ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN

ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-12
Oleh:  Mastuti Rheny  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
9.6
5 Peringkat. 5 Ulasan-ulasan
277Bab
60.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Kesucianku yang nyaris terenggut nyatanya membawaku pada sebuah status baru. Mas Bara, pria yang bekerja sebagai mandor sebuah proyek di desaku, yang juga menolongku dari peristiwa mengerikan itu memintaku menjadi istrinya. Meski ragu karena kami hanyalah orang asing yang belum saling mengenal, aku pun menerima pinangannya karena tak lagi punya pilihan. Namun, gerbang pernikahan itu nyatanya menunjukkan siapa sebenarnya suami tampanku itu. Pria yang begitu lembut dan mesra memperlakukanku itu memiliki segudang misteri yang tak henti membuatku terpukau. Sampai tiba pada sebuah rahasia besar yang tak pernah aku sangka menggoyahkan keyakinanku padanya. "Kamu akan mempercayaiku kan, Rindu?" Pertanyaannya kali pertama setelah kami memadu cinta kembali terngiang. Mampukah aku kembali mempercayai pria dengan seribu rahasia ini? Cover (image and all element) supported & edited by: Canva Pro

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

1. Sebuah Imbalan

"Kang kita mau ke mana?"Aku tak dapat menahan tanya ketika pria dewasa berkumis tebal yang tak lain adalah Karso, kakak iparku sendiri, mendadak datang dan menyeretku dari makam bapak untuk mengikuti langkahnya."Nggak usah banyak tanya. Ikut saja!"Karso tetap saja memaksa sama sekali tak melepaskan cekalan tangannya. Pria bertabiat kasar yang selama ini suka mabuk dan judi itu, benar-benar terlalu kuat untuk aku lawan. Terlebih, sekarang tangan kiriku masih merasakan nyeri setelah menjalani operasi patah tulang usai kecelakaan di pagi buta tiga hari lalu yang merenggut nyawa bapakku.Aku masih terus memberontak, tetapi cekalan Karso pada tanganku begitu kuat, membuatku sulit untuk melepaskan diri. "Kang aku nggak mau ikut kamu!" Melihatku melawan Karso langsung menoleh ke samping dan menatapku tajam. "Katanya mau kuliah?!" Mata pria itu mendelik tajam ke arahku, membuat nyaliku sedikit ciut, terlebih ketika ia mengungkit cita-cita terbesarku. "Kalau mau kuliah, ikuti saja kataku!

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

default avatar
viraavira93
Good Job Author ......
2024-01-29 21:38:47
1
user avatar
indri a
keren sekali ceritanya
2023-11-04 20:27:06
1
user avatar
Yuli Maulana
cerita sangat menarik.
2023-10-15 19:39:24
1
user avatar
Mastuti Rheny
Hai readers selamat datang di novel terbaru aku. Terus kasih dukungan ya dengan memberikan komentar dan votenya, dukungan kalian beneran akan jadi penyemangatku. Love you all
2023-09-08 21:58:27
1
user avatar
Melinda Melinda
ceritanya menarik
2023-09-27 20:23:30
1
277 Bab

1. Sebuah Imbalan

"Kang kita mau ke mana?"Aku tak dapat menahan tanya ketika pria dewasa berkumis tebal yang tak lain adalah Karso, kakak iparku sendiri, mendadak datang dan menyeretku dari makam bapak untuk mengikuti langkahnya."Nggak usah banyak tanya. Ikut saja!"Karso tetap saja memaksa sama sekali tak melepaskan cekalan tangannya. Pria bertabiat kasar yang selama ini suka mabuk dan judi itu, benar-benar terlalu kuat untuk aku lawan. Terlebih, sekarang tangan kiriku masih merasakan nyeri setelah menjalani operasi patah tulang usai kecelakaan di pagi buta tiga hari lalu yang merenggut nyawa bapakku.Aku masih terus memberontak, tetapi cekalan Karso pada tanganku begitu kuat, membuatku sulit untuk melepaskan diri. "Kang aku nggak mau ikut kamu!" Melihatku melawan Karso langsung menoleh ke samping dan menatapku tajam. "Katanya mau kuliah?!" Mata pria itu mendelik tajam ke arahku, membuat nyaliku sedikit ciut, terlebih ketika ia mengungkit cita-cita terbesarku. "Kalau mau kuliah, ikuti saja kataku!
Baca selengkapnya

2. Identitas Suami

Apa Pak? "Menikah?"Aku terlalu terkejut ketika mendengar tawarannya. Bagaimana mungkin seorang pria yang begitu luar biasa seperti dirinya mengajakku menikah? Aku hanya seorang gadis desa yang tidak memiliki keunggulan apapun selain wajahku yang lumayan bening, yang malah membuatku nyaris kehilangan kehormatan tadi.Perasaanku menjadi campur aduk. Baru saja aku terbebas dari jerat licik Juragan Mukti, tetapi kini aku kembali dikejutkan dengan ajakan menikah tiba-tiba dari Pak Mandor. Lidahku kelu, pikiranku penuh. Berbanding terbalik denganku, pria berwajah bersih khas orang kota itu malah terlihat menatapku penuh arti. "Tidak perlu dijawab sekarang. Aku akan berikan kamu waktu berpikir beberapa hari." Matanya kemudian bertemu dengan netraku, yang langsung aku alihkan menatap objek lain. "Tapi kuharap, hanya jawaban 'iya' yang keluar dari mulutmu."Pak Mandor berucap dengan sangat tegas yang membuatku kembali terperangah resah. "Ta-tapi, Pak--""Sekarang, masuklah dan bersihkan tubu
Baca selengkapnya

3. Suami Dari Kota

“Mas ....”Tanpa sadar aku menarik nafas panjang saat mendengar kalimatnya barusan. Ia menjauhkan wajahnya, kemudian menatap penuh padaku. Ada sorot kagum, penuh kerinduan yang kutangkap dari matanya kala menatapku.“Kamu sudah membuatku lama menunggu, Rindu.”Aku kembali dibuat terkesiap oleh kalimat Mas Bara. Kami bahkan tidak akrab, bagaimana mungkin ia sudah lama menungguku?Namun, karena kalimatnya itulah aku kembali teringat oleh berbagai tanya dalam kepala. Apa yang membuat seseorang seperti Mas Bara dengan ketampanan dan kemampanannya memilih untuk memperistri diriku yang cuma seorang gadis desa? Ditambah lagi, dengan nama baik yang sudah tercoreng karena peristiwa itu.Posisi kami bagaikan bumi dan langit. Mas Bara orang terpandang dengan pendidikan yang pasti tinggi, kalau tidak mana mungkin dia bisa merancang bangunan jembatan. Satu lagi yang selalu membuat para gadis kampung sepertiku bangga, adalah bahwa pria yang sudah memperistriku itu berasal dari kota. Kabarnya, Mas B
Baca selengkapnya

4. Malam Pertama

""Ma-af Mas, aku ...."Tanpa sadar aku menggeleng ragu. Aku terlalu takut untuk melakukan apa yang Mas Bara kehendaki."Kamu menolakku?" tanya Mas Bara yang langsung membuatku terkesiap dan mulai menatapnya gamang.Tatapan Mas Bara masih saja terarah lugas padaku yang membuatku semakin rikuh. Nyatanya Mas Bara sekarang malah tertawa singkat sembari tidak melepas tatapan intensnya pada tubuhku. Sekarang bahkan pria itu sudah beringsut semakin mendekat. Gelisahku kian terunggah nyata ketika akhirnya Mas Bara kembali membelai wajahku seperti yang tadi sudah dia lakukan.Aku terlalu malu hingga memilih menunduk. Tapi lagi-lagi Mas Bara menahanku kembali mengangkat wajahku dengan meraih daguku untuk ia gerakkan ke atas. "Jangan pernah menundukkan wajahmu lagi."Mas Bara berbisik begitu dekat kala aku sudah mendongakkan muka. Tatapan Mas Bara intens memindai, membuat degup jantungku semakin sulit dikendalikan. "M-maaf, Mas.""Berhenti juga meminta maaf, Rindu." Suara pria itu mulai terdenga
Baca selengkapnya

5. Sesuatu Yang Tersembunyi

'Lina? Siapa itu Lina?'Hatiku menjadi bertanya-tanya. Dengan memendam rasa ingin tahu, tanganku mulai bergerak hendak menjangkau benda yang kembali berdering itu. Namun sebelum aku bisa meraih ponsel itu, mendadak Mas Bara datang dan segera menyambar ponsel tersebut begitu saja. Aku hanya bisa termangu memandang punggung lebarnya yang langsung menjauh sembari membawa ponsel itu.Setelah beberapa lama, akhirnya Mas Bara kembali lagi ke dalam kamar dengan membawa senyumnya. Seketika aku menyergapnya dengan tatapan ingin tahu."Telepon dari siapa Mas?" "Bukan siapa-siapa," jawabnya datar.Aku memilih untuk tak terlalu banyak bertanya, terlebih sekarang suamiku tampak sibuk mencari sesuatu di dalam kopernya. Aku tak memiliki keberanian untuk mendesak suamiku meski rasa penasaranku masih menghantui."Apa ada yang bisa aku bantu, Mas?"Aku menawarkan diri. Mas Bara hanya melirikku sesaat. "Aku mencari sereal yang aku bawa kemarin untuk sarapan."Mas Bara menunjukkan sebungkus minuman inst
Baca selengkapnya

6. Tamu Tak Terduga

“Assalamualaikum, Rindu!” Aku yang sedang duduk berdampingan dengan pria asing yang baru kemarin menjadi suamiku segera mendongak dan mengarahkan tatapan pada asal suara di ambang pintu. Segera kerikuhan menyergapku terlebih setelah melihat tatapan Mas Bara yang begitu tajam ketika melihat sosok pemuda yang sedang mengulas senyum padaku itu, tamu kami yang tak terduga datang di awal pagi. Aku berusaha menenangkan diri dengan membalas salamnya. “Wa’alaikumsalam,” balasku dengan pelan sembari mulai bangkit dari dudukku. Aku tak bisa segera mendekat pada pria berpenampilan rapi yang masih menyunggingkan senyumnya padaku itu. Tatapan lugas Mas Bara yang membuatku ragu melangkah. “Siapa dia Rindu?” Pada akhirnya Mas Bara bertanya dengan tegas meski dia masih bertahan duduk di tempatnya. Aku tak segera menjawab karena detik berikutnya tatapan Mas Hilman yang merupakan teman baikku itu ikut tertuju pada Mas Bara yang masih menampakkan dominasinya. Ketika melihat tatapan Mas Hilman ya
Baca selengkapnya

7. Permintaan Bara

Aku benar-benar tak menyangka kalau Mas Bara kemudian malah memintaku untuk menemaninya berolahraga dengan berlari di sekeliling desa.Sudah sejak setengah lalu aku mendampinginya, berlari mengitari desa sembari sesekali membalas sapaan para tetanggaku, penduduk desa yang tampak sangat menaruh hormat untuk pria yang tak pernah aku sangka sekarang berstatus sebagai suamiku itu.Tapi ketika sampai di pertengahan desa aku sudah mulai menyerah. Rasanya dadaku menjadi sesak dan butuh asupan oksigen besar yang membuatku menarik nafas dalam-dalam sembari berhenti sejenak hingga aku tertinggal di belakang Mas Bara.Ketika mulai menyadari keberadaanku yang tak lagi di sisinya, Mas Bara kemudian ikut menghentikan larinya dan segera menoleh ke belakang.“Maaf Mas, berhenti dulu ya, aku capek,” ucapku sembari menyeka keringat di keningku dengan lengan baju.Tanpa banyak berkata Mas Bara lalu memutar tubuhnya dan berlari menghampiriku.“Apa kamu tidak pernah berolahraga sebelumnya?”“Aku biasanya
Baca selengkapnya

8. Ajakan Hilman

Meski aku sedikit bisa menduga kalau Mas Bara memintaku melayani hasratnya, tapi tetap aku tidak menyangka kalau suamiku akan menggempurku sedahsyat ini hingga menjelang saat maghrib. Jika saja aku tidak mengatakan kalau aku harus datang ke acara pengajian tujuh harinya bapak, pasti Mas Bara tetap akan mengurungku di kamar megah ini dengan kasurnya yang sangat empuk. Saat berada di kamar mandi lagi-lagi aku terpukau dengan berbagai perangkat modern yang ada di dalamnya. Ada kran yang dilengkapi dengan wajah keramik halus dan berkilau, yang dikatakan Mas Bara sebagai wastafel, juga ada kran besar lubang-lubang kecil yang disebut dengan shower, yang bisa mengucurkan air dengan deras. Belum lagi ada bak besar yang sekarang kami masuki bersama yang membuat Mas Bara kembali menjahiliku saat dia memaksa untuk mengusapkan gelembung-gelembung sabun di sekujur tubuhku. Aku sendiri tidak mengerti Mas Bara sangat suka sekali mengel
Baca selengkapnya

9. Rasa Ingin Tahu Rindu

Aku semakin gusar kian terseret dalam sikap yang serba salah saat Mas Hilman terang-terangan mengajakku untuk mengobrol dan saling bercerita seperti dulu. Bahkan tatapan Mas Bara sudah terlihat nyalang sekarang. Pastinya Mas Bara sudah terlihat tersinggung sekarang karena ajakan Mas Hilman padaku. “Tapi tentu saja kamu harus mengajak suami kamu juga, karena aku juga ingin bisa mengenal suami kamu lebih dekat.” Kali ini Mas Hilman mulai menyunggingkan senyumnya pada suamiku, tapi tetap saja Mas Bara masih menunjukkan sikapnya yang cenderung dingin. Ibu yang melihat jika suasana sudah menjadi kurang nyaman, akhirnya mulai melerai kami. “Sepertinya kamu sudah mengantuk ya Rindu? Ya sudah kamu pulang saja, ke rumah suami kamu. soal baju-baju kamu besok saja kamu ambil, nanti biar Mbak Murni yang menyiapkannya.” “Benar Rindu memang me
Baca selengkapnya

10. Rindu Yang Selalu Membuat Rindu

 “Kenapa kamu mendadak bertanya tentang manusia iblis itu?” sergah Mas Bara yang sekarang bahkan ekspresi wajahnya berubah menjadi dingin dan tegas. Aku mulai merutuki pertanyaan sendiri yang membuat wajah manis suamiku berubah dalam sekejap. “Maaf, Mas,” gumamku gusar. Jika melihat perubahan sikap Mas Bara aku menjadi enggan untuk mendesak meski hatiku masih saja diliputi rasa ingin tahu. “Kamu cukup tahu kalau mereka tidak akan bisa mendekati kamu lagi. Aku sudah mengatakan padamu kalau sekarang aku adalah pelindung kamu,” tegas Mas Bara lagi. Aku hanya bisa mengangguk tanpa berkata-kata lagi. “Sudahlah, mulai sekarang jangan pernah kamu tanyakan tentang mereka.” Mas Bara kemudian menarik nafas panjang seakan ingin mentralisir segala emosinya yang sempat terpantik tadi.
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status