Share

52. Inovasi Baru

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2024-09-17 23:55:19
“Bantu aku, ya, please.”

“Oma setuju dengan Zelda.” Oma Hira yang sejak tadi hanya diam dan menyimak mulai angkat suara.

Ia menatap Naina. “Terimalah tawarannya, Nak. Biar kamu ada kegiatan dan nggak jenuh di rumah. Nggak ada salahnya mencoba hal baru. Dicoba aja dulu, jangan bilang nggak bisa.”

Zelda mengangguk setuju. “Tuh, Oma aja setuju denganku. Pemotretannya nggak setiap hari kok, paling foto dengan beberapa baju sama kalau launching produk baru.”

“Dicoba dulu. Kalau kamu merasa nggak nyaman, kamu boleh berhenti,” bujuknya tanpa menyerah.

“Nah, betul itu.” Oma Hira tampak sumringah dan sangat antusias. “Kamu bisa sekalian mengembangkan skill kamu. Oma lihat kamu juga punya potensi untuk jadi modelling.”

“Kamu itu punya bentuk badan yang sangat bagus, Nak. Tinggi, ideal, juga cara berjalanmu itu tampak elegan seperti sudah terlatih,” ungkapnya.

Naina tersenyum malu sekaligus canggung ternyata sedetail itu Oma Hira memperhatikannya. “Oma terlalu berlebihan. Aku juga sama seperti pe
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   53. Kenapa Harus Freya?

    Zelda tidak langsung menjawab. Terlihat sekali dari raut wajahnya yang menahan rasa cemas dan gelisah. Perempuan itu menghela sejenak lantas mengangguk pelan. “Iya.”Deg! Untuk sejenak, jantung Naina terasa berhenti berdetak. Tubuhnya menegang kaku. Ia mengalihkan pandangannya ke arah depan dengan tatapan mata kosong.FreyaNama itu kembali terdengar di telinganya. Naina kembali teringat akan semua rasa sakit yang ditanggungnya apalagi kala mengingat kematian sang putra yang disebabkan oleh perempuan itu. Hatinya semakin teriris dan perih. Luka yang telah dibalut kini kembali berdarah. Dadanya sesak luar biasa. Udara di sekitarnya serasa menipis sehingga membuatnya sulit untuk bernapas. Mata cantiknya memburam tertutup oleh kabut air yang siap tumpah kapan saja.Ya Tuhan... dari sekian banyak orang yang berprofesi sebagai model, kenapa harus Freya? Orang yang telah menghadirkan penderitaan dalam hidupnya. Dan sekarang perempuan jahat itu menjadi model di butik Zelda.Entah apa tu

    Last Updated : 2024-09-18
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   54. Harus Lebih Berhati-hati

    Zelda menatap ke arah Oma sejenak lantas beralih memandang ke arah lain. “Waktu itu aku masih punya satu model yang kukira akan tetap bertahan.”“Sayangnya, dia memilih resign karena hamil dan dilarang suaminya menjadi model lagi. Di hari yang sama Freya datang menawarkan kerja sama lalu seperti yang udah kuceritakan tadi.”Ia menghela napas berat lantas menunduk. “Aku didesak Papa untuk segera memberikan keputusan, Mama juga memberikan dukungan. Jadi, terpaksa aku menerimanya.”Oma Hira berdecak. “Aish! Memang dasar si Antonio Starward itu. Nggak pengertian sekali dengan keinginan anak.”Ia mengusap lengan Zelda. “Yaudah, nggak papa. Di sini kamu harus pintar-pintarnya memanfaatkan dia untuk memperoleh keuntungan besar.”Zelda mengangguk. “Iya, Oma, aku juga udah punya rencana seperti itu.”“Selain memanfaatkannya untuk kepentingan butik, kamu bisa gunakan untuk menyelidiki kasus kematian anaknya Naina. Bukan begitu, Naina?” Oma Hira menoleh ke arah Naina.Naina tersenyum dan mengang

    Last Updated : 2024-09-18
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   55. Tidak Akan Bercerai

    Dhafin keluar dari mobil hitam miliknya setelah parkir di tempat yang tersedia. Tatapannya langsung tertuju pada gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Ia merapikan jas mahalnya sejenak, lalu melangkah masuk. “Selamat siang, Bapak, ada yang bisa kami bantu?”Dhafin menatap resepsionis di hadapannya dengan ekspresi datar. “Saya ingin bertemu dengan Bapak Bagas Angga Wijaya.”“Apakah sudah membuat janji?” tanya sang resepsionis.Dhafin menggeleng. “Tolong, sampaikan kepada beliau kalau saya, Dhafin Manggala Wirabuana ingin bertemu.”Resepsionis tersenyum ramah. “Baik, Pak. Mohon ditunggu lebih dahulu.”Dhafin melihat resepsionis itu yang sedang menelepon seseorang. Ia menunggu sambil memasukkan tangannya di dalam saku.Siang ini, Dhafin berniat untuk menemui pengacara yang telah ditunjuk Naina. Ada beberapa hal yang ingin ditanyakan kepadanya. Ia baru bisa datang hari ini karena disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk.Beberapa saat kemudian, seorang pria yang pernah datang ke r

    Last Updated : 2024-09-19
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   56. Jatuh Talak

    Deg! Dhafin tersentak. Ia merasa tidak asing dengan kata-kata itu seperti pernah mengucapkannya. Ia berpikir keras hingga sebuah bayangan ketika hari dimana Altair meninggal terlintas. Waktu itu Dhafin berada di kamarnya. Ia merasa sangat sedih dan terpuruk. Rasa bersalah menggerogoti hatinya ketika mengingat sikapnya yang mengabaikan Altair.Tak lama, Naina datang masih dengan pakaian serba putih sehabis dari makam. Wanita itu duduk di pinggir kasur samping Dhafin.“Mas, kamu percaya kan sama aku? Aku nggak mungkin membunuh putraku sendiri. Aku sangat menyayangi Altair.”Diingatkan seperti itu membuat Dhafin geram. Ia menoleh ke arah Naina dengan tatapan menghunus tajam. “Buktinya putraku meninggal gara-gara kamu!”“Mas, bukan aku yang membunuh Altair. Aku nggak mencampurkan apapun dalam makanannya. Tolong, percaya padaku, Mas,” balas Naina seraya menggenggam erat tangan Dhafin.Dhafin langsung menghempaskan tangan Naina dengan kasar. Ia beranjak berdiri masih dengan tatapan nyalan

    Last Updated : 2024-09-20
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   57. Setelah Tiada Baru Terasa

    Dhafin terdiam sejenak. “Terus?” tanyanya datar.“Ya, aku bilang kamu ada urusan penting di luar. Habis itu udah, dia langsung pergi. Katanya ada pemotretan di butik LaCia Boutique. Bukannya itu butiknya Zelda, ya?”Dhafin sedikit mengernyitkan keningnya. “Dia bekerja di sana?” tanyanya lebih untuk dirinya sendiri.“Lah, kok malah tanya saya? Anda pacarnya, masa nggak tau pacarnya kerja dimana?” balas Arvan terdengar sarkas.Dhafin menghela napas panjang. Akhir-akhir ini, ia memang tidak terlalu memperhatikan Freya. “Biarkan saja.”“Tumben sekali. Nggak berniat mencari tau gitu kenapa Freya kerja di butik Zelda?”“Nanti. Aku tutup.”Setelah mengatakan itu, Dhafin memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu respon sahabatnya. Ia lantas melajukan mobilnya dengan cepat menuju suatu tempat untuk menenangkan diri. Pikiran dan perasaannya sedang kacau sekarang sehingga tidak memungkinkan untuk dipaksa bekerja. Masalah Freya yang bekerja di butik Zelda, ia pikirkan belakangan.Villa pribadi

    Last Updated : 2024-09-20
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   58. Diantara Dua Pilihan

    “Naina....”Dhafin menajamkan penglihatannya untuk memastikan bahwa wanita itu benar-benar Naina. Matanya sampai menyipit agar bisa melihat lebih jelas dua orang itu. Arah tatapannya mengikuti mereka yang tampak melangkah menuju mobil hitam yang terparkir tak jauh dari sana. Sayangnya, ada beberapa kendaraan yang melaju dari arah berlawanan menghalangi pandangannya.Saat semua kendaraan telah lewat, orang yang Dhafin lihat sebagai Naina sudah tidak ada. Begitu pula dengan keberadaan mobil hitam itu. Ia celingukan mencari keberadaan mereka.Dhafin bahkan hendak menurunkan kaca mobil di samping kanannya. Namun, urung ketika suara klakson dari arah belakang terus-menerus dibunyikan dan mendesaknya untuk segera melaju karena lampu telah berubah warna menjadi hijau.Pria itu berdecak kesal lantas kembali melajukan mobilnya. Ia memikirkan kejadian barusan. Apakah benar wanita itu adalah Naina?Jarak yang cukup jauh membuatnya tidak bisa melihat jelas wajah wanita itu. Jika dilihat dari pos

    Last Updated : 2024-09-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   59. Sebuah Ancaman

    Dhafin tidak mampu berkutik. Pilihan yang diberikan oleh orang tuanya sangat sulit. Ia tidak bisa memilih salah satu yang sama sekali tidak menguntungkan untuknya. Dan kenapa pula mereka kembali melibatkan Naina? Dhafin menatap kedua orang tuanya bergantian. “Mama sama Papa nggak bisa mengancamku seperti itu.”“Aku bukan anak kecil lagi yang ketika diancam langsung takut dan nurut. Aku berhak menentukan jalan hidupku sendiri,” balasnya dengan nada datar.“Dan kamu memilih jalan untuk tetap bersama Naina?” serobot Bu Anita langsung.“Iya! Itu udah menjadi pilihanku, Ma,” jawab Dhafin tegas.Ia beralih menatap ayahnya lekat-lekat. “Kenapa Papa kembali membawa-bawa Naina? Bukannya Papa nggak ingin melibatkan pihak kepolisian?”Pak Daniel tersenyum miring. “Kamu pikir Papa nggak tau kalau selama ini kamu diam-diam mencari keberadaan Naina?”Dhafin terbungkam. Sebelumnya ia sudah mewanti-wanti pada orang suruhannya untuk merahasiakan pencarian ini dari keluarganya. Itu berarti ada yang m

    Last Updated : 2024-09-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   60. Fakta Baru

    Dhafin menoleh sedikit terkejut. “Naina sering ke sini?”Bi Asih mengangguk. “Iya, Den. Di lingkungan sini banyak anak-anak seumuran Dek Altair, makanya Non Naina cukup sering mengajak main Dek Altair ke sini.”“Dek Altair juga senang banget dapat teman banyak. Kadang juga ke sini sama sahabatnya yang punya butik terkenal itu loh, Den,” jelasnya.Dhafin tahu, lingkungan di kompleks perumahan ini sangat bagus. Semua rumah tidak memiliki pagar sehingga memudahkan warganya bersosialisasi satu sama lain.Tidak heran jika Altair akan betah bermain di sini bersama anak-anak lainnya. Itulah kenapa ia memilih rumah ini sebagai hunian untuk keluarga kecilnya.Akan tetapi, sungguh, Dhafin tidak tahu menahu tentang Naina yang sering ke sini. Wanita itu tidak pernah cerita sama sekali. Jangankan cerita, ia saja enggan mengobrol banyak dengan Naina. Istrinya memang sering izin keluar rumah, tetapi ia tidak bertanya mau kemana. Lagi pula tidak penting.“Menginap juga?” tanyanya.Bi Asih menggeleng

    Last Updated : 2024-09-21

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   254. Jawaban Sholat Istikharah

    Lora lagi-lagi menghembuskan napas kasar. Ia tidak pernah menduga bahwa Dhafin akan menagih jawabannya hari ini. Rasanya baru kemarin permintaan rujuk itu terucap. Memang sudah terlewat beberapa hari, tetapi apakah harus secepat ini? Dirinya belum menyiapkan jawaban apapun! “Nggak salah Pak Dhafin menagih jawabanmu sekarang karena ingin mendapatkan kepastian darimu.” Mira mengembalikan ponsel Lora. “Kalau dari saranku, kamu lebih baik menjawab apa adanya sesuai dengan kondisimu saat ini,” ucapnya. Lora menggigit bibir bawahnya sambil menatap Mira. “Bukankah itu sama saja dengan mengecewakannya?” tanyanya ragu. “Bahkan saat kamu nggak langsung menjawab dan secara nggak langsung memintanya menunggu itu aja udah membuat Pak Dhafin kecewa banget,” jawab Mira telak. “Iya, juga, ya. Berarti aku harus bilang ke Mas Dhafin kalau aku belum bisa menjawab sekarang gitu?” Mira menganggukkan kepalanya. “Kamu berterus-terang padanya dan bilang kalau kamu masih butuh waktu dalam mengambil kep

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   253. Saran dari Mira

    “Terus kamu jawab apa?”Lora menggeleng pelan menjawab pertanyaan dari Mira yang duduk di depannya. “Aku belum memberikan jawaban apapun.”“Termasuk jawaban untuk Pak Dhafin?” tanya Mira lagi yang terdengar seperti menebak.Lora mengangguk dengan bibir melengkung ke bawah. “Iya, belum juga. Bagaimana mau ngasih jawaban? Beberapa hari setelah Mas Dhafin meminta rujuk, tiba-tiba aku dijodohkan sama Kak Sham. Aku kan jadi tambah pusing.”“Kalau kamu belum memberikan jawaban, artinya kamu sama saja meminta mereka menunggu dong?” balas Mira dengan mengerutkan kening.Lora menghela napas panjang. “Tanpa harus meminta menunggu, mereka tetap akan menunggu bahkan memintaku memikirkannya secara matang-matang.”Mira meletakkan sebelah tangan di dagu dan mengusapnya. “Hm… rumit juga, ya.”“Nah, kan….” Lora menutup wajahnya dengan kedua tangan yang bertumpu pada meja kerja. “Semua ini terlalu tiba-tiba untukku, Mbak Mira. Aku benar-benar nggak tau bagaimana menyikapinya,” keluhnya disertai rengek

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   Author Notes: Pemberitahuan

    Assalamu'alaikum, teman-teman, pembaca setia cerita "Mari Berpisah, Aku Menyerah." Di sini saya ingin memberikan pengumuman penting bahwa mulai hari ini sampai seminggu ke depan, saya tidak update bab baru. Atau dengan kata lain hiatus karena ingin istirahat sejenak sekalian mengumpulkan ide yang sekarang sedang macet dan juga menyusun kembali alur cerita agar lebih tertata. Bisa dibilang saya butuh jeda sebentar sebelum menulis lagi. InsyaAllah, saya akan kembali update minggu depan. Untuk para pembaca buku ini, terima kasih sudah mampir dan menjadi pembaca setia. Terima kasih banyak atas komentar-komentarnya. Dan maaf, saya tidak bisa membaca satu-persatu karena keterbatasan 🙏🏻 Saya juga sangat-sangat berterimakasih atas dukungan untuk buku ini dengan memberikan beberapa Gem dan hadiah. MasyaAllah... saya bahagia sekali. Semoga kalian semua sehat selalu dan dilimpahkan rizkinya. Terima kasih banyak, ya, teman-teman 🥰 Saya juga minta maaf kalau diantara kalian merasa cerita i

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   252. Dirundung Dilema

    “Apa Kakak turut andil dalam perjodohan ini?” Grissham menggeleng menjawab pertanyaan Lora. Ia bisa melihat dengan jelas raut menuduh di wajah cantik wanita itu yang tersorot lampu teras. “Aku bahkan baru tahu ketika sudah tiba di sini. Kau jangan salah sangka dulu, Lora. Sungguh, aku tak tahu apapun tentang perjodohan ini.”“Pulang kerja, Ayah tiba-tiba mengajakku kemari tanpa memberitahu tujuannya. Aku mengira mungkin ingin membahas pekerjaan atau proyek baru.”“Tiba di rumah ini aku langsung bermain dengan Twins, sedangkan Ayah sedang membahas sesuatu dengan orang tuamu. Aku tak tahu apa yang mereka bahas.”“Setelah anak-anak masuk kamar karena jadwalnya tidur, aku pun bergabung dengan mereka dan barulah aku tahu tentang perjodohan ini,” jelasnya runtut.Lora mendengus keras dan memalingkan wajahnya menghadap depan. “Bohong banget! Tadi Om Albern bilang udah membicarakannya padamu. Nggak usah mengelak, Kak!”Grissham tersenyum tipis tanpa mengalihkan perhatiannya dari Lora. “Ay

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   251. Rencana Perjodohan

    “Nah, ini anaknya udah datang,” ucap Bu Radha yang tersenyum menyambut kedatangan putri-putrinya. Lora mencium tangan Pak Albern dan bersalaman biasa dengan Grissham diikuti oleh Florence. “Kak Sham dari kapan ke sininya? Udah lama?” tanyanya bermaksud menyapa dengan posisi yang masih berdiri.“Sudah dari tadi bahkan aku sempat bermain dengan Twins. Kau terlalu asyik menyendiri sampai-sampai tak tahu kedatanganku,” jawab Grissham. Lora menyengir hingga menampilkan giginya yang rapi. “Nggak menyendiri juga. Aku tadi ada perlu sama Florence.”Mendengar itu, Grissham beralih menatap Florence yang terlihat menempel pada Lora. “Wah… kalian sudah akur ceritanya ini?”Florence mengangguk dengan penuh senyum seraya memeluk lengan Lora yang memiliki postur tubuh lebih tinggi darinya.“Tentu saja, kami kan saudara. Ya kan, Lora?” tanyanya yang dijawab anggukan kecil oleh Lora. Grissham mengacungkan jempolnya ke arah dua perempuan itu. “Bagus bagus, begitu kek dari kemarin. Jadi lebih enak d

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   250. Lebih Pantas

    "Kenapa? Apa kamu nggak setuju aku pulang besok? Kamu maunya aku pulang malam ini juga?" Lora menatap sejenak tangannya yang masih ditahan oleh Florence. Raut wajahnya berubah menjadi tidak enak. "Maaf, Flo, aku nggak bisa kalau harus pulang malam ini. Aku nggak pulang sendirian, tapi bersama anak-anakku.”“Nggak baik membawa mereka pulang malam-malam begini apalagi kan perjalannya jauh. Ayah sama Ibun juga pastinya nggak akan mengizinkan. Tolong pengertiannya, ya, Flo," ucapnya.Florence langsung melepaskan cekalannya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali sambil menggerakkan tangan. "Enggak enggak, bukan begitu, Lora. Kamu nggak harus pergi dari sini baik sekarang maupun besok atau ke depannya. Tinggallah di rumah ini, Lora.”“Kamu jauh lebih pantas dan berhak dibandingkan aku yang bukan siapa-siapa. Bahkan hubungan darah pun aku nggak punya." Perempuan itu maju selangkah dengan tatapan sendu. "Aku minta maaf atas keegoisanku selama ini. Ya, kamu benar. Kehadiranmu di ru

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   249. Memilih Mundur

    "Apa kamu mau rujuk kembali dengan Dhafin?" Pertanyaan itu terus saja terngiang-ngiang dalam benaknya walaupun sudah lewat beberapa hari. Lora tidak memberikan jawaban apapun. Ia sendiri bingung bagaimana menyikapinya. Ini terlalu mendadak untuknya. Permintaan maaf dari sang mantan mertua saja sudah membuatnya tercengang apalagi ditambah dengan tawaran itu. Atau mungkin bisa disebut sebagai lamaran? Mengingat Bu Anita sendiri yang mengutarakan hal tersebut. "Kamu nggak harus menjawabnya sekarang, Nak. Dipikirkan dulu matang-matang. Kami nggak akan memaksa," ujar ibunya Dhafin waktu itu. Bu Anita dan yang lainnya memang tidak menuntut jawaban detik itu juga. Namun, tetap saja mereka pasti menunggu jawaban darinya. Ia bisa melihat ada harapan besar yang terpancar di wajah mereka khususnya bagi Dhafin. Rasanya jadi tidak enak bila memberikan jawaban yang mengecewakan.RujukSatu kata yang tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikirannya. Sekarang Dhafin sendiri yang menginginkan r

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   248. Maukah Rujuk Kembali?

    Bu Anita memandang ke arah bawah, tidak berani menatap Lora. Dirinya merasa bersalah pernah menuduh wanita itu selingkuh. Ia sebenarnya tidak ingin membahas hal ini yang malah membuat Lora sulit memaafkannya. Namun, Dhafin sendiri yang malah memancing sehingga mau tak mau mereka harus menjelaskan semuanya. “Maafkan Mama, Lora. Waktu itu Mama terpengaruh dengan perkataan Freya.”Lora mengeraskan rahangnya dengan tangan terkepal kuat. Tatapan matanya berubah dingin. Freya sudah benar-benar kelewatan dengan membuat tuduhan tak bermutu. Bukan hanya dirinya yang kena, tetapi juga menyangkut putrinya. Tuduhan itu pastinya membuat orang tua Dhafin ikut membenci Zora karena dikira bukan cucu kandung mereka. Jelas, Lora tidak terima!Wanita itu memejamkan mata sejenak berusaha menekan emosinya kuat-kuat lalu kembali menatap serius orang tua Dhafin. “Ma, Pa, aku sama sekali nggak pernah selingkuh sama siapapun. Dengan segala sikapnya Mas Dhafin kepadaku, aku nggak berniat menduakan dan me

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   247. Jangan Hancurkan Kepercayaanku

    “Lora.”Dhafin yang sejak tadi terdiam dan hanya menyimak mulai angkat suara membuat wanita itu menoleh ke arahnya. Ia cukup mengerti dengan sikap Lora yang tampak sulit memaafkan karena takut ada maksud lain dibaliknya.“Mama sama Papa benar-benar ingin minta maaf sama kamu. Nggak ada maksud lain seperti yang kamu takutkan, murni minta maaf. Kau tau, Lora? Mereka yang berinisiatif sendiri dan mengajakku kemari.”“Mereka sangat ingin memperbaiki kesalahan dengan diberi kesempatan untuk berubah, sama seperti kamu yang memberikanku kesempatan,” ucapnya bermaksud membantu orang tuanya. Lora tahu itu dan juga bisa merasakan ketulusan mereka tanpa dibuat-buat. Ia menghela napasnya dengan bibir mengulas senyuman.Tangannya balik menggenggam tangan Bu Anita dan mengusap lembut. “Pak, Bu, bukannya saya tidak mau memaafkan kalian. Tapi saya ini hanya manusia biasa yang punya hati.”“Luka yang saya alami masih sangat membekas dan membuat saya sulit untuk percaya kembali.”“Meski begitu, saya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status