"Gue yakin banget, kalian pasti punya hubungan apa-apa. Masa iya, baru ketemu beberapa saat aja dia udah ngatain senyuman lo mengerikan?"
__fans, yang tak terima.🍃🍃🍃"FIX, bos baru kita bakal lebih nyebelin dari yang kemarin!" komentar Dira begitu mereka selesai memesan makan dan duduk di meja paling ujung, tempat biasa mereka istirahat di kafetaria kantor yang ada di lantai satu.Dara menatap Dira dengan wajah ingin tahu. Biasanya Dira jarang berkomentar mengenai bos baru mereka, karena rata-rata bos mereka akan selalu menyayangi Dira layaknya anak emas kantor.Dira memang selalu terkenal baik di mana-mana. Bukan hanya fisiknya yang sempurna, tapi pekerjaannya pun selalu luar biasa. Tak jarang kalau dia benar-benar menjadi anak emas di divisi mereka."Tumben lo bisa komentar gitu?" tanya Dara, yang kini sibuk memakan makan siangnya secara lahap.Di divisi mereka ada delapan orang, empat di antara adalah orang-orang tua yang lebih dianggap senior di antara mereka. Dan empat orang lagi membentuk sebuah geng yang tidak bisa terpisahkan, karena usia dan cara pikir mereka kerap selaras dan saling melengkapi.Dira dan Dara bagian dari anggota geng itu, ditambah Agus dan Farhan—pria yang lebih banyak diam dan menyimak pembicaraan antara ketiga temannya. Farhan lebih tua dari mereka. Dia sudah beranak-istri dan hadirnya pria itu kerap menjadi penengah di antara tiga orang yang masih memiliki pemikiran khas anak kecil yang masih suka labil."Ya, gimana gue nggak komentar gitu, coba? Gue baru aja masuk ruangan, kasih laporan, kata dia, 'revisi,' satu kata doang anjir! Mana gayanya dingin banget, belum sempat baca semua laporan gue pula dan dia udah berani komentar begitu. Astaga! Apa nggak bisa dia nyuruh gue duduk dulu, cek laporan dengan wajah ganteng ditambah senyum manis, baru nyuruh gue revisi dengan nada halus. Gue bakal berangkat dengan senang hati, bukannya dongkol setengah mati kayak gini."Farhan menghentikan acara makannya. "Lo serius dia kayak gitu ke lo, Ra?" tanyanya, menatap Dira lurus-lurus."Ya, seriuslah!" Dira memandangi Dara serius. "Lo sendiri gimana, Ra? Lo udah disemprot pagi-pagi sama dia, kan? Cuma berdiri doang di tengah ruangan dibilang ngehalangin jalan. Emang ruang seluas itu nggak ada jalan lain apa?"Dara meringis mengingat peristiwa tadi pagi dan tanggapan Galih padanya."Gue setuju sama lo, sih, Ra." Agus tiba-tiba nimbrung setelah selesai melahap baksonya. "Gue agak aneh aja sama si Galih-Galih itu, terutama tanggapan dia ke Dara. Masa segitu sensinya cuma gara-gara ngelihat Dara ngelamun doang? Baru ketemu beberapa saat aja dia udah ngatain senyuman lo mengerikan!" Agus menatap Dara penuh selidik. "Lo ada apa-apa, ya, sama bos baru itu?"Dara meringis mendengar kecurigaan Agus padanya. Perempuan itu memilih melanjutkan makan siangnya, sebelum Farhan yang biasanya peka mengetahui rahasianya melalui gerak-gerik tubuhnya."Kalian pernah kenal sebelum ini?" tanya Farhan, setelah memastikan Dara menelan semua makan siangnya.Dara mendorong piringnya menjauh. "Kayaknya, sih, gue emang pernah kenal sama dia."Agus memelototinya. "Serius? Jadi, lo emang sengaja manggil dia Aji tadi pagi?"Dara menggeleng cepat. "Gue nggak sengaja, serius, itu cuma refleks, tapi dia beneran bereaksi kayak gitu." Dara meringis, dalam hatinya dia mulai yakin kalau Aji dan Galih memang orang yang sama sekarang."Dan reaksinya, terlalu berlebihan menurut gue." Farhan menghela napas kasar. Dia tak menyangka, atasan barunya dan salah satu rekan kerjanya memiliki jejak masalah yang sepertinya cukup besar. "Lo pernah ada masalah sama dia?"Dara menggumam samar-samar. "Kalau emang bener, dia mantan gue sembilan tahun yang lalu.""APA?!""WHAT THE HELL! SERIUS LO?" tanya Dira yang kini menatap Dara tidak percaya.Dara hanya mengangguk-angguk, lalu menggeleng ragu. "Gue nggak punya bukti pasti, tapi emang nama dia sama persis kayak nama mantan gue dulu, walaupun sifatnya beda banget sama Aji yang pernah gue kenal dulu."Agus dan Dira mengeluarkan suara 'oh' yang menandakan keduanya paham situasi Dara sekarang. Sedangkan Farhan mengangguk-anggukkan kepalanya."Oh, jadi begitu. Pantas aja mood-nya langsung anjlok seharian abis ngomong sama lo tadi pagi. Kayaknya dia masih punya perasaan lebih ke lo."Dara mendengkus pelan. "Mana mungkin masih punya perasaan kayak gitu ke gue? Lagian sekarang dia udah banyak berubah.""Tapi, bisa aja, kan?" tanya Farhan mencoba menggali perasaan Dara pada bos baru mereka ini.Dara terdiam, kemudian menggeleng pelan. "Kayaknya nggak mungkin, deh, Bang. Dia beneran udah banyak berubah. Beda banget sama dia yang pernah gue kenal dulu. Kalaupun dia masih punya perasaan kayak gitu ke gue, ngapain dia jadi segalak itu tadi pagi, kan? Kenapa nggak cipika-cipiki kayak temen lama ketemu lagi?""Bener juga, sih," komentar Farhan yang mulai pasrah akan persepsinya sendiri."Ra, asli sekarang gue beneran penasaran." Agus tiba-tiba bersuara."Ra, siapa?" tanya Dara dan Dira secara bersamaan, seperti sengaja mengerjai Agus yang kini mendelik kesal ke arah mereka."Dara, gue mau nanya!" ulang Agus, kali ini lebih jelas walau raut wajahnya masih kesal juga. Lagi serius malah diajak bercanda."Nanya apa?""Dulu, siapa yang mutusin hubungan kalian?" tanya Agus yang kini menatap Dara intens.Dara hanya diam. Dia melirik jam dinding di kafetaria sebelum membalas pertanyaan Agus padanya. "Gue yang mutusin dia."Dan ketiganya dengan kompak langsung berteriak ke arahnya. "PANTESAN DIA JADI KAYAK GITU!"Masih haruskah mengintip dasar hati, kalau kenyataannya dia masih cinta mati?🍃🍃🍃DARIPADA memusingkan perasaan mantan pada dirinya yang sekarang. Dia lebih memilih pusing memikirkan perasaannya sendiri yang tak kunjung menemukan titik terang.Sembilan tahun memang panjang. Sangat panjang, sampai cukup untuk membuat seseorang berubah secara signifikan.Aji atau Galih, jika memang orang yang sama, jelas-jelas dia telah berubah drastis. Dia makin tampan, makin dewasa, makin gagah, mempesona, dan satu lagi dia sangatlah mapan. Lahir di keluarga kaya raya dan kini malah menjadi bosnya.Bagaimana Dara bisa lepas dari pesonanya, jika dalam sembilan tahun terakhir otaknya hanya memikirkan keadaan mantan kekasihnya?Dara tidak benar-benar bisa move on dari Aji. Move on bagaimana, kalau setiap malam dia masih suka galau sendiri. Dia yang memilih memutus hubungan, tapi dia juga yang menyesal setengah mati.Apakah ada yang lebih mengenaskan nasibnya daripada seorang Dara?Dara mendesah kasar.
Apa yang diharapkan dari pria lajang tampan dan mapan, tentu saja seorang pasangan.🍃🍃🍃DARA memegangi sebuah album foto lama yang berisi fotonya dengan Aji saat masih remaja. Foto-foto alay yang mereka hasilkan selama tiga tahun pacaran.Dara memegangi satu demi satu lembar foto dengan berbagai pose itu dengan wajah muram. Semuanya hanya kenangan. Masa lalu yang tak lagi kembali terjadi di masa depan.Aji sudah melupakan semuanya. Aji sudah melupakan tentang kebahagiaan mereka dulu, bahkan status hubungan mereka di masa lalu.Jujur, dia lebih merasa sakit hati saat Galih tidak mau mengakuinya sebagai mantan pacar, daripada hinaan Felicia secara terang-terangan pada dirinya. Namun, Dara mencoba berpikir lebih realistis sekarang.Mungkin, Galih malu mengakuinya sebagai mantan. Apalagi alasan berakhirnya hubungan mereka, karena Dara yang mengakhirinya lebih dulu.Mantan ... kenangan yang harus dilupakan.Dara mengalihkan pandangannya ke kalender yang terpasang di tembok kamarnya. Sebu
"Gue lagi mikir, ini hari apa, sih, sampai gue bisa sial banget seharian ini?"🍃🍃🍃APES itu nasib.Dara tahu, tapi dia benar-benar lagi apes hari ini. Bagaimana tidak? Berangkat kerja tiba-tiba motor mati di jalan, tidak bisa menyala. Dapat tumpangan gratis, tapi akhirnya dia harus terjebak macet dan lari-larian sampai tempat kerja.Berhenti sejenak di dekat pagar kantor, niatnya mengambil napas sejenak sebelum masuk bangunan, tapi mobil Felicia lewat untuk menghancurkan kubangan air lumpur dari lubang jalan dekat pagar yang langsung mengguyur tubuhnya.Bak tikus kecemplung got, Dara harus menerima keadaannya dengan lapang dada. Untung malaikat baik hati masih sedikit berpihak padanya saat dia masuk kantor dan langsung bertemu Dira."Ya ampun, Ra, lo kenapa bisa jadi kayak gini?!" tanyanya terdengar panik. Dira mendekati Dara, melihat kondisi temannya yang mengenaskan. "Gue kayaknya bawa baju ganti di mobil, lo ke toilet dulu, deh, gue ambilin bajunya bentar!"Dara mengangguk dan me
Kamu tahu rasanya terjebak di antara cerita cinta masa lalu?Sesek, nggak enak, kayak di bus penuh orang dan kamu ada di tengah lagi desak-desakan.🍃🍃🍃NIAT bertemu klien dan mengambil motornya dari bengkel sirna sudah begitu Galih meminta Agus mengerjakan tugas lain di kantor. Dara pun keberatan menemui klien sendirian, karena selain sedang tidak bawa kendaraan, klien yang satu ini juga agak ... menjengkelkan."Apa kamu mau berangkat menemui klien dengan saya?" tawar Galih tiba-tiba.Ragu-ragu, Dara menatap Agus yang menganggukkan kepala. "Daripada lo sendirian ketemu mereka, mending sama Pak Bos, biar ada yang ngelindungin lo kalau sampai terjadi apa-apa," kata Agus pelan.Dara pun menganggukkan kepala menatap Galih. "Baik, Pak.""Kalian janji temu di mana dan jam berapa?" Dara menyebutkan waktu dan tempat mereka bertemu dengan klien, sebelum pamit dari sana. Dia tetap harus naik taksi, karena ia tidak mungkin meminta numpang ke mobil Galih atau mobil Felicia setelah peristiwa ta
DARA merasa dirinya sedang ditelanjangi dengan perlahan. Sekeras apa pun dia berusaha menutupi, orang di depannya seperti bisa melihat bentuk tubuhnya dengan pasti.Tentu saja karena pakaiannya yang ketat itu sudah lebih dari cukup untuk membuat siapa pun membayangkan bayang-bayang lekuk tubuhnya. Namun, tetap saja dia tidak berharap orang ini akan melakukan hal menjijikkan itu padanya.Dara duduk dengan rasa tak nyaman. Dia ingin segera pulang saja. Terlebih karena dia tidak melakukan apa-apa di sana. Dia yang harusnya bekerja kini hanya duduk diam, karena pekerjaannya diambil alih Galih secara tiba-tiba. Pria itu yang menjelaskan semuanya kepada klien mereka, tapi tetap saja pria tua yang menjadi klien itu terus memandangi tubuh Dara."Nak Dara sudah punya pacar?" Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Galih berhenti bicara dan menatap klien dengan tatapan dingin yang menakutkan.Dara hanya meringis mendengarnya. "Belum, Pak.""Apakah Nak Dara tertarik dengan pria yang sudah matang?" Perta
DARA akhirnya sampai di bengkel tempat ia menitipkan motornya tadi pagi. Dia mencari-cari montir yang tadi pagi mengantarnya sampai lampu merah, tapi yang dia lihat hanyalah pria lain yang diselimuti oli di seluruh wajah.Dara mengernyit. Dia ingat, pria ini adalah sosok yang sebelumnya dipanggil "Yo" oleh pria yang dia pasrahi motor tadi pagi. Dengan segera Dara mendekatinya."Mas Yo, motor saya sudah selesai diperbaiki?" tanyanya pada pria itu.Si Yo menoleh, menatapnya beberapa saat tanpa berkedip, sebelum menggeleng kuat-kuat. "Maaf, Mbak, ciri-ciri motornya seperti apa?""Vespa keluaran lama warnanya biru," kata Dara mantap.Mas Yo mengitarkan pandangannya ke sekitar, tampak berpikir sejenak sebelum menunjuk satu-satunya vespa warna biru yang ada di bengkel. "Adanya vespa lama ya satu itu, Mbak. Tapi kata teman saya tadi, Mbak yang punya bajunya warna hijau dan bakal diambil siang ini." Mas Yo melirik pakaian Dara, warnanya putih, jadi bukan dia pemilik motornya.Dara mengalihkan
Tidak bisakah kau diam saja dan mengabaikan semuanya? Kenapa kau harus ikut campur masalah yang tak seharusnya kau urus dalam hidupmu?🍃🍃🍃KEMBALINYA Dara siang itu berhasil menarik perhatian teman-teman satu divisinya. Bukan hanya karena tidak terlihatnya Galih di sisinya, juga karena sebuah jaket hitam khas milik seorang pria yang sedang dia gunakan sekarang."Lo sendirian, Ra? Pak Bos mana?" tanya Agus yang menyambut kedatangan Dara untuk pertama kalinya.Semuanya menoleh dan lantas menanyakan hal serupa pada Dara.Dara mengangkat bahu, tampak acuh tak acuh saat menjawab, "Mana gue tahu, kita kan pisah waktu balik. Gue ke bengkel, dia langsung balik ke kantor. Mungkin dia lagi makan siang kali?"Dara meringis pelan, teringat kalau dirinya sendiri belum makan siang. Dia berniat pamit pada teman-temannya untuk makan saat tiba-tiba saja Dira mengatakan sesuatu yang membuat jantungnya berhenti berdetak."Tapi dia belum ada kelihatan batang hidungnya dari tadi lho, Ra? Mungkin nggak
SEMENJAK hari itu, Galih menjadi atasan yang suka uring-uringan. Masalah kecil sekali pun akan menjadi besar jika berurusan dengannya dan hal itu benar-benar menyebalkan.Dara tahu, mungkin semua itu karena salahnya. Namun, dia tidak merasa telah melakukan kesalahan apa-apa. Dia mengatakan apa yang seharusnya dia katakan, karena Galih memang tidak punya hak untuk mengetahui apa pun tentang urusan pribadinya. Sekalipun pria itu sekarang adalah bosnya.Harusnya Galih mengerti itu, karena status hubungan mereka bukanlah sepasang kekasih lagi seperti dulu. Namun nyatanya, Galih masih seperti itu selama beberapa hari terakhir."Gue lama-lama pengen resign aja dari sini," gumam Agus yang kini meletakkan kepalanya di atas meja kafetaria, bersebelahan dengan makanan pesanannya yang tak kunjung disentuh sejak tadi."Kenapa lagi lo?" Farhan sontak berkomentar.Dia tahu Galih belakangan ini memang suka naik darah, tapi harusnya itu sudah biasa bagi para bawahan seperti mereka. Apalagi kalau meman