GALIH tidak menyangka, ternyata Dara masih memiliki kelemahan itu di dalam dirinya.Sembilan tahun telah berlalu, tapi perasaannya masih sama seperti dulu. Dia tidak pernah bisa melupakannya. Bahkan mengabaikan keberadaan Dara saja terlalu sulit baginya.Tentu saja dia sudah mencoba berbagai cara. Melakukan banyak hal yang mungkin saja bisa berguna. Nyatanya, semua itu menjadi sia-sia saja saat ia melihat Dara.Rindu yang ia kira telah lama sirna mendadak memenuhi dada hingga ia merasa sesak dibuatnya. Sisa amarah yang ia kira telah binasa perlahan kembali bergolak dan mulai menggerogotinya. Semua perasaan itu menjadi satu dan menjadi semakin parah saat ia tahu banyak laki-laki yang mengelilingi Dara selama ia tak ada di sampingnya.Galih tersenyum tipis. Dia membelai lembut wajah yang masih menghantui mimpinya selama ini. "Apa kamu tidak pernah merasa rindu sedikit pun padaku?" gumamnya.Galih mengecek pernapasan Dara, juga keadaan kulit lehernya sebelum ia mengangkat tubuh Dara yang
"DARA mana?" Agus langsung bertanya begitu masuk dan tak menemukan Dara berada di kursinya. Padahal Dara tadi kembali bersama Dira, tapi sekarang hanya Dira saja yang terlihat di matanya.Dira menunjuk pintu ruangan bos mereka. "Dipanggil sama Pak Bos."Farhan sontak mengernyitkan dahi. Dia mendekati Dira kemudian bicara dengan nada cukup pelan. "Ada masalah?""Kayaknya sih." Dira meringis.Dia melihat meja Dara yang sudah tertata rapi, tidak banyak pekerjaan yang tertinggal dan itu seperti bukan Dara sekali, karena Dara biasa pulang terlambat untuk menyelesaikan pekerjaannya.Kemudian tatapannya terhenti pada kalender yang dilingkari oleh tinta warna merah. Dira mengerjapkan kedua matanya. "Bener juga. Biasanya Dara ambil cuti setiap tanggal itu, kan?"Dira tidak tahu apa alasan pastinya, tapi Dara selalu ambil cuti di tanggal yang sama setiap tahunnya. Mereka sudah bekerja di sana selama tiga tahun dan Dara selalu mengambil cuti di tanggal serupa setiap tahunnya.Mereka tentu saja p
APA yang sebenarnya sedang terjadi sekarang?Beberapa saat lalu, Galih mengintimidasinya, lalu entah kenapa tiba-tiba saja dia menciumnya. Sebuah ciuman yang sanggup membuat Dara syok hingga jatuh pingsan, karena hal seperti itu tak seharusnya mereka lakukan.Lalu saat Dara membuka mata, Galih yang sebelumnya tampak sibuk di meja kerjanya tiba-tiba saja bangkit dan menghampirinya. Pria itu bertanya dengan nada lembut dipenuhi perhatian yang sanggup membuat Dara nostalgia.Dara berpikir dia sedang bermimpi. Dia bahkan hampir saja terbuai. Namun ketika pintu ruangan diketuk dari luar, lalu sosok Farhan yang memasuki ruangan, Dara sadar jika semua itu bukanlah ilusi.Pipinya sontak saja memerah. Terlebih saat Farhan menatapnya dengan tatapan menggoda yang membuat Dara ingin mengubur dirinya jauh di dalam tanah. Dara memalingkan wajah, menyimak dalam diam percakapan Farhan dengan Galih sebelum suara pintu tertangkap oleh indra pendengarannya.Galih memegang tangannya, kemudian menarik tan
UNTUK orang-orang kantor, terutama mereka yang menjadi atasan Dara, nomor ponselnya bukan sebuah rahasia. Hanya perlu alasan biasa dan pihak kantor pasti memberikan nomor ponsel tanpa perlu izinnya.Namun alih-alih meminta langsung pada pihak kantor, Galih malah meminta langsung darinya. Apa yang pria itu mau sebenarnya?"Bakal lembur nih kayaknya, Ra?" Dira bertanya saat Dara masih berkutat dengan layar komputernya.Dara tersenyum masam. "Iya, terpaksa."Dara sebenarnya juga tidak mau lembur, tapi pekerjaan di mejanya terlalu banyak untuk ditinggalkan dan dilanjutkan besok. Terlebih minggu depan dia akan cuti, meninggalkan pekerjaannya begitu saja jelas akan mempersulit izin yang bakal dia perlukan nanti.Izin ya ... apa Galih mau memberinya izin itu?"Omong-omong, lo udah dapat izin dari Pak Bos belum?" Dira bertanya dengan raut wajah penasaran.Jelas saja, Dara berada di ruangan Galih terlalu lama tadi. Itu berarti mereka berdebat cukup lama di sana. Kalau Dara belum juga mendapat
DARA yakin pesan ini memang berasal dari bosnya, karena hanya Galih yang masih memiliki urusan dengannya. Pembahasan mereka siang tadi masih belum mendapat hasil yang jelas. Dara harus bicara sekali lagi dengannya, tapi tidak harus sekarang juga. Mereka masih bisa melakukannya besok.Dara melirik jam kantor yang sudah menunjuk angka enam. Galih harusnya sudah mau meninggalkan kantor sebentar lagi, karena pria itu terbiasa pulang paling akhir untuk memeriksa sisa-sisa pekerjaan bawahannya yang mungkin saja terlupa. Sedangkan pekerjaan Dara sendiri sebentar lagi selesai, mungkin masih satu jam lagi.Dara meringis pelan. Bagaimana dia bisa pulang duluan, kalau pekerjaannya saja masih banyak. Bukankah pesan Galih ini seperti sedang mengejeknya saja?Dara : Memangnya Bapak tidak mau pulang?Dara tidak berharap akan mendapat balasan cepat dari seorang Galih yang selalu terlihat super sibuk itu. Namun, nyatanya balasan itu datang lebih cepat dari dugaannya.Galih : Kenapa kesannya kamu seper
"BAGAIMANA kabarmu selama sembilan tahun terakhir?" Galih terpaksa harus mulai membuka obrolan karena suasana menjadi canggung saat keduanya sedang makan."Bisa dibilang cukup baik." Dara menjawabnya dengan jujur.Tidak ada hidup yang terus berjalan dengan terlalu baik. Pasti ada masalah-masalah kecil yang mengganggu siapa pun setiap harinya. Terlebih sudah sembilan tahun berlalu, tentu saja Dara pernah mengalami asam dan pahitnya kehidupan yang dia jalani hingga dia nyaris menyerah pada hidupnya."Bagaimana denganmu?" Dara balik bertanya. Selain tidak sopan jika tidak bertanya balik juga karena dia sadar, Galih sedang berusaha memecah canggung di antara mereka.Setelah sekian lama. Setelah perpisahan yang cukup menyakiti hati keduanya. Mereka kembali dipertemukan dan akhirnya bisa bicara dengan suasana hati yang lebih tenang."Awalnya memang buruk, tapi aku mencoba menjalani hidup dengan sebaik mungkin." Galih tersenyum tipis. Dia teringat hidupnya selama sembilan tahun terakhir dan
PONSEL Dara tiba-tiba saja berbunyi. Nama adiknya yang tertera di layar tanpa sadar membuatnya menoleh ke arah Galih.Galih mengernyitkan dahi. "Siapa?" tanyanya, raut wajahnya terlihat kusut layaknya dia tidak menyukai panggilan dari siapa pun itu.Dalam hatinya Galih membatin, andai pelakunya Gilang, sepupunya sendiri. Galih akan merampas ponsel itu dan memakinya habis-habisan saat itu juga. Dia tidak peduli lagi pada hubungan saudara mereka, yang jelas dia harus memaki Gilang si bajingan itu sekarang.Dara yang melihat ekspresi Galih pun memilih memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas seraya menjawab, "Adikku."Galih mengerjap. Dia tidak tahu itu, karena Dara tidak pernah mengatakannya dulu. "Kamu punya adik?"Kalau dipikir-pikir lagi, selama tiga tahun pacaran, mereka hanya menghabiskan waktu berduaan di perpustakaan untuk belajar mati-matian. Tentu saja itu berlaku hanya untuk Dara, karena Galih sudah terlalu pintar di usia remajanya.Dara menganggukkan kepala. "Aku punya satu.
GALIH memang bilang dia akan mengikuti dari belakang, tapi niatnya sebenarnya adalah untuk mencari tahu di mana tempat tinggal Dara selama ini. Dengan mengikutinya, dia pasti bakal sampai ke rumah perempuan itu.Sayangnya semua niatnya itu hanya tinggal wacana saat motor Dara berbelok memasuki sebuah gang kecil yang tidak bisa dilewati mobil. Dia terpaksa berhenti, turun dari mobil dan mulai berjalan memasuki gang kecil itu. Tentu saja dia sudah kehilangan jejak motor Dara yang sudah berbelok lagi entah ke arah mana.Galih berdecak. "Sial!"Padahal dia sangat yakin dirinya bakal mengetahui alamat rumah Dara secara langsung. Lalu esoknya dia bisa menjemput Dara dan menawarinya untuk berangkat dan pulang bersama. Sayangnya, semua rencananya itu benar-benar hanya bisa menjadi wacana saja.Galih pun kembali masuk ke dalam mobil dan mulai jalan pulang ke apartemennya. Semenjak kembali, dia memutuskan untuk tinggal sendiri. Rumah orang tuanya serta apartemennya memang tidak terlalu jauh, ta
GALIH benar benar datang menjemputnya di pagi buta. Dia bahkan datang jam satu pagi, lalu kisruh sendiri di rumah Dara untuk menggotong koper koper besar bawaan ibu dan adiknya.Dia sudah seperti kurir pengangkut barang alih alih orang yang datang untuk carmuk di depan keluarga Dara.Saat sampai stasiun kereta api, Galih bahkan tetap di sana sampai keretanya benar benar berangkat. Dia hanya melambaikan tangan dan membiarkan Dara pergi bersama keluarganya menuju kampung halaman mereka.Galih menghela napas kasar. Satu minggu berhubungan jarak jauh dengan pujaan hatinya, apakah dia sanggup melakukannya?Sanggup atau tidak, dia harus bisa melakukannya.Sebenarnya, Galih sudah bisa resign dari pekerjaan sementaranya mulai bulan depan, karena sumber masalah sudah ditemukan juga calon penggantinya sudah didapatkan.Hanya saja dia belum mau pergi, karena Dara bekerja sebagai bawahannya. Dia masih ingin tebar pesona, cari kesempatan, dan pedekate ulang dengan mantan pacar cantiknya ini. Setid
"BESOK pagi-pagi banget aku ke sini lagi, soalnya aku mau anterin kalian ke stasiun kereta api," kata Galih sebelum dia benar-benar pergi."Kamu nggak usah repot-repot gitu, deh. Kami bisa berangkat sendiri kok," tolak Dara mentah-mentah."Aku enggak repot, Dara. Besok kantor juga libur. Jadi nggak masalah kalau aku nganter kalian pagi-pagi banget kayak gitu." Galih tetap kukuh dengan niatnya."Tapi aku berangkatnya jam dua pagi, Aji." Dara mengembuskan napas kasar.Kenapa Galih kukuh sekali mau mengantarnya pergi, sih?"Kamu nggak usah aneh-aneh gitu, deh. Aku kan bisa nyewa gocar atau taksi online, jadi kamu nggak harus antar jemput segala."Galih menatapnya dengan tatapan tidak suka. "Kamu harus mau dianterin sama aku atau aku bakal larang kamu buat pergi besok?" ancamnya dengan raut wajah serius.Dara langsung mencibir, "Kamu mau larang aku kayak gimana coba? Bukannya kamu udah kasih izin aku buat cuti dari kantor, ya?""Nurut aja kenapa, sih, Ra? Aku yang nganter nggak ngerasa ud
JIKA semalam Dara bisa membawa motornya berkelit memasuki jalanan sempit untuk mencegah Galih mengikutinya, kali ini dia tidak bisa melakukannya. Bahkan hanya untuk menang kecepatan saja dia tidak mampu melakukannya.Motor vespa keluaran lama miliknya jelas bukan saingan motor harley Galih yang terlihat gagah. Sebenarnya mengusir pria itu sekarang cukup mudah. Dara hanya perlu menerima tawarannya untuk balikan, lalu memaksa Galih untuk pulang.Sayang, Dara masih merasa enggan untuk balikan dengannya. Selain perbedaan kasta yang membuatnya ragu, juga karena pria itu memiliki kini masa lalu yang sedikit membuat hati Dara terluka saat membayangkannya.Dara masih tidak bisa menerima fakta, Galih telah merusak dirinya dengan sengaja. Perbuatannya itu membuat jarak baru yang begitu lebar di antara mereka. Dara bahkan mulai ragu, apakah dia masih mengenal sosoknya atau tidak.Galih memang berkata dia sudah berubah, tapi tidak ada kepastian jika dia kembali berulah. Jika dia berulah sebagai k
DARA keluar dari ruangan Galih dengan keadaan berantakan. Dia hanya membasuh wajah dengan air di kamar mandi sekenanya. Kelopak matanya terlihat bengkak dan matanya terlihat merah. Wajahnya juga tampak merah sampai ke telinga-telinganya.Penampilannya membuat semua teman-temannya langsung menatapnya curiga."Ra, lo abis diapain aja sama Pak Bos?" Dira langsung bertanya, raut wajahnya menunjukkan jika dia khawatir pada sahabatnya."Lo nggak habis ditunggangi sama dia di ruangannya, kan?""Hah?!"Pertanyaan itu sontak saja membuat semua orang menoleh dan memelototi Agus, sang tersangka yang punya mulut tidak disaring sebelumnya."Lo ngomong apa sih, Gus? Mana mungkin mereka sampai kayak gitu di sana? Pagi-pagi juga, otak lo udah jelek aja!" Farhan langsung memukul bahu teman kantornya yang kadang menjadi sangat tidak waras itu."Penampilan si Dara lo liat lah, Han! Acak-acakan kayak gitu, kayak abis diperkosa tahu!" selorohnya tanpa mengerem mulutnya sedikit pun.Dara langsung bergidik
"KAMU benar-benar menjadi terlalu percaya diri, ya?" Dara mendengkus pelan. "Aku tidak menangis karena kamu."Dara menepis tangan Galih yang sejak tadi menyentuh matanya layaknya hendak menghapus jejak air mata di sana. Padahal dia tidak sedang menangis. Matanya memang merah dan sedikit bengkak, tapi itu terjadi bukan karena dia menangisi pria yang berdiri di depannya saat ini.Galih menatapnya curiga. "Benarkah? Jangan coba-coba membohongiku, Dara. Aku tidak menyukainya.""Buat apa aku melakukannya?" Dara menghela napas lelah. "Tidak ada untungnya membohongimu, karena kamu sudah tahu semua rahasia yang kusimpan rapat selama ini."Benar, jika dia memang ingin membohongi Galih, dia tidak akan mengakui apa yang terjadi di masa lalu. Dia juga tidak akan mengaku soal keraguannya untuk menerima Galih kembali menjadi kekasihnya. Dia hanya akan menolak dan menghindar tanpa memberinya penjelasan apa-apa."Kalau begitu, apa yang sudah membuatmu menangis? Jika dilihat dari keadaannya, kamu baru
"RA, lo dipanggil Pak Bos ke ruangannya!"Dara baru saja menaruh tasnya di atas meja saat Dira mengatakan hal itu. Dia memejamkan mata, kemudian menghela napas berat. Dalam hati dia sedikit mengumpat, sepertinya Galih sama sekali tidak sabar untuk melihatnya setelah apa yang terjadi semalam."Apa udah terjadi sesuatu sama kalian semalam? Nggak biasanya banget dia sampai manggil lo sepagi ini." Dira kembali bertanya, raut wajahnya terlihat penasaran juga heran di saat bersamaan."Sedikit."Benar, hanya sedikit terjadi sesuatu di antara mereka. Mereka hanya mengurai benang kusut, tapi sepertinya Galih menemukan alasan untuk kembali mendekatinya mati-matian.Dara melangkah pergi menuju ruangan Galih sebelum Dira kembali bertanya padanya. Walaupun sekarang dia bisa lari, tapi ia yakin setelah ini Dira tidak akan melepaskannya.Dara mengetuk pintu ruangan Galih dan meminta izin untuk masuk seperti biasa. Setelah mendapat izin, Dara melangkah masuk dan menutup pintunya rapat-rapat. Dia tida
DARA bangun dari tidur dan ia langsung mengecek ponselnya. Beberapa pesan masuk dia dapatkan dari orang yang sama. Galih, si mantan pacarnya.Semalam, dengan sengaja Dara membawa Galih memutar ke arah jalan yang tidak bisa dilalui mobil agar pria itu menyerah mengantarnya pulang. Dia bahkan sengaja melajukan motornya lebih cepat agar dia bisa lari dari pengawasannya. Karena jujur saja, Dara merasa tidak nyaman melihat kelakuannya.Walaupun dulu mereka memiliki sebuah hubungan, tapi sekarang hubungan mereka tidak lebih dari sekadar seorang atasan dan bawahan.Dulu dia menerima pernyataan cinta Galih, karena dia merasa mereka berasal dari kalangan yang sama dan tidak akan menimbulkan masalah apa pun untuknya. Namun saat dia mengetahui kenyataannya, Dara cukup tahu diri untuk tidak terlalu berharap banyak padanya.Lalu sekarang, sekali pun dia masih memiliki rasa yang sama seperti dulu. Bahkan jika Galih masih memiliki perasaan serupa dan menginginkan Dara untuk kembali ke pelukannya, Da
GALIH memang bilang dia akan mengikuti dari belakang, tapi niatnya sebenarnya adalah untuk mencari tahu di mana tempat tinggal Dara selama ini. Dengan mengikutinya, dia pasti bakal sampai ke rumah perempuan itu.Sayangnya semua niatnya itu hanya tinggal wacana saat motor Dara berbelok memasuki sebuah gang kecil yang tidak bisa dilewati mobil. Dia terpaksa berhenti, turun dari mobil dan mulai berjalan memasuki gang kecil itu. Tentu saja dia sudah kehilangan jejak motor Dara yang sudah berbelok lagi entah ke arah mana.Galih berdecak. "Sial!"Padahal dia sangat yakin dirinya bakal mengetahui alamat rumah Dara secara langsung. Lalu esoknya dia bisa menjemput Dara dan menawarinya untuk berangkat dan pulang bersama. Sayangnya, semua rencananya itu benar-benar hanya bisa menjadi wacana saja.Galih pun kembali masuk ke dalam mobil dan mulai jalan pulang ke apartemennya. Semenjak kembali, dia memutuskan untuk tinggal sendiri. Rumah orang tuanya serta apartemennya memang tidak terlalu jauh, ta
PONSEL Dara tiba-tiba saja berbunyi. Nama adiknya yang tertera di layar tanpa sadar membuatnya menoleh ke arah Galih.Galih mengernyitkan dahi. "Siapa?" tanyanya, raut wajahnya terlihat kusut layaknya dia tidak menyukai panggilan dari siapa pun itu.Dalam hatinya Galih membatin, andai pelakunya Gilang, sepupunya sendiri. Galih akan merampas ponsel itu dan memakinya habis-habisan saat itu juga. Dia tidak peduli lagi pada hubungan saudara mereka, yang jelas dia harus memaki Gilang si bajingan itu sekarang.Dara yang melihat ekspresi Galih pun memilih memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas seraya menjawab, "Adikku."Galih mengerjap. Dia tidak tahu itu, karena Dara tidak pernah mengatakannya dulu. "Kamu punya adik?"Kalau dipikir-pikir lagi, selama tiga tahun pacaran, mereka hanya menghabiskan waktu berduaan di perpustakaan untuk belajar mati-matian. Tentu saja itu berlaku hanya untuk Dara, karena Galih sudah terlalu pintar di usia remajanya.Dara menganggukkan kepala. "Aku punya satu.