“Dara, tahu nggak sih yang tinggal depan unit kamu itu....”
“Depan unit aku? Itu kan kosong? Mana ada orang yang tinggal disana? Apa sudah ada orangnya?” Lita mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Dara, tapi dirinya yakin jika pria itu keluar dari sana dengan wanita tua dan mereka berciuman. “Dar, kalau kamu lihat ada cowok ciuman sama cewek tua gitu pandangan kamu gimana?” tanya Lita penasaran. “Dia suka sama cewek yang lebih tua, bisa jadi cewek yang masih muda itu merepotkan. Memang kenapa?” Dara memberikan tatapan penuh selidik. “Cuman tanya aja,” jawab Lita sambil menggelengkan kepalanya. Lita malah berpikir jika cowok itu pria panggilan, tapi tidak mungkin ketika melihat wajahnya. Pria itu memiliki wajah yang biasa-biasa saja, biasanya pria panggilan itu wajah dan bodynya bisa langsung terlihat dari tatapan biasa, tapi pria itu sama sekali tidak. “Kamu keterima di event organizer?” tanya Dara membuyarkan lamunan Lita. “Ya, besok sudah mulai kerja.” “Bakal sibuk nanti? Nanti nggak ada yang datang ke tempatku tanpa sebab. Kamu tinggal disini nantinya?” “Ya, disuruh tinggal disana biar mudah pengawasannya.” “Berarti nggak bisa seenaknya, apalagi bawa cowok.” Lita langsung mencibir kalimat Dara “Cowok dari mana? Kanua tahu sendiri kalau aku sudah putus lama karena di selingkuhi.” “Apartemennya besar, enak. Beda sama tempatku yang cuman unit kecil.” Dara mengalihkan pembicaraan. “Mau tinggal bareng?” Dara langsung menggelengkan kepalanya “Dasar! Biar kamu bisa bebas sama Tomi, kan?” “Itu tahu.” Dara tersenyum lebar “Kamu nggak mau buka hati sama cowok lain?” Lita menggelengkan kepalanya “Nggak, aku mau menikmati waktu dengan mencari uang. Kamu tidur sini aja, udah malam.” Dara menatap jam yang ada di tangannya dan langsung menggelengkan kepalanya “Aku balik aja, belum terlalu malam. Kota besar nggak ada jam malamnya.” Mengantarkan Dara sampai depan pintu, setidaknya Lita berada di apartemen yang memiliki tingkat keamanan tinggi. Alasan yang diberikan pada orang tuanya ketika meminta ijin mandiri dengan tinggal sendiri, sang kakak ipar langsung meminta dirinya tinggal di apartemen yang dulu di tempatinya sebelum menikah dengan sang kakak. “Aku harus tidur, besok kegiatan pasti banyak apalagi kerja di event organizer.” Lita tahu bekerja di tempat itu pasti bakal sibuk, apalagi dirinya di bagian perencanaan yang artinya harus membuat konsep acara agar disetujui klien. Hembusan napas panjang dikeluarkan, setelah lulus untuk mendapatkan pekerjaan sangat tidak mudah, walaupun sebenarnya tawaran dari kakak iparnya sudah diberikan tetap saja Lita tidak mau menerima dengan alasan keluarga dan harus melalui beberapa seleksi. Menunggu itu maka Lita memutuskan bekerja di event organizer untuk menambah pengalaman bekerja. Kondisi tubuhnya yang segar setelah tidur dengan cukup, menyiapkan semua yang diperlukan untuk bekerja. Menyemangati dirinya sebelum melangkahkan kakinya keluar, sarapan ala kadar dilakukannya agar menghemat waktu. Perjalanan dari apartemen menuju tempat kerjanya tidak memakan waktu lama, kondisi jalan yang lengang membuat Lita bisa sampai dengan cepat menggunakan mobilnya. Memasuki kantornya yang masih sepi, beberapa orang saja yang sudah datang. Menunggu sampai diajak masuk kedalam sambil menatap sekitar, pemandangan yang sama ketika dirinya melakukan interview beberapa waktu lalu. Seorang wanita mendekatinya, Lita tahu dia yang tidak lain adalah Cindy. “Arlita atau dipanggil Lita, langsung ke ruangan aja. Teman-teman yang lain belum pada datang, bentar lagi juga datang.” “Siapa dia, Cin?” Lita mengalihkan pandangan kearah sumber suara dan seketika membelalakkan matanya, tidak jauh berbeda dengan pria tersebut tapi bisa dengan cepat mengubah ekspresinya. Lita yang melihat itu melakukan hal yang sama, tampaknya mereka harus pura-pura tidak saling tahu. “Anak baru, Lita panggilannya. Lita, dia ini Pras yang tidak lain adalah ketua tim kelompok sebelah.” Cindy menjelaskan pada Lita. “Pras?” tanya Lita menatap kearahnya yang langsung mengalihkan pandangan. “Kalian udah saling kenal?” Cindy menatap mereka berdua bergantian. “Nggak.” Mereka berdua jawab bersama. “Apa lo mau ambil dia? Nanti gue cari yang baru buat Teguh.” Cindy menatap Pras yang terdiam “Sebelum gue bawa dia ke Teguh, gue tahu lo butuh tambahan anggota.” Lita terdiam mendengarnya, menatap Pras yang masih terdiam seakan memikirkan sesuatu. Melihat ekspresi seriusnya membuat Lita hampir tertawa, tidak lama pandangan mereka bertemu, Lita dengan cepat mengalihkan kearah lain. “Nggak papa kalau gue ambil? Teguh udah tahu?” suara Pras seakan memastikan sesuatu. “Nggak papa, belum tahu sama sekali. Gue sih udah ada beberapa yang bisa buat Teguh, atau lo mau yang nanti aja?” Cindy menatap Pras yang masih terdiam. “Gue ambil Lita, lo cari baru buat Teguh. Gue kemarin dikasih event baru, jadi butuh orang.” “Lita, kamu masuk ke timnya Pras. Jadi selamat bergabung.” Cindy mengulurkan tangan yang langsung disambut Lita. “Terima kasih, mbak.” Cindy melepaskan genggaman tangan mereka, mengalihkan pandangan kearah Pras “Urus yang benar, jangan cari perkara.” “Ayo, masuk.” Pras mengajak Lita untuk masuk kesalah satu ruangan, lebih tepatnya ruangan yang ada di depannya. Memilih mengikutinya dengan masuk kedalam ruangan, belum ada siapapun didalam dan itu artinya hanya mereka berdua. “Rendra, tidak ada yang tahu nama itu. Aku harap kamu nggak kasih tahu nama itu.” Lita mengerutkan keningnya “Kenapa mas kasih tahu nama itu kalau nggak ada yang boleh tahu?” “Kita ketemu lagi, apa jodoh?” Pras mengalihkan pembicaraan dengan membahas hal lain. “Jodoh? Nggak deh, mas kan...” Lita menggelengkan kepalanya “Lalu aku manggil mas apa? Nggak mungkin mas, secara disini kayaknya langsung panggil nama.” “Mas, aku suka kamu panggil itu.” Pras menjawab langsung yang hanya diangguki Lita “Kamu sudah tahu tugasnya apa?” Lita menggelengkan kepalanya “Kak Cindy belum kasih tahu banyak, cuman diminta untuk menjadi asisten...artinya nanti akan jadi asistennya Mas Rendra?” Lita menutup mulutnya setelah menyadari suatu hal. “Pagi, bro.” Suara beberapa orang menyadarkan Lita, menatap sekitar dimana sudah beberapa orang yang datang. Melihat itu membuat Lita tersenyum lebar, semua yang dilakukannya dalam pengamatan Pras. Jantungnya hampir saja berhenti berdetak mendengar panggilan Rendra keluar dari bibirnya, nama yang hanya khusus untuk keluarga dan nantinya akan dipakai untuk orang yang special. “Siapa dia, Pras? Anak baru? Kok lo nggak bilang mau rekrut anak baru? Cindy mau kasih kejutan kah kita?” “Berisik kalian semua! Lita, kamu duduk disitu dekat sama aku.” “Aku? Sejak kapan kita jadi formal begini?” Lita mengerutkan keningnya mendengar nada terkejut dari salah satu mereka. “Lo maksud gue, panggilan disini nanti non formal dan nggak peduli sama posisinya.” Pras memilih mengalah. “Ya, mas.” Lita menjawab sopan dan seketika suara heboh terdengar menggoda mereka. “Udah! Jangan godain lagi, Lita ini akan jadi asisten gue mulai sekarang buat menggantikan Ocha yang sudah dapat pekerjaan lagi.”“Ikut!”“Kemana?”“Lihat tempat buat minggu ini, belum buka email?” Lita menggelengkan kepalanya “Lo baca di jalan, buruan beresin barang-barangm gue tunggu di depan.”Lita menghembuskan napas panjang, mengikuti ritme kerja Pras sangat melelahkan. Terhitung sudah satu minggu, semua yang berhubungan dengan pekerjaan melalui email dan terlambat membaca seperti tadi artinya wassalam.“Kita kemana, mas?” tanya Lita saat memasuki mobil Pras.“Lihat tempat buat pameran, memang lo nggak buka email?” Lita menggelengkan kepalanya “Belum sempat, mas. Kemarin masih merapikan laporan yang dikumpulkan besok.”Pras sangat tahu apa yang dilakukan Lita, semenjak kehadiran Lita setidaknya pekerjaan yang biasa di pegangnya berkurang, terutama pekerjaan yang berhubungan dengan laporan dan terdapat angka. Pras akan mengangkat tangan dan meminta anak-anak lain mengerjakan, tapi mereka sudah memiliki pekerjaan lain yang lebih banyak tidak bisa diganggu sama sekali.Fokus dalam mengendarai membuat suasana
“Mas nggak salah? Bagaimana bisa melamar? Kita nggak ada hubungan apapun loh, memang nggak bisa ajak salah satu wanita itu?”Pras hanya diam membiarkan Lita berbicara setelah apa yang dilakukannya dihadapan sang ayah, tindakan yang bisa dikatakan secara tiba-tiba. Kehidupan pria disampingnya saja tidak tahu, kecuali saat bekerja. Lita hanya tahu dia bersama dengan wanita-wanita yang usianya lebih tua, tidak tahu hubungan lebih lanjut.“Ayahku tahunya kamu calon istriku, bagaimana? Kamu bilang aja sama orang tuamu bisa-bisa dalam waktu dekat ada lamaran.”“Mas, kita nggak saling kenal loh. Aku bahkan nggak tahu nama kamu yang mana? Pras atau Rendra.”“Kamu nggak tahu nama atasanmu? Kamu nggak pernah baca namaku?”“Nggak, lagian mana ada waktu baca begituan. Lagian tinggal jawab apa susahnya!” Lita menjawab tanpa dosa.Pras hanya menggelengkan kepalanya mendengar kata-kata Lita, keputusannya memang gila. Menikah sama se
“Ada apa diantara kalian?” “Kalian lagi debat masalah apa? Konsep? Kenapa kita pada nggak tahu?” “Bukan deh, lo ketemu mantannya Pras? Terus Pras ngaku lo sebagai ceweknya?” “Ini lebih masuk akal daripada debat, tapi Pras nggak pernah bawa cewek memang punya?” “Benar juga, selama ini kita nggak pernah tahu ceweknya Pras. Lita, kasih tahu gimana ceweknya Pras.” Lita memilih diam mendengar pertanyaan atau perdebatan teman-teman dari tim, keputusannya menjaga jarak dengan Pras sudah dilakukan sejak kemarin tapi tampaknya Pras tidak ingin Lita menjaga jarak dan selalu memberikan pekerjaan yang berkaitan dengan dirinya, padahal bisa meminta teman yang lain melakukannya dan semua itu dilakukan agar Lita tidak jauh dari Pras, tindakan yang membuat siapa saja curiga. “Lo benar nggak buat salah? Apa lo nolak Pras?” “Nggak.” Lita berdiri meninggalkan mereka yang masih penasaran.
“Ngapain sih? Daritadi diajak bicara fokus di laptop aja, lagi deadline? Memang mau ada cerita baru lagi?”“Bentar! Aku fokus ini dulu.” Lita menatap malas pada Dara yang masih fokus pada laptopnya, kedatangannya memang tanpa direncanakan sama sekali. Bisa saja memang meminta Dara datang ke tempatnya, tapi sahabatnya bilang tidak bisa kemana-mana dan hasilnya Lita yang mendatangi tempatnya dengan beberapa kemungkinan bertemu Pras.“Jadi pria yang kita lihat ciuman itu di Bali atasanmu?” Lita menganggukkan kepalanya “Ngakuin kamu sebagai calon istrinya?” Lita kembali menganggukkan kepalanya “Kamu bilang pernah lihat dia depan sini? Tinggal depan sini keluar sama wanita berbeda dan tampak usianya lebih tua, benar?” Lita lagi-lagi menganggukkan kepalanya “Aku nggak pernah lihat penghuni depan.”Lita mengangkat bahunya “Apa dia cowok panggilan?”“Kenapa kamu penasaran? Kamu suka sama dia?”“Ih...ogah! Kamu itu tanya kaya
“Lit, mending istirahat dulu sana. Lo belum makan daritadi, kan?”“Nggak papa, mas.” “Jangan, nanti kalau lo tumbang bisa berabe semuanya. Pekerjaan kita masih panjang, jadi kalau ada waktu buat makan buruan lakuin jangan ditunda.”“Belum lapar, mas.” Lita tetap dengan pendiriannya.“Bukan masalah lapar atau nggak, tapi waktu. Kerjasamanya biar berjalan lancar, jangan ngikutin diri sendiri.” Fadil sudah mulai kesal mendenhar jawaban Lita.Malas mendengarkan suara mereka yang meminta dirinya untuk makan padahal belum terlalu merasakan lapar sama sekali, kondisinya saat ini memastikan acara yang mereka buat berjalan dengan lancar. Melibatkan banyak pihak dan menggunakan banyak tenaga untuk interaksi dengan mereka semua yang berada di acara, posisi Lita sendiri adalah asisten Pras yang artinya harus memastikan semua pada tempatnya agar Pras bisa sedikit santai bekerja.“Baru makan?”Lita menganggukkan kepalan
“Kedua orang tua aku tahu kamu sebagai calon istri.” Pras mengatakannya setelah pembicaraan dengan sang mama selesai.“Hanya orang tua mas dan jangan membuat ini kesebar, aku nggak akan diam saja dengan semua yang mas lakukan.” “Maksudmu?” “Aku akan membuka semua wanita itu.”Pras mengangkat sudut bibirnya “Kamu nggak ada bukti.”Lita memaki didalam hati, jelas saja dirinya tidak memiliki bukti. Perbuatan Pras tidak akan membuat Lita mengambil gambar dihadapannya langsung, mengalihkan pandangan kearah samping tanpa ada niatan berbicara kembali dengan Pras yang sudah merusak moodnya dari awal masuk kerja. Harapan Lita bekerja dalam suasana nyaman dan tenang sebelum memulai tesnya di perusahaan besar H&D Group.Pertemuan yang sangat tidak di prediksi, bahkan Pras juga sama terkejutnya dengan dirinya. Kedatangan mamanya membuat Pras mau tidak mau menjawab dengan lagi-lagi mengenalkan Lita sebagai kekasihnya, Pras tidak
“Kita harus mengakhiri hubungan ini.”“Suami sudah tahu?” “Kamu kaya biasa saja hubungan kita berakhir, kamu melakukannya tanpa perasaan? Padahal aku sudah memberikan semuanya.”Pras hanya bisa diam, wanita dengan segala pikirannya yang membuat pusing. Mereka sudah membuat perjanjian jika tidak melibatkan perasaan, sekarang malah bertanya tentang hal itu. Saat melakukannya jelas tidak ada perasaan didalamnya, semua yang Pras lakukan demi kepuasan sang wanita dan imbalan yang didapat.“Kamu benar akan mengakhiri hubungan kita?”“Bukannya kamu yang bilang? Lagian perjanjian kita adalah apabila suami tahu secara otomatis kegiatan kita terhenti, jadi suami sudah tahu dan artinya memang berakhir.”Pras hanya diam menatap wanita dihadapannya, wanita yang pernah menjadi dosennya dan juga yang mendesahkan namanya diatas ranjang. Membayangkan perpisahan mereka seketika satu beban telah terangkat dengan mudah, tidak perlu menc
“Lita kemana?” “Mas Pras belum dikabari? Ada di group sih, dia ijin datang terlambat.” Pras mengeluarkan ponselnya dan mendapati pesan dari Lita yang mengatakan datang terlambat, mengerutkan keningnya membaca pesan Lita. Menarik ingatan di pertemuan terakhirnya di cafe bersama kakaknya yang tidak lain mantan dosennya, hembusan napas panjang dimana tampaknya jalan mendapatkan gadis itu tidak mudah. Pras menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa berpikir tentang gadis tersebut yang hanya diakui sebagai kekasih. Pras tidak mungkin menyukai gadis itu dengan mudah, pembawaan santainya membuat Pras semakin masuk dalam pesonanya. “Mas, laporannya diminta sekarang. Lita sudah kerjain, kan?” suara Andre membuyarkan lamunan Pras “Kenapa lo, mas?” “Nggak papa, Lita udah kerjain nanti gue kirim by email. Konsep acara rumah sakit yang tiga bulan lagi gimana?” Pras mengalihkan perhatian Andre yang mengikuti langkahnya.
“Cantik, Pras pasti terpesona.”“Pras atau Rendra sih?” “Pras nama buat teman-temannya, Rendra khusus keluarga.” Lita menjawab Berry yang disampingnya.“Kita manggilnya Pras, Teh.” Laras memberitahu Berry yang menganggukkan kepalanya.“Rombongan pengantin pria sudah datang.” Dona memberitahukan setelah membuka ponselnya.Mendengar informasi jantungnya kembali berdetak kencang, perasaannya sangat tidak menentu. Tepukan di bahu pelan membuyarkan semua pikiran Lita, menatap ketiga kakak iparnya yang tersenyum lebar. Lita hanya bisa membalas dengan senyum lebar, menghilangkan perasaan gugupnya dengan meremas satu sama lain.“Kamu nggak keluar?” tanya Dara yang dijawab Lita dengan gelengan kepalanya.“Nunggu kata sah baru keluar, biar Pras fokus.” Berry memberikan informasi yang diangguki Dara.Ruangan hanya mereka berlima, suara yang mendominasi adalah televisi menampilkan ke
“Kamu tahu kenapa kita ajak ketemuan, kan?” Rendra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan Seno, tatapannya pada ketiga pria yang sedang menatap kearahnya dengan tatapan sama. Rendra sangat tahu apa yang akan mereka bertiga bicarakan, semua pasti berkaitan dengan hubungannya bersama adik mereka yang tidak lain calon istrinya.“Lita nggak tahu kita ketemuan? Kamu nggak kasih tahu, kan?” tanya Hardian yang dijawab Rendra dengan gelengan kepala.“Aku udah bilang kalau dia lembur,” sahut Fandi memutar bola matanya malas “Kamu tahu alasan ini, kan?” “Tahu, Kang.” Rendra menganggukkan kepalanya.“Masih mau lanjut?” tanya Hardian terlebih dahulu.“Mau mundur juga uang udah keluar, jadi apa yakin?” sambung Seno yang diangguki Rendra tanpa ragu “Apa sih yang kamu suka dari Lita? Manja gitu.”“Semua dari Lita, Kang.” Rendra mengatakan tanpa keraguan.“Halah...sekarang aja begini, nanti ka
“Sudah yakin? Kamu nggak akan menyesal nantinya? Kamu tahu masa lalu Pras, yakin dia benar berubah? Kalau dia nanti balik lagi gimana? Kamu siap?” Lita menatap tidak percaya mendengar pertanyaan Dara, pertanyaan yang keluar setiap kali membahas tentang Rendra dan sudah dijawabnya berulang kali dengan jawaban yang sama, tapi tampaknya sang sahabat memang tidak ingin dirinya menyesal nantinya.“Pertanyaan kamu sudah aku jawab berulang kali, apa nggak bosan? Aku harus yakin kalau dia berubah, lagian taruhannya besar kalau sampai dia nggak berubah dan asal kamu tahu aku bukan wanita lemah.” Lita menatap malas pada Dara, mengatakan tujuannya datang ke tempat sang sahabat “Aku kesini mau minta bantuan.” “Bantuan apa?” tanya Dara penasaran.“Bantu aku menyiapkan proses pernikahan.” Lita menatap penuh harap kearah Dara.“Memang kapan? Masih lama, kan? Kaya diburu apa aja, kebiasaan semua serba dadakan.” Lita menggelengkan
“Akhirnya! Kita akan menjadi keluarga.” “Ya, Pak.”“Masa masih panggil begituan? Bentar lagi jadi keluarga loh.” Rendra menatap tidak enak pada Fandi mendengar nada protes dari Berry yang diangguki lainnya, Fandi sendiri memilih diam tidak menghiraukan kalimat godaan tersebut.“Grogi tadi?” tanya Dona yang duduk disamping Fandi, Rendra memilih menganggukkan kepala sambil tersenyum “Aku dengar mau lanjut kuliah? Kerja di rumah sakit juga jadi staf GA, benar?” “Nggak usah tarik dia.” Seno memberikan peringatan.“Aku hanya tanya, Kang. Nggak ada niat begitu.” Dona mengerucutkan bibirnya.“Aku udah punya perjanjian sama Pras, sayang.” Fandi memberikan informasi yang membuat semua tertarik “Masalah kantor lawyer yang aku buat, aku butuh orang yang bisa dipercaya dan karena hubungan Pras dan Lita akhirnya kepikiran itu.”“Lita panggil Rendra, Fandi panggil Pras. Memang nama yang benar siapa? Kita ma
“Malah ketawa! Aku itu kesal sama papa dan mama yang malah mau ikut campur rencana lamaran, malah hubungi keluarga besar buat datang ke acara lamaran. Aku udah bilang kalau acaranya sederhana.” Rendra melupakan rasa kesal pada kedua orang tuanya “Mama katanya udah hubungi mama kamu?” Lita menghentikan tawanya sambil menganggukkan kepalanya ketika melihat ekspresi Rendra yang mengerucutkan bibirnya “Papanya mas memang benar, aku tahu kalau mas sedang menahan diri selama sama aku. Makasih, sayang sudah bisa bertahan selama ini. Mama memang hubungi mama aku, mereka bicara banyak hal dan kayaknya bakal berubah dalam lamaran besok.” Lita membelai pipi Rendra pelan dengan tatapan lembut sambil menjelaskan apa yang terjadi “Jadi sekarang sudah yakin melamar? Kang Fandi datang jumat malam, aku langsung ke Bandung sama mereka.”“Jadilah, mama udah booking hotel dekat rumah kamu. Mama bilang karena hanya keluarga jadinya nggak enak kalau nggak buka kamar, pantas bookin
“Uang itu uang kamu, mau dipakai apa terserah. Lagian kenapa dulu nggak dipakai? Sekarang terserah mau dipakai buat apa, kami mempersiapkan semua kebutuhan kamu selama kuliah. Papa tahu kalau kamu memang nggak ada minat di kedokteran, tapi bukan berarti kami nggak memberikan kamu uang untuk kuliah. Memang kamu pakai buat apa? Lamaran?.”Rendra menggelengkan kepalanya “Aku mau lanjutin kuliah, pa.”Suasana seketika hening ketika Rendra mengatakan niatnya, melanjutkan kuliah dengan jam kerja yang dirasa sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya. Mengambil jam kuliah malam, sedangkan paginya akan kerja. Lita sudah tahu dan membantunya memilih kampus, awalnya akan kembali ke kampus lamanya tapi kakak kedua Lita yang tidak lain mantan dosennya memberikan saran kampus lain.“Kamu tetap melamar Lita, kan?” tanya Amelia memecah keheningan.Rendra tersenyum mendengar nada suara sang mama khawatir “Ya, ma. Minggu depan kita lamar Lita, kakaknya bisa
“Beneran, mas?” Lita memicingkan matanya menatap Rendra yang duduk dihadapannya, informasi yang diberikan menurut penilaiannya adalah lampu hijau, hanya saja Lita tidak percaya begitu saja apa yang dikatakan pria dihadapannya.“Kamu nggak percaya sama aku?” Rendra menatap penuh selidik.“Bukan nggak percaya, mungkin memang nggak percaya.” Lita memutuskan terus terang “Kang Seno ini termasuk sulit dalam percaya sama orang, pastinya Kang Seno sudah tahu mas bagaimana dari Kang Fandi, walaupun nggak akan percaya penuh. Kang Seno beranggapan apa yang dikatakan orang lain adalah informasi berharga dan akan menjadi penilaian sendiri ketika bertemu nantinya.” Rendra mengangguk menyetujui kalimat yang keluar dari Lita, sepanjang mereka berbicara tadi semua yang dikatakan Lita memang benar adanya. Sebenarnya kalimat terakhir bukan sebuah restu, melainkan keseriusan dirinya dengan Lita dan semua rencana masa depan yang sudah dibuat ketika bertemu
“Kesana sama teteh! Akang mau bicara sama pacarmu, urusan pria.”Lita menghentakkan kakinya menatap tajam pada Seno, kakak pertamanya. Kedatangan tiba-tiba ke apartemen ditambah keinginannya bertemu dengan Rendra, setidaknya tidak mengganggu kegiatan walaupun sekarang sedang weekend. Melihat Rendra yang tampak tenang, walaupun Lita tahu jika kekasihnya dalam keadaan tidak baik-baik saja.“Akang jangan aneh-aneh! Aku kasih tahu papa dan mama!” Lita memberikan ancaman.“Siapa lagi? Fandi dan Hardian? Semua akan dukung aku.” Seno mengatakan dengan sangat santai.“Aku nggak papa,” ucap Rendra menenangkan Lita yang langsung mengalihkan pandangannya.“Mas nggak tahu gimana Kang Seno.” Lita mengerucutkan bibirnya.“Mau ke tempat Berry atau nggak restui hubungan kalian?” Lita membelalakkan matanya menatap tajam Seno “Makanya kalau dibilang nurut, nggak aku apa-apain cowok ini.” Lita menghentakkan kakinya melangkah
“Segar sekali.” Rendra hanya tersenyum mendengar kalimat rekan kerjanya, Danu. Memilih tidak menghiraukan kalimat godaannya dengan fokus pada pekerjaan. Suasana ruangannya seketika hening, semua sibuk pada pekerjaan masing-masing, bahkan mereka tidak menyadari waktu istirahat jika sang bos menegur mereka bertiga.“Kalian itu memang fokus sekali, sampai-sampai istirahat nggak tahu. Makan siang dimana?” Gani menatap mereka bertiga gantian.Rendra membuka ponselnya dimana Lita sedang istirahat dengan teman-temannya, mungkin lebih baik istirahat di kantin atau keluar dari rumah sakit mencari tempat makan yang enak dan murah. “Pras, kamu mau makan dimana?” suara Danu membuyarkan lamunannya “Pak Gani tanya itu.” “Sekitar sini, Pak.” Rendra menjawab tidak enak.“Kita makan siang bareng, gimana?” ajak Gani menatap mereka bertiga.“Pak, saya ajak anak HRD ya? Rina.” Amel membuka suaranya.“Rina yang jo