Kamu tahu rasanya terjebak di antara cerita cinta masa lalu?
Sesek, nggak enak, kayak di bus penuh orang dan kamu ada di tengah lagi desak-desakan.šššNIAT bertemu klien dan mengambil motornya dari bengkel sirna sudah begitu Galih meminta Agus mengerjakan tugas lain di kantor. Dara pun keberatan menemui klien sendirian, karena selain sedang tidak bawa kendaraan, klien yang satu ini juga agak ... menjengkelkan."Apa kamu mau berangkat menemui klien dengan saya?" tawar Galih tiba-tiba.Ragu-ragu, Dara menatap Agus yang menganggukkan kepala. "Daripada lo sendirian ketemu mereka, mending sama Pak Bos, biar ada yang ngelindungin lo kalau sampai terjadi apa-apa," kata Agus pelan.Dara pun menganggukkan kepala menatap Galih. "Baik, Pak.""Kalian janji temu di mana dan jam berapa?"Dara menyebutkan waktu dan tempat mereka bertemu dengan klien, sebelum pamit dari sana. Dia tetap harus naik taksi, karena ia tidak mungkin meminta numpang ke mobil Galih atau mobil Felicia setelah peristiwa tadi pagi."Tapi, kalau dipikir-pikir lo emang apes banget hari ini. Mau ketemu klien mesum dan pakaian lo malah kayak gitu," Agus melirik pakaian Dara secara terang-terangan. "Apa lo nggak mau pulang dulu, Ra? Gue pinjemin motor, deh, biar lo bisa balik dulu.""Andai aja gue bisa pakai motor gede lo, Gus. Gue pasti langsung pulang tanpa babibu lagi. Masalahnya kan lo tahu, kalau gue nggak bisa naik moge."Dara menunjukkan ekspresi muram. Dia pernah mencoba naik motor gede dan ia malu sendiri karena selain kakinya yang tidak sampai, dia pun kebingungan saat mau menyalakan mesinnya.Agus hanya tertawa pelan mengingat peristiwa beberapa bulan silam saat ia berniat meminjamkan motornya pada Dara, tapi perempuan itu tidak bisa memakainya. Setiap kali ingat peristiwa itu, Dira, Farhan, bahkan dirinya kerap menggoda Dara."Oke, gue mau-mau aja nganterin, tapi gue yakin si Bos nggak akan setuju." Agus tersenyum kecut, dia bahkan curiga Galih sengaja melakukannya untuk menjauhkannya dari Dara siang ini.Memang bos sialan yang suka seenaknya sekali, umpatnya dalam hati."Yang sabar, ya, doain gue bisa pulang baik-baik aja," pamit Dara yang kini mengambil tasnya.Agus mendelik. "Lo harus balik baik-baik aja, Ra. Kalau lo nggak balik dengan selamat, gue mutilasi itu si Bos nggak guna.""Dih, gayaan lo ngomong gitu!" Dira tiba-tiba melongokkan kepala sambil menatap Agus mencemooh. "Emang lo berdua nggak jadi berangkat bareng?""Kagak, si Bos mau berangkat sama Dara," jelas Agus dengan nada ngajak ribut."Ceh, malah dijadiin kesempatan buat modus!" cemooh Dira.Dara mendengkus. "Nggak gitu juga kali, gue berangkat ke sana naik taksi. Apalagi ntar baliknya gue mau ke bengkel dulu buat ambil motor, mana bisa gue tiba-tiba minta semobil sama si Bos?""Dara, berangkatnya sama saya, ya!""Hah?!" Dara menoleh, dia mendapati Galih sedang berjalan ke arahnya."Lokasinya saya tahu, tapi saya lupa di mana jalannya. Dan kebetulan hari ini saya bawa mobil sendiri. Jadi, bisakah kamu menunjukkan jalannya pada saya?""Bisa, Pak." Walau dalam hatinya Dara menggerutu, Kalau nggak tahu jalan kan bisa buka g****e maps. Kenapa juga harus gue yang nunjukin jalannya, sih?Lalu ia tersentak saat menyadari sesuatu yang menurutnya janggal. Kemarin, dia melihat Galih dan Felicia satu mobil, pulang bareng, lalu kenapa hari ini Galih bawa mobil sendiri?Kalau begitu yang tadi pagi ... bukan Galih pelakunya, tapi benar si Felicia yang mencari gara-gara dengannya.***Dara bergonta-ganti posisi duduknya sejak tadi. Terlihat sekali kalau dia sedang tidak nyaman saat ini. Bukan hanya perkara Galih yang kini berada di sebelahnya dan membuat dadanya terasa ngilu akibat dentum jantung yang bertalu-talu. Juga karena klien yang akan mereka temui sebentar lagi.Dara mendesah kasar. Kepalanya berpaling ke arah jendela, mencoba membuang tatapannya untuk menghadap jalanan daripada menatap Galih dan membuatnya semakin tidak nyaman lagi."Lampu merah di depan, kita belok ke mana?" tanya Galih tiba-tiba."Lurus saja, Pak," jawabnya tanpa memandang Galih sama sekali."Apa setidaknyaman itu kamu dengan saya, sampai menatap saya pun enggan? Takut baper?"Dara merasa jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa detik. Kepalanya langsung menatap Galih yang juga tengah menatapnya penuh arti."Kenapa Bapak bilang begitu? Saya tidak mau menatap wajah Bapak, bukan berarti saya takut hanyut perasaan ke Bapak. Saya memang sedang merasa kurang nyaman.""Kurang nyaman kenapa? Apa karena kehadiran saya?" Galih menatap Dara lurus-lurus, nada suaranya tenang, penuh percaya diri, tapi Dara tidak mungkin diam saja dan mengiyakan semua kalimat itu, kan?"Bukan karena Bapak, tapi karena klien kita nanti." Dara mengembuskan napas kasar. "Bapak akan melihatnya sendiri sebentar lagi."Dara bisa melihat Galih mengernyitkan dahi sekilas, sebelum kembali fokus menatap jalanan. Sedang Dara kembali mengatur napasnya dan degup jantungnya yang tak keruan,Galih benar, dia memang tidak nyaman berada di posisi ini. Walau memang benar bos dan bawahan kerap pergi bersama untuk menemui klien berdua, tapi di luar status itu mereka pernah memiliki hubungan lain yakni sebagai pasangan kekasih.Dan kini, Dara juga tahu kalau si Bos sudah punya perempuan lain. Felicia ... sosok yang benar-benar tidak Dara harapkan keberadaannya.DARA merasa dirinya sedang ditelanjangi dengan perlahan. Sekeras apa pun dia berusaha menutupi, orang di depannya seperti bisa melihat bentuk tubuhnya dengan pasti.Tentu saja karena pakaiannya yang ketat itu sudah lebih dari cukup untuk membuat siapa pun membayangkan bayang-bayang lekuk tubuhnya. Namun, tetap saja dia tidak berharap orang ini akan melakukan hal menjijikkan itu padanya.Dara duduk dengan rasa tak nyaman. Dia ingin segera pulang saja. Terlebih karena dia tidak melakukan apa-apa di sana. Dia yang harusnya bekerja kini hanya duduk diam, karena pekerjaannya diambil alih Galih secara tiba-tiba. Pria itu yang menjelaskan semuanya kepada klien mereka, tapi tetap saja pria tua yang menjadi klien itu terus memandangi tubuh Dara."Nak Dara sudah punya pacar?" Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Galih berhenti bicara dan menatap klien dengan tatapan dingin yang menakutkan.Dara hanya meringis mendengarnya. "Belum, Pak.""Apakah Nak Dara tertarik dengan pria yang sudah matang?" Perta
DARA akhirnya sampai di bengkel tempat ia menitipkan motornya tadi pagi. Dia mencari-cari montir yang tadi pagi mengantarnya sampai lampu merah, tapi yang dia lihat hanyalah pria lain yang diselimuti oli di seluruh wajah.Dara mengernyit. Dia ingat, pria ini adalah sosok yang sebelumnya dipanggil "Yo" oleh pria yang dia pasrahi motor tadi pagi. Dengan segera Dara mendekatinya."Mas Yo, motor saya sudah selesai diperbaiki?" tanyanya pada pria itu.Si Yo menoleh, menatapnya beberapa saat tanpa berkedip, sebelum menggeleng kuat-kuat. "Maaf, Mbak, ciri-ciri motornya seperti apa?""Vespa keluaran lama warnanya biru," kata Dara mantap.Mas Yo mengitarkan pandangannya ke sekitar, tampak berpikir sejenak sebelum menunjuk satu-satunya vespa warna biru yang ada di bengkel. "Adanya vespa lama ya satu itu, Mbak. Tapi kata teman saya tadi, Mbak yang punya bajunya warna hijau dan bakal diambil siang ini." Mas Yo melirik pakaian Dara, warnanya putih, jadi bukan dia pemilik motornya.Dara mengalihkan
Tidak bisakah kau diam saja dan mengabaikan semuanya? Kenapa kau harus ikut campur masalah yang tak seharusnya kau urus dalam hidupmu?šššKEMBALINYA Dara siang itu berhasil menarik perhatian teman-teman satu divisinya. Bukan hanya karena tidak terlihatnya Galih di sisinya, juga karena sebuah jaket hitam khas milik seorang pria yang sedang dia gunakan sekarang."Lo sendirian, Ra? Pak Bos mana?" tanya Agus yang menyambut kedatangan Dara untuk pertama kalinya.Semuanya menoleh dan lantas menanyakan hal serupa pada Dara.Dara mengangkat bahu, tampak acuh tak acuh saat menjawab, "Mana gue tahu, kita kan pisah waktu balik. Gue ke bengkel, dia langsung balik ke kantor. Mungkin dia lagi makan siang kali?"Dara meringis pelan, teringat kalau dirinya sendiri belum makan siang. Dia berniat pamit pada teman-temannya untuk makan saat tiba-tiba saja Dira mengatakan sesuatu yang membuat jantungnya berhenti berdetak."Tapi dia belum ada kelihatan batang hidungnya dari tadi lho, Ra? Mungkin nggak
SEMENJAK hari itu, Galih menjadi atasan yang suka uring-uringan. Masalah kecil sekali pun akan menjadi besar jika berurusan dengannya dan hal itu benar-benar menyebalkan.Dara tahu, mungkin semua itu karena salahnya. Namun, dia tidak merasa telah melakukan kesalahan apa-apa. Dia mengatakan apa yang seharusnya dia katakan, karena Galih memang tidak punya hak untuk mengetahui apa pun tentang urusan pribadinya. Sekalipun pria itu sekarang adalah bosnya.Harusnya Galih mengerti itu, karena status hubungan mereka bukanlah sepasang kekasih lagi seperti dulu. Namun nyatanya, Galih masih seperti itu selama beberapa hari terakhir."Gue lama-lama pengen resign aja dari sini," gumam Agus yang kini meletakkan kepalanya di atas meja kafetaria, bersebelahan dengan makanan pesanannya yang tak kunjung disentuh sejak tadi."Kenapa lagi lo?" Farhan sontak berkomentar.Dia tahu Galih belakangan ini memang suka naik darah, tapi harusnya itu sudah biasa bagi para bawahan seperti mereka. Apalagi kalau meman
DARA mengerjapkan matanya berulang kali ketika melihat pria tampan dengan senyum mematikan tengah melambaikan tangan ke arahnya. Dia melihat ponselnya, kemudian memandangi pria itu sekali lagi dengan tatapan tidak percaya.Dia ... Gilang?Dara mencoba mengingat kembali sosok Gilang dalam ingatan terakhirnya. Pria tinggi yang terlihat ramah walaupun seluruh wajahnya nyaris tertutup oli hingga membuatnya tampak dekil sekali.Namun pria yang kini berdiri tak jauh darinya itu tidak kelihatan dekil sedikit pun. Wajahnya terlalu bersih, bahkan dia tak memiliki satu pun bekas jerawat yang menghiasi wajah tampannya.Dara menelan ludah susah payah. Akhirnya dia tahu kalau penilaian dia sebelumnya sepenuhnya salah. Dia berdiri di depan Gilang yang kini menyapanya dengan sopan."Sore, Dara!""Sore juga," tanpa membuang waktu lagi Dara menyodorkan jaket hitam itu kepada pemiliknya, "terima kasih jaketnya, ya.""Sama-sama." Gilang tersenyum manis. Senyum mematikan yang bisa membuat jantung siapa p
"KALI ini lo abis ngapain lagi? Udah seminggu lebih, Pak Bos bukannya membaik, sifatnya malah makin parah dari kemaren." Agus kontan bertanya sewaktu jam makan siang tiba dan mereka berkumpul di kafetaria.Dia berniat bicara langsung di ruang kerja, tapi kalau tiba-tiba Galih keluar lalu mencuri dengar semuanya, bisa langsung melayang kepalanya. Terlebih sejak awal Galih memang tampak tidak begitu suka padanya. Entah karena apa, tapi sepertinya karena Agus cukup dekat dengan Dara.Dara terdiam, dia pun bingung dengan apa yang terjadi. Jika apa yang teman-temannya perkirakan soal perubahan sifat Galih itu berkaitan dengannya, lalu untuk apa ucapan pria itu di awal-awal dia bekerja di sini?Dara masih ingat dengan baik saat Galih bicara padanya, kalau Dara tidak boleh terlalu berharap untuk bisa balikan dengannya.Jujur, Dara memang masih memiliki rasa pada Aji. Kalau soal balikan, selama pria itu masih cinta dan mau kembali menjalin hubungan kembali, kenapa tidak dicoba?Akan tetapi, G
"RA, jangan bilang lo udah tahu kalau Agus orangnya emang kayak gitu?" Dira bertanya ketika mereka sudah sampai di ruangan kerja.Tadi Dira buru-buru menarik Dara kembali, meninggalkan Agus yang termenung layaknya sedang memikirkan banyak hal dan Farhan yang menemaninya layaknya siap memberikan arahan."Sejujurnya gue enggak tahu apa-apa soal dia. Selama ini gue berusaha jaga jarak aman aja, karena gue takut kalau dia sampai nekat orangnya." Dara mengatakan alasan yang sejujurnya.Sekalipun mereka teman yang cukup dekat dan Agus sering memberinya kode secara terang-terangan, tapi Dara tidak begitu mengenal Agus dengan baik. Dia sendiri memang sengaja tidak pernah menanggapi kode maupun modusnya, karena dia takut kalau Agus sampai berharap lebih atau malah sampai bertindak nekat padanya.Bisa dibilang, memang begitulah sifat alami Dara. Daripada meladeni modus seseorang, lebih baik dia menghilang karena penolakan halus saja sudah tidak mempan digunakan.Dira meringis. "Dan gue malah ma
TANPA memerintahkan Dara untuk duduk lebih dulu. Galih menyodorkan map yang sejak tadi berada di tangannya. "Apa maksud semua ini?"Dara menerima map itu setelah menutup pintu di belakangnya. Tanpa bicara sedikit pun dia membaca isinya sekilas, kemudian kembali menatap atasannya. "Memangnya kenapa?"Galih menatapnya tajam. "Apa kamu tidak merasa ada yang salah dari sana?""Tidak, saya tidak merasa ada yang salah dari surat pengajuan cuti saya minggu depan." Dara mengatakannya tanpa merasa takut sedikit pun."Apa yang sedang kamu rencanakan, Dara?" Galih menjulurkan tangannya ke samping kepala Dara dengan tekanan yang cukup untuk menunjukkan intimidasinya. "Kamu berniat cuti selama itu tanpa memberitahuku lebih dulu, apa kamu sedang berusaha menjauhiku?""Kenapa Bapak bisa berpikir seperti itu?" Dara menatapnya tidak mengerti.Dara jelas sudah menulis alasan kenapa dia ingin mengambil cuti. Sebelumnya pun dia selalu mendapatkan izin itu tanpa harus banyak berusaha lagi. Namun sepertiny