“Mas nggak salah? Bagaimana bisa melamar? Kita nggak ada hubungan apapun loh, memang nggak bisa ajak salah satu wanita itu?”
Pras hanya diam membiarkan Lita berbicara setelah apa yang dilakukannya dihadapan sang ayah, tindakan yang bisa dikatakan secara tiba-tiba. Kehidupan pria disampingnya saja tidak tahu, kecuali saat bekerja. Lita hanya tahu dia bersama dengan wanita-wanita yang usianya lebih tua, tidak tahu hubungan lebih lanjut. “Ayahku tahunya kamu calon istriku, bagaimana? Kamu bilang aja sama orang tuamu bisa-bisa dalam waktu dekat ada lamaran.” “Mas, kita nggak saling kenal loh. Aku bahkan nggak tahu nama kamu yang mana? Pras atau Rendra.” “Kamu nggak tahu nama atasanmu? Kamu nggak pernah baca namaku?” “Nggak, lagian mana ada waktu baca begituan. Lagian tinggal jawab apa susahnya!” Lita menjawab tanpa dosa. Pras hanya menggelengkan kepalanya mendengar kata-kata Lita, keputusannya memang gila. Menikah sama sekali belum ada dalam pikirannya, masih terlalu asyik dengan kehidupannya selama ini, apalagi kebutuhan seksualnya terjamin dengan sangat baik. Matanya sesekali menatap kearah Lita yang masih tidak terima, Pras sendiri tidak tahu alasan apa yang membuatnya berbicara seperti itu. Mengenal gadis disampingnya dari awal sudah membuat dirinya penasaran, kerja bersama semakin membuatnya tertarik dimana berbeda jauh dengan gadis yang dikenalnya selama ini. “Memang kamu punya pacar?” tanya Pras penasaran. “Punya.” Lita menjawab tanpa berpikir dulu. Pras terkejut mendengar jawaban Lita, seketika membayangkan gadis disampingnya bersama dengan pria lain dimana pastinya akan menyentuh bahkan lebih dari itu, secara tidak sadar tangannya menggenggam erat kemudi menahan emosi. “Memang ada yang mau sama kamu?” Pras memberikan nada mengejek. “Buktinya tadi mas mengakui aku sebagai calon istri, jadi artinya ada yang mau sama aku. Lagipula aku punya pacar atau nggak bukan urusan mas.” “Jelas urusan aku, ayah tahu kamu calon istriku. Bagaimana kalau ayah melihat kamu sama pria lain?” “Mas harus bilang sama ayahnya kalau kita nggak ada hubungan apapun biar nggak semakin salah paham.” Lita menatap penuh permohonan. “Kamu bicara sendiri.” “Ok.” Lita menyetujui langsung kata-kata Pras. Pras yang mendengar jawaban Lita seketika berpikir kembali cara tidak melakukan itu semua, kalimat tadi dalam pikirannya Lita tidak akan melakukannya atau bahkan mungkin mundur tapi tampaknya salah. “Kamu bisa panggil aku Rendra, jangan Pras.” Pras membuka suara dengan membahas hal lain. “Memang kenapa? Namanya mas itu aslinya siapa?” tanya Lita penasaran. Pras menghembuskan napas panjangnya “Buka aja tab kamu terus baca namaku.” Lita melakukan apa yang dikatakan Pras “Rendra Prasetyo, jadi Rendra itu panggilan di rumah sedangkan Pras diluar? Kalau gitu aku ikut lainnya aja Pras.” “Rendra, aku mau kamu panggil dengan nama itu.” Pras berkata dengan tegas. “Nggak, kalau aku panggil dengan nama itu takutnya mas menganggap jika aku menyetujui semua kata-kata yang tadi dikatakan depan ayah mas.” Pras memaki didalam hatinya, gadis disampingnya sangat sulit untuk dimasuki dan mematahkan semua yang dikatakannya. Pras harus mengatur cara agar Lita bisa mengikuti apa yang dikatakannya, pengalamannya menarik perhatian wanita tampaknya tidak berdampak apapun pada gadis disampingnya. Kendaraan mereka berhenti di parkiran kantor, Lita langsung keluar tanpa menunggu Pras yang membuatnya menatap tidak percaya. Lita sendiri tidak mau berlama-lama berada didalam satu mobil dengan Pras, aura yang ada didalam membuatnya merasa tidak nyaman. Menghabiskan air mineral yang dibawanya, setelah tenang Lita langsung mengerjakan pekerjaannya terutama dengan pertemuan mereka terakhir. “Ngerjain apaan?” tanya Fadil menatap laptop Lita “Job baru di rumah sakit? Sudah deal?” “Ini lagi susun semuanya,” jawab Lita tanpa menatap Fadil. “Kalau udah selesai nanti lo kasih ke kita.” Fadil menepuk bahu Lita pelan yang hanya dijawab dengan anggukan kepala “Ngapain lo disini? Periksa kerjaan Lita?” “Bukan urusan lo.” Pras berjalan mendekati Lita, menarik kursi yang terdekat sambil menatap laptop yang berisi pekerjaan yang sedang dikerjakan Lita. Gadis disampingnya sama sekali tidak bereaksi apapun atas apa yang Pras lakukan, fokusnya tetap mengarah pada laptop tanpa peduli dengan keberadaan dirinya. “Pras lagi suka sama Lita? Gue nggak pernah lihat dia begitu.” Lita bisa mendengar semua yang dibicarakan tentang keadaan mereka berdua, mencoba tidak peduli karena keberadaannya disini adalah menambah pengalaman karena mungkin setelah itu mencari pekerjaan baru. Lita melamar di perusahaan milik keluarga kakak iparnya, tidak ada yang tahu karena memang Lita ingin berusaha sendiri dengan kemampuannya, kakak iparnya hanya membantu sampai memberikan informasi tidak lebih. “Mas sudah gue kirim ke email, kalau udah setuju nanti gue cetak langsung.” Lita menatap Pras yang sempat terkejut. “Kamu langsung cetak aja, udah dibaca juga.” “Mas setuju?” Pras menganggukkan kepalanya “Kalau gitu gue sebarin ke yang lain.” “Jangan dulu, aku periksa lagi.” Pras seketika meralat kata-katanya, Lita hanya mengerutkan keningnya melihat sikap Pras. Pras sendiri jelas tidak mau berhenti begitu saja interaksi mereka dan tampaknya ini salah satu cara agar bisa dekat, menggeser kursinya sampai benar-benar bisa menatap pekerjaan Lita dan membacanya perlahan, walaupun sudah tahu isinya tetap saja pura-pura adalah caranya agar bisa berlama dengan Lita. “Mas mending buka email daripada disini.” Lita membuka suaranya sedikit tidak enak dengan sikap Pras. “Ngapain harus buka kalau didepan sini sudah bisa langsung baca,” jawab Pras tanpa menatap Lita. Lita menghembuskan napasnya perlahan melihat sikap Pras, rasanya ingin membantah tapi tidak bisa dilakukannya karena bagaimanapun Pras adalah atasannya langsung. Lita masih sayang dengan pekerjaannya saat ini, sebelum nanti akhirnya wisuda dan lolos masuk ke perusahaan yang menjadi incarannya. “Kamu kirim ke tim,” ucap Pras sambil beranjak dari kursi. Menarik kursi dengan mengembalikan ke tempatnya, berlalu dari hadapan Lita yang menatap bingung dengan sikap Pras yang secara tiba-tiba berubah. Lita hanya mengendikkan bahunya melihat perubahan Pras, memilih melakukan apa yang diperintahkan dengan mengirim email pada tim dan tidak lupa kirim kembali ke email Pras. “Kalian kenapa? Tadi dia baik-baik saja, sekarang bad mood.” Manda berbicara dengan suara pelannya. Lita mengangkat bahunya “Nggak paham.” Lita mengarahkan pandangannya kearah Pras yang hanya diam, menatap lurus ke laptop tapi tatapannya kosong. Tidak mungkin juga masuk kedalam hanya untuk sekedar bertanya tentang keadaannya, tapi tetap saja rasa penasaran lebih mendominasi dirinya saat ini. Satu per satu sudah pulang ketika jam kerja berakhir, Lita sendiri masih mengerjakan yang lain dan harus diberikan pada Pras saat ini juga, hembusan napas panjang dikeluarkan ketika sudah selesai dan saat menatap sekitar sudah tidak ada orang. “Pantas sepi.” Lita berjalan pelan keluar dari kantor, sebenarnya masih ada tim satu lagi yang berada di kantor dan Lita tidak tahu mengerjakan apa. Kendaraan online yang dipesannya akan segera datang, Lita hari ini janjian dengan Dara bertemu dengan seseorang dari online. “Pulang sama aku, batalin pesanan kamu. Tidak ada penolakan, Lita.”“Ada apa diantara kalian?” “Kalian lagi debat masalah apa? Konsep? Kenapa kita pada nggak tahu?” “Bukan deh, lo ketemu mantannya Pras? Terus Pras ngaku lo sebagai ceweknya?” “Ini lebih masuk akal daripada debat, tapi Pras nggak pernah bawa cewek memang punya?” “Benar juga, selama ini kita nggak pernah tahu ceweknya Pras. Lita, kasih tahu gimana ceweknya Pras.” Lita memilih diam mendengar pertanyaan atau perdebatan teman-teman dari tim, keputusannya menjaga jarak dengan Pras sudah dilakukan sejak kemarin tapi tampaknya Pras tidak ingin Lita menjaga jarak dan selalu memberikan pekerjaan yang berkaitan dengan dirinya, padahal bisa meminta teman yang lain melakukannya dan semua itu dilakukan agar Lita tidak jauh dari Pras, tindakan yang membuat siapa saja curiga. “Lo benar nggak buat salah? Apa lo nolak Pras?” “Nggak.” Lita berdiri meninggalkan mereka yang masih penasaran.
“Ngapain sih? Daritadi diajak bicara fokus di laptop aja, lagi deadline? Memang mau ada cerita baru lagi?”“Bentar! Aku fokus ini dulu.” Lita menatap malas pada Dara yang masih fokus pada laptopnya, kedatangannya memang tanpa direncanakan sama sekali. Bisa saja memang meminta Dara datang ke tempatnya, tapi sahabatnya bilang tidak bisa kemana-mana dan hasilnya Lita yang mendatangi tempatnya dengan beberapa kemungkinan bertemu Pras.“Jadi pria yang kita lihat ciuman itu di Bali atasanmu?” Lita menganggukkan kepalanya “Ngakuin kamu sebagai calon istrinya?” Lita kembali menganggukkan kepalanya “Kamu bilang pernah lihat dia depan sini? Tinggal depan sini keluar sama wanita berbeda dan tampak usianya lebih tua, benar?” Lita lagi-lagi menganggukkan kepalanya “Aku nggak pernah lihat penghuni depan.”Lita mengangkat bahunya “Apa dia cowok panggilan?”“Kenapa kamu penasaran? Kamu suka sama dia?”“Ih...ogah! Kamu itu tanya kaya
“Lit, mending istirahat dulu sana. Lo belum makan daritadi, kan?”“Nggak papa, mas.” “Jangan, nanti kalau lo tumbang bisa berabe semuanya. Pekerjaan kita masih panjang, jadi kalau ada waktu buat makan buruan lakuin jangan ditunda.”“Belum lapar, mas.” Lita tetap dengan pendiriannya.“Bukan masalah lapar atau nggak, tapi waktu. Kerjasamanya biar berjalan lancar, jangan ngikutin diri sendiri.” Fadil sudah mulai kesal mendenhar jawaban Lita.Malas mendengarkan suara mereka yang meminta dirinya untuk makan padahal belum terlalu merasakan lapar sama sekali, kondisinya saat ini memastikan acara yang mereka buat berjalan dengan lancar. Melibatkan banyak pihak dan menggunakan banyak tenaga untuk interaksi dengan mereka semua yang berada di acara, posisi Lita sendiri adalah asisten Pras yang artinya harus memastikan semua pada tempatnya agar Pras bisa sedikit santai bekerja.“Baru makan?”Lita menganggukkan kepalan
“Kedua orang tua aku tahu kamu sebagai calon istri.” Pras mengatakannya setelah pembicaraan dengan sang mama selesai.“Hanya orang tua mas dan jangan membuat ini kesebar, aku nggak akan diam saja dengan semua yang mas lakukan.” “Maksudmu?” “Aku akan membuka semua wanita itu.”Pras mengangkat sudut bibirnya “Kamu nggak ada bukti.”Lita memaki didalam hati, jelas saja dirinya tidak memiliki bukti. Perbuatan Pras tidak akan membuat Lita mengambil gambar dihadapannya langsung, mengalihkan pandangan kearah samping tanpa ada niatan berbicara kembali dengan Pras yang sudah merusak moodnya dari awal masuk kerja. Harapan Lita bekerja dalam suasana nyaman dan tenang sebelum memulai tesnya di perusahaan besar H&D Group.Pertemuan yang sangat tidak di prediksi, bahkan Pras juga sama terkejutnya dengan dirinya. Kedatangan mamanya membuat Pras mau tidak mau menjawab dengan lagi-lagi mengenalkan Lita sebagai kekasihnya, Pras tidak
“Kita harus mengakhiri hubungan ini.”“Suami sudah tahu?” “Kamu kaya biasa saja hubungan kita berakhir, kamu melakukannya tanpa perasaan? Padahal aku sudah memberikan semuanya.”Pras hanya bisa diam, wanita dengan segala pikirannya yang membuat pusing. Mereka sudah membuat perjanjian jika tidak melibatkan perasaan, sekarang malah bertanya tentang hal itu. Saat melakukannya jelas tidak ada perasaan didalamnya, semua yang Pras lakukan demi kepuasan sang wanita dan imbalan yang didapat.“Kamu benar akan mengakhiri hubungan kita?”“Bukannya kamu yang bilang? Lagian perjanjian kita adalah apabila suami tahu secara otomatis kegiatan kita terhenti, jadi suami sudah tahu dan artinya memang berakhir.”Pras hanya diam menatap wanita dihadapannya, wanita yang pernah menjadi dosennya dan juga yang mendesahkan namanya diatas ranjang. Membayangkan perpisahan mereka seketika satu beban telah terangkat dengan mudah, tidak perlu menc
“Lita kemana?” “Mas Pras belum dikabari? Ada di group sih, dia ijin datang terlambat.” Pras mengeluarkan ponselnya dan mendapati pesan dari Lita yang mengatakan datang terlambat, mengerutkan keningnya membaca pesan Lita. Menarik ingatan di pertemuan terakhirnya di cafe bersama kakaknya yang tidak lain mantan dosennya, hembusan napas panjang dimana tampaknya jalan mendapatkan gadis itu tidak mudah. Pras menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa berpikir tentang gadis tersebut yang hanya diakui sebagai kekasih. Pras tidak mungkin menyukai gadis itu dengan mudah, pembawaan santainya membuat Pras semakin masuk dalam pesonanya. “Mas, laporannya diminta sekarang. Lita sudah kerjain, kan?” suara Andre membuyarkan lamunan Pras “Kenapa lo, mas?” “Nggak papa, Lita udah kerjain nanti gue kirim by email. Konsep acara rumah sakit yang tiga bulan lagi gimana?” Pras mengalihkan perhatian Andre yang mengikuti langkahnya.
“Akhirnya kamu jatuh cinta juga.”“Sialan!” Pras menatap malas pada sahabatnya, Bram. Pertemuan mereka di coffee shop untuk menceritakan apa yang ada dalam pikiran Pras beberapa hari ini, melepaskan semuanya yang terasa menyesakkan dada. Gadis yang sudah merusak dunia Pras yang selama ini baik-baik saja, gadis ini juga yang membuat Pras tidak memiliki gairah berhubungan intim dengan wanita tua.“Dia nolak kamu?” “Ya, dia selalu jaga jarak setiap aku deketin. Dia yang lihat aku ciuman sama Tita pas di Bali dan...nggak penting.” Bram memicingkan matanya “Kamu ada wanita lain? Mau sampai kapan berhenti? Kalau kamu serius sama Lita mending kamu akhiri semuanya.” “Aku sudah berakhir sama Tita,” ucap Pras yang mengejutkan Bram “Nggak usah tahu jelas ceritanya bagaimana.” Pras melanjutkan ketika Bram akan membuka mulutnya.“Jangan bilang waktu mama kamu bilang kamu punya kekasih itu Lita? Kamu sudah melamar di
“Bukannya dia permanen? Aku harus adaptasi lagi? Masa kamu terima kalau cuman sekedar lewat?”“Kamu yang ambil, lagian waktu itu Teguh memang butuh karyawan sementara.” “Terus kenapa kamu tawarin ke aku?” “Kamu yang natap dia tanpa kedip, jadi aku mikirnya ya udah kasih kamu dulu aja dengan harapan siapa tahu dia bisa disini lama, tapi nyatanya tetap sama.” Pras menghela napas kasarnya, marah dengan Cindy jelas tidak mungkin. Mereka semua bekerja sesuai dengan apa yang dikatakan bos besar, perkataannya juga benar tentang Teguh yang membutuhkan sementara, jadi pastinya Lita disiapkan hanya sebentar.“Kamu suka sama dia?” tembak Cindy.Pras memilih tidak menjawab, meninggalkan ruangan Cindy dengan perasaan kesal. Sekarang tidak tahu lagi harus berbuat apa agar Lita tetap bertahan disini, memasuki ruangan dimana timnya sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.“Mas, hasil yang kemarin sudah aku kirim lew