang banget dapat teman banyak. Kadang juga ke sini sama sahabatnya yang punya butik terkenal itu loh, Den,” jelasnya.Dhafin tahu, lingkungan di kompleks perumahan ini sangat bagus. Semua rumah tidak memiliki pagar sehingga memudahkan warganya bersosialisasi satu sama lain.Tidak heran jika Altair akan betah bermain di sini bersama anak-anak lainnya. Itulah kenapa ia memilih rumah ini sebagai hunian untuk keluarga kecilnya.Akan tetapi, sungguh, Dhafin tidak tahu menahu tentang Naina yang sering ke sini. Wanita itu tidak pernah cerita sama sekali. Jangankan cerita, ia saja enggan mengobrol banyak dengan Naina. Istrinya memang sering izin keluar rumah, tetapi ia tidak bertanya mau kemana. Lagi pula tidak penting.“Menginap juga?” tanyanya.Bi Asih menggeleng

    Last Updated : 2024-09-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   61. Keraguan yang Sirna

    “Jadi, pelakunya diantara kalian para pelayan?”Bi Lastri menggelengkan kepalanya pelan. “Saya tidak tahu, Den, dan saya juga tidak mau suudzon.”“Mungkin iya ada diantara kami, tapi bisa jadi dari orang lain yang tidak menyukai Non Naina,” ucapnya.Dhafin menyandarkan tubuhnya di kursi. Penjelasan Bi Lastri memang masuk akal. “Kenapa Bibi baru mengatakannya sekarang? Di saat saya dengan Naina diambang perpisahan?” tanyanya sedikit protes.Bi Lastri tampak gugup. “Ma-maaf, Den, saya tidak berani. Saya takut Den Dhafin tidak mempercayai ucapan saya.”“Waktu itu juga Den Dhafin lagi emosi, jadi akan percuma kalau saya menjelaskan seperti ini,” jawabnya.Dhafin menghela napas. “Naina sudah pergi entah dimana dan bahkan sudah mengajukan perceraian, Bi. Andai dari awal Bibi memberitahu, pasti saya akan mencegah kepergiannya.”“Maaf, Den.”Dhafin tidak serta merta langsung percaya begitu saja dengan ucapan Bi Lastri malam itu. Ia pun mengeceknya melalui CCTV yang terpasang di dapur pada de

    Last Updated : 2024-09-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   62. Restoran Baru Milik Oma

    “Silakan tanda tangan di sini, Bu.” Oma Hira mengikuti intruksi pengacara keluarga Starward untuk menandatangani surat pemindahan aset atas namanya. Siang ini, Oma Hira bersama Tuan Albern datang ke restoran yang pernah dilihatnya di postingan media sosial. Restoran itu sudah dibeli oleh Tuan Albern beberapa hari yang lalu atas nama Oma Hira berikut dengan tanah di sekitarnya.Masalah surat-surat berharga untuk pengalihan kepemilikan, pengacara yang mengurus semuanya. Oma Hira tinggal terima beres saja dan hari ini dilakukan penandatanganan secara resmi sekalian melihat langsung keadaan restoran.“Nama baru untuk restoran ini belum ada, ya, jadi nanti bakal menyusul.” Sang pengacara membereskan semua berkas yang sudah ditandatangani oleh Oma Hira.Oma Hira mengangguk seraya tersenyum. “Iya, terima kasih atas bantuannya.”“Sudah menjadi tugas saya, Bu Mahira.”Setelah itu, sang pengacara langsung pamit karena sudah menyelesaikan tugasnya.“Pak Albern dan Bu Mahira, apakah ingin mel

    Last Updated : 2024-09-22
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   63. Nama Baru

    “Berapa lama renovasi restoran sampai bisa beroperasi?” tanya Oma Hira menatap Tuan Albern yang sedang menyetir di sampingnya.“Tergantung berapa persen area yang direnovasi. Melihat kondisinya tadi, sepertinya cukup banyak,” jawab Tuan Albern dengan tatapan mata yang fokus pada jalanan.“Ibu minta jangan lama-lama. Kalau bisa, tidak lebih dari satu bulan. Keburu Naina melahirkan nanti.”Tuan Albern melirik ibunya sekilas. “Kenapa sih Ibu sangat ngotot ingin mempunyai bisnis restoran ini?” tanyanya. Ia sangat yakin pasti ada maksud dibaliknya.Oma Hira tersenyum misterius. “Ada deh. Nanti kamu juga bakalan tahu sendiri.”Tuan Albern mendengus kesal karena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Meskipun begitu, ia sudah menduga rencana Oma Hira ke depannya untuk restoran itu.Pukul lima sore mobil mereka yang mereka tumpangi berhenti di pekarangan depan rumah bersamaan dengan sebuah mobil hitam yang juga ikut berhenti. Oma Hira melihat Naina yang turun dari mobil hitam bersama deng

    Last Updated : 2024-09-22
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   64. Desain Gamis untuk Naina

    “Namamu susah. Aku memanggilmu Lora saja, ya.” “Hai, Lora.” “Lora.” “Selamat pagi, Lora.” “Hai, Lora, mau bareng sekalian? Hari ini aku membawa mobil.” “Lora, pulang bareng, yuk!” “Aku mencintamu, Lora, sangat.” “Naina!” Panggilan disertai tepukan cukup keras di pahanya menyadarkan Naina dari lamunan masa lalunya. Ia menatap Zelda dengan sebelah alis terangkat. “Hm?” “Gimana? Kamu mau nggak nama Lora dijadikan nama panggungmu?” Naina berpikir sejenak. “Boleh.” Toh, nama itu juga terdengar asing. Tidak ada seorang pun yang tahu, kecuali si Dia. Bahkan sahabatnya sendiri pun tidak mengetahuinya. Hanya si Dia yang memanggilnya seperti itu. Dulu, orang itu selalu mengejarnya secara terang-terangan dan memberikan perhatian lebih. Naina tidak ingin terlalu berharap karena sadar diri yang hanya seorang anak pembantu. Hingga pada suatu ketika, orang itu menyatakan perasaannya. Namun, ia tolak karena tidak ingin menjadi orang ketiga. Sejak itu, si Dia tak pernah lagi menampakkan

    Last Updated : 2024-09-23

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   264. Ajarkan Aku Mencintaimu

    “Apa kau bahagia hari ini, Lora?” tanya Grissham menatap Lora yang tengah memandang ke arah langit malam.Keduanya sekarang ini duduk di salah satu kursi panjang taman samping mansion yang luas. Masih dengan memakai baju batik couple serta riasan yang belum di hapus.“Iya, aku bahagia, sangat.” Lora menatap Grissham sejenak disertai senyum manis lalu kembali menatap ke atas. “Jujur, ini pertama kalinya aku berada di momen ini. Dan aku merasa… berharga.”Grissham mengerutkan keningnya. “Pertama kali? Memangnya saat bersama Dhafin dulu kau tidak….” Ia langsung menghentikan perkataannya melihat Lora yang langsung melunturkan senyum. “Ah, iya, aku lupa.”Lora kembali menatap Grissham dengan wajah sedikit murung. “Kakak kan tau sendiri gimana pernikahanku sama Mas Dhafin. Mana ada acara lamaran kayak gini?”Grissham menjadi tidak enak. “Maaf, Lora, aku benar-benar lupa tentang itu.”Lora kembali mengulas senyuman. “Nggak papa. Makasih, ya, Kak, udah datang kemari dan menunjukkan keseriusa

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   263. Calon Istri

    Lora tidak langsung menjawab, melainkan berusaha mengendalikan debaran jantungnya yang menggila. Ia tak menduga Grissham bisa seromantis ini bahkan tanpa membawa teks.Dalam hati, wanita itu merasa terharu sekaligus dicintai sebegitu dalamnya. Sebelum menjawab, Lora mengalihkan tatapan ke arah orang tuanya. Mereka mengangguk kompak seakan memberi isyarat agar dirinya segera menjawab. Ia kembali menatap Grissham sambil menarik napasnya.“Bismillahirrahmanirrahim…. Dengan restu Ayah sama Ibun dan seluruh keluarga besar, aku bersedia menikah denganmu, Kak Sham,” ujarnya disertai senyuman.Seruan syukur terucap bebarengan hingga terdengar memenuhi ruangan. Lora menghembuskan lega, berhasil menyelesaikan bagiannya dengan lancar tanpa terbata-bata. Selanjutnya, ada pertukaran cincin. MC pun memanggil seseorang yang bertugas membawakan cincin itu. Tak lama, datanglah seorang gadis kecil berusia sekitar sepuluh tahun yang merupakan anak dari sepupu pertama Lora. Di tangannya membawa kotak

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   262. Melamarmu

    Ruang tamu di mansion utama keluarga Kusuma yang sangat luas itu tampak indah dengan beberapa ornamen bunga sebagai hiasannya. Di bagian depan yang menjadi panggung utama terdapat dua kursi dan dekorasi sederhana bertuliskan ‘G & L’ pada dindingnya. Ya, hari ini atau lebih tepatnya malam ini acara pertunangan Lora dengan Grissham akhirnya digelar. Acaranya berlangsung secara intimate yang hanya dihadiri oleh sanak saudara dan orang terdekat saja. Beberapa tamu sudah mulai berdatangan karena memang acaranya dilaksanakan pukul tujuh dengan tujuan agar tidak kemalaman. Sementara itu, sang pemeran utama masih berada di kamar sedang bersiap. Ia membiarkan MUA menyiapkan penampilannya di hari istimewa ini, mulai dari make-up hingga tatanan kerudung. “Sudah selesai.” “Cantik banget, Mbak Lora.” Lora tersenyum menanggapi ucapan mereka dan mengucapkan terima kasih karena sudah dibantu bersiap-siap. Ia menatap pantulan dirinya di depan cermin. Di sana dirinya tampak sangat cantik dengan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   261. Pilihan Akhir Lora

    Lora berdiri dengan perasaan resah. Kedua bola matanya bergerak liar untuk menghindari tatapan Dhafin yang terasa menusuk itu. Ia bingung, tak tahu harus menjawab apa dan bagaimana. Otaknya tiba-tiba terasa kosong. Kedatangan Dhafin kemari saja sudah membuatnya kaget bukan main. Lora tak pernah menduga hal yang ditutup-tutupi dari Dhafin akhirnya terungkap sekarang. Ya, meskipun pria itu akan tahu nantinya, tetapi bukan berarti secepat ini juga. “Lora,” panggil Dhafin terdengar sangat dingin bercampur geram. Ia sebenarnya sudah tahu jawabannya. Namun, ia ingin mendengar langsung penjelasan dari mulut Lora sendiri. “Ee… itu… a-aku… aku….” Lora berkata dengan gagap hingga tanpa sadar mengeratkan pegangan tangannya pada lengan sang ayah seolah meminta bantuan. Pak Raynald yang menyadari itu dan mulai bisa membaca situasi menoleh pada putrinya. “Apa kau belum belum memberitahu Dhafin tentang ini, Princess?” “Ayah…” Lora menatap ayahnya melas dan menggeleng samar. Tangannya semakin

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   260. Perjuangkan Cintamu, Dhafin!

    Lora lagi-lagi menggeleng tegas. “Nggak usah, Mas Dhafin. Udah jelas orang tuaku nggak setuju, jadi percuma aja. Jangan membuang waktu untuk keputusan yang udah final.” ‘Maaf, Mas. Aku cuma nggak ingin kamu tau kalau aku udah dijodohkan sama Kak Sham. Kamu pasti akan lebih kecewa lagi,’ lanjutnya dalam hati seraya menatap Dhafin dengan perasaan bersalah. “Tapi, Lora–” Drrtt! Ucapan Dhafin terpotong oleh suara dering ponsel milik Lora. Wanita itu segera mengangkat telepon dan berbincang sejenak dengan sang penelepon yang ternyata dari Amina. Setelah mengakhiri telepon, Lora kembali memusatkan perhatiannya pada Dhafin. “Mas Dhafin, aku udah mantap dengan keputusanku. Aku minta maaf atas jawabanku yang mengecewakan.” “Aku pamit pulang duluan, ya, Mas. Si kembar udah mencariku.” Ia lantas beranjak dari duduknya sambil sedikit menunduk. “Sekali lagi aku minta maaf. Aku pergi dulu, assalamu'alaikum,” pamitnya lantas berlalu meninggalkan Dhafin sendirian. “Wa’alaikumsalam.” Dhafin me

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   259. Keputusan Bulat

    “Apa?” Dhafin sedikit melebarkan mata tajamnya. Netra berwarna coklat itu memperlihatkan keterkejutan yang tak mampu disembunyikan.Ia berharap salah mendengar. Namun, suara Lora yang pelan seakan-akan berdengung di telinganya membuat napasnya tercekat.“Iya, Mas, orang tuaku nggak setuju kalau kita rujuk.” Lora mengulang perkataannya. Ia menatap tepat di kedua bola mata Dhafin seolah menegaskan bahwa ucapannya tidak main-main.Dhafin tertegun dengan jantung yang mempompa liar. Hatinya mencelos serasa diremas oleh tangan tak kasat mata. Jadi, Lora menolak rujuk karena orang tuanya tidak setuju.“Kenapa nggak setuju? Padahal semuanya baik-baik aja. Bukankah mereka udah memaafkanku?” tanyanya yang terdengar seperti protes.Lora mengangguk sembari melipat tangannya di atas meja. “Mereka memang memaafkanmu, tapi bukan berarti bisa kembali. Orang tuaku punya kekhawatiran yang besar padaku yang akan terluka lagi kalau kita rujuk.”Dhafin merasakan dadanya bergemuruh hebat mendengar pengaku

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   258. Satu Jawaban

    [Assalamu'alaikum, Mas. Apa hari ini kamu ada waktu untuk bertemu?][Aku ingin membahas kelanjutan permintaan rujuk waktu itu sekaligus memberikan jawaban. Rasanya nggak enak kalau lewat telepon][Waalaikumsalam, Lora. Sepulang kantor nanti sore aku free. Ingin bertemu dimana?][Di kafe dekat kantormu aja. Bisa kan?][Bisa-bisa, sampai bertemu nanti]Itu merupakan sepengal pesan yang dikirimkan oleh Lora siang tadi. Dhafin jadi kembali teringat dengan permintaan mantan istrinya yang ingin minta petunjuk lewat sholat Istikharah selama seminggu.Tanpa terasa tibalah hari ini saatnya Dhafin mendengar jawaban itu. Sungguh, ia sangat antusias dan tidak sabar ingin segera bertemu Lora. Ia berharap jawaban yang diberikan oleh Lora sama seperti yang dirinya punya usai melaksanakan sholat Istikharah juga.Kini, pria berparas tampan itu duduk sendiriam di salah satu meja yang berada di dekat jendela. Tubuhnya bersandar pada kursi sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di meja.Ia menunggu kehadiran

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   257. Memaafkan, Tidak untuk Kembali

    “Ayah, Ibun, ada hal penting yang ingin kubicarakan.”Setelah makan malam usai, mereka berkumpul di ruang tengah hanya untuk sekedar bersantai melepas penat. Terkecuali Florence yang katanya harus menyiapkan presentasi penting.Lora pun memanfaatkan kesempatan ini untuk berbicara kepada orang tuanya tentang permintaan rujuk Dhafin. Mumpung mereka sedang tidak sibuk.“Tentang apa?” tanya Pak Raynald menanggapi perkataan putrinya.Lora menatap kedua orang tuanya bergantian lalu menarik napas dalam-dalam. “Jadi gini, Ayah, Ibun. Beberapa hari sebelum aku menginap di sini, Mas Dhafin bersama orang tuanya datang ke rumah.” “Mereka ke rumahmu? Tumben banget. Kalau Dhafin nggak heran, ya. Lah, ini orang tuanya. Untuk apa mereka ke sana?” tanya Bu Radha dengan nada sedikit terkejut.“Mereka datang untuk meminta maaf kepadaku atas semua kesalahan yang mereka lakukan selama ini. Mereka juga ingin memperbaiki segalanya,” jelas Lora.“Lalu apa kau memaafkan mereka?” Gantian Pak Raynald yang bert

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   256. Tradisi Keluarga

    Lora menghentikan gerakan tangannya yang hendak memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut. Ia menatap kedua orang tuanya bergantian lalu beralih melirik Florence yang duduk di samping sang ibu tengah menikmati makanan. Dalam hati, dirinya merasa agak keberatan dengan usulan mereka. Bukan tidak nyaman tinggal di sini, tetapi…. “Aku kan udah punya rumah sendiri, Bun, Yah. Kalau aku tinggal di sini, bagaimana dengan rumahku? Bakal kosong nantinya,” ucapnya menolak secara tersirat. “Kan ada asistenmu. Siapa itu namanya?” sahut Bu Radha sekaligus bertanya. “Mbak Mira,” jawab Lora sebelum melahap makanannya yang tertunda. “Nah, iya, biar Mira aja yang menempati rumahmu. Kamunya tinggal di sini bersama si kembar. Ya, kayak sekarang ini misalnya. Daripada kamu harus bolak-balik.” “Tapi, Bun, Mbak Mira sebentar lagi kan mau menikah. Pasti nanti bakal ikut suaminya,” bantah Lora usai menelan makanannya. Bu Radha meletakkan sendok dan garpu di atas piring lantas memusatkan perh

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status