"Gue lagi mikir, ini hari apa, sih, sampai gue bisa sial banget seharian ini?"
šššAPES itu nasib.Dara tahu, tapi dia benar-benar lagi apes hari ini. Bagaimana tidak? Berangkat kerja tiba-tiba motor mati di jalan, tidak bisa menyala. Dapat tumpangan gratis, tapi akhirnya dia harus terjebak macet dan lari-larian sampai tempat kerja.Berhenti sejenak di dekat pagar kantor, niatnya mengambil napas sejenak sebelum masuk bangunan, tapi mobil Felicia lewat untuk menghancurkan kubangan air lumpur dari lubang jalan dekat pagar yang langsung mengguyur tubuhnya.Bak tikus kecemplung got, Dara harus menerima keadaannya dengan lapang dada. Untung malaikat baik hati masih sedikit berpihak padanya saat dia masuk kantor dan langsung bertemu Dira."Ya ampun, Ra, lo kenapa bisa jadi kayak gini?!" tanyanya terdengar panik. Dira mendekati Dara, melihat kondisi temannya yang mengenaskan. "Gue kayaknya bawa baju ganti di mobil, lo ke toilet dulu, deh, gue ambilin bajunya bentar!"Dara mengangguk dan menggumam, "Terima kasih!""Lo abis nyebur di mana, Ra?" tanya Agus yang kini terlihat memperhatikan Dara dengan lekat.Farhan yang baru muncul langsung menutupi mata Agus dengan kedua tangannya. "Mesum boleh, tapi jangan ke temen sendiri, nggak baik." Farhan menatap Dara dengan tampang serius. "Lo ngenes banget."Dara hanya mengangguk. "Gara-gara mobil Felicia lewat, sengaja banget mau mandiin gue pakai kubangan air di depan pagar." Dara berdecak kesal. "Itu lubang kapan diperbaiki, sih, gue nggak mau kayak gini lagi buat dua kali!"Agus mengenyahkan tangan Farhan dari matanya. "Felicia yang anak marketing itu? Lo aslinya punya masalah apa, sih, sama dia? Nggak ada abis-abisnya dia ngusik hidup lo perasaan?""Mana gue tahu, ngomong sama dia aja kagak pernah. Kenal juga karena Bang Farhan yang ngasih tahu namanya dulu." Dara cemberut.Dira muncul dan langsung menyodorkan blus putih yang cukup akrab dalam ingatan Dara. "Ganti dulu, deh, walaupun gue pengin banget dengerin cerita lo, tapi nanti aja pas lo udah cantik lagi. Gue juga bawa make up di tas, lo bisa pakai abis mandi nanti.""Makasih banget, Ra. Lo emang dewi penyelamat gue pagi ini, thank you so much!"Dara melesat menuju toilet yang ada di ruangan itu dan lekas mandi, serta mengganti pakaiannya dengan baju Dira yang lebih kecil dari ukuran tubuhnya. Alhasil, baju itu tampak begitu ketat di badan, terutama bagian dadanya.Dara mendesah kasar. Dia harus menerima apa adanya, karena dia tidak mungkin mengenakan pakaian kotor itu untuk bertemu klien nanti siang. Selain tidak sopan, juga tidak sedap dipandang.Dara keluar dari toilet dan melihat tiga temannya sedang menanti kedatangannya."Gue tahu kalau baju gue pasti bakal kekecilan buat lo," komentar Dira begitu melihatnya.Dara mengangguk. "Seenggaknya ini lebih baik daripada nggak ada sama sekali, kan?""Izin balik aja, deh, Ra, ambil baju ganti dari rumah. Lo tega banget bikin pikiran gue melayang-layang seharian ini ntar!" komentar Agus sambil memegangi hidungnya, semoga dia tidak sampai mimisan yang langsung dapat hadiah timpukan dari Farhan."Maunya sih langsung balik, tapi motor gue nginep di bengkel, tadi mati di jalan." Dara mendesah kasar. "Ntar siang, anterin ke bengkel, ya, Gus? Nggak jauh dari sini kok tempatnya." Dara menatap Agus dengan wajah memohon."Oke, nanti siang abis ketemu klien gue anterin lo ke bengkel. Terus lo tadi ke sininya sama siapa?""Sama abang montir yang mau nganterin, tapi gue lari dari lampu merah ke sini, karena kejebak macet cukup panjang."Dira mendengkus. "Pantes aja, tuh, nenek lampir bisa mandiin lo pakai air lumpur!"Dara yakin, Dira sudah mendengar sedikit penggalan ceritanya dari teman-temannya. Dia pun hanya mengangguk dan sadar, kalau mungkin dia juga yang salah karena berhenti di dekat kubangan air di atas aspal jalan."Lain kali, kalau dia sampai bikin lo kayak gitu lagi, gue nggak akan ragu cari gara-gara sama dia! Mau anak kesayangan divisi marketing kek atau apa, kek, kelakuan dia terlalu nyebelin banget ke lo!" serunya berapi-api."Ada apa ini?" Sebuah pertanyaan itu membuat keempatnya menoleh.Galih menatap stafnya dengan wajah datar, dahinya mengernyit saat melihat pakaian Dara yang begitu mengetat di bagian dadanya. "Kamu lupa pakai baju adik kamu waktu berangkat kerja, Ra? Saya rasa ukuran baju kami harusnya lebih besar dari itu."Dara mendengkus pelan. "Iya, Pak, tadi saya dapat sedikit musibah jadi harus pakai baju ini. Maaf, kalau ukurannya lebih kecil dari seharusnya.""Lupakan." Galih menatap stafnya yang lain, yang kini sedang menatapnya takjub. "Apakah ada yang salah dengan penampilan saya?"Dira cepat-cepat menggelengkan kepala. "Nggak, Pak, cuma kelihatan lebih normal aja daripada kemarin!"Walaupun mengernyitkan dahi, Galih mengabaikan pendapat Dira soal dirinya. Dia kembali menatap Dara sekali lagi, sebelum pamit ke ruangannya."Lo ngapa nggak sekalian bilang aja kalau si Felicia itu yang bikin gara-gara sama lo, sih?" tuntut Dira tampak tidak terima."Gue setuju, sih, Ra. Biar si Felicia ditegur juga sama bos, karena kelakuannya yang nggak pernah beres ke lo selama ini," tambah Farhan.Dara mendesah kasar. "Gue maunya juga gitu.""Terus kenapa enggak bilang aja tadi? Dia kelihatan masih perhatian sama lo juga, kan?" Walau dengan nada judes karena cemburu, tapi Agus juga setuju akan ide Dira tentang si Felicia."Gue emang bilang mobil Felicia, tapi gue nggak yakin Felicia yang nyetir. Kemarin, waktu pulang, gue lihat Pak bos naik mobil Felicia. Mereka pulang bareng setelah cipika-cipiki, ya ... kan, bisa aja."Dara melirik ke arah pintu ruangan si bos, dan dia terkesiap saat menemukan Galih masih berdiri di sana, menyimak dengan wajah penuh tanda tanya terpampang di wajah tampannya.Tatapan keduanya bertemu. Galih lekas membuang muka dan dia masuk ke ruangannya."Astaga, kenapa gue malah ngomong seenaknya di depan dia, sih?" Dara mengacak-acak rambutnya yang masih sedikit basah, karena acara mandi dadakannya tadi."Kenapa, Ra?" tanya Dira tidak mengerti."Bos dari tadi masih dengerin." Dara menatap Farhan yang kini menatapnya nelangsa."Ini hari apa, ya? Kayaknya si Dara lagi ketiban sial banget. Bisa ditandain, nih, kali aja tahun depan dia mau jaga-jaga biar nggak kebanyakan sial lagi."Agus mendengkus. "Kalau tahun depan dia udah mau nikah sama gue, sialnya pasti udah ilang, Han. Gue jamin, deh, dia nggak akan sial lagi selama udah jadi bini gue!""Gas terus aja, Gus! Gas, jangan kasih kendor! Sayang Dara nggak mau ngurusin soal cinta lo, Gus!" kompor Dira yang tidak habis pikir dengan pola pikir satu teman prianya yang jelas-jelas bucin setengah mampus sama Dara.Dara hanya nyengir tidak berdosa dan Agus berakhir menertawakan dirinya sendiri. Sudah berulang kali melemparkan kode, modus, rayuan, tapi tak satu pun ditanggapi, karena Dara hanya mau berteman dengannya.Kamu tahu rasanya terjebak di antara cerita cinta masa lalu?Sesek, nggak enak, kayak di bus penuh orang dan kamu ada di tengah lagi desak-desakan.šššNIAT bertemu klien dan mengambil motornya dari bengkel sirna sudah begitu Galih meminta Agus mengerjakan tugas lain di kantor. Dara pun keberatan menemui klien sendirian, karena selain sedang tidak bawa kendaraan, klien yang satu ini juga agak ... menjengkelkan."Apa kamu mau berangkat menemui klien dengan saya?" tawar Galih tiba-tiba.Ragu-ragu, Dara menatap Agus yang menganggukkan kepala. "Daripada lo sendirian ketemu mereka, mending sama Pak Bos, biar ada yang ngelindungin lo kalau sampai terjadi apa-apa," kata Agus pelan.Dara pun menganggukkan kepala menatap Galih. "Baik, Pak.""Kalian janji temu di mana dan jam berapa?" Dara menyebutkan waktu dan tempat mereka bertemu dengan klien, sebelum pamit dari sana. Dia tetap harus naik taksi, karena ia tidak mungkin meminta numpang ke mobil Galih atau mobil Felicia setelah peristiwa ta
DARA merasa dirinya sedang ditelanjangi dengan perlahan. Sekeras apa pun dia berusaha menutupi, orang di depannya seperti bisa melihat bentuk tubuhnya dengan pasti.Tentu saja karena pakaiannya yang ketat itu sudah lebih dari cukup untuk membuat siapa pun membayangkan bayang-bayang lekuk tubuhnya. Namun, tetap saja dia tidak berharap orang ini akan melakukan hal menjijikkan itu padanya.Dara duduk dengan rasa tak nyaman. Dia ingin segera pulang saja. Terlebih karena dia tidak melakukan apa-apa di sana. Dia yang harusnya bekerja kini hanya duduk diam, karena pekerjaannya diambil alih Galih secara tiba-tiba. Pria itu yang menjelaskan semuanya kepada klien mereka, tapi tetap saja pria tua yang menjadi klien itu terus memandangi tubuh Dara."Nak Dara sudah punya pacar?" Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Galih berhenti bicara dan menatap klien dengan tatapan dingin yang menakutkan.Dara hanya meringis mendengarnya. "Belum, Pak.""Apakah Nak Dara tertarik dengan pria yang sudah matang?" Perta
DARA akhirnya sampai di bengkel tempat ia menitipkan motornya tadi pagi. Dia mencari-cari montir yang tadi pagi mengantarnya sampai lampu merah, tapi yang dia lihat hanyalah pria lain yang diselimuti oli di seluruh wajah.Dara mengernyit. Dia ingat, pria ini adalah sosok yang sebelumnya dipanggil "Yo" oleh pria yang dia pasrahi motor tadi pagi. Dengan segera Dara mendekatinya."Mas Yo, motor saya sudah selesai diperbaiki?" tanyanya pada pria itu.Si Yo menoleh, menatapnya beberapa saat tanpa berkedip, sebelum menggeleng kuat-kuat. "Maaf, Mbak, ciri-ciri motornya seperti apa?""Vespa keluaran lama warnanya biru," kata Dara mantap.Mas Yo mengitarkan pandangannya ke sekitar, tampak berpikir sejenak sebelum menunjuk satu-satunya vespa warna biru yang ada di bengkel. "Adanya vespa lama ya satu itu, Mbak. Tapi kata teman saya tadi, Mbak yang punya bajunya warna hijau dan bakal diambil siang ini." Mas Yo melirik pakaian Dara, warnanya putih, jadi bukan dia pemilik motornya.Dara mengalihkan
Tidak bisakah kau diam saja dan mengabaikan semuanya? Kenapa kau harus ikut campur masalah yang tak seharusnya kau urus dalam hidupmu?šššKEMBALINYA Dara siang itu berhasil menarik perhatian teman-teman satu divisinya. Bukan hanya karena tidak terlihatnya Galih di sisinya, juga karena sebuah jaket hitam khas milik seorang pria yang sedang dia gunakan sekarang."Lo sendirian, Ra? Pak Bos mana?" tanya Agus yang menyambut kedatangan Dara untuk pertama kalinya.Semuanya menoleh dan lantas menanyakan hal serupa pada Dara.Dara mengangkat bahu, tampak acuh tak acuh saat menjawab, "Mana gue tahu, kita kan pisah waktu balik. Gue ke bengkel, dia langsung balik ke kantor. Mungkin dia lagi makan siang kali?"Dara meringis pelan, teringat kalau dirinya sendiri belum makan siang. Dia berniat pamit pada teman-temannya untuk makan saat tiba-tiba saja Dira mengatakan sesuatu yang membuat jantungnya berhenti berdetak."Tapi dia belum ada kelihatan batang hidungnya dari tadi lho, Ra? Mungkin nggak
SEMENJAK hari itu, Galih menjadi atasan yang suka uring-uringan. Masalah kecil sekali pun akan menjadi besar jika berurusan dengannya dan hal itu benar-benar menyebalkan.Dara tahu, mungkin semua itu karena salahnya. Namun, dia tidak merasa telah melakukan kesalahan apa-apa. Dia mengatakan apa yang seharusnya dia katakan, karena Galih memang tidak punya hak untuk mengetahui apa pun tentang urusan pribadinya. Sekalipun pria itu sekarang adalah bosnya.Harusnya Galih mengerti itu, karena status hubungan mereka bukanlah sepasang kekasih lagi seperti dulu. Namun nyatanya, Galih masih seperti itu selama beberapa hari terakhir."Gue lama-lama pengen resign aja dari sini," gumam Agus yang kini meletakkan kepalanya di atas meja kafetaria, bersebelahan dengan makanan pesanannya yang tak kunjung disentuh sejak tadi."Kenapa lagi lo?" Farhan sontak berkomentar.Dia tahu Galih belakangan ini memang suka naik darah, tapi harusnya itu sudah biasa bagi para bawahan seperti mereka. Apalagi kalau meman
DARA mengerjapkan matanya berulang kali ketika melihat pria tampan dengan senyum mematikan tengah melambaikan tangan ke arahnya. Dia melihat ponselnya, kemudian memandangi pria itu sekali lagi dengan tatapan tidak percaya.Dia ... Gilang?Dara mencoba mengingat kembali sosok Gilang dalam ingatan terakhirnya. Pria tinggi yang terlihat ramah walaupun seluruh wajahnya nyaris tertutup oli hingga membuatnya tampak dekil sekali.Namun pria yang kini berdiri tak jauh darinya itu tidak kelihatan dekil sedikit pun. Wajahnya terlalu bersih, bahkan dia tak memiliki satu pun bekas jerawat yang menghiasi wajah tampannya.Dara menelan ludah susah payah. Akhirnya dia tahu kalau penilaian dia sebelumnya sepenuhnya salah. Dia berdiri di depan Gilang yang kini menyapanya dengan sopan."Sore, Dara!""Sore juga," tanpa membuang waktu lagi Dara menyodorkan jaket hitam itu kepada pemiliknya, "terima kasih jaketnya, ya.""Sama-sama." Gilang tersenyum manis. Senyum mematikan yang bisa membuat jantung siapa p
"KALI ini lo abis ngapain lagi? Udah seminggu lebih, Pak Bos bukannya membaik, sifatnya malah makin parah dari kemaren." Agus kontan bertanya sewaktu jam makan siang tiba dan mereka berkumpul di kafetaria.Dia berniat bicara langsung di ruang kerja, tapi kalau tiba-tiba Galih keluar lalu mencuri dengar semuanya, bisa langsung melayang kepalanya. Terlebih sejak awal Galih memang tampak tidak begitu suka padanya. Entah karena apa, tapi sepertinya karena Agus cukup dekat dengan Dara.Dara terdiam, dia pun bingung dengan apa yang terjadi. Jika apa yang teman-temannya perkirakan soal perubahan sifat Galih itu berkaitan dengannya, lalu untuk apa ucapan pria itu di awal-awal dia bekerja di sini?Dara masih ingat dengan baik saat Galih bicara padanya, kalau Dara tidak boleh terlalu berharap untuk bisa balikan dengannya.Jujur, Dara memang masih memiliki rasa pada Aji. Kalau soal balikan, selama pria itu masih cinta dan mau kembali menjalin hubungan kembali, kenapa tidak dicoba?Akan tetapi, G
"RA, jangan bilang lo udah tahu kalau Agus orangnya emang kayak gitu?" Dira bertanya ketika mereka sudah sampai di ruangan kerja.Tadi Dira buru-buru menarik Dara kembali, meninggalkan Agus yang termenung layaknya sedang memikirkan banyak hal dan Farhan yang menemaninya layaknya siap memberikan arahan."Sejujurnya gue enggak tahu apa-apa soal dia. Selama ini gue berusaha jaga jarak aman aja, karena gue takut kalau dia sampai nekat orangnya." Dara mengatakan alasan yang sejujurnya.Sekalipun mereka teman yang cukup dekat dan Agus sering memberinya kode secara terang-terangan, tapi Dara tidak begitu mengenal Agus dengan baik. Dia sendiri memang sengaja tidak pernah menanggapi kode maupun modusnya, karena dia takut kalau Agus sampai berharap lebih atau malah sampai bertindak nekat padanya.Bisa dibilang, memang begitulah sifat alami Dara. Daripada meladeni modus seseorang, lebih baik dia menghilang karena penolakan halus saja sudah tidak mempan digunakan.Dira meringis. "Dan gue malah ma