Home / Romansa / ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN / 6. Tamu Tak Terduga

Share

6. Tamu Tak Terduga

Author: Mastuti Rheny
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Assalamualaikum, Rindu!”

Aku yang sedang duduk berdampingan dengan pria asing yang baru kemarin menjadi suamiku segera mendongak dan mengarahkan tatapan pada asal suara di ambang pintu.

Segera kerikuhan menyergapku terlebih setelah melihat tatapan Mas Bara yang begitu tajam ketika melihat sosok pemuda yang sedang mengulas senyum padaku itu, tamu kami yang tak terduga datang di awal pagi.

Aku berusaha menenangkan diri dengan membalas salamnya.

“Wa’alaikumsalam,” balasku dengan pelan sembari mulai bangkit dari dudukku.

Aku tak bisa segera mendekat pada pria berpenampilan rapi yang masih menyunggingkan senyumnya padaku itu. Tatapan lugas Mas Bara yang membuatku ragu melangkah.

“Siapa dia Rindu?”

Pada akhirnya Mas Bara bertanya dengan tegas meski dia masih bertahan duduk di tempatnya.

Aku tak segera menjawab karena detik berikutnya tatapan Mas Hilman yang merupakan teman baikku itu ikut tertuju pada Mas Bara yang masih menampakkan dominasinya.

Ketika melihat tatapan Mas Hilman yang tampak bingung dan ragu, aku memilih memalingkan wajah ke arah Mas Bara yang sekarang sedang menyergapku dengan sorot matanya yang lugas.

“Dia temanku Mas, putranya Pak Kades, Mas Hilman.”

Aku berusaha memperkenalkan sosok yang selalu menampakkan gurat wajah yang selalu penuh keramahan itu pada suamiku.

Sekarang tatapan Mas Bara kembali terarah pada sosok pemuda yang kedatangannya benar-benar tak aku duga itu.

Karena setahuku Mas Hilman masih berada di kota untuk kuliah di sana.

“Siapa pria ini Rindu?”

Sekarang Mas Hilman yang menyudutkan aku pertanyaannya yang terdengar lugas.

Aku kembali tak bisa menjawab, memilih memandang pada Mas Bara yang sekarang mulai ikut bangkit.

“Aku Bara, suaminya Rindu,” tegas Mas Bara tanpa ragu yang sontak membuat Mas Hilman membeliakkan mata.

Aku sangat yakin Mas Hilman masih tak tahu apa yang terjadi padaku.

Sekarang aku hanya bisa menunduk saat Mas Hilman menegaskan sorot matanya ke arahku. Jelas dia sedang terseret dalam kekagetannya, karena dia pasti tak pernah mengira jika aku akan menikah secepat ini karena sebelumnya aku pernah mengikrarkan keinginanku untuk kuliah dan mewujudkan cita-citaku menjadi guru, sebuah harapan yang terus Mas Hilman dukung selama ini.

Tak aku sangka detik berikutnya Mas Hilman malah mendekat, seakan mengabaikan keberadaan Mas Bara di dekatku yang bahkan baru saja menandaskan tentang posisi dirinya.

“Tangan kamu kenapa Rindu?”

Aku yang sedang menunduk mulai mengangkat wajah ketika menyadari Mas Hilman mulai menyentuh tanganku yang dibalut.

Tapi sentuhan Mas Hilman segera menerbitkan sikap posesif suamiku hingga dia menjadi begitu lugas menghempaskan tangan Mas Hilman yang sempat menyentuhku.

Aku terkesiap kaget, pun dengan Mas Hilman yang kemudian menyorot suamiku dengan lugas.

Tapi dengan cepat tatapan Mas Hilman kembali beralih padaku.

“Aku benar-benar tak mengerti, sebenarnya apa yang terjadi, kenapa kamu mendadak menikah?”

Mas Hilman kian terang mengunggah kebingungannya.

Tapi sebelum aku menjawab apapun mendadak ibu muncul dari dalam dan tampak terkejut dengan kedatangan Mas Hilman yang pasti tak diduganya.

“Nak Hilman?!”

Mas Hilman memandang ke arah ibu yang tergopoh-gopoh menghampiri kami.

Tatapan Mas Hilman sangat terang menuntut sebuah penjelasan.

“Kapan pulangnya?”

Ibu bertanya dengan basa-basi sembari sedikit melirik padaku yang sekarang bahkan sudah terkukung oleh pelukan Mas Bara.

Aku hanya bisa diam tak mengatakan apapun.

Tapi sejurus kemudian ibu malah tersenyum lebar.

“Saya baru semalam pulang Bu.”

Mas Hilman menjawab dengan datar.

Tapi ibuku masih saja menyunggingkan senyumnya.

“Oh iya, apa Nak Hilman sudah kenalan dengan suaminya Rindu?”

Aku sedikit heran mendapati sikap tenang ibu bahkan bisa dengan sangat santai memperkenalkan Mas Bara sebagai suamiku.

Wajah Mas Hilman kembali masam, meski kemudian aku melihat dia tetap berusaha untuk membalas senyuman ibuku.

Bagaimanapun aku tak akan menyalahkan ibu karena memang pernikahanku dengan Mas Bara sejak awal memang tanpa paksaan. Meski aku sekarang malah merasa jika ibu memang menginginkan aku menikah dengan Mas Bara, terlihat dari sikap ibu yang masih begitu tenang saat mendapati kedatangan Mas Hilman yang tidak terduga.

Nyatanya memang selama ini aku dan Mas Hilman tak pernah menjalin hubungan yang istimewa, setidaknya itulah anggapanku karena pembicaraan kami tak pernah sekalipun menjurus tentang hubungan yang serius apalagi cinta.

“Kami sudah berkenalan tadi, Bu,” jawab Mas Hilman datar.

Pria itu kemudian menarik nafas panjang.

“Saya datang pagi-pagi niatnya ingin mengajak Rindu sekalian ke sawah, biar Pak Slamet bisa naik sepeda nggak harus keberatan membonceng Rindu seperti biasanya.”

Aku termangu ketika mendengar ucapan Mas Hilman. Ada rasa sedih yang menekan dada ketika dia menyebut nama ‘bapak’. Sangat terang kalau Mas Hilman tak tahu juga tentang meninggalnya bapak.

Sekarang sepasang mata ibu sudah tampak berkaca-kaca.

“Maaf Nak, bapaknya Rindu sekarang sudah nggak ada,” gumam ibu sedih.

Ketika akhirnya ibu mulai menceritakan semuanya tentang kecelakaan yang menimpa kami beberapa hari lalu, juga tentang luka patah tangan yang aku alami disamping nyawa bapak yang menjadi terenggut karena kecelakaan itu, Mas Hilman kemudian malah menyergapku dengan tatapan tegas.

Ada kecewa yang kemudian bisa aku tangkap di matanya. Meski aku tetap tak ingin terlalu memperturutkan rasa ingin tahuku.

Walau kemudian setelah itu Mas Hilman mulai menggumamkan ucapan bela sungkawanya.

Tapi Mas Bara malah menanggapi dengan kata-katanya yang tegas.

“Mulai sekarang Rindu tidak lagi bekerja di sawah, dia sudah menjadi istriku dan pastinya Rindu akan menjadi tanggung jawabku,” ucap Mas Bara tegas yang membuat tatapan Mas Hilman menjadi luruh.

“Aku sungguh tidak tahu, maafkan aku Bu, karena tadi aku langsung ke sini tanpa sempat mengobrol dengan ayah,” gumam Mas Hilman lirih.

Mas Hilman masih mengabaikan tatapan Mas Bara yang baru saja menegaskan tentang posisi diriku untuknya.

Pria berpembawaan santun itu malah mengarahkan perhatian pada ibuku.

“Maaf ya Nak Hilman kalau kesannya pernikahan Rindu mendesak, karena memang bapaknya Rindu sendiri yang meminta,” ucap ibu sembari memendam kesedihannya.

Apa yang dikatakan ibu segera menerbitkan penasaran di hatiku. Sebenarnya apa maksud ibu kalau pernikahanku dengan Mas Bara adalah atas permintaan bapak. Bukannya Mas Bara melamarku setelah bapak berpulang?.

Tapi ketika melihat tatapan ibu yang nanar ke arah Mas Hilman membuat hatiku menguntai jawaban sendiri atas rasa penasaranku. Bisa saja ibu berkata seperti itu untuk meleram rasa kecewa Mas Hilman yang saat ini tampak terang disajikan saat mendapati aku menikah dengan pria lain.

“Kalau begitu, sekarang aku pamit Bu.”

Mas Hilman kemudian kembali melirikku.

“Rindu, aku pulang ya, assalamualaikum.”

Setelah Mas Hilman mulai membalikkan badan lalu melangkah pergi sebelum aku sempat menjawab salamnya dan benar-benar mengabaikan keberadaan Mas Bara yang sampai saat ini bahkan masih memeluk pundakku.

Sepeninggal Mas Hilman, ibu lalu mendekati kami.

“Rindu, ayo siapkan sarapan buat suami kamu, masakannya sudah matang.”

Tatapan ibu lalu beralih pada Mas Bara.

“Maaf ya Pak Mandor, kalau hidangannya cuma ala kadarnya saja, maklum di desa.”

Setelah itu ibu kembali ke dalam meninggalkan kami berdua.

“Mas, mau makan sekarang?” tanyaku memastikan karena aku tahu tadi Mas Bara sudah menghabiskan segelas sereal yang tadi sudah aku hidangkan.

“Aku biasanya tak pernah makan berat di awal pagi, tapi mungkin aku akan makan sedikit saja untuk menghormati ibumu yang sudah bersusah payah memasak.”

“Kalau begitu ayo sekarang kita ke ruang tengah,” ajakku pelan.

Mas Bara kemudian malah tak langsung beranjak, sedikit mencekal pundakku untuk menahan langkahku.

“Tapi nanti setelah sarapan, kamu harus menemaniku melakukan sesuatu.”

Aku langsung memandangnya sembari mengernyit penasaran.

“Melakukan apa Mas?”

***

Related chapters

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   7. Permintaan Bara

    Aku benar-benar tak menyangka kalau Mas Bara kemudian malah memintaku untuk menemaninya berolahraga dengan berlari di sekeliling desa.Sudah sejak setengah lalu aku mendampinginya, berlari mengitari desa sembari sesekali membalas sapaan para tetanggaku, penduduk desa yang tampak sangat menaruh hormat untuk pria yang tak pernah aku sangka sekarang berstatus sebagai suamiku itu.Tapi ketika sampai di pertengahan desa aku sudah mulai menyerah. Rasanya dadaku menjadi sesak dan butuh asupan oksigen besar yang membuatku menarik nafas dalam-dalam sembari berhenti sejenak hingga aku tertinggal di belakang Mas Bara.Ketika mulai menyadari keberadaanku yang tak lagi di sisinya, Mas Bara kemudian ikut menghentikan larinya dan segera menoleh ke belakang.“Maaf Mas, berhenti dulu ya, aku capek,” ucapku sembari menyeka keringat di keningku dengan lengan baju.Tanpa banyak berkata Mas Bara lalu memutar tubuhnya dan berlari menghampiriku.“Apa kamu tidak pernah berolahraga sebelumnya?”“Aku biasanya

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   8. Ajakan Hilman

    Meski aku sedikit bisa menduga kalau Mas Bara memintaku melayani hasratnya, tapi tetap aku tidak menyangka kalau suamiku akan menggempurku sedahsyat ini hingga menjelang saat maghrib.Jika saja aku tidak mengatakan kalau aku harus datang ke acara pengajian tujuh harinya bapak, pasti Mas Bara tetap akan mengurungku di kamar megah ini dengan kasurnya yang sangat empuk.Saat berada di kamar mandi lagi-lagi aku terpukau dengan berbagai perangkat modern yang ada di dalamnya. Ada kran yang dilengkapi dengan wajah keramik halus dan berkilau, yang dikatakan Mas Bara sebagai wastafel, juga ada kran besar lubang-lubang kecil yang disebut dengan shower, yang bisa mengucurkan air dengan deras. Belum lagi ada bak besar yang sekarang kami masuki bersama yang membuat Mas Bara kembali menjahiliku saat dia memaksa untuk mengusapkan gelembung-gelembung sabun di sekujur tubuhku.Aku sendiri tidak mengerti Mas Bara sangat suka sekali mengel

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   9. Rasa Ingin Tahu Rindu

    Aku semakin gusar kian terseret dalam sikap yang serba salah saat Mas Hilman terang-terangan mengajakku untuk mengobrol dan saling bercerita seperti dulu.Bahkan tatapan Mas Bara sudah terlihat nyalang sekarang. Pastinya Mas Bara sudah terlihat tersinggung sekarang karena ajakan Mas Hilman padaku.“Tapi tentu saja kamu harus mengajak suami kamu juga, karena aku juga ingin bisa mengenal suami kamu lebih dekat.”Kali ini Mas Hilman mulai menyunggingkan senyumnya pada suamiku, tapi tetap saja Mas Bara masih menunjukkan sikapnya yang cenderung dingin.Ibu yang melihat jika suasana sudah menjadi kurang nyaman, akhirnya mulai melerai kami.“Sepertinya kamu sudah mengantuk ya Rindu? Ya sudah kamu pulang saja, ke rumah suami kamu. soal baju-baju kamu besok saja kamu ambil, nanti biar Mbak Murni yang menyiapkannya.”“Benar Rindu memang me

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   10. Rindu Yang Selalu Membuat Rindu

    “Kenapa kamu mendadak bertanya tentang manusia iblis itu?” sergah Mas Bara yang sekarang bahkan ekspresi wajahnya berubah menjadi dingin dan tegas.Aku mulai merutuki pertanyaan sendiri yang membuat wajah manis suamiku berubah dalam sekejap.“Maaf, Mas,” gumamku gusar.Jika melihat perubahan sikap Mas Bara aku menjadi enggan untuk mendesak meski hatiku masih saja diliputi rasa ingin tahu.“Kamu cukup tahu kalau mereka tidak akan bisa mendekati kamu lagi. Aku sudah mengatakan padamu kalau sekarang aku adalah pelindung kamu,” tegas Mas Bara lagi.Aku hanya bisa mengangguk tanpa berkata-kata lagi.“Sudahlah, mulai sekarang jangan pernah kamu tanyakan tentang mereka.”Mas Bara kemudian menarik nafas panjang seakan ingin mentralisir segala emosinya yang sempat terpantik tadi.

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   11. Suami Bertanggung Jawab

    “Apa ini?”Dahiku langsung mengernyit lugas sembari tanpa sadar aku mulai memandang penasaran pada Mas Bara yang malah tersenyum simpul padaku.“Aku ingin kamu mencobanya sekarang,” ucap Mas Bara tegas.Sudah lebih dari seminggu kami menikah, aku mulai sedikit hafal dengan karakter suamiku. Jika nada bicara Mas Bara sudah seperti itu, jelas dia tak akan bisa ditolak.Tapi aku sendiri masih tak yakin, karena memang aku tak pernah memakai pakaian seterbuka ini.Gaun berbahan halus itu semuanya tanpa lengan dengan belahan dada rendah dan begitu pendek. Ada banyak warna dan model, ada yang polos tapi kebanyakan dipenuhi renda yang cantik.“Tapi apa ini Mas?”“Itu namanya lingerie, dan aku ingin kamu memakainya setiap malam saat kita tidur bareng.”Aku langsung disergap gelis

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   12. Suami Yang Penuh Misteri

    Walau awalnya sulit pada akhirnya aku mendapatkan ijin dari suamiku untuk mengajar mengaji di mushola meski waktunya harus aku ubah. Yang awalnya sehabis ashar menjadi sehabis maghrib.Untunglah anak-anak tak ada yang keberatan. Yang lebih penting Mas Bara juga malah semakin aktif menjalankan sholat berjamaah di mushola juga.Jelas aku merasa begitu bahagia sekarang. Karena setiap sore aku akan selalu diantar Mas Bara dengan sepeda motor keluaran terbaru yang selalu akan memancing perhatian para tetanggaku yang menjadi terpukau dengan perubahan diriku setelah dipersunting oleh mandor proyek yang ternyata cukup kaya itu, bahkan mampu menyaingi juragan Mukti yang seorang pengepul hasil panenan di desa kami, yang nyatanya keberadaannya kini tak ada yang mengetahui, tak lama setelah percobaan perkosaannya padaku.Saat aku sibuk mengajar, maka Mas Bara akan duduk di teras mushola setia memusatkan perhatian pada gawai di tanga

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   13. Kepergian Mendadak

    Aku tak pernah menyangka kalau suamiku mengajak untuk pindah ke kota lebih cepat dari yang aku sangka.“Kita pindah ke kota Mas? Kenapa begitu cepat?”“Tentu saja kita harus segera pindah ke kota, karena aku sudah berjanji pada seseorang untuk mengkuliahkan kamu,” ungkap Mas Bara datar dengan tatapannya yang terus memindai pada kaleng sarden yang sedang ia genggam.Sontak aku menyergap wajah tampan suamiku dengan tatapan lugas.“Apa yang Mas bilang tadi?”Mas Bara malah melirikku sekilas.“Apa kamu lupa kalau aku pernah bilang sama kamu, untuk menanggung biaya kuliah kamu?”Aku langsung menarik nafas sesaat, karena ternyata kalimat Mas Bara memiliki pengertian lain karena aku sempat mengira Mas Bara memiliki hutang janji pada seseorang untuk mengkuliahkan aku, yang aku pikir adalah orang lai

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   14. Mengulik Warisan Bapak

    Sebelum pergi Mas Bara mewanti-wanti aku untuk tinggal di rumah ibu saja, dan tidak sembarangan keluar rumah.Jelas aku sedih sekarang karena harus berjauhan dengan Mas Bara, pria asing yang sekarang mulai mengambil perhatian dariku.Selama sebulan ini kami terbiasa bersama, menghabiskan malam-malam kami dengan gairah yang seolah tak pernah berakhir. Tapi kini kami harus tinggal berjauhan, tanpa aku tahu jelas apa yang sedang dikerjakan Mas Bara hingga memaksanya untuk pergi meninggalkan aku.Walau awalnya pernikahan kami bukanlah mauku sendiri tapi nyatanya kini aku merasa hampa saat Mas Bara tak berada di sisiku. Meski kami masih bisa saling bertukar kabar lewat ponsel yang sudah Mas Bara belikan untukku tetap saja rasanya tak sama, karena jika kami berjauhan seperti ini, aku tak bisa merasakan hangat dekapannya yang sekarang sudah membuatku terlalu terbiasa, dan menjadi aku butuhkan.

Latest chapter

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   277. Bahagia Selamanya

    “Diam, atau aku akan menembakmu seperti yang sudah aku lakukan pada Richard!” Aku terperangah saat mendengar pengakuan lelaki berwajah oriental itu. Pengakuannya jelas sangat mengagetkan aku. “Jadi kamu yang sudah menembak suamiku?!” sergahku tandas. Raymond malah tersenyum sarkas menanggapi. “Dia sendiri yang sudah memaksaku melakukan semua ini karena dia terlalu serakah,” tukas Raymond sengit. “Kamu gila!” Aku kembali memakinya dengan suara yang semakin kuat. “Tolong, tolong ....” Aku mulai berteriak ketika Raymond semakin kewalahan dan tak mampu lagi menutup mulutku. Pergerakan di pintu itu semakin intens bersamaan aku mendengar suara gebrakan yang sangat kuat beberapa kali. Raymond yang sedang menggila ini sudah menutup pintu dari dalam hingga sulit untuk dibuka. Pastinya orang-orang di luar ruangan sedang berusaha untuk mendobrak pintu itu. Sementara aku sendiri masih berjuang untuk membebaskan diri dari sergapan Raymond. Tapi beberapa detik kemudian kami malah dikejut

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   276. Di Bawah Ancaman Raymond

    Aku menjadi terlalu kaget mendapati kedatangan Raymond yang sangat tak terduga.Tapi aku malah tak kuasa untuk menghalaunya yang membuat sosok itu terus mendekat dengan penuh rasa percaya diri.“Aku tak menyangka kalau dia mampu bertahan sampai sejauh ini setelah apa yang sudah dia alami,” ungkap lelaki itu sembari mengarahkan pandangannya pada Mas Bara yang sekarang hanya bisa terbaring tanpa kesadaran di atas brankar.Gelisah mulai menerjangku ketika aku mulai melihat tatapan adik dari suamiku yang kini malah memindaiku dengan sangat intens.Aku segera bangkit dan memasang sikap waspada.Setelah kemarin aku melihat sikap Raymond yang tampak berbeda begitu rapuh dan sedih tapi sekarang dia kembali menjadi sosoknya yang dulu, yang terasa licik menakutkan.“Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam ruangan ini?”Selama ini mami melarang orang lain masuk menemui Mas Bara. Tak sembarangan orang boleh menemani Mas Bara. Hanya aku, oma dan mami yang memiliki akses untuk bisa memasuki ruangan. Kar

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   275. Sikap Dingin Mami Sally

    “Sekarang katakan saja apa kamu yang sudah membuat Richard seperti ini?” Abe malah melontarkan tuduhannya dengan terlalu lugas.Aku tak pernah menyangka jika sahabat terdekat suamiku itu akan mengungkapkan tuduhannya dengan sangat lugas pada Lina yang sebelumnya sempat kami bicarakan dan kami curigai.Lina membeliakkan mata, mengunggah kekagetannya yang terlalu ketara.Sejenak aku tak bisa mengartikan tentang ekspresi kekagetannya yang seperti itu.“Apa kamu yang sudah menembak Richard?”Abe kian menegaskan tuduhannya.Lina malah menanggapi dengan tenang hingga kemudian malah mencebik sarkas.“Jadi kalian sekarang mencurigaiku?”Aku dan Abe tak menjawab meski masih saja memberikan tatapan yang sangat lugas pada wanita yang sering mengunggah ekspresi sinisnya itu.“Aku merasa tak perlu untuk memberikan penjelasan apapun pada kalian,” pungkas wanita itu sembari langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum melangkah wanita itu melemparkan pandangannya pada Abe yang sedang mengikuti perg

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   274. Dikepung Rasa Curiga

    “Apa yang sedang kalian bicarakan?” Segera aku menoleh ke ambang pintu dan menjadi sangat kaget ketika melihat sosok yang sedang kami bicarakan telah berdiri di sana dengan memberikan tatapan yang terlalu tajam.Sempat aku merasa kalau dia sempat mendengar pembicaraanku bersama Abe tadi, yang kemudian menelusupkan rasa gelisah di dalam dada.“Kalian berdua terlihat terlalu dekat, dan aku yakin jika Richard melihat kedekatan kalian, dia tidak akan bisa menerima ini,” sindir wanita berbaju merah itu sangat sarkas.Dengan tatapan yang sama tajamnya aku mulai menentang sorot matanya. Enggan menampakkan ketundukan atas sikapnya yang selalu saja mengintimidasi.Sejak dulu Lina selalu mengunggah keangkuhannya terutama di hadapanku yang pastinya dia anggap sebagai saingan terbesarnya karena nyatanya memang hanya aku yang bisa mendapatkan hati Mas Bara sepenuhnya, sesuatu yang kini membawa kesadaranku kembali atas apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Nyatanya memang tak ada yang paling ber

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   273. Mulai Mencurigai Lina

    “Katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang suamiku?”Aku segera mencecarnya dengan tak sabar, karena saat ini sekecil apapun informasi yang beredar sangat aku butuhkan karena aku benar-benar ingin menguak tabir misteri tentang penembakan suamiku yang sampai saat ini belum juga terungkap.Abe tampak memindaiku lebih lekat dan aku dengan tegas menentangnya tanpa keraguan.Lelaki bermata tajam itu kemudian menarik nafasnya sejenak sembari menautkan kedua tangannya di depan wajahnya yang lumayan good looking itu.“Sebenarnya sehari sebelum hari naas itu, aku dan Richard sempat bertemu di ruangan ini. Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang dirimu dan segala penyesalannya.”Abe sengaja menghentikan kalimatnya kian intens memindaiku seakan ingin menebak apa yang ada di dalam pikiranku saat ini.Tapi aku memutuskan untuk membisu menunggunya melan

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   272. Jatuh Koma

    Sudah nyaris sebulan Mas Bara terbaring koma. Selama itu aku bertahan untuk tetap mendampingi walau keadaanku masih sering diserang mual dan rasa tak nyaman di perut.Tak ada alasan bagiku untuk menyerah karena saat ini prioritas utamaku tetap Mas Bara yang selalu aku yakini tetap bisa mendengar setiap kata yang aku ucapkan di telinganya.Bahkan setiap kali aku datang aku selalu membacakan ayat-ayat Ilahi, sebelum aku mulai mengajaknya mengobrol.“Mas, hari ini aku bawakan lavender, aromanya harum sekali. Kamu bisa menciumnya kan Mas?” tanyaku sembari mendekatkan bunga yang aku bawa di hidungnya.Aku selalu yakin jika Mas Bara selalu bisa merasakan apapun yang aku lakukan walau dia tak memberikan respon apapun. Bahkan tidak dengan kedipan mata, karena mata itu selalu terkatup rapat.Saat melihatnya tetap diam dan beku, hati ini mulai dirasuki kesedihan yang kian pekat

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   271. Kehamilan Kedua

    Rasa tidak nyaman kian menyerangku membuat sekujur tubuhku seakan melemah. Tapi saat ini aku memaksa untuk tetap tegar demi aku bisa memastikan bagaimana keadaan Mas Bara. Gelisah yang menyergapku memaksaku untuk bertahan dan tetap kuat meski sejak tadi rasa mual semakin menekan di dalam perutku.Bahkan ketika aku sampai di Jakarta, beberapa kali aku sudah memuntahkan isi perutku saat berada di dalam pesawat.Oma dan mami sempat menganggap apa yang aku rasakan hanya sekedar mabuk kendaraan.Tapi sesuatu di dalam diriku semakin tak bisa menampik praduga ini. Dengan pengalaman yang sempat aku dapatkan ketika mengandung Raka dan Raya, aku mulai bisa menegaskan pada diriku sendiri jika sekarang aku memang sedang berbadan dua.K

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   270. Kembali Lagi Ke Kota

    “Sesuatu telah terjadi pada Richard!”Ketika oma memekikkan nama suamiku segera aku mendekat dengan hati yang sudah diselimuti kabut kecemasan.“Ada apa dengan Mas Bara, Oma?” tanyaku menjadi kian khawatir.Sementara mami malah menatapku dengan gamang dan mulai menghampiriku untuk bisa memelukku dengan lembut.“Kita harus kembali ke Jakarta hari ini juga Rin.”Mami berucap dengan sangat sungguh-sungguh.Hatiku menjadi kian kuat memendam praduga yang buruk. Aku merasa sangat yakin jika sesuatu telah terjadi pada suamiku saat ini.“Katakan padaku, apa yang sudah terjadi Mi?” desakku semakin gelisah.“Richard membutuhkan kamu,” balas mami masih dengan mengunggah gurat kecemasan di wajahnya.Aku mengernyit penuh kecemasan.

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   269. Sesuatu Terjadi Pada Mas Bara

    Setiap orang bisa menganyam harapan tapi Tuhan yang akan menentukan segalanya. Walau berbagai macam cara telah diusahakan nyatanya, kehendak Tuhan yang tetap berlaku. Takdir telah menggariskan bahwa saat ini adalah perpisahan kami.Hatiku terus memendam rasa kehilangan yang bahkan membuatku terus menangis kala melepas jenazah ibu di pemakaman. Kini jasad yang sosok yang sangat aku sayangi itu telah berbaring di sisi makam bapak. Mereka akhirnya bersama lagi yang membuatku menghadirkan kembali segala kenangan kebersamaan keluarga kami dulu di permukaan ingatan.Tangisku semakin kuat nyaris menyedot segala ketegaran meski oma dan mami mendampingi untuk menguatkan. Sampai akhirnya semua saudaraku ikut mendekat dan kami mulai saling berangkulan berusaha untuk saling menularkan ketegaran.Bahkan Laras telah kembali dari Australia mengejar penerbangan pertama demi bisa ikut mengantarkan ibu menuju peristira

DMCA.com Protection Status