Tidak bisakah kau diam saja dan mengabaikan semuanya? Kenapa kau harus ikut campur masalah yang tak seharusnya kau urus dalam hidupmu?🍃🍃🍃KEMBALINYA Dara siang itu berhasil menarik perhatian teman-teman satu divisinya. Bukan hanya karena tidak terlihatnya Galih di sisinya, juga karena sebuah jaket hitam khas milik seorang pria yang sedang dia gunakan sekarang."Lo sendirian, Ra? Pak Bos mana?" tanya Agus yang menyambut kedatangan Dara untuk pertama kalinya.Semuanya menoleh dan lantas menanyakan hal serupa pada Dara.Dara mengangkat bahu, tampak acuh tak acuh saat menjawab, "Mana gue tahu, kita kan pisah waktu balik. Gue ke bengkel, dia langsung balik ke kantor. Mungkin dia lagi makan siang kali?"Dara meringis pelan, teringat kalau dirinya sendiri belum makan siang. Dia berniat pamit pada teman-temannya untuk makan saat tiba-tiba saja Dira mengatakan sesuatu yang membuat jantungnya berhenti berdetak."Tapi dia belum ada kelihatan batang hidungnya dari tadi lho, Ra? Mungkin nggak
SEMENJAK hari itu, Galih menjadi atasan yang suka uring-uringan. Masalah kecil sekali pun akan menjadi besar jika berurusan dengannya dan hal itu benar-benar menyebalkan.Dara tahu, mungkin semua itu karena salahnya. Namun, dia tidak merasa telah melakukan kesalahan apa-apa. Dia mengatakan apa yang seharusnya dia katakan, karena Galih memang tidak punya hak untuk mengetahui apa pun tentang urusan pribadinya. Sekalipun pria itu sekarang adalah bosnya.Harusnya Galih mengerti itu, karena status hubungan mereka bukanlah sepasang kekasih lagi seperti dulu. Namun nyatanya, Galih masih seperti itu selama beberapa hari terakhir."Gue lama-lama pengen resign aja dari sini," gumam Agus yang kini meletakkan kepalanya di atas meja kafetaria, bersebelahan dengan makanan pesanannya yang tak kunjung disentuh sejak tadi."Kenapa lagi lo?" Farhan sontak berkomentar.Dia tahu Galih belakangan ini memang suka naik darah, tapi harusnya itu sudah biasa bagi para bawahan seperti mereka. Apalagi kalau meman
DARA mengerjapkan matanya berulang kali ketika melihat pria tampan dengan senyum mematikan tengah melambaikan tangan ke arahnya. Dia melihat ponselnya, kemudian memandangi pria itu sekali lagi dengan tatapan tidak percaya.Dia ... Gilang?Dara mencoba mengingat kembali sosok Gilang dalam ingatan terakhirnya. Pria tinggi yang terlihat ramah walaupun seluruh wajahnya nyaris tertutup oli hingga membuatnya tampak dekil sekali.Namun pria yang kini berdiri tak jauh darinya itu tidak kelihatan dekil sedikit pun. Wajahnya terlalu bersih, bahkan dia tak memiliki satu pun bekas jerawat yang menghiasi wajah tampannya.Dara menelan ludah susah payah. Akhirnya dia tahu kalau penilaian dia sebelumnya sepenuhnya salah. Dia berdiri di depan Gilang yang kini menyapanya dengan sopan."Sore, Dara!""Sore juga," tanpa membuang waktu lagi Dara menyodorkan jaket hitam itu kepada pemiliknya, "terima kasih jaketnya, ya.""Sama-sama." Gilang tersenyum manis. Senyum mematikan yang bisa membuat jantung siapa p
"KALI ini lo abis ngapain lagi? Udah seminggu lebih, Pak Bos bukannya membaik, sifatnya malah makin parah dari kemaren." Agus kontan bertanya sewaktu jam makan siang tiba dan mereka berkumpul di kafetaria.Dia berniat bicara langsung di ruang kerja, tapi kalau tiba-tiba Galih keluar lalu mencuri dengar semuanya, bisa langsung melayang kepalanya. Terlebih sejak awal Galih memang tampak tidak begitu suka padanya. Entah karena apa, tapi sepertinya karena Agus cukup dekat dengan Dara.Dara terdiam, dia pun bingung dengan apa yang terjadi. Jika apa yang teman-temannya perkirakan soal perubahan sifat Galih itu berkaitan dengannya, lalu untuk apa ucapan pria itu di awal-awal dia bekerja di sini?Dara masih ingat dengan baik saat Galih bicara padanya, kalau Dara tidak boleh terlalu berharap untuk bisa balikan dengannya.Jujur, Dara memang masih memiliki rasa pada Aji. Kalau soal balikan, selama pria itu masih cinta dan mau kembali menjalin hubungan kembali, kenapa tidak dicoba?Akan tetapi, G
"RA, jangan bilang lo udah tahu kalau Agus orangnya emang kayak gitu?" Dira bertanya ketika mereka sudah sampai di ruangan kerja.Tadi Dira buru-buru menarik Dara kembali, meninggalkan Agus yang termenung layaknya sedang memikirkan banyak hal dan Farhan yang menemaninya layaknya siap memberikan arahan."Sejujurnya gue enggak tahu apa-apa soal dia. Selama ini gue berusaha jaga jarak aman aja, karena gue takut kalau dia sampai nekat orangnya." Dara mengatakan alasan yang sejujurnya.Sekalipun mereka teman yang cukup dekat dan Agus sering memberinya kode secara terang-terangan, tapi Dara tidak begitu mengenal Agus dengan baik. Dia sendiri memang sengaja tidak pernah menanggapi kode maupun modusnya, karena dia takut kalau Agus sampai berharap lebih atau malah sampai bertindak nekat padanya.Bisa dibilang, memang begitulah sifat alami Dara. Daripada meladeni modus seseorang, lebih baik dia menghilang karena penolakan halus saja sudah tidak mempan digunakan.Dira meringis. "Dan gue malah ma
TANPA memerintahkan Dara untuk duduk lebih dulu. Galih menyodorkan map yang sejak tadi berada di tangannya. "Apa maksud semua ini?"Dara menerima map itu setelah menutup pintu di belakangnya. Tanpa bicara sedikit pun dia membaca isinya sekilas, kemudian kembali menatap atasannya. "Memangnya kenapa?"Galih menatapnya tajam. "Apa kamu tidak merasa ada yang salah dari sana?""Tidak, saya tidak merasa ada yang salah dari surat pengajuan cuti saya minggu depan." Dara mengatakannya tanpa merasa takut sedikit pun."Apa yang sedang kamu rencanakan, Dara?" Galih menjulurkan tangannya ke samping kepala Dara dengan tekanan yang cukup untuk menunjukkan intimidasinya. "Kamu berniat cuti selama itu tanpa memberitahuku lebih dulu, apa kamu sedang berusaha menjauhiku?""Kenapa Bapak bisa berpikir seperti itu?" Dara menatapnya tidak mengerti.Dara jelas sudah menulis alasan kenapa dia ingin mengambil cuti. Sebelumnya pun dia selalu mendapatkan izin itu tanpa harus banyak berusaha lagi. Namun sepertiny
GALIH tidak menyangka, ternyata Dara masih memiliki kelemahan itu di dalam dirinya.Sembilan tahun telah berlalu, tapi perasaannya masih sama seperti dulu. Dia tidak pernah bisa melupakannya. Bahkan mengabaikan keberadaan Dara saja terlalu sulit baginya.Tentu saja dia sudah mencoba berbagai cara. Melakukan banyak hal yang mungkin saja bisa berguna. Nyatanya, semua itu menjadi sia-sia saja saat ia melihat Dara.Rindu yang ia kira telah lama sirna mendadak memenuhi dada hingga ia merasa sesak dibuatnya. Sisa amarah yang ia kira telah binasa perlahan kembali bergolak dan mulai menggerogotinya. Semua perasaan itu menjadi satu dan menjadi semakin parah saat ia tahu banyak laki-laki yang mengelilingi Dara selama ia tak ada di sampingnya.Galih tersenyum tipis. Dia membelai lembut wajah yang masih menghantui mimpinya selama ini. "Apa kamu tidak pernah merasa rindu sedikit pun padaku?" gumamnya.Galih mengecek pernapasan Dara, juga keadaan kulit lehernya sebelum ia mengangkat tubuh Dara yang
"DARA mana?" Agus langsung bertanya begitu masuk dan tak menemukan Dara berada di kursinya. Padahal Dara tadi kembali bersama Dira, tapi sekarang hanya Dira saja yang terlihat di matanya.Dira menunjuk pintu ruangan bos mereka. "Dipanggil sama Pak Bos."Farhan sontak mengernyitkan dahi. Dia mendekati Dira kemudian bicara dengan nada cukup pelan. "Ada masalah?""Kayaknya sih." Dira meringis.Dia melihat meja Dara yang sudah tertata rapi, tidak banyak pekerjaan yang tertinggal dan itu seperti bukan Dara sekali, karena Dara biasa pulang terlambat untuk menyelesaikan pekerjaannya.Kemudian tatapannya terhenti pada kalender yang dilingkari oleh tinta warna merah. Dira mengerjapkan kedua matanya. "Bener juga. Biasanya Dara ambil cuti setiap tanggal itu, kan?"Dira tidak tahu apa alasan pastinya, tapi Dara selalu ambil cuti di tanggal yang sama setiap tahunnya. Mereka sudah bekerja di sana selama tiga tahun dan Dara selalu mengambil cuti di tanggal serupa setiap tahunnya.Mereka tentu saja p
GALIH benar benar datang menjemputnya di pagi buta. Dia bahkan datang jam satu pagi, lalu kisruh sendiri di rumah Dara untuk menggotong koper koper besar bawaan ibu dan adiknya.Dia sudah seperti kurir pengangkut barang alih alih orang yang datang untuk carmuk di depan keluarga Dara.Saat sampai stasiun kereta api, Galih bahkan tetap di sana sampai keretanya benar benar berangkat. Dia hanya melambaikan tangan dan membiarkan Dara pergi bersama keluarganya menuju kampung halaman mereka.Galih menghela napas kasar. Satu minggu berhubungan jarak jauh dengan pujaan hatinya, apakah dia sanggup melakukannya?Sanggup atau tidak, dia harus bisa melakukannya.Sebenarnya, Galih sudah bisa resign dari pekerjaan sementaranya mulai bulan depan, karena sumber masalah sudah ditemukan juga calon penggantinya sudah didapatkan.Hanya saja dia belum mau pergi, karena Dara bekerja sebagai bawahannya. Dia masih ingin tebar pesona, cari kesempatan, dan pedekate ulang dengan mantan pacar cantiknya ini. Setid
"BESOK pagi-pagi banget aku ke sini lagi, soalnya aku mau anterin kalian ke stasiun kereta api," kata Galih sebelum dia benar-benar pergi."Kamu nggak usah repot-repot gitu, deh. Kami bisa berangkat sendiri kok," tolak Dara mentah-mentah."Aku enggak repot, Dara. Besok kantor juga libur. Jadi nggak masalah kalau aku nganter kalian pagi-pagi banget kayak gitu." Galih tetap kukuh dengan niatnya."Tapi aku berangkatnya jam dua pagi, Aji." Dara mengembuskan napas kasar.Kenapa Galih kukuh sekali mau mengantarnya pergi, sih?"Kamu nggak usah aneh-aneh gitu, deh. Aku kan bisa nyewa gocar atau taksi online, jadi kamu nggak harus antar jemput segala."Galih menatapnya dengan tatapan tidak suka. "Kamu harus mau dianterin sama aku atau aku bakal larang kamu buat pergi besok?" ancamnya dengan raut wajah serius.Dara langsung mencibir, "Kamu mau larang aku kayak gimana coba? Bukannya kamu udah kasih izin aku buat cuti dari kantor, ya?""Nurut aja kenapa, sih, Ra? Aku yang nganter nggak ngerasa ud
JIKA semalam Dara bisa membawa motornya berkelit memasuki jalanan sempit untuk mencegah Galih mengikutinya, kali ini dia tidak bisa melakukannya. Bahkan hanya untuk menang kecepatan saja dia tidak mampu melakukannya.Motor vespa keluaran lama miliknya jelas bukan saingan motor harley Galih yang terlihat gagah. Sebenarnya mengusir pria itu sekarang cukup mudah. Dara hanya perlu menerima tawarannya untuk balikan, lalu memaksa Galih untuk pulang.Sayang, Dara masih merasa enggan untuk balikan dengannya. Selain perbedaan kasta yang membuatnya ragu, juga karena pria itu memiliki kini masa lalu yang sedikit membuat hati Dara terluka saat membayangkannya.Dara masih tidak bisa menerima fakta, Galih telah merusak dirinya dengan sengaja. Perbuatannya itu membuat jarak baru yang begitu lebar di antara mereka. Dara bahkan mulai ragu, apakah dia masih mengenal sosoknya atau tidak.Galih memang berkata dia sudah berubah, tapi tidak ada kepastian jika dia kembali berulah. Jika dia berulah sebagai k
DARA keluar dari ruangan Galih dengan keadaan berantakan. Dia hanya membasuh wajah dengan air di kamar mandi sekenanya. Kelopak matanya terlihat bengkak dan matanya terlihat merah. Wajahnya juga tampak merah sampai ke telinga-telinganya.Penampilannya membuat semua teman-temannya langsung menatapnya curiga."Ra, lo abis diapain aja sama Pak Bos?" Dira langsung bertanya, raut wajahnya menunjukkan jika dia khawatir pada sahabatnya."Lo nggak habis ditunggangi sama dia di ruangannya, kan?""Hah?!"Pertanyaan itu sontak saja membuat semua orang menoleh dan memelototi Agus, sang tersangka yang punya mulut tidak disaring sebelumnya."Lo ngomong apa sih, Gus? Mana mungkin mereka sampai kayak gitu di sana? Pagi-pagi juga, otak lo udah jelek aja!" Farhan langsung memukul bahu teman kantornya yang kadang menjadi sangat tidak waras itu."Penampilan si Dara lo liat lah, Han! Acak-acakan kayak gitu, kayak abis diperkosa tahu!" selorohnya tanpa mengerem mulutnya sedikit pun.Dara langsung bergidik
"KAMU benar-benar menjadi terlalu percaya diri, ya?" Dara mendengkus pelan. "Aku tidak menangis karena kamu."Dara menepis tangan Galih yang sejak tadi menyentuh matanya layaknya hendak menghapus jejak air mata di sana. Padahal dia tidak sedang menangis. Matanya memang merah dan sedikit bengkak, tapi itu terjadi bukan karena dia menangisi pria yang berdiri di depannya saat ini.Galih menatapnya curiga. "Benarkah? Jangan coba-coba membohongiku, Dara. Aku tidak menyukainya.""Buat apa aku melakukannya?" Dara menghela napas lelah. "Tidak ada untungnya membohongimu, karena kamu sudah tahu semua rahasia yang kusimpan rapat selama ini."Benar, jika dia memang ingin membohongi Galih, dia tidak akan mengakui apa yang terjadi di masa lalu. Dia juga tidak akan mengaku soal keraguannya untuk menerima Galih kembali menjadi kekasihnya. Dia hanya akan menolak dan menghindar tanpa memberinya penjelasan apa-apa."Kalau begitu, apa yang sudah membuatmu menangis? Jika dilihat dari keadaannya, kamu baru
"RA, lo dipanggil Pak Bos ke ruangannya!"Dara baru saja menaruh tasnya di atas meja saat Dira mengatakan hal itu. Dia memejamkan mata, kemudian menghela napas berat. Dalam hati dia sedikit mengumpat, sepertinya Galih sama sekali tidak sabar untuk melihatnya setelah apa yang terjadi semalam."Apa udah terjadi sesuatu sama kalian semalam? Nggak biasanya banget dia sampai manggil lo sepagi ini." Dira kembali bertanya, raut wajahnya terlihat penasaran juga heran di saat bersamaan."Sedikit."Benar, hanya sedikit terjadi sesuatu di antara mereka. Mereka hanya mengurai benang kusut, tapi sepertinya Galih menemukan alasan untuk kembali mendekatinya mati-matian.Dara melangkah pergi menuju ruangan Galih sebelum Dira kembali bertanya padanya. Walaupun sekarang dia bisa lari, tapi ia yakin setelah ini Dira tidak akan melepaskannya.Dara mengetuk pintu ruangan Galih dan meminta izin untuk masuk seperti biasa. Setelah mendapat izin, Dara melangkah masuk dan menutup pintunya rapat-rapat. Dia tida
DARA bangun dari tidur dan ia langsung mengecek ponselnya. Beberapa pesan masuk dia dapatkan dari orang yang sama. Galih, si mantan pacarnya.Semalam, dengan sengaja Dara membawa Galih memutar ke arah jalan yang tidak bisa dilalui mobil agar pria itu menyerah mengantarnya pulang. Dia bahkan sengaja melajukan motornya lebih cepat agar dia bisa lari dari pengawasannya. Karena jujur saja, Dara merasa tidak nyaman melihat kelakuannya.Walaupun dulu mereka memiliki sebuah hubungan, tapi sekarang hubungan mereka tidak lebih dari sekadar seorang atasan dan bawahan.Dulu dia menerima pernyataan cinta Galih, karena dia merasa mereka berasal dari kalangan yang sama dan tidak akan menimbulkan masalah apa pun untuknya. Namun saat dia mengetahui kenyataannya, Dara cukup tahu diri untuk tidak terlalu berharap banyak padanya.Lalu sekarang, sekali pun dia masih memiliki rasa yang sama seperti dulu. Bahkan jika Galih masih memiliki perasaan serupa dan menginginkan Dara untuk kembali ke pelukannya, Da
GALIH memang bilang dia akan mengikuti dari belakang, tapi niatnya sebenarnya adalah untuk mencari tahu di mana tempat tinggal Dara selama ini. Dengan mengikutinya, dia pasti bakal sampai ke rumah perempuan itu.Sayangnya semua niatnya itu hanya tinggal wacana saat motor Dara berbelok memasuki sebuah gang kecil yang tidak bisa dilewati mobil. Dia terpaksa berhenti, turun dari mobil dan mulai berjalan memasuki gang kecil itu. Tentu saja dia sudah kehilangan jejak motor Dara yang sudah berbelok lagi entah ke arah mana.Galih berdecak. "Sial!"Padahal dia sangat yakin dirinya bakal mengetahui alamat rumah Dara secara langsung. Lalu esoknya dia bisa menjemput Dara dan menawarinya untuk berangkat dan pulang bersama. Sayangnya, semua rencananya itu benar-benar hanya bisa menjadi wacana saja.Galih pun kembali masuk ke dalam mobil dan mulai jalan pulang ke apartemennya. Semenjak kembali, dia memutuskan untuk tinggal sendiri. Rumah orang tuanya serta apartemennya memang tidak terlalu jauh, ta
PONSEL Dara tiba-tiba saja berbunyi. Nama adiknya yang tertera di layar tanpa sadar membuatnya menoleh ke arah Galih.Galih mengernyitkan dahi. "Siapa?" tanyanya, raut wajahnya terlihat kusut layaknya dia tidak menyukai panggilan dari siapa pun itu.Dalam hatinya Galih membatin, andai pelakunya Gilang, sepupunya sendiri. Galih akan merampas ponsel itu dan memakinya habis-habisan saat itu juga. Dia tidak peduli lagi pada hubungan saudara mereka, yang jelas dia harus memaki Gilang si bajingan itu sekarang.Dara yang melihat ekspresi Galih pun memilih memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas seraya menjawab, "Adikku."Galih mengerjap. Dia tidak tahu itu, karena Dara tidak pernah mengatakannya dulu. "Kamu punya adik?"Kalau dipikir-pikir lagi, selama tiga tahun pacaran, mereka hanya menghabiskan waktu berduaan di perpustakaan untuk belajar mati-matian. Tentu saja itu berlaku hanya untuk Dara, karena Galih sudah terlalu pintar di usia remajanya.Dara menganggukkan kepala. "Aku punya satu.