Beranda / Pernikahan / Mari Berpisah, Aku Menyerah / 104. Haruskah Ada Perceraian?

Share

104. Haruskah Ada Perceraian?

“Dhafin.”

Arvan menepuk bahu Dhafin yang masih telungkup di atas meja. “Semuanya udah siap. Kita tinggal briefing lalu berangkat.”

Dhafin mendongak lalu menegakkan tubuhnya. Ia menatap Arvan dengan sorot mata sayu. Penampilannya sedikit berantakan ditambah lagi rambut yang acak-acakan.

Arvan membulatkan mata terkejut melihat wajah sahabatnya yang tampak sangat pucat. “Kamu sakit?”

“Aku baik-baik aja.” Dhafin mengusap wajah dan menyunggar rambutnya guna mengusir rasa kantuk yang hampir menyerang.

Arvan menyentuh kening Dhafin yang langsung ditepis oleh empunya. “Baik-baik aja apanya? Panas banget gini, gila!”

Dhafin menghela napas panjang. “Cuma sedikit nggak enak badan.”

“Ya, tetep aja kamu nggak sehat. Yakin kamu ingin ikut ke luar kota?” tanya Arvan dengan raut wajah khawatir yang tidak bisa disembunyikan.

Dhafin mengangguk. “Aku nggak papa, Van,” jawabnya seraya membereskan barangnya untuk bersiap-siap.

“Kamu sakit, Dhafin! Kamu itu demam tinggi. Sebaiknya kamu nggak usah ikut aja
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status