Masih haruskah mengintip dasar hati, kalau kenyataannya dia masih cinta mati?
šššDARIPADA memusingkan perasaan mantan pada dirinya yang sekarang. Dia lebih memilih pusing memikirkan perasaannya sendiri yang tak kunjung menemukan titik terang.Sembilan tahun memang panjang. Sangat panjang, sampai cukup untuk membuat seseorang berubah secara signifikan.Aji atau Galih, jika memang orang yang sama, jelas-jelas dia telah berubah drastis. Dia makin tampan, makin dewasa, makin gagah, mempesona, dan satu lagi dia sangatlah mapan. Lahir di keluarga kaya raya dan kini malah menjadi bosnya.Bagaimana Dara bisa lepas dari pesonanya, jika dalam sembilan tahun terakhir otaknya hanya memikirkan keadaan mantan kekasihnya?Dara tidak benar-benar bisa move on dari Aji. Move on bagaimana, kalau setiap malam dia masih suka galau sendiri. Dia yang memilih memutus hubungan, tapi dia juga yang menyesal setengah mati.Apakah ada yang lebih mengenaskan nasibnya daripada seorang Dara?Dara mendesah kasar. Dia percaya jodoh tidak akan ke mana dan kembalinya Aji di hidupnya benar-benar menyakinkan bahwa pria itu adalah jodohnya.Jadi, dia hanya perlu merendahkan harga diri, meminta maaf atas kejadian sembilan tahun lalu, dan mulai mengajak Aji kembali seperti dulu. Jika tidak bisa sebagai pacar atau calon suami, sebagai teman pun sudah cukup.Begitu jam kantor usai, Dara berniat menjalankan misinya itu. Galih keluar dari ruangannya dan Dara mengikuti langkahnya tanpa ragu. Teman-temannya sudah pulang lebih dulu, Dara terbiasa pulang terlambat untuk mengejar pekerjaannya yang belum kelar dan itu benar-benar menjadi kesempatan emas, karena Galih belum keluar dari ruangannya juga saat itu."Saya minta maaf," kalimat pertama yang keluar dari mulut Dara begitu keduanya berada di lift yang sama."Apa kesalahanmu?" Nada suaranya bak air mengalir dari pegunungan, tenang, dan menghanyutkan. Namun suaranya juga terdengar dingin hingga sanggup membekukan perasaan.Dara menelan ludah susah payah, tampak menimang-nimang sebelum lanjut mengatakannya. "Maaf karena hari itu saya memilih mengakhiri semuanya."Dara bisa melihat pria itu menegang di tempatnya berdiri. Lift masih berjalan, sebentar lagi mereka sampai lobi. Dia tidak punya banyak waktu, jika dia tidak segera berbicara lagi."Saya benar-benar sedang kacau saat itu. Mungkin kamu membenci saya setelah peristiwa waktu itu, tapi sebagai salah satu staf kamu sekarang, saya ingin berbaikan dengan kamu."Galih menoleh. "Hanya itu yang mau kamu katakan?"Dara mengangguk."Baiklah, akan saya perjelas semuanya sekarang. Saya tidak pernah membencimu. Saya belajar banyak hal setelah peristiwa itu dan saya mengerti, semua yang kamu lakukan waktu itu memang benar untuk saya, karena kenyataannya saya memang tidak bisa setia setelah kamu mengakhiri hubungan kita."Pintu lift terbuka, Dara menahan dirinya untuk keluar lebih dulu, karena ia merasa kalimat Galih masih menggantung di udara."Dan saya harap, kamu tidak begitu terpaku dengan masa lalu kita, karena saya tidak bisa berjanji untuk kembali lagi denganmu."Apa maksudnya itu?Jika sesuai pendapat teman-temannya tadi siang, Galih jelas masih memiliki rasa padanya. Walau mungkin hanya setipis kertas dan lebih dominan amarah, tapi pria itu masih menyimpan nama Dara di dasar hatinya.Galih keluar, Dara mengejar. Langkah Dara memelan begitu melihat sesosok wanita yang ia kenal cukup baik menghampiri Galih dan langsung mencium pipinya.Samar-samar, Dara masih bisa mendengar percakapan mereka."Menunggu lama?""Lumayan," Wanita itu melirik Dara dan menunjuknya dengan terang-terangan, "kamu kenal sama dia?"Galih mengerling sekilas sebelum mengangkat bahunya. "Dulu sekolah kami sebelahan, dia adik kelasku.""Hanya itu?"Galih mengangguk."Yah, aku juga nggak yakin cewek jelek dan miskin kayak gitu mantan pacarmu, sih. Nggak level banget sama kamu soalnya."Ada yang sakit, tapi tidak berdarah. Dara memegangi jantungnya agar tidak melompat keluar. Matanya menatap Galih yang menarik wanita itu memasuki sebuah mobil yang ia kenal baik milik Felicia, anak divisi marketing yang memang dari awal masuk tidak pernah menyukai Dara.Apa yang diharapkan dari pria lajang tampan dan mapan, tentu saja seorang pasangan.šššDARA memegangi sebuah album foto lama yang berisi fotonya dengan Aji saat masih remaja. Foto-foto alay yang mereka hasilkan selama tiga tahun pacaran.Dara memegangi satu demi satu lembar foto dengan berbagai pose itu dengan wajah muram. Semuanya hanya kenangan. Masa lalu yang tak lagi kembali terjadi di masa depan.Aji sudah melupakan semuanya. Aji sudah melupakan tentang kebahagiaan mereka dulu, bahkan status hubungan mereka di masa lalu.Jujur, dia lebih merasa sakit hati saat Galih tidak mau mengakuinya sebagai mantan pacar, daripada hinaan Felicia secara terang-terangan pada dirinya. Namun, Dara mencoba berpikir lebih realistis sekarang.Mungkin, Galih malu mengakuinya sebagai mantan. Apalagi alasan berakhirnya hubungan mereka, karena Dara yang mengakhirinya lebih dulu.Mantan ... kenangan yang harus dilupakan.Dara mengalihkan pandangannya ke kalender yang terpasang di tembok kamarnya. Sebu
"Gue lagi mikir, ini hari apa, sih, sampai gue bisa sial banget seharian ini?"šššAPES itu nasib.Dara tahu, tapi dia benar-benar lagi apes hari ini. Bagaimana tidak? Berangkat kerja tiba-tiba motor mati di jalan, tidak bisa menyala. Dapat tumpangan gratis, tapi akhirnya dia harus terjebak macet dan lari-larian sampai tempat kerja.Berhenti sejenak di dekat pagar kantor, niatnya mengambil napas sejenak sebelum masuk bangunan, tapi mobil Felicia lewat untuk menghancurkan kubangan air lumpur dari lubang jalan dekat pagar yang langsung mengguyur tubuhnya.Bak tikus kecemplung got, Dara harus menerima keadaannya dengan lapang dada. Untung malaikat baik hati masih sedikit berpihak padanya saat dia masuk kantor dan langsung bertemu Dira."Ya ampun, Ra, lo kenapa bisa jadi kayak gini?!" tanyanya terdengar panik. Dira mendekati Dara, melihat kondisi temannya yang mengenaskan. "Gue kayaknya bawa baju ganti di mobil, lo ke toilet dulu, deh, gue ambilin bajunya bentar!"Dara mengangguk dan me
Kamu tahu rasanya terjebak di antara cerita cinta masa lalu?Sesek, nggak enak, kayak di bus penuh orang dan kamu ada di tengah lagi desak-desakan.šššNIAT bertemu klien dan mengambil motornya dari bengkel sirna sudah begitu Galih meminta Agus mengerjakan tugas lain di kantor. Dara pun keberatan menemui klien sendirian, karena selain sedang tidak bawa kendaraan, klien yang satu ini juga agak ... menjengkelkan."Apa kamu mau berangkat menemui klien dengan saya?" tawar Galih tiba-tiba.Ragu-ragu, Dara menatap Agus yang menganggukkan kepala. "Daripada lo sendirian ketemu mereka, mending sama Pak Bos, biar ada yang ngelindungin lo kalau sampai terjadi apa-apa," kata Agus pelan.Dara pun menganggukkan kepala menatap Galih. "Baik, Pak.""Kalian janji temu di mana dan jam berapa?" Dara menyebutkan waktu dan tempat mereka bertemu dengan klien, sebelum pamit dari sana. Dia tetap harus naik taksi, karena ia tidak mungkin meminta numpang ke mobil Galih atau mobil Felicia setelah peristiwa ta
DARA merasa dirinya sedang ditelanjangi dengan perlahan. Sekeras apa pun dia berusaha menutupi, orang di depannya seperti bisa melihat bentuk tubuhnya dengan pasti.Tentu saja karena pakaiannya yang ketat itu sudah lebih dari cukup untuk membuat siapa pun membayangkan bayang-bayang lekuk tubuhnya. Namun, tetap saja dia tidak berharap orang ini akan melakukan hal menjijikkan itu padanya.Dara duduk dengan rasa tak nyaman. Dia ingin segera pulang saja. Terlebih karena dia tidak melakukan apa-apa di sana. Dia yang harusnya bekerja kini hanya duduk diam, karena pekerjaannya diambil alih Galih secara tiba-tiba. Pria itu yang menjelaskan semuanya kepada klien mereka, tapi tetap saja pria tua yang menjadi klien itu terus memandangi tubuh Dara."Nak Dara sudah punya pacar?" Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Galih berhenti bicara dan menatap klien dengan tatapan dingin yang menakutkan.Dara hanya meringis mendengarnya. "Belum, Pak.""Apakah Nak Dara tertarik dengan pria yang sudah matang?" Perta
DARA akhirnya sampai di bengkel tempat ia menitipkan motornya tadi pagi. Dia mencari-cari montir yang tadi pagi mengantarnya sampai lampu merah, tapi yang dia lihat hanyalah pria lain yang diselimuti oli di seluruh wajah.Dara mengernyit. Dia ingat, pria ini adalah sosok yang sebelumnya dipanggil "Yo" oleh pria yang dia pasrahi motor tadi pagi. Dengan segera Dara mendekatinya."Mas Yo, motor saya sudah selesai diperbaiki?" tanyanya pada pria itu.Si Yo menoleh, menatapnya beberapa saat tanpa berkedip, sebelum menggeleng kuat-kuat. "Maaf, Mbak, ciri-ciri motornya seperti apa?""Vespa keluaran lama warnanya biru," kata Dara mantap.Mas Yo mengitarkan pandangannya ke sekitar, tampak berpikir sejenak sebelum menunjuk satu-satunya vespa warna biru yang ada di bengkel. "Adanya vespa lama ya satu itu, Mbak. Tapi kata teman saya tadi, Mbak yang punya bajunya warna hijau dan bakal diambil siang ini." Mas Yo melirik pakaian Dara, warnanya putih, jadi bukan dia pemilik motornya.Dara mengalihkan
Tidak bisakah kau diam saja dan mengabaikan semuanya? Kenapa kau harus ikut campur masalah yang tak seharusnya kau urus dalam hidupmu?šššKEMBALINYA Dara siang itu berhasil menarik perhatian teman-teman satu divisinya. Bukan hanya karena tidak terlihatnya Galih di sisinya, juga karena sebuah jaket hitam khas milik seorang pria yang sedang dia gunakan sekarang."Lo sendirian, Ra? Pak Bos mana?" tanya Agus yang menyambut kedatangan Dara untuk pertama kalinya.Semuanya menoleh dan lantas menanyakan hal serupa pada Dara.Dara mengangkat bahu, tampak acuh tak acuh saat menjawab, "Mana gue tahu, kita kan pisah waktu balik. Gue ke bengkel, dia langsung balik ke kantor. Mungkin dia lagi makan siang kali?"Dara meringis pelan, teringat kalau dirinya sendiri belum makan siang. Dia berniat pamit pada teman-temannya untuk makan saat tiba-tiba saja Dira mengatakan sesuatu yang membuat jantungnya berhenti berdetak."Tapi dia belum ada kelihatan batang hidungnya dari tadi lho, Ra? Mungkin nggak
SEMENJAK hari itu, Galih menjadi atasan yang suka uring-uringan. Masalah kecil sekali pun akan menjadi besar jika berurusan dengannya dan hal itu benar-benar menyebalkan.Dara tahu, mungkin semua itu karena salahnya. Namun, dia tidak merasa telah melakukan kesalahan apa-apa. Dia mengatakan apa yang seharusnya dia katakan, karena Galih memang tidak punya hak untuk mengetahui apa pun tentang urusan pribadinya. Sekalipun pria itu sekarang adalah bosnya.Harusnya Galih mengerti itu, karena status hubungan mereka bukanlah sepasang kekasih lagi seperti dulu. Namun nyatanya, Galih masih seperti itu selama beberapa hari terakhir."Gue lama-lama pengen resign aja dari sini," gumam Agus yang kini meletakkan kepalanya di atas meja kafetaria, bersebelahan dengan makanan pesanannya yang tak kunjung disentuh sejak tadi."Kenapa lagi lo?" Farhan sontak berkomentar.Dia tahu Galih belakangan ini memang suka naik darah, tapi harusnya itu sudah biasa bagi para bawahan seperti mereka. Apalagi kalau meman
DARA mengerjapkan matanya berulang kali ketika melihat pria tampan dengan senyum mematikan tengah melambaikan tangan ke arahnya. Dia melihat ponselnya, kemudian memandangi pria itu sekali lagi dengan tatapan tidak percaya.Dia ... Gilang?Dara mencoba mengingat kembali sosok Gilang dalam ingatan terakhirnya. Pria tinggi yang terlihat ramah walaupun seluruh wajahnya nyaris tertutup oli hingga membuatnya tampak dekil sekali.Namun pria yang kini berdiri tak jauh darinya itu tidak kelihatan dekil sedikit pun. Wajahnya terlalu bersih, bahkan dia tak memiliki satu pun bekas jerawat yang menghiasi wajah tampannya.Dara menelan ludah susah payah. Akhirnya dia tahu kalau penilaian dia sebelumnya sepenuhnya salah. Dia berdiri di depan Gilang yang kini menyapanya dengan sopan."Sore, Dara!""Sore juga," tanpa membuang waktu lagi Dara menyodorkan jaket hitam itu kepada pemiliknya, "terima kasih jaketnya, ya.""Sama-sama." Gilang tersenyum manis. Senyum mematikan yang bisa membuat jantung siapa p