“Ngapain sih? Daritadi diajak bicara fokus di laptop aja, lagi deadline? Memang mau ada cerita baru lagi?”
“Bentar! Aku fokus ini dulu.” Lita menatap malas pada Dara yang masih fokus pada laptopnya, kedatangannya memang tanpa direncanakan sama sekali. Bisa saja memang meminta Dara datang ke tempatnya, tapi sahabatnya bilang tidak bisa kemana-mana dan hasilnya Lita yang mendatangi tempatnya dengan beberapa kemungkinan bertemu Pras. “Jadi pria yang kita lihat ciuman itu di Bali atasanmu?” Lita menganggukkan kepalanya “Ngakuin kamu sebagai calon istrinya?” Lita kembali menganggukkan kepalanya “Kamu bilang pernah lihat dia depan sini? Tinggal depan sini keluar sama wanita berbeda dan tampak usianya lebih tua, benar?” Lita lagi-lagi menganggukkan kepalanya “Aku nggak pernah lihat penghuni depan.” Lita mengangkat bahunya “Apa dia cowok panggilan?” “Kenapa kamu penasaran? Kamu suka sama dia?” “Ih...ogah! Kamu itu tanya kaya nggak ada cowok lain.” Lita bergidik ngeri membayangkan bersama Pras “Pria kaya gitu pastinya punya penyakit kelamin, melakukan dengan banyak wanita.” “Jangan sok tahu! Kamu hanya lihat dua wanita. Tapi, memang jangan deh. Kamu sudah nolak?” “Sudah, mana mau aku sama dia! Dia tetap mau aku terima depan ayahnya, aku juga mulai jaga jarak sama dia. Aku itu ngerasa aneh, tahu nggak? Dia minta aku panggil Rendra yang katanya nama panggilan keluarga atau orang terdekat sedangkan kalau diluar dia dipanggil Pras.” Lita mengatakan tanpa menatap Dara dengan suara pelan. “Bisa jadi kamu memang special, dia mungkin benar-benar serius sama kamu.” Mengingat pembicaraan dan interaksi mereka berdua membuat Lita terdiam, tatapannya tertuju pada satu titik tanpa ada niatan mengganggu aktivitas sahabatnya. Lita masih sangat ingat pembicaraan mereka terakhir dengan penolakannya, seharusnya memang tidak ada masalah tapi tetap saja merasa tidak nyaman berada dalam satu ruangan dan sikap Pras yang memang semakin tidak nyaman. “Mikirin apaan?” suara Dara membuyarkan lamunan Lita “Kamu sudah nolak, buat apa mikir? Apa mikir nama panggilan?” “Aku nggak nyaman aja,” jawab Lita mengendikkan bahunya. “Memang dia maksa?” tanya Dara penasaran. “Nggak tahu bisa dibilang maksa atau nggak, aku sudah bilang sebenarnya sama dia kalau menolak, cuman....” Lita tidak bisa melanjutkan kata-katanya “Aku mau beli sesuatu, mau nitip?” Dara menatap Lita yang tampak berantakan “Kamu yakin keluar dalam keadaan begini?” Lita menatap pakaian yang sedang dipakai, tidak ada yang salah dimana dirinya menggunakan piyama pendek dan dirinya hanya turun ke bawah untuk membeli sesuatu. Lita menaikkan alisnya dengan tatapan tanda tanya, Dara hanya mengangkat bahunya tanda tidak peduli dengan keputusan Lita. “Nanti aku kirim pesan saja, mungkin kopi boleh. Kamu tahu apa kesukaanku, memang kamu mau nginep sini?” Dara membuka suaranya sebelum Lita bertanya tentang apa yang diinginkannya. “Bagaimana kalau kamu ke tempatku? Disana lebih enak.” Lita menatap Dara yang terdiam seakan berpikir dan tidak lama menggelengkan kepalanya “Aku pikirkan nginap atau gimana.” Keluar dari tempat Dara menuju supermarket yang ada dibawah, setidaknya disini tidak perlu pusing mencari camilan atau apapun, berbeda dengan tempat tinggalnya yang sangat privacy. Lita hanya menempati tanpa mengeluarkan uang sama sekali, bahkan kakak iparnya membayar jasa bersih untuk apartemennya dan tidak lupa makanan dari cafe yang kemarin dirinya datangi bersama Pras. Mengambil beberapa camilan, tidak lupa minuman ringan juga ice cream. Menghentikan langkahnya saat melihat Pras bersama dengan wanita yang dilihatnya, lebih tepat wanita yang dilihat depan tempat tinggal Dara, memilih mengambil jarak karena memang tidak mau pria itu melihatnya lagi. Melangkahkan kakinya ke kasir yang lain tanpa melihat kembali mereka berdua, menyelesaikan pembayaran dan langsung mengambil kopi yang sudah dipesannya sebelum belanja. Langkah kakinya kembali menuju tempat tinggal Dara dan melupakan pemandangan yang tadi dilihatnya, hembusan napas lega saat berada di lift seorang diri tanpa adanya pria itu. Melangkah dengan cepat dan langsung membuka pintu tanpa melihat ke belakang, Lita tidak tahu jika Pras sudah melihat keberadaannya. “Kenapa?” Dara mengerutkan keningnya. “Ketemu,” jawab Lita singkat sambil memberikan minuman Dara dan meletakkan belanjaannya di meja “Ngapain?” “Mau live, ikutan?” Lita langsung menggelengkan kepalanya “Aku kenalan sama cowok, mau temani nggak?” “Lagi?” Dara menganggukkan kepalanya “Nggak, trauma? Cowok kamu sendiri gimana?” Dara berdecih, tidak lama kemudian menceritakan tentang pria yang dikenalnya lewat media sosial, aplikasi datting yang membuat Lita kesal. Beberapa kali mereka bertemu dengan pria-pria yang tidak sopan, lebih parahnya ada yang langsung mengajak sex karena dalam otaknya chat begini pastinya tentang sex. Lita bergidik ketika mengingat itu semua, terutama pemandangan yang baru saja dilihatnya. “Cowok gitu ujung-ujungnya sex, memang kamu nggak kapok? Aku aja malas.” Lita menggelengkan kepalanya. “Kamu nggak mau gantiin aku?” Lita mengernyitkan keningnya “Gantiin apa? Ketemu sama dia? Nggak! Cukup aku ketemu cowok nggak benar! Kalau ketahuan sama ketiga akang aku bisa tamat kebebasanku dan kamu sudah tahu gimana mereka.” “Aku janjian sama dia malam ini, tapi aku ada deadline tulisan.” Dara menatap penuh permohonan. Lita kembali menggelengkan kepalanya “Nggak! Kamu mundurin atau batalin.” “Dia cuman bisa sekarang, malam ini.” “Nggak! Aku kesini menenangkan diri malah kamu buat beginian.” Lita menatap tajam Dara yang langsung menunduk lesu. “Dia kerja di perusahaan negara, kamu kan pengen punya pasangan yang kerjanya di pemerintahan.” Dara masih berusaha agar Lita membantunya “Kamu lihat fotonya dulu, baru putusin gimananya.” “Nggak! Aku pulang aja! Kamu malah bikin BT.” “Masa kamu nggak mau bantuin aku?” “Dara sayangku, cintaku dan soulmateku. Aku bukan nggak mau bantu, tapi....aku udah nggak mau berurusan sama pria-pria begitu.” “Ketemuannya di cafe Kak Naila, jadi kalau dia macam-macam kamu tinggal teriak atau kamu lihat dia gimana dulu baru temuin.” Lita menghembuskan napas panjang “Aku lihat, kalau nggak ok jangan marah aku pulang.” Dara langsung menganggukkan kepalanya “Kamu memang teman paling baik.” Lita tidak mendengarkan kata-kata pujian dari Dara, sekarang yang dilakukannya adalah mengganti pakaian santai dengan make up sederhana. Keperluan Lita juga ada di tempat ini, semua agar memudahkan jika dirinya kelelahan dan memilih tidur disini. Dara juga tidak jauh berbeda, beberapa pakaiannya juga ada di tempatnya. “Kabarin perkembangannya.” Lita memilih tidak menjawab kata-kata Dara dengan langsung keluar. Cafe yang Naila miliki tidak jauh dari apartemen yang di tempatinya, menjalankan kendaraan dengan kecepatan normal. Suasana hangat cafe langsung menyambut kedatangannya, cafe yang tidak pernah sepi dengan menu yang beraneka macam. Mengenal beberapa pegawai memudahkan Lita bertanya dan meminta bantuan, tampaknya pria yang janjian dengan Dara belum datang dan bersyukur Lita diberikan tempat yang pas agar bisa melihat bagaimana sikapnya. “Masih aja ketemu model begini,” ucap Tama yang membuat Lita memutar bola matanya malas. “Bukan aku, Dara itu.” Lita menolak tuduhan Tama. “Cowok yang kapan itu suka sama kamu?” Lita mengingat pertemuannya dengan Tama “Waktu kapan itu.” “Memang kelihatan?” Tama menganggukkan kepalanya “Bukan, atasanku. Kamu ngapain disini?” “Papa nyuruh belajar disini, aku kadang mikir kalau jadi keturunan dari H&D Group nggak seenak kata orang.” Lita hanya menggelengkan kepalanya “Dia bukan?” Lita mengikuti arah yang diberikan Tama, menatap pria yang masuk kedalam dan duduk di tempat yang sudah mereka siapkan. Lita mengakui untuk kali ini Dara benar-benar bagus menilai pria, seketika menggelengkan kepalanya apabila tidak sesuai dengan penampilannya dan bukan hal baru. “Damian?” Damian mengangkat kepalanya menatap Lita “Dara?” sedikit memastikan yang langsung diangguki Lita “Kamu...beda sama yang di foto, cantik aslinya.” Lita tertawa mendengarnya “Kamu juga tampan.”“Lit, mending istirahat dulu sana. Lo belum makan daritadi, kan?”“Nggak papa, mas.” “Jangan, nanti kalau lo tumbang bisa berabe semuanya. Pekerjaan kita masih panjang, jadi kalau ada waktu buat makan buruan lakuin jangan ditunda.”“Belum lapar, mas.” Lita tetap dengan pendiriannya.“Bukan masalah lapar atau nggak, tapi waktu. Kerjasamanya biar berjalan lancar, jangan ngikutin diri sendiri.” Fadil sudah mulai kesal mendenhar jawaban Lita.Malas mendengarkan suara mereka yang meminta dirinya untuk makan padahal belum terlalu merasakan lapar sama sekali, kondisinya saat ini memastikan acara yang mereka buat berjalan dengan lancar. Melibatkan banyak pihak dan menggunakan banyak tenaga untuk interaksi dengan mereka semua yang berada di acara, posisi Lita sendiri adalah asisten Pras yang artinya harus memastikan semua pada tempatnya agar Pras bisa sedikit santai bekerja.“Baru makan?”Lita menganggukkan kepalan
“Kedua orang tua aku tahu kamu sebagai calon istri.” Pras mengatakannya setelah pembicaraan dengan sang mama selesai.“Hanya orang tua mas dan jangan membuat ini kesebar, aku nggak akan diam saja dengan semua yang mas lakukan.” “Maksudmu?” “Aku akan membuka semua wanita itu.”Pras mengangkat sudut bibirnya “Kamu nggak ada bukti.”Lita memaki didalam hati, jelas saja dirinya tidak memiliki bukti. Perbuatan Pras tidak akan membuat Lita mengambil gambar dihadapannya langsung, mengalihkan pandangan kearah samping tanpa ada niatan berbicara kembali dengan Pras yang sudah merusak moodnya dari awal masuk kerja. Harapan Lita bekerja dalam suasana nyaman dan tenang sebelum memulai tesnya di perusahaan besar H&D Group.Pertemuan yang sangat tidak di prediksi, bahkan Pras juga sama terkejutnya dengan dirinya. Kedatangan mamanya membuat Pras mau tidak mau menjawab dengan lagi-lagi mengenalkan Lita sebagai kekasihnya, Pras tidak
“Kita harus mengakhiri hubungan ini.”“Suami sudah tahu?” “Kamu kaya biasa saja hubungan kita berakhir, kamu melakukannya tanpa perasaan? Padahal aku sudah memberikan semuanya.”Pras hanya bisa diam, wanita dengan segala pikirannya yang membuat pusing. Mereka sudah membuat perjanjian jika tidak melibatkan perasaan, sekarang malah bertanya tentang hal itu. Saat melakukannya jelas tidak ada perasaan didalamnya, semua yang Pras lakukan demi kepuasan sang wanita dan imbalan yang didapat.“Kamu benar akan mengakhiri hubungan kita?”“Bukannya kamu yang bilang? Lagian perjanjian kita adalah apabila suami tahu secara otomatis kegiatan kita terhenti, jadi suami sudah tahu dan artinya memang berakhir.”Pras hanya diam menatap wanita dihadapannya, wanita yang pernah menjadi dosennya dan juga yang mendesahkan namanya diatas ranjang. Membayangkan perpisahan mereka seketika satu beban telah terangkat dengan mudah, tidak perlu menc
“Lita kemana?” “Mas Pras belum dikabari? Ada di group sih, dia ijin datang terlambat.” Pras mengeluarkan ponselnya dan mendapati pesan dari Lita yang mengatakan datang terlambat, mengerutkan keningnya membaca pesan Lita. Menarik ingatan di pertemuan terakhirnya di cafe bersama kakaknya yang tidak lain mantan dosennya, hembusan napas panjang dimana tampaknya jalan mendapatkan gadis itu tidak mudah. Pras menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa berpikir tentang gadis tersebut yang hanya diakui sebagai kekasih. Pras tidak mungkin menyukai gadis itu dengan mudah, pembawaan santainya membuat Pras semakin masuk dalam pesonanya. “Mas, laporannya diminta sekarang. Lita sudah kerjain, kan?” suara Andre membuyarkan lamunan Pras “Kenapa lo, mas?” “Nggak papa, Lita udah kerjain nanti gue kirim by email. Konsep acara rumah sakit yang tiga bulan lagi gimana?” Pras mengalihkan perhatian Andre yang mengikuti langkahnya.
“Akhirnya kamu jatuh cinta juga.”“Sialan!” Pras menatap malas pada sahabatnya, Bram. Pertemuan mereka di coffee shop untuk menceritakan apa yang ada dalam pikiran Pras beberapa hari ini, melepaskan semuanya yang terasa menyesakkan dada. Gadis yang sudah merusak dunia Pras yang selama ini baik-baik saja, gadis ini juga yang membuat Pras tidak memiliki gairah berhubungan intim dengan wanita tua.“Dia nolak kamu?” “Ya, dia selalu jaga jarak setiap aku deketin. Dia yang lihat aku ciuman sama Tita pas di Bali dan...nggak penting.” Bram memicingkan matanya “Kamu ada wanita lain? Mau sampai kapan berhenti? Kalau kamu serius sama Lita mending kamu akhiri semuanya.” “Aku sudah berakhir sama Tita,” ucap Pras yang mengejutkan Bram “Nggak usah tahu jelas ceritanya bagaimana.” Pras melanjutkan ketika Bram akan membuka mulutnya.“Jangan bilang waktu mama kamu bilang kamu punya kekasih itu Lita? Kamu sudah melamar di
“Bukannya dia permanen? Aku harus adaptasi lagi? Masa kamu terima kalau cuman sekedar lewat?”“Kamu yang ambil, lagian waktu itu Teguh memang butuh karyawan sementara.” “Terus kenapa kamu tawarin ke aku?” “Kamu yang natap dia tanpa kedip, jadi aku mikirnya ya udah kasih kamu dulu aja dengan harapan siapa tahu dia bisa disini lama, tapi nyatanya tetap sama.” Pras menghela napas kasarnya, marah dengan Cindy jelas tidak mungkin. Mereka semua bekerja sesuai dengan apa yang dikatakan bos besar, perkataannya juga benar tentang Teguh yang membutuhkan sementara, jadi pastinya Lita disiapkan hanya sebentar.“Kamu suka sama dia?” tembak Cindy.Pras memilih tidak menjawab, meninggalkan ruangan Cindy dengan perasaan kesal. Sekarang tidak tahu lagi harus berbuat apa agar Lita tetap bertahan disini, memasuki ruangan dimana timnya sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.“Mas, hasil yang kemarin sudah aku kirim lew
“Kamu udah bilang kalau lembur?” “Udah, mas.”Lita sebenarnya tidak perlu bilang jika sedang lembur, tapi karena di rumah kedatangan kakak ketiganya secara otomatis ada acara makan-makan atau pertemuan kecil. Pekerjaannya memang tidak bisa ditinggal kali ini, rekan satu timnya sedang sibuk membuat design acara sedangkan dirinya menghitung pengeluaran yang akan mereka keluarkan nantinya.“Sebenarnya kamu tinggal nggak masalah.”Lita menatap Pras dan langsung menggelengkan kepalanya “Aku udah berkali-kali ikut lembur jadi tenang saja, mas.”Hembusan napas panjang dari Pras dapat didengar Lita, mencoba tidak peduli dengan apa yang ada dalam pikiran Pras. Keberadaan Lita sebenarnya tidak terlalu diperlukan, hanya saja beberapa kesempatan pasti membutuhkan dirinya dan tidak hanya itu Lita bisa belajar banyak hal. Kakak iparnya mengatakan jika dirinya harus banyak belajar di tempat ini, tidak menutup kemungkinan nanti di pekerjaan ba
“Telat?” Lita menatap tidak enak pada mereka semua “Maaf, kakak dan kakak ipar tiba-tiba datang jadinya ngobrol panjang. Udah ngapain aja?” “Mas Pras sama Andre lagi pastiin konsepnya. Minum habis itu perbaiki riasan, nanti Mas Pras lihat lo begini bisa marah.” Farah mengatakan sambil berjalan kearah lain.Lita melakukan apa yang dikatakan Farah, Pras memang tidak menyukai jika timnya memiliki penampilan yang berantakan saat bekerja. Hembusan napas lega ketika melihat penampilannya sudah seperti sebelumnya, menatap sekitar barangkali ada yang harus dilakukannya tapi tampaknya mereka semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Membuka laptopnya saat melihat tidak ada yang bisa dibantu dari teman-temannya, mengingat jika memang dirinya akan pergi bertemu dengan temannya yang paham tentang pesta rakyat. Lita sebenarnya sudah berbicara singkat dengan temannya, Malik. Pembicaraan inti saja tidak sampai terlalu dalam, pasalnya Lita sendiri t