“Udah sampai mana?”
“Udah ACC, besok mau daftar sidang.” “Nggak percuma dekatin dan hangatin ranjang dia.” Pras tertawa mendengar kata-kata Bram, sahabatnya. Hal yang tidak diketahui sama sekali oleh orang terdekatnya, hubungan intim dengan salah satu dosen demi mendapatkan nilai. Perbuatannya itu semua hanya agar segera lulus, terlalu asyik bekerja sampai melupakan pendidikan dan secara kebetulan bertemu dosen yang kurang perhatian dari suaminya, mereka membuat kesepakatan gila tersebut. “Kamu kemarin datang ke pernikahannya Pak Fandi? Katanya dapat istri konglomerat, benar? Kamu datang karena undangannya Bu Tita, kan?” suara Bram menghentikan ingatan masa lalunya. “Ya, lebih tepatnya karena Pak Slamet bawa Vania jadinya aku juga dibawa.” “Kamu tidur sama Vania?” Bram menatap tidak percaya. “Satu kamar, kita nggak ngapa-ngapain! Nggak tertarik juga lakuin itu sama dia, bayangin bekasnya Pak Slamet ogah. Udah nggak usah tanya-tanya lagi.” Pras memberikan tatapan tajam. “Bokap lo gimana? Waktunya lo wisuda udah depan mata, tinggal keinginannya yang lain.” “Ngapain ingetin itu! Aku udah berusaha melupakan.” Pras semakin kesal pada Bram. “Sebenarnya kemarin ketemu mama kamu, dia tanya kamu gimana. Benar kamu nggak pulang ke rumah? Mama kamu khawatir, bahkan kemarin minta tolong buat bilang kamu pulang.” Pras menghembuskan napas panjang, bisa saja sebenarnya pulang tapi dirinya malas berhadapan dengan papanya. Papanya masih kecewa dengan dirinya, keinginan papanya adalah Pras mengambil kedokteran agar bisa menggantikan dirinya, tapi ternyata malah mengambil hukum yang pastinya berbeda jauh. Hal lain yang semakin membuat papanya marah adalah Pras tidak lulus-lulus malah sibuk bekerja di salah satu perusahaan event organizer. “Kamu akan berhenti berhubungan dengan dia?” tanya Bram yang membuyarkan lamunan Pras. “Tergantung.” Pras mengangkat bahunya. “Mau sampai kapan kamu begini? Memang nggak mau cari cewek yang benar? Nggak mau menikah?” “Kaya kamu? Aku belum mikir kearah sana.” Pras masih merahasiakan satu hal pada Bram, selain dosennya Tita dirinya juga menjalin hubungan dengan salah satu rekan kerja papanya. Hubungan ranjang dengan suaminya tidak berjalan menyenangkan, Pras membantu dia mendapatkan kepuasan yang tidak didapat dari sang suami. Setidaknya bersama wanita ini mendapatkan uang yang banyak, Pras bisa membayar tempat tinggalnya ini. “Kamu kemarin nggak ketemu cewek cantik?” tanya Bram tiba-tiba. “Banyak yang cantik.” Bram mencibir jawaban Pras “Nggak ada yang menarik hatimu?” “Ada, kita sempat kenalan. Aku lihat dia gadis yang lugu.” “Gadis?” Pras menganggukkan kepalanya “Astaga! Bagaimana bisa? Kasihan dia kalau dapatin kamu, kamu belum apa-apain dia kan?” “Ngarang, gimana bisa? Dia gadis baik-baik, kaya nggak pernah nglakuin hal aneh. Percaya nggak ada yang lihat ciuman itu shock dan penasaran?” Pras menatap Bram dengan senyum lebarnya mengingat ekspresi Lita. “Namanya siapa? Kalian kenalan?” Pras menganggukkan kepalanya “Jadi...kamu suka sama dia?” Pras melempar kertas dihadapannya pada Bram yang langsung tertawa “Gimana bisa aku suka sama dia? Nggak usah ngarang lah.” “Ada tuh cinta pada pandangan pertama.” “Aku nggak yakin bisa cinta sama cewek, lagian mana ada cewek yang mau sama cowok model aku. Cowok panggilan yang memuaskan wanita tua.” “Kita nggak pernah tahu sama takdir Tuhan.” Bram memperingatkan Pras yang hanya mengangkat bahu. “Aku duluan.” Pras beranjak dari tempatnya, gerakan Pras membuat Bram mengerutkan keningnya. Menepuk bahu Bram meninggalkan cafe, tempat mereka bersama menghabiskan waktunya untuk berbicara. Tujuannya saat ini adalah apartemen, lebih tepatnya adalah tempat tinggal rekan kerja papanya. Wanita yang membutuhkan kepuasan dalam hubungan panas, hal yang harusnya dia dapatkan dari sang suami. “Astaga! Kemana sih, Dara?” Pras menghentikan langkahnya mendengar suara teriakan seseorang, bukan teriakan minta tolong tapi suara yang sangat dikenalnya. Mencari sang sumber dan seketika tersenyum tipis melihat gadis yang menarik perhatian saat berada di Bali, gadis yang tidak lain adalah adik dari dosennya. Pras tahu siapa dia, semua diketahui secara tidak sengaja saat dia berpelukan dengan mempelai yang tidak lain adalah dosennya. “Nungguin seseorang?” Lita bergerak mundur terkejut dengan suara yang ada disampingnya “Kamu? Rendra? Bali?” Pras tersenyum mendengarnya, tidak menyangka jika gadis ini mengingat nama itu. Nama panggilan dalam keluarganya, tidak ada yang boleh memanggil itu selain keluarganya dan Bram tahu itu. “Terhormat sekali kamu mengenal aku.” Pras tersenyum mendengar kata-kata Lita “Nungguin teman? Mau kemana?” Lita menganggukkan kepalanya “Mau nonton, tapi dari tadi nggak diangkat. Kamu sendiri?” Pras terdiam, menimbang sesuatu mendengar jawaban Lita “Pulang.” Lita menganggukkan kepalanya “Kayaknya nggak jadi nonton, percuma juga nonton sendirian. Duluan ya, Mas Rendra.” Tatapannya tidak lepas dari Lita yang mendatangi kendaraan online berupa motor, mengerutkan keningnya melihat apa yang dinaikinya. Pras ingat jika dosennya memiliki kantor lawyer dan keluarganya sangat mampu, tapi adiknya menggunakan kendaraan online. Menggelengkan kepalanya tanda itu bukan urusannya, kembali melangkah ke tempat tujuannya yaitu parkiran. “Aku kira kamu nggak datang, sayang.” Sambutan yang diberikan adalah ciuman panas, Pras yang sudah terbiasa langsung paham dengan menutup pintu kasar. Memuaskan wanita yang sedang dipeluknya dan membawanya ke ranjang, memuaskan dengan mencapai klimaks yang memuaskan sesuai dengan keinginannya. Melepaksan penyatuan mereka termasuk pengaman yang dipakai, membuangnya ke tempat sampah memasuki kamar mandi tanpa menatap kearahnya. “Uangnya sudah aku transfer.” Pras menganggukkan kepalanya, mengambil ponsel dengan membuka aplikasi bankingnya dimana terdapat nominal beserta bonus yang diberikan. “Kamu bisa lusa kesini kebetulan suamiku keluar kota, kita menghabiskan waktu bersama selama beberapa hari.” “Nanti aku kabarin lagi,” jawab Pras “Memang kamu nggak takut kalau suami kamu tahu perbuatan kita?” “Kamu takut?” Pras mengangkat sudut bibirnya “Kalau ketahuan aku nggak rugi banyak, paling kamu yang akan malu. Makasih uangnya, semoga kamu menyukai apa yang kita lakukan. Evi, masalah lusa aku kabarin lagi nanti.” “Mau kemana? Langsung pulang? Bukankah enak kalau menginap? Kita bisa melakukannya lagi, aku tambahin uangnya.” Pras menggelengkan kepalanya “Aku masih ada perlu.” “Wanita lain?” tanya Evi penuh ingin tahu dan hanya dijawab dengan senyuman dari Pras. “Aku pulang.” Pras berjalan keluar dari kamar, tidak menyadari jika Evi mengikutinya dari belakang dengan menggunakan pakaian tipisnya. Membuka pintu dan pelukan dari belakang menghentikan langkah Pras, membalikkan badannya dan mendapati Evi mengangkat kepalanya menatap Pras yang langsung mendekatkan bibirnya memberikan ciuman singkat di bibirnya. “Nanti aku kabari, aku harus pulang.” Pras membalikkan badan, pemandangan yang dilihatnya adalah Lita yang membelalakkan matanya. Pras membeku melihat reaksi Lita, gadis itu memilih melanjutkan langkahnya meninggalkan Pras seakan tidak melihat apapun dan mencoba untuk bersikap biasa sama ketika di Bali, tapi wanitanya berbeda. Pras langsung menutup pintu dan berjalan sedikit cepat agar tidak kehilangan Lita yang sudah memasuki lift. “Aku nggak lihat apapun, jadi nggak perlu cemas.”“Dara, tahu nggak sih yang tinggal depan unit kamu itu....”“Depan unit aku? Itu kan kosong? Mana ada orang yang tinggal disana? Apa sudah ada orangnya?” Lita mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Dara, tapi dirinya yakin jika pria itu keluar dari sana dengan wanita tua dan mereka berciuman.“Dar, kalau kamu lihat ada cowok ciuman sama cewek tua gitu pandangan kamu gimana?” tanya Lita penasaran.“Dia suka sama cewek yang lebih tua, bisa jadi cewek yang masih muda itu merepotkan. Memang kenapa?” Dara memberikan tatapan penuh selidik.“Cuman tanya aja,” jawab Lita sambil menggelengkan kepalanya.Lita malah berpikir jika cowok itu pria panggilan, tapi tidak mungkin ketika melihat wajahnya. Pria itu memiliki wajah yang biasa-biasa saja, biasanya pria panggilan itu wajah dan bodynya bisa langsung terlihat dari tatapan biasa, tapi pria itu sama sekali tidak.“Kamu keterima di event organizer?” tanya Dara membuyarkan lamunan Lita.“Ya, besok sudah mulai kerja.”“Bakal sibuk nanti? Nant
“Ikut!”“Kemana?”“Lihat tempat buat minggu ini, belum buka email?” Lita menggelengkan kepalanya “Lo baca di jalan, buruan beresin barang-barangm gue tunggu di depan.”Lita menghembuskan napas panjang, mengikuti ritme kerja Pras sangat melelahkan. Terhitung sudah satu minggu, semua yang berhubungan dengan pekerjaan melalui email dan terlambat membaca seperti tadi artinya wassalam.“Kita kemana, mas?” tanya Lita saat memasuki mobil Pras.“Lihat tempat buat pameran, memang lo nggak buka email?” Lita menggelengkan kepalanya “Belum sempat, mas. Kemarin masih merapikan laporan yang dikumpulkan besok.”Pras sangat tahu apa yang dilakukan Lita, semenjak kehadiran Lita setidaknya pekerjaan yang biasa di pegangnya berkurang, terutama pekerjaan yang berhubungan dengan laporan dan terdapat angka. Pras akan mengangkat tangan dan meminta anak-anak lain mengerjakan, tapi mereka sudah memiliki pekerjaan lain yang lebih banyak tidak bisa diganggu sama sekali.Fokus dalam mengendarai membuat suasana
“Mas nggak salah? Bagaimana bisa melamar? Kita nggak ada hubungan apapun loh, memang nggak bisa ajak salah satu wanita itu?”Pras hanya diam membiarkan Lita berbicara setelah apa yang dilakukannya dihadapan sang ayah, tindakan yang bisa dikatakan secara tiba-tiba. Kehidupan pria disampingnya saja tidak tahu, kecuali saat bekerja. Lita hanya tahu dia bersama dengan wanita-wanita yang usianya lebih tua, tidak tahu hubungan lebih lanjut.“Ayahku tahunya kamu calon istriku, bagaimana? Kamu bilang aja sama orang tuamu bisa-bisa dalam waktu dekat ada lamaran.”“Mas, kita nggak saling kenal loh. Aku bahkan nggak tahu nama kamu yang mana? Pras atau Rendra.”“Kamu nggak tahu nama atasanmu? Kamu nggak pernah baca namaku?”“Nggak, lagian mana ada waktu baca begituan. Lagian tinggal jawab apa susahnya!” Lita menjawab tanpa dosa.Pras hanya menggelengkan kepalanya mendengar kata-kata Lita, keputusannya memang gila. Menikah sama se
“Ada apa diantara kalian?” “Kalian lagi debat masalah apa? Konsep? Kenapa kita pada nggak tahu?” “Bukan deh, lo ketemu mantannya Pras? Terus Pras ngaku lo sebagai ceweknya?” “Ini lebih masuk akal daripada debat, tapi Pras nggak pernah bawa cewek memang punya?” “Benar juga, selama ini kita nggak pernah tahu ceweknya Pras. Lita, kasih tahu gimana ceweknya Pras.” Lita memilih diam mendengar pertanyaan atau perdebatan teman-teman dari tim, keputusannya menjaga jarak dengan Pras sudah dilakukan sejak kemarin tapi tampaknya Pras tidak ingin Lita menjaga jarak dan selalu memberikan pekerjaan yang berkaitan dengan dirinya, padahal bisa meminta teman yang lain melakukannya dan semua itu dilakukan agar Lita tidak jauh dari Pras, tindakan yang membuat siapa saja curiga. “Lo benar nggak buat salah? Apa lo nolak Pras?” “Nggak.” Lita berdiri meninggalkan mereka yang masih penasaran.
“Ngapain sih? Daritadi diajak bicara fokus di laptop aja, lagi deadline? Memang mau ada cerita baru lagi?”“Bentar! Aku fokus ini dulu.” Lita menatap malas pada Dara yang masih fokus pada laptopnya, kedatangannya memang tanpa direncanakan sama sekali. Bisa saja memang meminta Dara datang ke tempatnya, tapi sahabatnya bilang tidak bisa kemana-mana dan hasilnya Lita yang mendatangi tempatnya dengan beberapa kemungkinan bertemu Pras.“Jadi pria yang kita lihat ciuman itu di Bali atasanmu?” Lita menganggukkan kepalanya “Ngakuin kamu sebagai calon istrinya?” Lita kembali menganggukkan kepalanya “Kamu bilang pernah lihat dia depan sini? Tinggal depan sini keluar sama wanita berbeda dan tampak usianya lebih tua, benar?” Lita lagi-lagi menganggukkan kepalanya “Aku nggak pernah lihat penghuni depan.”Lita mengangkat bahunya “Apa dia cowok panggilan?”“Kenapa kamu penasaran? Kamu suka sama dia?”“Ih...ogah! Kamu itu tanya kaya
“Lit, mending istirahat dulu sana. Lo belum makan daritadi, kan?”“Nggak papa, mas.” “Jangan, nanti kalau lo tumbang bisa berabe semuanya. Pekerjaan kita masih panjang, jadi kalau ada waktu buat makan buruan lakuin jangan ditunda.”“Belum lapar, mas.” Lita tetap dengan pendiriannya.“Bukan masalah lapar atau nggak, tapi waktu. Kerjasamanya biar berjalan lancar, jangan ngikutin diri sendiri.” Fadil sudah mulai kesal mendenhar jawaban Lita.Malas mendengarkan suara mereka yang meminta dirinya untuk makan padahal belum terlalu merasakan lapar sama sekali, kondisinya saat ini memastikan acara yang mereka buat berjalan dengan lancar. Melibatkan banyak pihak dan menggunakan banyak tenaga untuk interaksi dengan mereka semua yang berada di acara, posisi Lita sendiri adalah asisten Pras yang artinya harus memastikan semua pada tempatnya agar Pras bisa sedikit santai bekerja.“Baru makan?”Lita menganggukkan kepalan
“Kedua orang tua aku tahu kamu sebagai calon istri.” Pras mengatakannya setelah pembicaraan dengan sang mama selesai.“Hanya orang tua mas dan jangan membuat ini kesebar, aku nggak akan diam saja dengan semua yang mas lakukan.” “Maksudmu?” “Aku akan membuka semua wanita itu.”Pras mengangkat sudut bibirnya “Kamu nggak ada bukti.”Lita memaki didalam hati, jelas saja dirinya tidak memiliki bukti. Perbuatan Pras tidak akan membuat Lita mengambil gambar dihadapannya langsung, mengalihkan pandangan kearah samping tanpa ada niatan berbicara kembali dengan Pras yang sudah merusak moodnya dari awal masuk kerja. Harapan Lita bekerja dalam suasana nyaman dan tenang sebelum memulai tesnya di perusahaan besar H&D Group.Pertemuan yang sangat tidak di prediksi, bahkan Pras juga sama terkejutnya dengan dirinya. Kedatangan mamanya membuat Pras mau tidak mau menjawab dengan lagi-lagi mengenalkan Lita sebagai kekasihnya, Pras tidak
“Kita harus mengakhiri hubungan ini.”“Suami sudah tahu?” “Kamu kaya biasa saja hubungan kita berakhir, kamu melakukannya tanpa perasaan? Padahal aku sudah memberikan semuanya.”Pras hanya bisa diam, wanita dengan segala pikirannya yang membuat pusing. Mereka sudah membuat perjanjian jika tidak melibatkan perasaan, sekarang malah bertanya tentang hal itu. Saat melakukannya jelas tidak ada perasaan didalamnya, semua yang Pras lakukan demi kepuasan sang wanita dan imbalan yang didapat.“Kamu benar akan mengakhiri hubungan kita?”“Bukannya kamu yang bilang? Lagian perjanjian kita adalah apabila suami tahu secara otomatis kegiatan kita terhenti, jadi suami sudah tahu dan artinya memang berakhir.”Pras hanya diam menatap wanita dihadapannya, wanita yang pernah menjadi dosennya dan juga yang mendesahkan namanya diatas ranjang. Membayangkan perpisahan mereka seketika satu beban telah terangkat dengan mudah, tidak perlu menc