Kreeek..
Terdengar suara pintu ruang tamu terbuka, aku tahu itu pasti Lastri. Dia sudah pulang. "Assalamualaikum..!"Suara Lastri memberi salam. Aku hanya diam, hatiku masih panas. Untuk sementara laparku telah hilang yang ada hanyalah emosi yang menggebu. Sudah tak sabar rasanya tangan ini ingin segera ku daratkan di wajahnya. Dasar wanita tak tahu diuntug, sudah ku beri hidup enak tapi masih saja tak bisa menghargaiku. Sebenarnya apa maunya. Aku sudah memberikan uang belanja tapi ia masih saja tidak bisa mengaturnya. Setiap hari lauk dan sayur hanya itu dan itu saja. Lalu uang satu juta yang ku beri setiap bulan ia kemanakan? Huuuuhhhh.. Semakin geram rasanya saat melihat ia melangkah masuk seolah tanpa dosa ia menghampiriku setelah sebelumnya ia mendudukan Nina di troli lalu kemudian ia mengulurkan tangannya hendak menyalamiku. Tentu saja ku tolak. Plaaak... Ku hadiahi Lastri satu tamparan di pipi kirinya. "Mas.." Hanya kata itu yang keluar dari bibir mungilnya. Dan aku semakin emosi saat melihat ada genangan yang seolah sengaja ia bendung di kedua sudut matanya. "Kamu kemanakan uang satu juta yang ku jatah setiap bulan?" Aku menatap tajam kepadanya dan ku legangi dagunya. Lastri tidak menjawab dan kini ia menangis. Tangis yang sama sekali tidak akan pernah membuatku iba. Aku menjambak rambutnya lalu aku juga mendorongnya hingga ia jatuh tersungkur dan hampir saja kepalanya terbentur di salah satu sudut meja makan. Ah, mengapa hampir? yang aku inginkan ialah kepalanya benar-benar terbentur. Karena aku ingin melihatnya terkapar. Tapi sial ini gagal. "Uang satu juta sebulan itu selalu aku gunakan hanya untuk keperluan dapur dan anak-anak mas, ditambah lagi susu dan popok Nina. Kita makan setiap hari, baju kotor harus dicuci itu dengan sabun, begitupun piring kotor juga dengan sabun. Bahan-bahan dapur semua harganya sekarang naik." Jawab Lastri sambil ia terisak. "Lalu mana sisanya?" Aku bertanya dengan mendekatkan wajahku dengan wajahnya. "Tidak ada sisa mas, kemarin aku saja menghutang minyak goreng dan telur di warung." Jawabnya. "Dasar kamu ya.. Lalu bagaimana kamu bisa membayar uang sekolah Risa dan Rio jika uang itu sudah tak ada sisa? Haah bagaimana?" Aku bertanya dengan nada tinggi di hadapannya. Lastri tidak menjawab ia hanya menangis. Aku semakin geram melihatnya. "Uang satu juta itu sudah cukup banyak Lastri, kalau kamu hanya gunakan untuk keperluan dapur dan anak-anak itu seharusnya sudah lebih dari cukup. Tapi kamu tidak bisa mengaturnya. Lauk dan sayur yang kamu masak juga itu-itu saja, mana selera aku mau makan masakanmu." Aku mencercanya. "Maafkan aku mas, uang itu tidak cukup." Jawabnya sambil ia mengusap air matanya. "Uang itu sangat banyak Lastri, ingat ya kamu tidak mencarinya kamu hanya menerima saja. Satu rupiahpun kamu tidak punya penghasilan. Kamu dan anak-anakmu hanya menumpang disini kamu mengerti?" Aku kembali membentaknya. Lalu aku melangkah kekamar dan mengambil salah satu konci mobilku. Aku pergi meninggalkan Lastri yang masih menangis di samping meja makan itu. Selera makanku dirumah kini sudah hilang aku akan makan di luar saja. Makanan di luar jauh lebih enak dan banyak menu-menu yang bisa kupilih. Aku memilih salah satu resto yang sangat terkenal didaerah ini. Disini dulu adalah tempat faporitku nongkrong dengan teman-temanku saat sebelum menikah dengan Lastri. Sesampainya aku di resto langsung memesan beberapa menu yang aku tahu sangat lezat, jauh bebeda dengan masakan Lastri dirumah. Setelah pelayan menyajikannya di mejaku aku langsung menyantap makan itu. Setelah makan aku tidak langsung pergi melainkan aku duduk-duduk santai meikmati angin sejuk di resto ini terlebih dahulu. "Hei..Ini dia bos besar yang akan traktir makan kita kali ini." Tiba-tiba aku dikagetkan oleh seseorang yang menepuk pundakku dari arah belakang. Ternyata dia adalah Supri teman seprofesiku dulu ketika aku masih menjadi sopir angkot. Dan bukan hanya Supri ternyata juga ada dua orang teman lama ku yang lain. Mereka adalah Iyan dan juga Maman. Dalam pertemuan yang tak sengaja ini aku larut dalam kegembiraan yang sebenarnya sudah sangat lama tidak ku rasakan. Entah mengapa kehadiran teman-teman lama ku ini mampu mengubah moodku hingga serarus delapan puluh derajat. Semenjak berhenti membawa angkot aku memang hanya fokus pada bisnisku saja. Dan semenjak bisnisku berkembang dengan sangat pesat aku hanya bergaul dengan rekan-rekan bksnisku saja dan orang-orang yang kuanggap membawa pengaruh baik terhadap perkembangan bisnisku. Sedangkan orang-orang yang ada dilingkungan lainnya tak pernah ku tegur sapa. Aku lupa untuk bergaul dengan mereka. Lalu setelah makan dan juga cukup lama bersenda gurau dengan teman-teman lama ku itu, mereka pamit untuk kembali melanjutkan pekerjaan mereka. Hingga kemudian aku pun memutuskan untuk pulang. Setelah itu aku keluar dari sana dan juga tidak langsung pulang melainkan berkeliling seputaran kota ini menghilangkan penat yang menumpuk di kepalaku. Dan saat sudah sore kurasa gerah mulai menyerang badanku, oh iya ternyata aku belum mandi dari tadi pagi. Aku memutar mobilku dan mebuju kearah pulang. Sesampainya dirumah aku melihat gerbang rumah tidak terkunci. Aku langsung memasukan mobil setelah itu aku melangkah masuk kedalam rumah. Tapi aku mendapati rumah sangat sepi. Dan ada yang berbeda. Kali ini rumahku terlihat sangat rapi hanya ada sebuah mainan Nina yang ada diatas meja. Rio dan Risa seharusnya sudah pulang. Dan Lastri juga Nina biasanya akan langsung menyambutku. Tapi kali ini rumah sangat sepi. Aku mencoba untuk tidak peduli dengan ini aku langsung masuk kekamar. Tapi ketika aku hendak melepas pakaianku karena berniat untuk mandi namun aku melihat ada secarik kertas diatas kasur tempat tidurku. Sebuah surat. *** 'Mas, sebelumnya aku kembali meminta maaf pada mas. Jika mas menemukan surat ini itu pertanda aku dan anak-anak sudah tidak ada lagi dikota ini. Ini demi kebaikan diri Mas, maka aku putuskan untuk pergi bersama anak-anak jauh dari Mas. Semoga dengan kepergian kami mas bisa lebih bahagia dan lebih leluasa melakukan apa pun yang mas mau. Sekali lagi maaf jika selama ini kehadiran aku dan anak-anak hanya menjadi benalu bagi mas. Oh ya di atas meja kerja mas ada sebuah amplop kuning disitu ada salinan berkas perceraian kita yang sebelumnya sudah ku serahkan kepada pengadilan agama. Maaf sekali lagi jika ini kulakukan tanpa memberitahumu. Selamat tinggal. Salam dariku. Lastri ' Deg. Jantungku seolah berhenti berdetak untuk beberapa saat lamanya. Lastri pergi dan dia membawa ketiga anak kami. Kemana mereka? Entahlah perasaanku untuk saat ini tak menentu. Aku sedih, kecewa, takut, khawatir, tapi juga lega dan juga menyesal. Bersambung..Pov. LastriBertahan dalam biduk rumah tangga selama delapan tahun bagiku itu bukanlah hal yang mudah. Jatuh bangun pahit manis semua sudah ku rasakan. Terlebih lagi dengan laki-laki yang tingkat keegoisannya tergolong tingkat tinggi.Aku dan Mas Reza saling kenal sebenarnya sejak sepuluh tahun lalu. Tepatnya dua tahun sebelum kami menikah. Waktu itu aku masih bekerja sebagai perawat disalah satu rumah sakit. Karena tidak memiliki kendaraan pribadi aku memutuskan untuk mencari angkot langganan.Dan setelah beberapa kali manaiki angkot yang supirnya ialah Mas Reza sepertinya aku merasa cocok dan nyaman jika menaiki angkotnya. Dan dari situ aku menjadi salah satu penumpang langganannya. Satu tahun kemudian aku dan Mas Reza menjalin hubungan (pacaran). Lalu pada tahun berikutnya kami menikah.Sejak kenal lalu pacaran, kemudian menikah semua seolah baik-baik saja. Memang sesekali Mas Reza menunjukan keegoisannya tapi bagiku itu tak masalah aku memakluminya sebagai sifat fitrah bagi seoran
Masih Pov. LastriPenerbangan selama empat puluh lima menit telah menghantarkan aku dan anak-anakku ketempat yang benar-benar baru buat kami. Sebenarnya tidak pernah terbayangkan sebelumnya untuk pergi ketempat sejauh ini. Dan aku pun sempat bingung untuk apa kami pergi kedaerah ini, dan akan tinggal dimana kami setelah sampai. Tapi setelah aku menenangkan hatiku dan menguasai kembali pikiranku hingga akhirnya aku mulai menyusun rencanaku selanjutnya.Setelah sampai di bandara aku memperhatikan kedua anakku yaitu Risa dan Rio adiknya, mereka tampak heran dan bingung. Aku sebagai ibu mereka tahu bahwa anak-anakku sedang bertanya dalam benak mereka masing-masing kemana kami pergi dan untuk apa kami pergi.Namun aku berusaha untuk berpura-pura tidak peduli dengan apa yang mereka rasa dan pikirkan. Nanti saja aku beritahu mereka dengan pelan-pelan dan aku yakin lambat laun mereka pasti akan mengerti dan paham maksud kepergian kami ini.Lalu aku kembali memesan taxi online untuk menghantar
Baiklah, kita tinggalkan dulu tentang Lastri dan anak-anaknya. Karena Tuhan pasti akan selalu melindungi mereka. Sebab Lastri bukanlah wanita lemah selemah penilaian yang diberikan oleh suaminya. Dia wanita hebat dan kuat. Sekarang kita tengok lagi bagaimana kehidupan Reza selanjutnya setelah di tinggalkan oleh anak-anak dan juga isterinya.Pov. RezaJantungku seolah berhenti berdetak untuk beberapa saat lamanya setelah membaca isi surat yang di tinggalkan Lastri. Lastri pergi dan dia membawa ketiga anak kami. Kemana mereka? Entahlah perasaanku untuk saat ini tak menentu. Aku sedih, kecewa, takut, khawatir, tapi juga lega dan juga menyesal.Aku mengurungkan niatku untuk mandi, lalu aku pergi kedapur. Entah mengapa tanpa komando tanganku menyentuh tudung saji yang biasa tempat Lastri meletakkan segala lauk pauk yang telah ia masak. Padahal sebenarnya perutku masih terasa sangat kenyang.Astaga, begitu ku buka aku melihat sesuatu yang selama ini hampir tidak pernah ku temukan di bawah
Masih Pov. Reza"Halo sayang kamu dimana?" Aku menelpon Nirma."Ini aku lagi bete dirumah, ada apa?" Tanya Nirma."Kita keluar yu.." Ajakku."Kemana?" Tanya Nirma."Ke cafe. Temanin aku ngopi." Jawabku."Kalau kamu ngopi terus aku ngapai?" Tanyanya dengan nada.bercanda khasnya."Ya kalau kamu mau liat aku aja ngak apa-apa, tapi kalau kamu mau minum juga itu lebih baik." Jawabku."Ya sudah aku siap-siap dulu ya, jemput aku ya mas." Timbal Nirma."Oke, tunggu ya aku kesitu sekarang juga." Tukasku."Oke aku tunggu." Jawabnya sebelum menutup telepon.Kemudian aku segera mengeluarkan mobil lalu pergi menemui Nirma, aku akan menjemput dia dirumahnya. Begitu aku sampai di depan rumah Nirma, dia sudah menunggu disana dan kamipun langsung pergi menuju cafe seperti yang sudah kami janjikan sebelumnya.Di perjalanan aku hanya diam saja, begitupun dengan Nirma dia hanya sesekali berdehem. Mungkin ia bermaksud untuk memancingku supaya aku buka suara lebih dahulu namun aku tetap diam. Karena aku ma
"Emmm... Kalau menurutku sebaiknya besok mas hadir saja ke persidangan untuk selanjutnya nanti kita lihat dulu keadaan nantinya mas." Jawab Nirma."Oh, begitu baiklah aku terima usul kamu sayang." Aku mengelus kepalanya."Oh ya mas, emmm.. uang belanjaku udah tipis nih kapan kamu mau transfer mas?" Nirma mengalihkan pembicaraan kami."Kalau masalah itu kapan saja kamu mau bisa aku lakukan." Sejenak aku melirik kearahnya dan tersenyum tipis."Kalau begitu transfer sekarang donk mas." Nirma sedikit merengek manja dilenganku.Kemudian aku langsung mengambil ponselku dan membuka aplikasi Banking milikku lalu tanpa menunggu lama aku langsung menstranfer kerekening milik Nirma yang memang sudah ada pada kontak di akun Banking-ku karena sebelumnya aku sudah sering melakukan transfer ke rekening Nirma.Bagiku memberi uang belanja untuk Nirma bukanlah sebuah masalah, karena aku sangat membutuhkan kehadiriannya. Nirma adalah sesuatu yang penting bagiku daripada uang. Toh uang bisa aku dapatkan
Dengan senang hati aku menemani Nirma berbelanja kebutuhan hariannya. Aku kagum padanya ia begitu lihai dalam memilih produk-produk kecantikan. Skincare yang Nirma gunakan adalah merk Skincare ternama tentunya dengan harga yang tidak abal-abal, pantas saja jika ia sangat mempesona jika perawatan tubuhnya saja membutuhkan uang puluhan juta.Begitupun dengan berbelanja pakaian, Nirma juga sangat pandai dalam memilih pakian yang serasi untuk tubuhnya. Nirma juga tidak membeli hanya satu atau dua pakaian tapi sangat banyak. Dan dengan bahan dan kualitas diatas rata-rata. Duh Lastri, kamu tidak akan ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Nirma. Kamu jika membeli pakaian hanya membeli daster itu juga paling cuma sehelai dua helai dan bahannya juga tentu dibawah standar pakaian Nirma. Lalu kamu akan memakainya selama berbulan-bulan dan bahakan bertahun-tahun. Uh.. Sangat memalukan sekali memiliki isteri sepertimu Lastri."Nah, mas uang yang kemaren kamu transfer sudah habis nih. Kamu lihat
"Las, Lastri..! Sapan untukku mana?" Pagi-pagi aku dibikin kesel dengan sikap Lastri yang kurang cekatan dalam melayani keperluanku. "Iya mas, tunggu dulu sebentar ini aku sedang mengganti popok Nina." Terdengar sahutan Lastri dari arah kamar. Aku yang sudah duduk menghadap meja makan menghela napas panjang karena semakin panas saja rasanya dadaku seperti ingin segera kuledakkan marah yang menyesakan detak jantungku. Kesal dengan sikap.Lastri aku segera bangkit dan melangkah menuju ruang keluarga dimana Risa dan Rio sedang bermain dengan peralatan sekolah mereka. "Hei, kalian berdua ayo cepat lagi pakai sepatu atau kalau tidak papa tinggal dan kalian berangkat sekolah dengan ojek saja." Aku beekata tegas pada kedua anak itu. "Iya Pa." Jawab mereka hampir bersamaan. Eh, tapi mana juga sepatu kerjaku. Aduh, Lastri kamu benar-benar bikin aku kesal. Sarapan belum kamu siapkan, sepatu kerjaku juga belum. Ngapain saja sih kamu bangun subuh-subuh. Aku menggerutu. "Maaf mas aku tadi me
Meninggalkan kekesalanku dengan Lastri dirumah, aku lebih fokus pada urusan bisnisku. Sore ini aku pulang kerja tidak akan langsung pulang kerumah melainkan aku sudah ada janji dengan beberapa teman tongkronganku. Kami sudah berjanji akan bertemu sekedar minum dan makan-makan lalu malamnya nanti kami akan pergi ke klub malam untuk sekedar menghibur diri."Mas kapan pulang? anak-anak ingin makan malam bersama." Itu bunyi pesan yang baru saja kuterima dari Lastri."Aku pulang malam, karena banyak kerjaan yang harus aku selesaikan. Kalian saja yang makan malam ngga usah nunggu aku." Aku mengirimkan balasan itu padanya.Makan malam dengan Lastri dan anak-anak itu tidak penting, lebih baik aku bersenang-senang dengan caraku sendiri dan itu jauh lebih memuaskan dari pada dirumah. Hanya akan menguras emosiku saja.Malam sudah larut aku mulai merasa pusing dan mual akibat mabuk. Beberapa kawanku ada yang sudah pulang namun aku merasa seperti masih belum ingin meninggalkan tempat ini. Ada seo
Dengan senang hati aku menemani Nirma berbelanja kebutuhan hariannya. Aku kagum padanya ia begitu lihai dalam memilih produk-produk kecantikan. Skincare yang Nirma gunakan adalah merk Skincare ternama tentunya dengan harga yang tidak abal-abal, pantas saja jika ia sangat mempesona jika perawatan tubuhnya saja membutuhkan uang puluhan juta.Begitupun dengan berbelanja pakaian, Nirma juga sangat pandai dalam memilih pakian yang serasi untuk tubuhnya. Nirma juga tidak membeli hanya satu atau dua pakaian tapi sangat banyak. Dan dengan bahan dan kualitas diatas rata-rata. Duh Lastri, kamu tidak akan ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Nirma. Kamu jika membeli pakaian hanya membeli daster itu juga paling cuma sehelai dua helai dan bahannya juga tentu dibawah standar pakaian Nirma. Lalu kamu akan memakainya selama berbulan-bulan dan bahakan bertahun-tahun. Uh.. Sangat memalukan sekali memiliki isteri sepertimu Lastri."Nah, mas uang yang kemaren kamu transfer sudah habis nih. Kamu lihat
"Emmm... Kalau menurutku sebaiknya besok mas hadir saja ke persidangan untuk selanjutnya nanti kita lihat dulu keadaan nantinya mas." Jawab Nirma."Oh, begitu baiklah aku terima usul kamu sayang." Aku mengelus kepalanya."Oh ya mas, emmm.. uang belanjaku udah tipis nih kapan kamu mau transfer mas?" Nirma mengalihkan pembicaraan kami."Kalau masalah itu kapan saja kamu mau bisa aku lakukan." Sejenak aku melirik kearahnya dan tersenyum tipis."Kalau begitu transfer sekarang donk mas." Nirma sedikit merengek manja dilenganku.Kemudian aku langsung mengambil ponselku dan membuka aplikasi Banking milikku lalu tanpa menunggu lama aku langsung menstranfer kerekening milik Nirma yang memang sudah ada pada kontak di akun Banking-ku karena sebelumnya aku sudah sering melakukan transfer ke rekening Nirma.Bagiku memberi uang belanja untuk Nirma bukanlah sebuah masalah, karena aku sangat membutuhkan kehadiriannya. Nirma adalah sesuatu yang penting bagiku daripada uang. Toh uang bisa aku dapatkan
Masih Pov. Reza"Halo sayang kamu dimana?" Aku menelpon Nirma."Ini aku lagi bete dirumah, ada apa?" Tanya Nirma."Kita keluar yu.." Ajakku."Kemana?" Tanya Nirma."Ke cafe. Temanin aku ngopi." Jawabku."Kalau kamu ngopi terus aku ngapai?" Tanyanya dengan nada.bercanda khasnya."Ya kalau kamu mau liat aku aja ngak apa-apa, tapi kalau kamu mau minum juga itu lebih baik." Jawabku."Ya sudah aku siap-siap dulu ya, jemput aku ya mas." Timbal Nirma."Oke, tunggu ya aku kesitu sekarang juga." Tukasku."Oke aku tunggu." Jawabnya sebelum menutup telepon.Kemudian aku segera mengeluarkan mobil lalu pergi menemui Nirma, aku akan menjemput dia dirumahnya. Begitu aku sampai di depan rumah Nirma, dia sudah menunggu disana dan kamipun langsung pergi menuju cafe seperti yang sudah kami janjikan sebelumnya.Di perjalanan aku hanya diam saja, begitupun dengan Nirma dia hanya sesekali berdehem. Mungkin ia bermaksud untuk memancingku supaya aku buka suara lebih dahulu namun aku tetap diam. Karena aku ma
Baiklah, kita tinggalkan dulu tentang Lastri dan anak-anaknya. Karena Tuhan pasti akan selalu melindungi mereka. Sebab Lastri bukanlah wanita lemah selemah penilaian yang diberikan oleh suaminya. Dia wanita hebat dan kuat. Sekarang kita tengok lagi bagaimana kehidupan Reza selanjutnya setelah di tinggalkan oleh anak-anak dan juga isterinya.Pov. RezaJantungku seolah berhenti berdetak untuk beberapa saat lamanya setelah membaca isi surat yang di tinggalkan Lastri. Lastri pergi dan dia membawa ketiga anak kami. Kemana mereka? Entahlah perasaanku untuk saat ini tak menentu. Aku sedih, kecewa, takut, khawatir, tapi juga lega dan juga menyesal.Aku mengurungkan niatku untuk mandi, lalu aku pergi kedapur. Entah mengapa tanpa komando tanganku menyentuh tudung saji yang biasa tempat Lastri meletakkan segala lauk pauk yang telah ia masak. Padahal sebenarnya perutku masih terasa sangat kenyang.Astaga, begitu ku buka aku melihat sesuatu yang selama ini hampir tidak pernah ku temukan di bawah
Masih Pov. LastriPenerbangan selama empat puluh lima menit telah menghantarkan aku dan anak-anakku ketempat yang benar-benar baru buat kami. Sebenarnya tidak pernah terbayangkan sebelumnya untuk pergi ketempat sejauh ini. Dan aku pun sempat bingung untuk apa kami pergi kedaerah ini, dan akan tinggal dimana kami setelah sampai. Tapi setelah aku menenangkan hatiku dan menguasai kembali pikiranku hingga akhirnya aku mulai menyusun rencanaku selanjutnya.Setelah sampai di bandara aku memperhatikan kedua anakku yaitu Risa dan Rio adiknya, mereka tampak heran dan bingung. Aku sebagai ibu mereka tahu bahwa anak-anakku sedang bertanya dalam benak mereka masing-masing kemana kami pergi dan untuk apa kami pergi.Namun aku berusaha untuk berpura-pura tidak peduli dengan apa yang mereka rasa dan pikirkan. Nanti saja aku beritahu mereka dengan pelan-pelan dan aku yakin lambat laun mereka pasti akan mengerti dan paham maksud kepergian kami ini.Lalu aku kembali memesan taxi online untuk menghantar
Pov. LastriBertahan dalam biduk rumah tangga selama delapan tahun bagiku itu bukanlah hal yang mudah. Jatuh bangun pahit manis semua sudah ku rasakan. Terlebih lagi dengan laki-laki yang tingkat keegoisannya tergolong tingkat tinggi.Aku dan Mas Reza saling kenal sebenarnya sejak sepuluh tahun lalu. Tepatnya dua tahun sebelum kami menikah. Waktu itu aku masih bekerja sebagai perawat disalah satu rumah sakit. Karena tidak memiliki kendaraan pribadi aku memutuskan untuk mencari angkot langganan.Dan setelah beberapa kali manaiki angkot yang supirnya ialah Mas Reza sepertinya aku merasa cocok dan nyaman jika menaiki angkotnya. Dan dari situ aku menjadi salah satu penumpang langganannya. Satu tahun kemudian aku dan Mas Reza menjalin hubungan (pacaran). Lalu pada tahun berikutnya kami menikah.Sejak kenal lalu pacaran, kemudian menikah semua seolah baik-baik saja. Memang sesekali Mas Reza menunjukan keegoisannya tapi bagiku itu tak masalah aku memakluminya sebagai sifat fitrah bagi seoran
Kreeek..Terdengar suara pintu ruang tamu terbuka, aku tahu itu pasti Lastri. Dia sudah pulang."Assalamualaikum..!"Suara Lastri memberi salam.Aku hanya diam, hatiku masih panas. Untuk sementara laparku telah hilang yang ada hanyalah emosi yang menggebu. Sudah tak sabar rasanya tangan ini ingin segera ku daratkan di wajahnya. Dasar wanita tak tahu diuntug, sudah ku beri hidup enak tapi masih saja tak bisa menghargaiku. Sebenarnya apa maunya. Aku sudah memberikan uang belanja tapi ia masih saja tidak bisa mengaturnya. Setiap hari lauk dan sayur hanya itu dan itu saja.Lalu uang satu juta yang ku beri setiap bulan ia kemanakan? Huuuuhhhh.. Semakin geram rasanya saat melihat ia melangkah masuk seolah tanpa dosa ia menghampiriku setelah sebelumnya ia mendudukan Nina di troli lalu kemudian ia mengulurkan tangannya hendak menyalamiku. Tentu saja ku tolak. Plaaak...Ku hadiahi Lastri satu tamparan di pipi kirinya."Mas.."Hanya kata itu yang keluar dari bibir mungilnya. Dan aku semakin emo
Meninggalkan kekesalanku dengan Lastri dirumah, aku lebih fokus pada urusan bisnisku. Sore ini aku pulang kerja tidak akan langsung pulang kerumah melainkan aku sudah ada janji dengan beberapa teman tongkronganku. Kami sudah berjanji akan bertemu sekedar minum dan makan-makan lalu malamnya nanti kami akan pergi ke klub malam untuk sekedar menghibur diri."Mas kapan pulang? anak-anak ingin makan malam bersama." Itu bunyi pesan yang baru saja kuterima dari Lastri."Aku pulang malam, karena banyak kerjaan yang harus aku selesaikan. Kalian saja yang makan malam ngga usah nunggu aku." Aku mengirimkan balasan itu padanya.Makan malam dengan Lastri dan anak-anak itu tidak penting, lebih baik aku bersenang-senang dengan caraku sendiri dan itu jauh lebih memuaskan dari pada dirumah. Hanya akan menguras emosiku saja.Malam sudah larut aku mulai merasa pusing dan mual akibat mabuk. Beberapa kawanku ada yang sudah pulang namun aku merasa seperti masih belum ingin meninggalkan tempat ini. Ada seo
"Las, Lastri..! Sapan untukku mana?" Pagi-pagi aku dibikin kesel dengan sikap Lastri yang kurang cekatan dalam melayani keperluanku. "Iya mas, tunggu dulu sebentar ini aku sedang mengganti popok Nina." Terdengar sahutan Lastri dari arah kamar. Aku yang sudah duduk menghadap meja makan menghela napas panjang karena semakin panas saja rasanya dadaku seperti ingin segera kuledakkan marah yang menyesakan detak jantungku. Kesal dengan sikap.Lastri aku segera bangkit dan melangkah menuju ruang keluarga dimana Risa dan Rio sedang bermain dengan peralatan sekolah mereka. "Hei, kalian berdua ayo cepat lagi pakai sepatu atau kalau tidak papa tinggal dan kalian berangkat sekolah dengan ojek saja." Aku beekata tegas pada kedua anak itu. "Iya Pa." Jawab mereka hampir bersamaan. Eh, tapi mana juga sepatu kerjaku. Aduh, Lastri kamu benar-benar bikin aku kesal. Sarapan belum kamu siapkan, sepatu kerjaku juga belum. Ngapain saja sih kamu bangun subuh-subuh. Aku menggerutu. "Maaf mas aku tadi me