“Ikut!”
“Kemana?” “Lihat tempat buat minggu ini, belum buka email?” Lita menggelengkan kepalanya “Lo baca di jalan, buruan beresin barang-barangm gue tunggu di depan.” Lita menghembuskan napas panjang, mengikuti ritme kerja Pras sangat melelahkan. Terhitung sudah satu minggu, semua yang berhubungan dengan pekerjaan melalui email dan terlambat membaca seperti tadi artinya wassalam. “Kita kemana, mas?” tanya Lita saat memasuki mobil Pras. “Lihat tempat buat pameran, memang lo nggak buka email?” Lita menggelengkan kepalanya “Belum sempat, mas. Kemarin masih merapikan laporan yang dikumpulkan besok.” Pras sangat tahu apa yang dilakukan Lita, semenjak kehadiran Lita setidaknya pekerjaan yang biasa di pegangnya berkurang, terutama pekerjaan yang berhubungan dengan laporan dan terdapat angka. Pras akan mengangkat tangan dan meminta anak-anak lain mengerjakan, tapi mereka sudah memiliki pekerjaan lain yang lebih banyak tidak bisa diganggu sama sekali. Fokus dalam mengendarai membuat suasana didalam mobil menjadi hening, bukan hal pertama yang terjadi dan setiap kali Pras akan melihat dari sudut matanya apa yang dilakukan Lita. Melirik apa yang dilakukan Lita sudah menjadi kesenangannya, sering kali merasa gemas dengan setiap gerakan yang Lita lakukan. Kondisi jalan yang tidak terlalu ramai membuat mereka sampai dengan cepat, setidaknya Pras tahu jalan pintas agar tidak terlalu lama terjebak macet. Mereka keluar bersama dengan Lita berada disamping Pras tanpa mengeluarkan suara sama sekali, keadaan mereka benar-benar layaknya atasan dan bawahan tidak lebih. Pras mengambil beberapa gambar, Lita melakukan pekerjaan berbicara dengan staf pemilik tempat. Mereka keliling melihat keadaan tempat tersebut, apa saja yang bisa dilakukan dan tidak. Lita mencatat dengan sangat cepat semua informasi yang diberikan, beberapa kesempatan Pras juga ikut terlibat pembicaraan mereka. “Bagaimana menurutmu?” tanya Pras tepat ketika masuk kedalam mobil. “Bagus, cuman kurang pas saja.” Pras mengerutkan keningnya “Event ini kan besar menurut yang aku baca, tapi melihat tempat ini rasanya kurang. Kalau masih mau pakai tempat ini secara otomatis harus membuat skema acaranya sangat menarik agar memang terlihat besar dan mewah.” “Jangan melupakan dana yang diberikan.” Pras memberikan koreksi pada Lita yang menganggukkan kepalanya. “Kita kemana lagi?” tanya Lita menatap Pras dan membuatnya sedikit terkejut. “Rumah sakit, mereka mau merayakan ulang tahun.” Tanpa menunggu lama langsung mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit, perasaannya benar-benar tidak tenang jika berhubungan dengan tempat itu. Pras tahu jika ayahnya memang sengaja memberikan rekomendasi tempat kerjanya pada pemilik rumah sakit, tempat ayahnya bekerja masuk kedalam rumah sakit terbesar di ibukota ini dan dirinya sangat tahu jika ini adalah salah satu cara bertemu dengannya. “Memang ada ya rumah sakit?” tanya Lita masih mencoba mengingat. “Mereka baru saja mengirim permintaan bertemu, kebetulan kita diluar jadi lebih baik langsung kesana.” “Kalau gitu harus persiapkan presentasi.” Lita mengatakan sambil lalu setelah mendapatkan informasi dari Pras. Membuka tab yang biasa dipakai untuk bekerja, mulai sibuk menatap apa saja yang akan disampaikan. Pras sendiri konsentrasi dengan keadaan jalan, sesekali matanya melihat kearah Lita yang tampak serius. Gadis berusia dua puluh tiga tahun ini sangat cepat dalam melakukan sesuatu dan tidak perlu diragukan lagi ketika berhadapan dengan beberapa orang, dirinya yang memiliki perbedaan usai lima tahun sering kali merasa minder. “Mas mau lihat dulu?” Lita mengarahkan tabnya tepat ketika mobil parkir dengan benar. Pras mengambil alih tab dengan membacanya singkat, menganggukkan kepalanya tanpa mengeluarkan suara yang semakin membuat jantungnya Lita berdetak kencang. Menatap Pras seketika teringat akan apa yang dilakukan pria itu di pernikahan kakaknya dan perbuatannya di apartemen Dara, jika melihat sikapnya selama ini tidak menunjukkan jika pria ini seperti itu. “Kita keluar sekarang, mereka sudah menunggu.” Pras mengeluarkan suara sambil membuka pintu mobilnya. Melangkah bersama menuju lobby rumah sakit yang selalu ramai pengunjung dan pasien, Pras hanya menghembuskan napasnya perlahan melihat keadaan sekitar. Rumah sakit adalah tempat yang selalu dihindarinya terutama rumah sakit ini, rumah sakit dimana ayahnya bekerja juga disini. Langkah mereka sudah sampai kantor, mereka berdua dibawa ke salah satu ruangan dan sesekali Pras menggerakkan kakinya untuk menghilangkan perasaan cemas. “Mas kenapa?” tanya Lita melihat perubahan ekspresi Pras. “Silakan masuk,” ucap staf rumah sakit yang membuka pintu dan beberapa orang masuk kedalam. Mereka berdua secara otomatis berdiri dan menyalami dua orang yang masuk kedalam, tidak lama satu orang masuk dan hampir membuat Pras mengumpat tapi harus tetap professional. Pras meminta Lita yang melakukan presentasi di depan, sedangkan dirinya hanya menatap mereka yang hadir disana. “Kamu suka, kira-kira bisa diselenggarakan disini?” tanya salah satu dari mereka. “Bisa, Bu.” Pras menjawab langsung. Berdiskusi tentang konsep dan juga biaya yang akan dikeluarkan, Lita yang mengambil alih dengan Pras sedikit membantunya jika ada kekurangan dalam penyampaian. Pertemuan berjalan lancar, diskusi tidak berlangsung lama dan mereka sudah sepakat dengan beberapa hal. Melihat semua itu Pras menghembuskan napas lega, dirinya tahu jika mereka harus segera mengambil keputusan karena pekerjaan mereka sudah sangat menyita waktu dan pastinya membutuhkan waktu istirahat. Menyalami mereka semua termasuk sang ayah yang tersenyum lebar pada mereka berdua, Pras sangat tahu arti tatapan yang diberikan sang ayah padanya. Memberikan kode agar mereka tetap duduk, Lita mengerutkan keningnya menatap Pras yang hanya datar tidak seperti biasanya, Lita memilih mengikuti Pras dengan kembali duduk. “Bagus, pekerjaan kamu.” Radian membuka suaranya menatap sang putra. “Terima kasih.” Pras menanggapinya datar. “Kapan kamu pulang? Ayah dengar kamu akan wisuda, nggak mau mengajak ayah bunda? Apa kamu mengajak calon istri, kamu bilang akan membawa calon istri saat wisuda nanti.” “Ayah nggak perlu khawatir aku pasti bawa dia,” ucap Pras mencoba tenang. Pras juga tidak tahu siapa yang akan diajak, kesibukannya selama ini selain kuliah dan bekerja juga memuaskan wanita yang sudah menikah dan kesepian, hubungan yang tidak menggunakan perasaan sama sekali. “Rendra, kami hanya ingin kamu bahagia dan ada seseorang yang merawat kamu. Bunda kamu khawatir kalau nggak ada yang mau sama kamu, makanya harus buru-buru menikah. Bunda kamu juga ingin segera punya cucu.” “Rendra?” Lita bersuara pelan menatap Pras dengan tanda tanya. Pras yang menyadari arti tatapan Lita memilih diam, seakan tidak ada orang dan hanya ada dirinya dan sang ayah. “Benar, Rendra itu panggilannya memang selama ini kamu panggil apa?” Radian menatap Lita lembut yang terkejut langsung. Pras menahan diri agar tidak menatap Lita, selama ini dirinya harus menekan semua perasaan yang hadir sejak melihat gadis polos disampingnya. “Pras, tapi waktu ketemu di Bali bilangnya Rendra. Waktu ketemu di kantor saya....” “Dia calonku.” Pras memotong penjelasan Lita pada ayahnya. “Calon? Calon apa?” tanya Lita menatap Pras bingung dan beralih pada pria tua dihadapannya yang memiliki wajah versi tuanya Pras. “Calon istri, aku melamar kamu menjadi istri.”“Mas nggak salah? Bagaimana bisa melamar? Kita nggak ada hubungan apapun loh, memang nggak bisa ajak salah satu wanita itu?”Pras hanya diam membiarkan Lita berbicara setelah apa yang dilakukannya dihadapan sang ayah, tindakan yang bisa dikatakan secara tiba-tiba. Kehidupan pria disampingnya saja tidak tahu, kecuali saat bekerja. Lita hanya tahu dia bersama dengan wanita-wanita yang usianya lebih tua, tidak tahu hubungan lebih lanjut.“Ayahku tahunya kamu calon istriku, bagaimana? Kamu bilang aja sama orang tuamu bisa-bisa dalam waktu dekat ada lamaran.”“Mas, kita nggak saling kenal loh. Aku bahkan nggak tahu nama kamu yang mana? Pras atau Rendra.”“Kamu nggak tahu nama atasanmu? Kamu nggak pernah baca namaku?”“Nggak, lagian mana ada waktu baca begituan. Lagian tinggal jawab apa susahnya!” Lita menjawab tanpa dosa.Pras hanya menggelengkan kepalanya mendengar kata-kata Lita, keputusannya memang gila. Menikah sama se
“Ada apa diantara kalian?” “Kalian lagi debat masalah apa? Konsep? Kenapa kita pada nggak tahu?” “Bukan deh, lo ketemu mantannya Pras? Terus Pras ngaku lo sebagai ceweknya?” “Ini lebih masuk akal daripada debat, tapi Pras nggak pernah bawa cewek memang punya?” “Benar juga, selama ini kita nggak pernah tahu ceweknya Pras. Lita, kasih tahu gimana ceweknya Pras.” Lita memilih diam mendengar pertanyaan atau perdebatan teman-teman dari tim, keputusannya menjaga jarak dengan Pras sudah dilakukan sejak kemarin tapi tampaknya Pras tidak ingin Lita menjaga jarak dan selalu memberikan pekerjaan yang berkaitan dengan dirinya, padahal bisa meminta teman yang lain melakukannya dan semua itu dilakukan agar Lita tidak jauh dari Pras, tindakan yang membuat siapa saja curiga. “Lo benar nggak buat salah? Apa lo nolak Pras?” “Nggak.” Lita berdiri meninggalkan mereka yang masih penasaran.
“Ngapain sih? Daritadi diajak bicara fokus di laptop aja, lagi deadline? Memang mau ada cerita baru lagi?”“Bentar! Aku fokus ini dulu.” Lita menatap malas pada Dara yang masih fokus pada laptopnya, kedatangannya memang tanpa direncanakan sama sekali. Bisa saja memang meminta Dara datang ke tempatnya, tapi sahabatnya bilang tidak bisa kemana-mana dan hasilnya Lita yang mendatangi tempatnya dengan beberapa kemungkinan bertemu Pras.“Jadi pria yang kita lihat ciuman itu di Bali atasanmu?” Lita menganggukkan kepalanya “Ngakuin kamu sebagai calon istrinya?” Lita kembali menganggukkan kepalanya “Kamu bilang pernah lihat dia depan sini? Tinggal depan sini keluar sama wanita berbeda dan tampak usianya lebih tua, benar?” Lita lagi-lagi menganggukkan kepalanya “Aku nggak pernah lihat penghuni depan.”Lita mengangkat bahunya “Apa dia cowok panggilan?”“Kenapa kamu penasaran? Kamu suka sama dia?”“Ih...ogah! Kamu itu tanya kaya
“Lit, mending istirahat dulu sana. Lo belum makan daritadi, kan?”“Nggak papa, mas.” “Jangan, nanti kalau lo tumbang bisa berabe semuanya. Pekerjaan kita masih panjang, jadi kalau ada waktu buat makan buruan lakuin jangan ditunda.”“Belum lapar, mas.” Lita tetap dengan pendiriannya.“Bukan masalah lapar atau nggak, tapi waktu. Kerjasamanya biar berjalan lancar, jangan ngikutin diri sendiri.” Fadil sudah mulai kesal mendenhar jawaban Lita.Malas mendengarkan suara mereka yang meminta dirinya untuk makan padahal belum terlalu merasakan lapar sama sekali, kondisinya saat ini memastikan acara yang mereka buat berjalan dengan lancar. Melibatkan banyak pihak dan menggunakan banyak tenaga untuk interaksi dengan mereka semua yang berada di acara, posisi Lita sendiri adalah asisten Pras yang artinya harus memastikan semua pada tempatnya agar Pras bisa sedikit santai bekerja.“Baru makan?”Lita menganggukkan kepalan
“Kedua orang tua aku tahu kamu sebagai calon istri.” Pras mengatakannya setelah pembicaraan dengan sang mama selesai.“Hanya orang tua mas dan jangan membuat ini kesebar, aku nggak akan diam saja dengan semua yang mas lakukan.” “Maksudmu?” “Aku akan membuka semua wanita itu.”Pras mengangkat sudut bibirnya “Kamu nggak ada bukti.”Lita memaki didalam hati, jelas saja dirinya tidak memiliki bukti. Perbuatan Pras tidak akan membuat Lita mengambil gambar dihadapannya langsung, mengalihkan pandangan kearah samping tanpa ada niatan berbicara kembali dengan Pras yang sudah merusak moodnya dari awal masuk kerja. Harapan Lita bekerja dalam suasana nyaman dan tenang sebelum memulai tesnya di perusahaan besar H&D Group.Pertemuan yang sangat tidak di prediksi, bahkan Pras juga sama terkejutnya dengan dirinya. Kedatangan mamanya membuat Pras mau tidak mau menjawab dengan lagi-lagi mengenalkan Lita sebagai kekasihnya, Pras tidak
“Kita harus mengakhiri hubungan ini.”“Suami sudah tahu?” “Kamu kaya biasa saja hubungan kita berakhir, kamu melakukannya tanpa perasaan? Padahal aku sudah memberikan semuanya.”Pras hanya bisa diam, wanita dengan segala pikirannya yang membuat pusing. Mereka sudah membuat perjanjian jika tidak melibatkan perasaan, sekarang malah bertanya tentang hal itu. Saat melakukannya jelas tidak ada perasaan didalamnya, semua yang Pras lakukan demi kepuasan sang wanita dan imbalan yang didapat.“Kamu benar akan mengakhiri hubungan kita?”“Bukannya kamu yang bilang? Lagian perjanjian kita adalah apabila suami tahu secara otomatis kegiatan kita terhenti, jadi suami sudah tahu dan artinya memang berakhir.”Pras hanya diam menatap wanita dihadapannya, wanita yang pernah menjadi dosennya dan juga yang mendesahkan namanya diatas ranjang. Membayangkan perpisahan mereka seketika satu beban telah terangkat dengan mudah, tidak perlu menc
“Lita kemana?” “Mas Pras belum dikabari? Ada di group sih, dia ijin datang terlambat.” Pras mengeluarkan ponselnya dan mendapati pesan dari Lita yang mengatakan datang terlambat, mengerutkan keningnya membaca pesan Lita. Menarik ingatan di pertemuan terakhirnya di cafe bersama kakaknya yang tidak lain mantan dosennya, hembusan napas panjang dimana tampaknya jalan mendapatkan gadis itu tidak mudah. Pras menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa berpikir tentang gadis tersebut yang hanya diakui sebagai kekasih. Pras tidak mungkin menyukai gadis itu dengan mudah, pembawaan santainya membuat Pras semakin masuk dalam pesonanya. “Mas, laporannya diminta sekarang. Lita sudah kerjain, kan?” suara Andre membuyarkan lamunan Pras “Kenapa lo, mas?” “Nggak papa, Lita udah kerjain nanti gue kirim by email. Konsep acara rumah sakit yang tiga bulan lagi gimana?” Pras mengalihkan perhatian Andre yang mengikuti langkahnya.
“Akhirnya kamu jatuh cinta juga.”“Sialan!” Pras menatap malas pada sahabatnya, Bram. Pertemuan mereka di coffee shop untuk menceritakan apa yang ada dalam pikiran Pras beberapa hari ini, melepaskan semuanya yang terasa menyesakkan dada. Gadis yang sudah merusak dunia Pras yang selama ini baik-baik saja, gadis ini juga yang membuat Pras tidak memiliki gairah berhubungan intim dengan wanita tua.“Dia nolak kamu?” “Ya, dia selalu jaga jarak setiap aku deketin. Dia yang lihat aku ciuman sama Tita pas di Bali dan...nggak penting.” Bram memicingkan matanya “Kamu ada wanita lain? Mau sampai kapan berhenti? Kalau kamu serius sama Lita mending kamu akhiri semuanya.” “Aku sudah berakhir sama Tita,” ucap Pras yang mengejutkan Bram “Nggak usah tahu jelas ceritanya bagaimana.” Pras melanjutkan ketika Bram akan membuka mulutnya.“Jangan bilang waktu mama kamu bilang kamu punya kekasih itu Lita? Kamu sudah melamar di