Home / Rumah Tangga / Mari Berpisah, Aku Menyerah / 51. Tawaran Menjadi Model

Share

51. Tawaran Menjadi Model

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2024-09-17 23:52:24
“Nainaaa….!”

Zelda langsung memeluk Naina erat begitu pintu utama rumah megah milik keluarga Starward terbuka.

“Aku kangen banget sama kamu, Nai.”

Naina terkekeh kecil sembari membalas pelukan sang sahabat. “Baru juga seminggu nggak ketemu.”

Zelda melepaskan pelukannya. “Tapi rasanya lama banget.”

“Heleh! Mentang-mentang ada Naina di sini kamu sekarang jadi sering datang,” sahut Oma Hira dari arah belakang Naina dan berjalan mendekat.

Zelda beralih menghampiri Oma Hira lalu mencium kedua pipi neneknya. “Dulu juga aku sering ke sini kok, Oma.”

Mereka bertiga berjalan menuju ruang tengah. Zelda memeluk lengan sang nenek dengan manja.

Oma Hira menjitak kepala cucunya. “Sering apanya? Cuma satu sekali setiap lebaran.”

“Ya, habisnya di sini sepi. Aku nggak temannya,” balas Zelda dengan bibir mengerucut.

Oma Hira memasang wajah garang dan melepaskan tangan Zelda di lengannya.

“Terus nenek tua ini kamu anggap apa? Pajangan? Barang antik?” sewotnya lantas duduk di sofa panjang sambil bersedek
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   52. Inovasi Baru

    “Bantu aku, ya, please.”“Oma setuju dengan Zelda.” Oma Hira yang sejak tadi hanya diam dan menyimak mulai angkat suara.Ia menatap Naina. “Terimalah tawarannya, Nak. Biar kamu ada kegiatan dan nggak jenuh di rumah. Nggak ada salahnya mencoba hal baru. Dicoba aja dulu, jangan bilang nggak bisa.”Zelda mengangguk setuju. “Tuh, Oma aja setuju denganku. Pemotretannya nggak setiap hari kok, paling foto dengan beberapa baju sama kalau launching produk baru.”“Dicoba dulu. Kalau kamu merasa nggak nyaman, kamu boleh berhenti,” bujuknya tanpa menyerah.“Nah, betul itu.” Oma Hira tampak sumringah dan sangat antusias. “Kamu bisa sekalian mengembangkan skill kamu. Oma lihat kamu juga punya potensi untuk jadi modelling.”“Kamu itu punya bentuk badan yang sangat bagus, Nak. Tinggi, ideal, juga cara berjalanmu itu tampak elegan seperti sudah terlatih,” ungkapnya.Naina tersenyum malu sekaligus canggung ternyata sedetail itu Oma Hira memperhatikannya. “Oma terlalu berlebihan. Aku juga sama seperti pe

    Last Updated : 2024-09-17
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   53. Kenapa Harus Freya?

    Zelda tidak langsung menjawab. Terlihat sekali dari raut wajahnya yang menahan rasa cemas dan gelisah. Perempuan itu menghela sejenak lantas mengangguk pelan. “Iya.”Deg! Untuk sejenak, jantung Naina terasa berhenti berdetak. Tubuhnya menegang kaku. Ia mengalihkan pandangannya ke arah depan dengan tatapan mata kosong.FreyaNama itu kembali terdengar di telinganya. Naina kembali teringat akan semua rasa sakit yang ditanggungnya apalagi kala mengingat kematian sang putra yang disebabkan oleh perempuan itu. Hatinya semakin teriris dan perih. Luka yang telah dibalut kini kembali berdarah. Dadanya sesak luar biasa. Udara di sekitarnya serasa menipis sehingga membuatnya sulit untuk bernapas. Mata cantiknya memburam tertutup oleh kabut air yang siap tumpah kapan saja.Ya Tuhan... dari sekian banyak orang yang berprofesi sebagai model, kenapa harus Freya? Orang yang telah menghadirkan penderitaan dalam hidupnya. Dan sekarang perempuan jahat itu menjadi model di butik Zelda.Entah apa tu

    Last Updated : 2024-09-18
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   54. Harus Lebih Berhati-hati

    Zelda menatap ke arah Oma sejenak lantas beralih memandang ke arah lain. “Waktu itu aku masih punya satu model yang kukira akan tetap bertahan.”“Sayangnya, dia memilih resign karena hamil dan dilarang suaminya menjadi model lagi. Di hari yang sama Freya datang menawarkan kerja sama lalu seperti yang udah kuceritakan tadi.”Ia menghela napas berat lantas menunduk. “Aku didesak Papa untuk segera memberikan keputusan, Mama juga memberikan dukungan. Jadi, terpaksa aku menerimanya.”Oma Hira berdecak. “Aish! Memang dasar si Antonio Starward itu. Nggak pengertian sekali dengan keinginan anak.”Ia mengusap lengan Zelda. “Yaudah, nggak papa. Di sini kamu harus pintar-pintarnya memanfaatkan dia untuk memperoleh keuntungan besar.”Zelda mengangguk. “Iya, Oma, aku juga udah punya rencana seperti itu.”“Selain memanfaatkannya untuk kepentingan butik, kamu bisa gunakan untuk menyelidiki kasus kematian anaknya Naina. Bukan begitu, Naina?” Oma Hira menoleh ke arah Naina.Naina tersenyum dan mengang

    Last Updated : 2024-09-18
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   55. Tidak Akan Bercerai

    Dhafin keluar dari mobil hitam miliknya setelah parkir di tempat yang tersedia. Tatapannya langsung tertuju pada gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Ia merapikan jas mahalnya sejenak, lalu melangkah masuk. “Selamat siang, Bapak, ada yang bisa kami bantu?”Dhafin menatap resepsionis di hadapannya dengan ekspresi datar. “Saya ingin bertemu dengan Bapak Bagas Angga Wijaya.”“Apakah sudah membuat janji?” tanya sang resepsionis.Dhafin menggeleng. “Tolong, sampaikan kepada beliau kalau saya, Dhafin Manggala Wirabuana ingin bertemu.”Resepsionis tersenyum ramah. “Baik, Pak. Mohon ditunggu lebih dahulu.”Dhafin melihat resepsionis itu yang sedang menelepon seseorang. Ia menunggu sambil memasukkan tangannya di dalam saku.Siang ini, Dhafin berniat untuk menemui pengacara yang telah ditunjuk Naina. Ada beberapa hal yang ingin ditanyakan kepadanya. Ia baru bisa datang hari ini karena disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk.Beberapa saat kemudian, seorang pria yang pernah datang ke r

    Last Updated : 2024-09-19
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   56. Jatuh Talak

    Deg! Dhafin tersentak. Ia merasa tidak asing dengan kata-kata itu seperti pernah mengucapkannya. Ia berpikir keras hingga sebuah bayangan ketika hari dimana Altair meninggal terlintas. Waktu itu Dhafin berada di kamarnya. Ia merasa sangat sedih dan terpuruk. Rasa bersalah menggerogoti hatinya ketika mengingat sikapnya yang mengabaikan Altair.Tak lama, Naina datang masih dengan pakaian serba putih sehabis dari makam. Wanita itu duduk di pinggir kasur samping Dhafin.“Mas, kamu percaya kan sama aku? Aku nggak mungkin membunuh putraku sendiri. Aku sangat menyayangi Altair.”Diingatkan seperti itu membuat Dhafin geram. Ia menoleh ke arah Naina dengan tatapan menghunus tajam. “Buktinya putraku meninggal gara-gara kamu!”“Mas, bukan aku yang membunuh Altair. Aku nggak mencampurkan apapun dalam makanannya. Tolong, percaya padaku, Mas,” balas Naina seraya menggenggam erat tangan Dhafin.Dhafin langsung menghempaskan tangan Naina dengan kasar. Ia beranjak berdiri masih dengan tatapan nyalan

    Last Updated : 2024-09-20
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   57. Setelah Tiada Baru Terasa

    Dhafin terdiam sejenak. “Terus?” tanyanya datar.“Ya, aku bilang kamu ada urusan penting di luar. Habis itu udah, dia langsung pergi. Katanya ada pemotretan di butik LaCia Boutique. Bukannya itu butiknya Zelda, ya?”Dhafin sedikit mengernyitkan keningnya. “Dia bekerja di sana?” tanyanya lebih untuk dirinya sendiri.“Lah, kok malah tanya saya? Anda pacarnya, masa nggak tau pacarnya kerja dimana?” balas Arvan terdengar sarkas.Dhafin menghela napas panjang. Akhir-akhir ini, ia memang tidak terlalu memperhatikan Freya. “Biarkan saja.”“Tumben sekali. Nggak berniat mencari tau gitu kenapa Freya kerja di butik Zelda?”“Nanti. Aku tutup.”Setelah mengatakan itu, Dhafin memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu respon sahabatnya. Ia lantas melajukan mobilnya dengan cepat menuju suatu tempat untuk menenangkan diri. Pikiran dan perasaannya sedang kacau sekarang sehingga tidak memungkinkan untuk dipaksa bekerja. Masalah Freya yang bekerja di butik Zelda, ia pikirkan belakangan.Villa pribadi

    Last Updated : 2024-09-20
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   58. Diantara Dua Pilihan

    “Naina....”Dhafin menajamkan penglihatannya untuk memastikan bahwa wanita itu benar-benar Naina. Matanya sampai menyipit agar bisa melihat lebih jelas dua orang itu. Arah tatapannya mengikuti mereka yang tampak melangkah menuju mobil hitam yang terparkir tak jauh dari sana. Sayangnya, ada beberapa kendaraan yang melaju dari arah berlawanan menghalangi pandangannya.Saat semua kendaraan telah lewat, orang yang Dhafin lihat sebagai Naina sudah tidak ada. Begitu pula dengan keberadaan mobil hitam itu. Ia celingukan mencari keberadaan mereka.Dhafin bahkan hendak menurunkan kaca mobil di samping kanannya. Namun, urung ketika suara klakson dari arah belakang terus-menerus dibunyikan dan mendesaknya untuk segera melaju karena lampu telah berubah warna menjadi hijau.Pria itu berdecak kesal lantas kembali melajukan mobilnya. Ia memikirkan kejadian barusan. Apakah benar wanita itu adalah Naina?Jarak yang cukup jauh membuatnya tidak bisa melihat jelas wajah wanita itu. Jika dilihat dari pos

    Last Updated : 2024-09-21
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   59. Sebuah Ancaman

    Dhafin tidak mampu berkutik. Pilihan yang diberikan oleh orang tuanya sangat sulit. Ia tidak bisa memilih salah satu yang sama sekali tidak menguntungkan untuknya. Dan kenapa pula mereka kembali melibatkan Naina? Dhafin menatap kedua orang tuanya bergantian. “Mama sama Papa nggak bisa mengancamku seperti itu.”“Aku bukan anak kecil lagi yang ketika diancam langsung takut dan nurut. Aku berhak menentukan jalan hidupku sendiri,” balasnya dengan nada datar.“Dan kamu memilih jalan untuk tetap bersama Naina?” serobot Bu Anita langsung.“Iya! Itu udah menjadi pilihanku, Ma,” jawab Dhafin tegas.Ia beralih menatap ayahnya lekat-lekat. “Kenapa Papa kembali membawa-bawa Naina? Bukannya Papa nggak ingin melibatkan pihak kepolisian?”Pak Daniel tersenyum miring. “Kamu pikir Papa nggak tau kalau selama ini kamu diam-diam mencari keberadaan Naina?”Dhafin terbungkam. Sebelumnya ia sudah mewanti-wanti pada orang suruhannya untuk merahasiakan pencarian ini dari keluarganya. Itu berarti ada yang m

    Last Updated : 2024-09-21

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   301. Jangan Terlena

    Grissham mengangkat kepala perlahan. Tatapannya bertemu dengan Lora, masih dengan wajah yang sedikit mengerut, seperti anak kecil yang baru saja mengakui kesalahan tapi tetap ingin dimengerti.Katakanlah ia kekanak-kanakan. Hanya karena cemburu, dirinya memilih mendiamkan Lora selama tiga hari.Namun... apakah salah jika ia merasa seperti itu? Lora miliknya walaupun belum sepenuhnya. Ia pun punya hak untuk cemburu.Selama ini, Grissham menahan. Selalu berusaha mengalah. Ia memang mengizinkan Lora tetap berhubungan baik dengan mantan suaminya demi anak-anak. Namun, bukan berarti ia tak terluka. Ada bagian dari hatinya yang terasa diabaikan setiap kali melihat Lora tersenyum bersama pria itu.Lora tampak terlalu menikmati kebersamaan mereka seakan lupa bahwa ada hati yang harus dijaga.Karena itulah Grissham memilih bersikap seperti itu, membiarkan jarak terbentang agar Lora menyadari sendiri. Dan nyatanya, wanita itu datang. Tiga hari cukup untuk membuat Lora bertanya-tanya dan akhir

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   300. Cemburunya Grissham

    Ruangan luas nan mewah itu terdiam bisu, seolah ikut menahan napas. Hembusan lembut dari pendingin ruangan menyusup ke sela-sela, membuat udara di dalamnya terasa membeku. Detik demi detik terdengar jelas dari dentingan jarum jam di dinding, mengisi keheningan yang seakan menanti sang pemilik ruangan untuk angkat bicara. Lora duduk diam. Matanya tak berkedip, menatap Grissham lekat-lekat. Tatapan itu menyimpan rasa penasaran yang terus menggelembung di dalam dada. Jemarinya saling menggenggam, mengguratkan kegelisahan yang coba ia redam lewat kehangatan dari dirinya sendiri. Grissham menghembuskan napas panjang. Matanya tak menoleh, tetap terpaku ke satu titik di hadapan, seolah dinding polos itu lebih pantas ia tatap daripada wanita yang duduk di sampingnya. Kedua tangannya bertumpu di lutut, jari-jarinya mengepal lalu mengendur, seirama dengan napas yang berat. “Aku sedang banyak pekerjaan yang harus segera kuselesaikan dalam waktu dekat ini,” ucapnya datar, seperti seda

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   299. Berubah

    Beberapa hari berlalu tanpa terasa. Kini, hanya tersisa dua bulan lagi menuju hari pernikahan Lora dan Grissham.Segala persiapan nyaris rampung, dibantu penuh oleh keluarga besar yang turut antusias menyambut hari bahagia mereka.Gedung hotel megah milik keluarga Kusuma telah dipastikan dan dijadwalkan menjadi tempat berlangsungnya momen sakral itu.Gaun pengantin berpotongan anggun tergantung rapi di balik tirai kaca LaCia Boutique, menanti hari di mana Lora akan mengenakannya. Seragam keluarga pun telah selesai dijahit, lengkap dalam berbagai ukuran. MUA ternama yang menjadi incaran para pengantin sudah dibooking sejak beberapa bulan lalu. Jadwalnya dikunci, tak bisa diganggu gugat.Dan yang tak kalah penting, mereka memutuskan untuk mempercayakan seluruh rangkaian acara kepada wedding organizer profesional. Mulai dari acara siraman hingga resepsi, semua diserahkan kepada tangan-tangan berpengalaman.Rapat demi rapat digelar. Lora dan Grissham selalu hadir, duduk berdampingan den

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   298. Keputusan yang Tak Bisa Diganggu Gugat

    Wajah Bu Anita seketika berubah. Ada gurat kecewa yang perlahan menyusup. Sorot matanya tampak meredup, senyum yang tadi sempat mengembang perlahan menghilang. “Kamu udah memikirkan keputusan ini matang-matang, Nak?” tanyanya pelan dengan mata yang menatap lurus. “Udah, Ma,” jawab Lora dengan lirih tapi tegas. “Bahkan sejak awal aku memilih Kak Sham.” Ia menunduk sejenak, menahan tarikan emosi yang bergolak di dadanya. “Sekali lagi, aku minta maaf, Ma.” Keheningan menggantung beberapa saat. Lora menanti, menebak-nebak reaksi yang akan keluar. Raut datar di wajah Bu Anita membuat pikirannya mulai liar, mencari-cari makna dari setiap helaan napas wanita itu. Ia tahu betul watak ibunya Dhafin. Kini, muncul satu pertanyaan. Apakah keputusan ini akan diterima… atau akan menjadi awal dari jarak yang semakin renggang? Lora menunggu tanggapan Bu Anita dengan sedikit cemas. Melihat dari ekspresinya, sudah pasti beliau akan sangat marah, lalu memaksa agar permintaannya dipenuhi.

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   297. Perhatian yang Timpang

    Pertanyaan itu menggantung di udara. Dhafin tak langsung menjawab, dan dari keheningannya itu saja Lora sudah tahu jawabannya.“Aku nggak menyangkal,” akhirnya Dhafin bicara, suaranya tenang tapi berat. “Tapi itu juga bukan alasan utama. Aku beneran kangen anak-anak. Bukan cuma karena kamu, tapi karena aku ayah mereka.” Ia menarik napas lagi, lalu memalingkan wajah, menatap ke arah rumah tempat tawa si kembar kini terdengar samar. “Kejadian kemarin… bikin aku sadar. Aku nggak cuma kehilangan kamu, tapi juga mereka. Rasanya hampa banget.”Dhafin kembali menatap Lora, sorot matanya kali ini serius dan penuh harap. “Aku nggak minta banyak. Aku cuma pengen kamu izinkan aku tetap ada di hidup mereka. Walau kamu udah punya kehidupan sendiri.”Lora terkekeh pelan, suara tawanya lirih namun mengandung makna. Sudut bibirnya terangkat, tetapi sorot matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar geli.“Aku dari awal udah membebaskanmu bertemu anak-anak. Aku nggak pernah membatasi,” ujarnya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   296. Permintaan Maaf

    “Papa!”Dua bocah kembar itu melesat turun dari mobil. Kaki-kaki mungil mereka menapak cepat di jalan setapak.Suara langkah kecil berpadu dengan teriakan riang, menciptakan simfoni rindu yang tak terbendung.Mereka langsung menghambur ke dalam pelukan ayahnya yang berdiri di teras dengan tangan terbuka dan mata yang tampak sedikit berembun.Begitu tubuh kecil itu memeluknya, Dhafin menunduk dan mendekap mereka erat seolah tak ingin melepaskan.Tangannya membelai rambut keduanya, mencium pipi mereka satu per satu dengan tawa kecil yang tertahan. Hatinya mencelos, penuh sesak oleh rasa bersalah yang belum juga reda. Terakhir ia melihat wajah mereka adalah di rumah sakit saat menjenguk ibunya.Sejak pertengkaran panas itu, Lora benar-benar menjauh. Dan ia... hanya bisa menyesali semuanya dalam diam.“Papa kangen banget sama kalian.” Suaranya bergetar, tetapi hangat.Ia mendaratkan ciuman bertubi-tubi di wajah mereka, membuat anak-anak itu tertawa geli sambil memegangi pipi mereka. “Kal

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   295. Permintaan untuk Datang Kembali

    Grissham tak langsung menanggapi. Matanya tak lepas dari jalanan yang padat. Tampak di depan sana, mobil-mobil merayap, saling berebut celah di bawah langit sore yang mulai menguning.Lampu sein berdetak pelan, menyatu dengan musik dari radio yang mengalun lembut dari speaker mobil.Beberapa menit kemudian, ia memutar kemudi ke kanan, memasuki jalan menuju kawasan perumahan elit—tempat keluarga Brighton tinggal.Dering ponsel yang sejak tadi bersenandung akhirnya berhenti. Lora menatap layar yang kini berubah gelap, jemarinya masih menggenggam erat perangkat itu.Grissham melirik sekilas, lalu kembali fokus ke jalan. Ia sempat mengira telepon itu tak akan datang lagi karena sang penelepon sudah menyerah. Namun hanya selang beberapa detik, getaran itu kembali menggema di dalam mobil. Nada dering yang sama, nama yang sama—masih bertahan di layar.Grissham menarik napas panjang, menahan jeda sebelum bersuara. “Angkat saja, siapa tahu penting,” ucapnya datar, tetapi lembut.Lora hanya me

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   294. Jejak Tradisi

    Senyum di wajah Zelda perlahan meredup. Masih ada lengkungan manis di bibirnya, tetapi tak lagi semeriah tadi. Pandangannya turun, jatuh pada jemarinya yang saling menggenggam di atas pangkuan, seolah mencari pegangan pada dirinya sendiri. Lora yang duduk di sampingnya mencuri pandang, lalu menatap lekat perut sahabatnya yang kini membulat jelas di balik dress selutut berwarna pastel itu. “Pemeriksaan terakhir? Emangnya kenapa?” tanyanya pelan tetapi penuh curiga setelah ada jeda sejenak. Zelda tidak langsung menjawab. Hanya diam, membiarkan hening mengambang beberapa detik. Kemudian, seperti tersadar, ia menarik napas dan kembali memasang senyum cerah hingga terasa agak dipaksakan. “Bukan apa-apa kok. Semuanya aman.” Lora tidak sepenuhnya percaya. Tatapannya menyapu wajah Zelda yang terlihat terlalu tenang untuk seseorang yang barusan tampak ragu. Namun, ia memilih menahan diri. Tangannya terulur untuk menyentuh perut sahabatnya yang terasa hangat dan hidup di bawah telapaknya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   293. Persiapan Pernikahan

    Berbeda dengan Dhafin yang tenggelam dalam penyesalan tak berujung, Lora berdiri tegak di depan cermin besar di LaCia Boutique milik sahabatnya. Cahaya lembut dari lampu gantung kristal memantulkan siluetnya di permukaan kaca. Kebaya putih dengan detail payet halus melekat sempurna di tubuhnya, mengikuti lekuk tanpa cela.Kainnya jatuh anggun, sementara ekor kebaya menjuntai panjang hingga menyapu lantai dengan gerakan pelan setiap kali ia berpindah posisi. Kerudung segi empat yang menjuntai menutup dada, warnanya senada dengan kebaya, menjadikan tampilannya anggun tanpa harus berlebihan.Lora merapikan kerudungnya perlahan, jemarinya menyusuri kain lembut yang menjuntai menutup dada. Sebuah senyum tipis mengembang di bibirnya.Bukan karena merasa paling cantik, bukan pula karena penampilan yang nyaris sempurna. Melainkan ada rasa hangat yang menjalari dadanya, sebuah rasa utuh sekaligus layak.Untuk pertama kalinya, ia menjalani proses ini dengan penuh kesadaran dan penghargaan. Ti

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status