"KALI ini lo abis ngapain lagi? Udah seminggu lebih, Pak Bos bukannya membaik, sifatnya malah makin parah dari kemaren." Agus kontan bertanya sewaktu jam makan siang tiba dan mereka berkumpul di kafetaria.Dia berniat bicara langsung di ruang kerja, tapi kalau tiba-tiba Galih keluar lalu mencuri dengar semuanya, bisa langsung melayang kepalanya. Terlebih sejak awal Galih memang tampak tidak begitu suka padanya. Entah karena apa, tapi sepertinya karena Agus cukup dekat dengan Dara.Dara terdiam, dia pun bingung dengan apa yang terjadi. Jika apa yang teman-temannya perkirakan soal perubahan sifat Galih itu berkaitan dengannya, lalu untuk apa ucapan pria itu di awal-awal dia bekerja di sini?Dara masih ingat dengan baik saat Galih bicara padanya, kalau Dara tidak boleh terlalu berharap untuk bisa balikan dengannya.Jujur, Dara memang masih memiliki rasa pada Aji. Kalau soal balikan, selama pria itu masih cinta dan mau kembali menjalin hubungan kembali, kenapa tidak dicoba?Akan tetapi, G
"RA, jangan bilang lo udah tahu kalau Agus orangnya emang kayak gitu?" Dira bertanya ketika mereka sudah sampai di ruangan kerja.Tadi Dira buru-buru menarik Dara kembali, meninggalkan Agus yang termenung layaknya sedang memikirkan banyak hal dan Farhan yang menemaninya layaknya siap memberikan arahan."Sejujurnya gue enggak tahu apa-apa soal dia. Selama ini gue berusaha jaga jarak aman aja, karena gue takut kalau dia sampai nekat orangnya." Dara mengatakan alasan yang sejujurnya.Sekalipun mereka teman yang cukup dekat dan Agus sering memberinya kode secara terang-terangan, tapi Dara tidak begitu mengenal Agus dengan baik. Dia sendiri memang sengaja tidak pernah menanggapi kode maupun modusnya, karena dia takut kalau Agus sampai berharap lebih atau malah sampai bertindak nekat padanya.Bisa dibilang, memang begitulah sifat alami Dara. Daripada meladeni modus seseorang, lebih baik dia menghilang karena penolakan halus saja sudah tidak mempan digunakan.Dira meringis. "Dan gue malah ma
TANPA memerintahkan Dara untuk duduk lebih dulu. Galih menyodorkan map yang sejak tadi berada di tangannya. "Apa maksud semua ini?"Dara menerima map itu setelah menutup pintu di belakangnya. Tanpa bicara sedikit pun dia membaca isinya sekilas, kemudian kembali menatap atasannya. "Memangnya kenapa?"Galih menatapnya tajam. "Apa kamu tidak merasa ada yang salah dari sana?""Tidak, saya tidak merasa ada yang salah dari surat pengajuan cuti saya minggu depan." Dara mengatakannya tanpa merasa takut sedikit pun."Apa yang sedang kamu rencanakan, Dara?" Galih menjulurkan tangannya ke samping kepala Dara dengan tekanan yang cukup untuk menunjukkan intimidasinya. "Kamu berniat cuti selama itu tanpa memberitahuku lebih dulu, apa kamu sedang berusaha menjauhiku?""Kenapa Bapak bisa berpikir seperti itu?" Dara menatapnya tidak mengerti.Dara jelas sudah menulis alasan kenapa dia ingin mengambil cuti. Sebelumnya pun dia selalu mendapatkan izin itu tanpa harus banyak berusaha lagi. Namun sepertiny
GALIH tidak menyangka, ternyata Dara masih memiliki kelemahan itu di dalam dirinya.Sembilan tahun telah berlalu, tapi perasaannya masih sama seperti dulu. Dia tidak pernah bisa melupakannya. Bahkan mengabaikan keberadaan Dara saja terlalu sulit baginya.Tentu saja dia sudah mencoba berbagai cara. Melakukan banyak hal yang mungkin saja bisa berguna. Nyatanya, semua itu menjadi sia-sia saja saat ia melihat Dara.Rindu yang ia kira telah lama sirna mendadak memenuhi dada hingga ia merasa sesak dibuatnya. Sisa amarah yang ia kira telah binasa perlahan kembali bergolak dan mulai menggerogotinya. Semua perasaan itu menjadi satu dan menjadi semakin parah saat ia tahu banyak laki-laki yang mengelilingi Dara selama ia tak ada di sampingnya.Galih tersenyum tipis. Dia membelai lembut wajah yang masih menghantui mimpinya selama ini. "Apa kamu tidak pernah merasa rindu sedikit pun padaku?" gumamnya.Galih mengecek pernapasan Dara, juga keadaan kulit lehernya sebelum ia mengangkat tubuh Dara yang
"DARA mana?" Agus langsung bertanya begitu masuk dan tak menemukan Dara berada di kursinya. Padahal Dara tadi kembali bersama Dira, tapi sekarang hanya Dira saja yang terlihat di matanya.Dira menunjuk pintu ruangan bos mereka. "Dipanggil sama Pak Bos."Farhan sontak mengernyitkan dahi. Dia mendekati Dira kemudian bicara dengan nada cukup pelan. "Ada masalah?""Kayaknya sih." Dira meringis.Dia melihat meja Dara yang sudah tertata rapi, tidak banyak pekerjaan yang tertinggal dan itu seperti bukan Dara sekali, karena Dara biasa pulang terlambat untuk menyelesaikan pekerjaannya.Kemudian tatapannya terhenti pada kalender yang dilingkari oleh tinta warna merah. Dira mengerjapkan kedua matanya. "Bener juga. Biasanya Dara ambil cuti setiap tanggal itu, kan?"Dira tidak tahu apa alasan pastinya, tapi Dara selalu ambil cuti di tanggal yang sama setiap tahunnya. Mereka sudah bekerja di sana selama tiga tahun dan Dara selalu mengambil cuti di tanggal serupa setiap tahunnya.Mereka tentu saja p
APA yang sebenarnya sedang terjadi sekarang?Beberapa saat lalu, Galih mengintimidasinya, lalu entah kenapa tiba-tiba saja dia menciumnya. Sebuah ciuman yang sanggup membuat Dara syok hingga jatuh pingsan, karena hal seperti itu tak seharusnya mereka lakukan.Lalu saat Dara membuka mata, Galih yang sebelumnya tampak sibuk di meja kerjanya tiba-tiba saja bangkit dan menghampirinya. Pria itu bertanya dengan nada lembut dipenuhi perhatian yang sanggup membuat Dara nostalgia.Dara berpikir dia sedang bermimpi. Dia bahkan hampir saja terbuai. Namun ketika pintu ruangan diketuk dari luar, lalu sosok Farhan yang memasuki ruangan, Dara sadar jika semua itu bukanlah ilusi.Pipinya sontak saja memerah. Terlebih saat Farhan menatapnya dengan tatapan menggoda yang membuat Dara ingin mengubur dirinya jauh di dalam tanah. Dara memalingkan wajah, menyimak dalam diam percakapan Farhan dengan Galih sebelum suara pintu tertangkap oleh indra pendengarannya.Galih memegang tangannya, kemudian menarik tan
UNTUK orang-orang kantor, terutama mereka yang menjadi atasan Dara, nomor ponselnya bukan sebuah rahasia. Hanya perlu alasan biasa dan pihak kantor pasti memberikan nomor ponsel tanpa perlu izinnya.Namun alih-alih meminta langsung pada pihak kantor, Galih malah meminta langsung darinya. Apa yang pria itu mau sebenarnya?"Bakal lembur nih kayaknya, Ra?" Dira bertanya saat Dara masih berkutat dengan layar komputernya.Dara tersenyum masam. "Iya, terpaksa."Dara sebenarnya juga tidak mau lembur, tapi pekerjaan di mejanya terlalu banyak untuk ditinggalkan dan dilanjutkan besok. Terlebih minggu depan dia akan cuti, meninggalkan pekerjaannya begitu saja jelas akan mempersulit izin yang bakal dia perlukan nanti.Izin ya ... apa Galih mau memberinya izin itu?"Omong-omong, lo udah dapat izin dari Pak Bos belum?" Dira bertanya dengan raut wajah penasaran.Jelas saja, Dara berada di ruangan Galih terlalu lama tadi. Itu berarti mereka berdebat cukup lama di sana. Kalau Dara belum juga mendapat
DARA yakin pesan ini memang berasal dari bosnya, karena hanya Galih yang masih memiliki urusan dengannya. Pembahasan mereka siang tadi masih belum mendapat hasil yang jelas. Dara harus bicara sekali lagi dengannya, tapi tidak harus sekarang juga. Mereka masih bisa melakukannya besok.Dara melirik jam kantor yang sudah menunjuk angka enam. Galih harusnya sudah mau meninggalkan kantor sebentar lagi, karena pria itu terbiasa pulang paling akhir untuk memeriksa sisa-sisa pekerjaan bawahannya yang mungkin saja terlupa. Sedangkan pekerjaan Dara sendiri sebentar lagi selesai, mungkin masih satu jam lagi.Dara meringis pelan. Bagaimana dia bisa pulang duluan, kalau pekerjaannya saja masih banyak. Bukankah pesan Galih ini seperti sedang mengejeknya saja?Dara : Memangnya Bapak tidak mau pulang?Dara tidak berharap akan mendapat balasan cepat dari seorang Galih yang selalu terlihat super sibuk itu. Namun, nyatanya balasan itu datang lebih cepat dari dugaannya.Galih : Kenapa kesannya kamu seper