Share

Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta
Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta
Penulis: Khanna

Malam Pertama Pengantin

Penulis: Khanna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Aku nggak mau disentuh sama kamu walau kita sudah menikah. Aku nggak sudi disentuh sama kamu. Udah rambut panjang, tindikan, akhlak minus, nggak ada bagus-bagusnya kalau jadi ayah dari anak-anakku! Jangan sampai, amit-amit!”

Afsana mengatakannya dengan sangat enteng ketika mereka sudah berada di dalam kamar yang sama. Ya, kamar pengantin yang harusnya dipenuhi oleh aura keromantisan yang begitu syahdu. Namun, beda hal dengan dua orang ini.

“Dih! Aku juga amit-amit punya anak yang dikandung sama kamu kali! Jangan sok kecantikan! Nafsu juga nggak!”

“Baguslah. Lakukan saja terus sampai enam bulanan. Setelah itu, aku akan menggugat cerai.”

Deryl melebarkan mata ketika mendengar ucapan yang Afsana lontarkan. Ia yang tak belajar agama tentu tak paham tentang hukum seorang suami yang wajib memberikan nafkah lahir maupun batin.

“Hey! Nggak gitu juga! Kamu tahu kan, aku menikahimu gara-gara apa!” bentak Deryl mendekati Afsana yang sejak tadi duduk di sofa.

“Bukan urusanku kali! Kamu juga tahu kan, aku menikah denganmu gara-gara apa? Untungnya, dalam perjanjian yang bapakmu buat hanya tertulis semua utang keluargaku lunas kalau aku menikah denganmu. Nggak ada tulisan yang membatalkan lunasnya utang itu kalau kita bercerai. Jadi, harusnya kamu senang kan? Bukankah kamu mencintainya? Mbak Klara pacarmu yang seksi itu?”

Deryl sudah berdiri tak jauh dari Afsana. Namun, wanita itu tak menghiraukannya. Ia malah menyalakan televisi dan menontonya. Malam pertama pengantin baru, benar-benar tak ada harganya di mata mereka.

“Bapakku memilihmu karena manganggapmu wanita salihah, tapi apa ini sekarang? Berani membantahku? Bahkan mengancamku?” Suara Deryl ditekan agar Afsana sedikit merasa takut.

Wanita itu mendengus kasar. Lalu, melihat ke arah suaminya dengan tatapan sinis yang teramat tajam. Ia berdiri lagi karena kesal dengan perkataan yang dilontarkan oleh Deryl.

“Aku nggak mengancam, bukankah kamu memang mencintai Mbak Klara? Bukankah kalian mau menikah? Aku akan mendukungnya dengan cara kita yang harus cepat-cepat bercarai. Apa aku salah? Nggak ada tuh, yang mengancammu.”

“Iya! Tapi, bukan dengan cara seperti itu! Sama saja kalau aku masuk ke nerakaku sendiri!”

“Emang kamu bakal masuk ke neraka kok, makanya, aku nggak mau jadi istrimu. Apalagi punya anak darimu!”

Mata Deryl benar-benar melotot. Wanita yang dikira polos dengan gelar sebagai wanita salihah dari orang tua yang memilihkan sebagai istrinya malah bermulut tajam macam ini.

“Mau aku perkosa, ha! Beraninya ngomong begitu kepadaku!” bentak Deryl tepat di depan wajah istrinya.

“Kalau mau marah, minimal gosok gigi kenapa sih! Kamu kira, bau mulutmu seharum bau surga? Mana ada! Orangnya saja bakal masuk neraka kok!”

Dengan wajah datar cenderung ditekuk, Afsana tak gentar dengan kalimat yang diteriakkan oleh lelaki yang baru saja menjadi suaminya. Meski ada ancaman rudapaksa yang akan Deryl lakukan.

Deryl mengatupkan mulutnya seketika. Ia marah, tetapi tak ingin pula kalau harus mendengarkan cibiran dari wanita di hadapannya. Ia mengingat, kalau dirinya baru menenggak minuman beralkohol. Tentu saja, bau mulutnya akan terasa asing, bahkan tak enak dihirup oleh orang macam Afsana.

Wajah dipalingkan. Deryl menghindari Afsana dengan menjaga jarak meski emosinya terasa di ubun-ubun.

Apa yang harus kulakukan? Orang ini benar-benar menyebalkan. Memang aku mau cerai darinya, tapi bukan dalam waktu kurang dari satu tahun. Aku tetap akan didepak dari rumah ini dan gagal mengumpulkan uang untuk tabungan yang akan kugunakan untuk menikahi Klara.

“Kalau kamu berani menyentuhku, artinya, kamu laki-laki munafik. Belum ada setengah jam mengatakannya, sekarang sudah beda lagi. Nggak nafsu kok, ngancam mau memperkosa. Nggak salah? Jauh-jauh dariku! Aku tahu, kamu baru minum minuman haram. Aku jijik sama laki-laki yang doyan mabuk!”

Afsana mendorong tubuh lelaki berpawakan tinggi sekitar 180 CM agar tak terlalu dekat dengannya. Ia mematikan televisi yang tak membuatnya terhibur. Remot diletakkan di meja. Lantas, wanita itu berjalan ke arah ranjang. Namun, ia berbalik dan melihat Deryl lagi.

“Kamu tidurnya jangan di kasur. Bukankah kamu nggak mau menyentuhku? Kalau memang kamu laki-laki sejati, buktikan perkataanmu. Jangan menyentuhku sampai kita benar-benar bercerai secara resmi, hanya butuh enam bulan saja kok.”

Nggak bisa. Kalau aku cerai belum ada setahun menikah, aku bisa diusir dari rumah ini. Tapi, aku harus melakukan apa?

Meski meminum minuman keras, Deryl tidak mabuk. Ia sudah biasa meminum barang haram itu. Jadi, tak semudah itu kehilangan kesadarannya.

“Afsana! Dengarkan aku! Kita nggak boleh bercerai sampai aku mendapatkan uang untuk ditabung dan bisa kugunakan untuk menikahi Klara.”

“Apa peduliku? Aku hanya ingin lepas darimu kok. Aku nggak mau punya suami sepertimu yang minus akhlak. Aku hanya ingin agar kamu nggak menyentuhku sampai kita bercerai,” tegas Afsana.

“Iya! Kita bakal cerai kok dan aku nggak akan menyentuhmu. Tapi, jangan kurang dari satu tahun pernikahan. Aku belum dapat uang kalau begitu. Aku juga bakal dibuang dari keluarga ini. Aku belum sanggup. Aku masih butuh uang dari bapakku.”

“Aku harus memedulikan perasaanmu sedangkan kamu tega memenjarakanku di rumahmu yang bikin aku gerah begini?”

“Memenjarakan bagaimana? Kamu di sini disayang kedua orang tuaku kan? Kamu bebas melakukan apa saja. Apanya yang kurang coba? Justru aku yang terpenjara gara-gara menikah denganmu.”

“Makanya, kita akan segera bercerai kok. Dan kamu nggak akan di penjara lagi oleh pernikahan ini. Begitu pula denganku. Kamu tidur di bawah. Ada kasur lantai kan?”

Afsana sudah lelah setelah melakukan resepsi pernikahan. Senyum pula harus selalu terukir saat di atas pelaminan. Semuanya demi orang tua yang ternyata memakan uang rentenir dari orang bernama Haribowo yang merupakan ayah dari Deryl. Uang itu digunakan untuk membeli sawah. Namun, karena orang tua Afsana tak bisa memenuhi syarat dalam perjanjian, akhirnya Afsana yang dikorbankan.

“Kita belum selesai bicara,” cegah Deryl.

“Tapi, aku capek! Kamu wajib tidur di bawah!”

“Kamu tidur pakai kerudung?” tanya Deryl tiba-tiba.

Afsana kembali menoleh.

“Ada masalah?”

“Katanya gerah. Kenapa tetap dipakai?”

Afsana mendengus kesal.

Gerah gara-gara kalian yang nggak pada salat. Bukan karena cuaca atau semacamnya!

“Terserah aku lah, mau pakai kerudung saat tidur kan terserah aku. Lagian, aku nggak mau memperlihatkan rambutku kepadamu. Aku nggak mau kalau kamu jadi suka sama aku!”

Afsana lagi-lagi menekuk wajahnya. Kemudian, ia menempelkan bokongnya di kasur. Bersiap untuk tidur.

“Cantikan Klara kali. Perbandingannya satu banding seribu. Walau kamu memperlihatkan rambutmu di depanku, aku nggak bakal suka sama kamu! Dan aku, nggak mau tidur di bawah. Kita batasi pakai guling. Kamu tuh, yang harus jaga tanganmu biar nggak menyentuhku!”

Deryl melangkahkan kaki menuju ranjang. Ia menjatuhkan tubuhnya di kasur, membuat Afsana menoleh karena ucapan lelaki itu bukan main-main.

“Ini, batasanya pakai guling. Kamu nggak boleh melewati batas ini. Kalau aku, sudah jelas nggak bakal melewatinya karena tidurku nggak banyak tingkah!”

Guling diletakkan di tengah oleh Deryl. Afsana tak setuju. Ia bersiap untuk memprotesnya.

“Kamu tuh ya! Dibilangi tidur di bawah, ya di bawah! Aku nggak mau terjadi sesuatu yang nggak diinginkan kalau kita tidur dalam satu ranjang!”

“Udah! Tidur! Katanya tadi capek. Kalau mau, kamu saja yang tidur di bawah.”

Afsana yang merasa kalau dirinya menjadi korban perjodohan ini, tentu tak ingin semakin menyiksa diri. Ia ingin tidur di kasur yang empuk dan hangat. Bukan di bawah dan membuatnya makin tak adil.

“Awas kalau sampai menyentuhku!” ancam Afsana membalikkan badan dan memunggungi Deryl.

“Nggak bakal!”

Deryl melakukan hal yang sama.

Meski awalnya kesulitan untuk tidur karena banyaknya pikiran yang mendatangi pikiran, Afsana dan Deryl akhirnya bisa memejamkan mata. Mereka saling memunggungi.

Broott!

Deryl mengendus bau yang menyengat hidung hingga ia harus terbangun dari tidur.

Bab terkait

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Berdebar

    “Sial! Bau apa ini!” gumam Deryl seraya membuka mata.Menyadari ada yang tak beres dengan dirinya, Deryl membelalakan mata. Betapa terkejutnya ketika kedua lengannya mendekap pinggang bagian belakang dari wanita yang tidur seranjang dengannya. Perlahan tapi pasti, tanggannya dilepas dan mundur pelan-pelan. Ia tak mau membangunkan Afsana yang ternyata tidur di tempat yang semestinya. Deryl sendiri yang melewati batasannya.Apa-apaan ini? Kenapa aku memeluknya? Dan lagi, bau yang nggak enak tadi, datang dari arah pantatnya? Afsana kentut? Sialan!Deryl mengibaskan tangannya pelan berusaha mengusir sisa aroma yang mengganggu pernapasan. Namun, saat melihat tubuh bagian atas milik istrinya, kerudung yang dipakai tersingkap dan lepas. Bukan hanya rambut yang mati-matian ditutupi oleh Afsana telah terlihat, tetapi bagian dada pun terlihat bentuknya begitu jelas.Lelaki yang sebenarnya sudah sah menjadi suami dari Afsana itu malah menarik napas seraya membuang pandangannya. Matanya pun tanpa

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Jangan Goyah

    Ih! Apaan coba. Pagi-pagi sudah sayang-sayangan begitu sama pacaranya di depan istrinya. Meluk? Ih! Sudah bisa ditebak kalau hubungan mereka sudah selayaknya suami-istri. Ih! Amit-amit! Aku tambah nggak suka sama dia. Pengen cepat-cepat cerai saja. Jangan sampai ada cinta di antara kami dan itu nggak bakal terjadi. Untung saja, tadi malam nggak terjadi apa-apa. Padahal dia mesum begitu sama pacaranya. Alhamdulillah. Sama aku dia tahu diri.Tatapan penuh rasa jijik dihunjamkan ke arah Deryl. Lantas, Afsana kembali memalingkan wajah lurus ke depan. Ia tak mau berlama-lama melihat sikap suaminya yang tak pantas dikata suami.Bagaimana dengan Mas Arsakha, ya? Semenjak dia pergi menuntut ilmu lagi, kami putus hubungan. Dan sekarang, aku malah jadi istri orang. Apa Mas Arsakha sudah tahu? Kan Bu Najwa hadir di pernikahanku. Dan lagi, kata beliau, Mas Arsakha sudah dijodohkan. Ah! Kenapa semua jadi seperti ini?Sambil melepas mukena dan melipatnya, Afsana merenungi kisah hidupnya. Merenungi

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Awas Saja

    Ingatan Deryl terlempar ke masa di mana Klara bertamu ke rumah. Ia mengingat begitu jelas kalau kekasih yang dicintainya itu malah memperlakukan wanita pemilik surganya tak begitu sopan. Ya, Klara tanpa sungkan berani menyuruh-nyuruh Asih. Deryl mengetahuinya ketika ia meninggalkan mereka sebentar, lalu kembali dan mendengar kalimat-kalimat yang kurang enak didengar yang dikatakan oleh Klara.“De! Ngapain kamu berdiri di situ? Mau ikut salat?” tanya Asih ketika melihat anak lelakinya mematung di dekat pintu.Deryl tersentak. Ia melamun hingga tak sadar kalau aktivitas dua orang yang diintip telah usai. Jadilah, ia tertangkap basah. Malu, tentu saja. Namun, ia tak akan memerlihatkannya dengan jelas.“Mana ada! Aku Cuma lewat kok!”Afsana dan Asih tersenyum mengetahui Deryl berusaha untuk berbohong.“Lewat, apa lewat? Aku pikir, sejak tadi, kamu berdiri sambil mengintip ke sini kok,” ujar Afsana mulai mencibir. “Iya kan, Bu. Ibu lihat kalau Mas De berdiri lama di sana. Mana ada lewat be

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Ayo! Jalan-jalan

    Afsana tersenyum dengan kedua ujung bibir terasa kaku. Ia bingung, bagaimana harus menanggapi perkataan ibu mertuanya itu?Walau Afsana tidak setuju dengan perjodohan yang terjadi, wanita itu tetap berusaha menghormati para orang tua yang telah membuatnya seperti ini. Ia telah diajarkan rasa sopan sejak kecil. Jadi, sebisa mungkin, ia menjalankan ajaran itu. Kebaikan adalah segalanya. Terutama pada orang tua.“Apa kamu sudah berpikir untuk bercerai dari Deryl, Nduk?” tanya Asih yang membuat Afsana terperajat.Di sisi lain, Deryl sangat terkejut pula. Ia teringat lagi dengan percakapan tadi malam. Afsana yang telah berencana akan menggugat cerai setelah enam bulan pernikahan karena Deryl tak menyentuhnya dan tak memberi nafkah batin. Kalau istrinya itu sampai mengatakan rencana itu sekarang, Deryl benar-benar tak berkutik. Ia harus menghentikannya.Deryl keluar dari persembunyiannya dengan sedikit bersandiwara. Seolah tak mengetahui kalau ada dua orang wanita yang sedang berbicara di s

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Bertemu Pacar

    “De! Kamu lihat apa, sih!” bentak Klara yang mengetahui sorot mata pacarnya tak fokus pada dirinya.Ketika Klara ingin menoleh ke belakang untuk memastikan ada apa di sana hingga membuat Deryl melebarkan mata, lelaki di hadapannya kembali tersadar dan segera meraih tangan mulus milik Klara. Tentu, Deryl tak ingin kalau Klara tahu ada Afsana juga di tempat itu.“Nggak, Sayang. Bukan apa-apa. Tadi aku hanya melihat orang yang agak aneh saja, tapi dia sudah pergi. Kamu mencarinya pun, dia sudah nggak ada.”Ya, hanya alasan agar Klara tak menoleh ke belakang. Meski sebenarnya, wajah Afsana tak akan kelihatan karena posisinya memunggungi tempat duduk mereka. Hanya berhati-hati demi kedamaian dunia.Wanita berparas cantik yang memakai crop top berwarna putih dipadukan dengan hot pants warna senada membuat Klara tampak begitu mempesona. Tentu, tampak begitu indah di mata para kaum lelaki.Berbanding terbalik dengan Afsana yang serba tertutup. Pakaiannya saja over size. Celana yang dipakai pu

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Nggak Tahu Malu

    Perjumpaan singkat dan tanpa disengaja itu telah membuat Afsana melamun. Arsakha tak terlihat lagi dengan meninggalkan pesan yang masih tak dipercaya oleh gadis berkerudung hitam yang masih duduk sendiri itu.“Benarkah perkataannya tadi? Dia akan menunggu aku bercerai dari Mas Deryl? Apa semua bukan omong kosong saja? Tapi, aku merasa bahagia ketika mendengarnya berbicara seperti itu.”Senyum perlahan melebar. Namun, tetap saja tak bisa merasa lega. Masa depan tentu belum ada yang tahu. Arsakha memang mengatakan janji itu, tetapi sampai saat itu tiba, mereka tidak akan bisa menerka secara pasti. Kalau sampai terlalu berharap, tetapi tak sesuai, pasti akan merasa kekecewaan. Bahkan mungkin teramat sangat.Helaan napas kasar menggema bersama kesendiriannya. Meski tempat makan itu banyak pengunjungnya, tetapi bagi Afsana, dia hanya seorang diri. Suami yang datang bersamnya, sama sekali tak ada di ingatan. Justru, lelaki yang memakai sarung dan peci tadi yang memenuhi ruangan yang ada di

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Jatuh Cinta Kepadamu?

    “Duduk dulu. Kita buat perjanjiannya dulu. Aku yang akan menulisnya di HP. Apa poin-poin yang akan ditulis di sana, kita diskusikan bersama. Setelah itu, kita cetak dan mendatanganinya. Kalau perlu, kita beri materai biar makin jelas.”“Pasang materainya dulu, baru ditandatangani. Harus ada sebagian meterai yang terkena tanda tangan.”“Iya! Intinya, kita buat isinya dulu di sini.”Afsana yang sudah berdiri dan mengenakan tas untuk pergi dari tampat itu, kembali mengurungkan niatnya. Ia duduk di tempat semula.Deryl mulai menulis pembukaan perjanjian sebelum pada poin-poin yang akan disepakati bersama. Ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar satu sama lain.Mereka begitu serius dalam menentukan isi perjanjian tersebut. Satu poin pun tak boleh terlewati. Namun, di saat yang sama, penciuman Deryl malah salah fokus pada aroma yang membuat hatinya mendesir. Aroma harum dan enak dihirup lama-lama menguar dari seseorang yang sedang bersamanya. Padahal, parfum yang Klara pakai juga leb

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Siapa Dia?

    “Astagfirullah!” pekik Afsana seraya menoleh ke sumber suara.Suara yang cukup nyaring itu tentu membuat jantung berdebar lebih cepat. Meski begitu, Afsana merasa penasaran dan ingin tahu, apa penyebab suara itu terdengar di telinga.Pelan-pelan, wanita itu melangkahkan kaki. Ia berusaha mengintip agar bisa segera mengetahui penyebab benda itu terjatuh. Bisa saja karena ada kucing yang masuk hingga menjatuhkan benda ke lantai.Kening mengernyit kala sampai di tempat yang terdengar sebagai sumber suara. Di sana, memang ada beberapa benda yang tergeletak tak beraturan di lantai. Tampaknya, benda-benda itu yang tadi mengeluarkan suara. Namun, Afsana tidak melihat apa pun di sana.Afsana kembali mengulangi pencariannya terhadap sesuatu yang bisa mengacaukan barang-barang yang tergeletak di lantai. Namun, sekali lagi, ia tak menemukan apa-apa.“Masa sih, jatuh sendiri?”Karena tidak menemukan target yang bisa memecah rasa penasarannya, timbul pikiran buruk hingga membuat bulu kuduk berdiri

Bab terbaru

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Bismillah, Aku Siap

    “Walau kalian diam, Ibu akan tetap mengurusnya. Tidak ada yang bisa menolak,” tegas Asih meski diakhiri dengan senyuman.“Kalau aku, terserah Afsa saja, Bu,” timpal Deryl.“Nduk, kamu pasti mau, kan?” tanya Asih tatapannya bertemu dengan Afsana di spion.“Kalau kami pergi, Ibu sendirian di rumah,” jawab Afsana sambil nyengir.“Nggak masalah, Nduk. Masih ada mbak-mbak sama pegawai yang lain. Kamu nggak perlu mengkhawatirkannya. Kalian pergi paling lama semingguan. Itu nggak lama, Nduk.”“Tapi, tetap butuh biaya banyak kan, Bu?” Afsana memang merasa tidak enak hati.“Jangan pikirkan itu, Nduk. Setelah kalian pulang bulan madu, Deryl akan bekerja melanjutkan pekerjaan Bapak di tambak. Nantinya akan terkumpul lagi uangnya, Nduk.”Karena tidak ada lagi alasan untuk menolak perintah dari Asih, Afsana mengangguk pelan. Deryl melihatnya. Tentu senyumnya kembali merekah.“Kalau begitu, Afsa mau, Bu.”“Alhamdulillah. Harusnya memang begitu, Nduk. Kamu nggak perlu memusingkan biayanya. Nanti Ibu

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Keputusan

    Afsana sudah pasti akan mengakhiri pernikahan kami. Dia sudah punya cowok idaman. Dia akan kembali padanya dan menikah. Sedangkan aku, yang mati-matian aku jaga malah berkhianat walau dilakukan demi aku, tapi harusnya bukan begitu caranya.Dalam hati, Deryl berbisik. Tatapannya sendu bergulir tak fokus. Seringnya ke arah bawah, tapi tidak menunduk.Sebelum mulai bicara, Afsana sempat melihat ekspresi yang Deryl gambarkan lewat wajahnya.Apa yang sedang dia pikirkan? “Ayo, Nduk. Bu Asih sama Mas Deryl pasti sudah tidak sabar mendengar keputusanmu,” ujar Aminah membuat Afsana kembali fokus.Afsana kembali mengangguk sambil mengambil napas dalam.“Sebelumnya, terima kasih karena Ibu sama Mas Deryl mau memenuhi kemauanku dan datang ke sini. Untuk waktu yang diberikan kepadaku juga selama tinggal di rumah ini. Aku rasa semua itu cukup untukku berpikir dan harus memberikan keputusan untuk pernikahanku bersama Mas Deryl untuk ke depannya.”Afsana berhenti untuk mengambil napas. Namun, kedua

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Bertemu Deryl Lagi

    “Seperti yang kamu lihat sekarang, Af. Alhamdulillah, aku baik walau memang aku jadi sering memikirkanmu,” jawab Deryl yang spontan membuat teman Afsana tidak enak berada di antara mereka.“Af, aku tunggu di motor, ya,” ujarnya berbisik.Afsana ingin mencegah, tetapi tidak mungkin. Hanya bisa melebarkan kedua mata saat temannya perlahan meninggalkannya.“Af, maaf, kamu pasti nggak nyaman bertemu denganku begini.” Perkataan Deryl kembali memfokuskan Afsana.Senyum tersungging untuk sedikit mencairkan suasana.“Takdir yang mempertemukan kita, Mas. Mungkin, agar aku tau kalau kamu sudah benar-benar serius untuk berubah. Kita mungkin perlu bicara, walau nggak lama. Nggak mungkin aku menghindar terus, kan?” ujar Afsana harus menentukan dengan tegas.“Kalau gitu, apa kita bisa cari tempat yang lebih nyaman?”“Boleh, Mas.”Deryl mengitarkan pandangannya. Ia menemukan bangku di taman kecil dan kosong.“Tuh! Di sana, yuk,” ajak Deryl sambil mengacungkan jemarinya.Afsana mengikuti arah telunju

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tamu itu Arsakha

    Sudah dua bulan semenjak Deryl mengantarkan Afsana ke rumah orang tuanya, selama itu pula, dua orang itu tidak saling memberi kabar.Jasad Marwan sudah dikembalikan dan dikebumikan dengan benar. Dengan seperti itu pula, Haribowo dan semua yang terlibat sudah jelas dimasukkan ke dalam penjara.“Nduk, sudah dua bulan kamu di sini. Apa kamu belum menentukannya? Kasihan Deryl, pasti sedang menunggu kepastian darimu di sana. Bu Asih kelihatan sayang juga sama kamu kan, Nduk?” tanya Aminah yang duduk di sebelah Afsana.Anak perempuannya itu melihat pergerakan sang ibu. Ia membuang napas perlahan. Tak dimungkiri, Afsana masih bingung mau dibawa ke mana pernikahannya yang baru seumur jagung. Memang benar, ada perjanjian akan bercerai di antara mereka, tetapi Afsana mulai gundah saat mengetahui Deryl bersungguh-sungguh mengubah kepribadiannya.“Tapi memang, sepertinya Deryl tidak pantas dijadikan suami untukmu kan, Nduk? Dia pasti nggak salat atau mengerjakan ibadah yang lain. Walau begitu, ke

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Terkuak

    “Pak, bagaimana?” tanya Lingga yang bisa ditangkap oleh Deryl.“Mas Lingga, apa kamu juga tahu, hm?” Deryl ingin segera menemukan titik terang sesungguhnya.Mungkin ini waktunya, bagaimanapun perasaan bersalah ini nggak bisa hilang begitu saja. Walau aku sudah coba untuk menebusnya dengan caraku sendiri.Haribowo bergeming. Padahal, Lingga yang ada di sebelahnya tampak gelisah. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Deryl terasa menghunjam jantungnya.“Pak, jelaskan kalau memang Bapak tahu,” pinta Asih yang didampingi oleh Afsana. Tenaganya terasa menguap. Butuh orang untuk menjaganya.Embusan kasar dilakukan. Haribowo bersiap mengucapkan kalimat. Ia sudah memutuskan solusi paling tepat. Meski terasa sangat berat.“Aku akan mengakui semuanya,” ujar Haribowo.“Bapak yakin?” tanya Lingga agak kaget.“Iya, Ga. Mungkin inilah saatnya. Bapak merasa bersalah.”Lingga mengangguk pasrah.“Ada apa sebenarnya, Pak?” tanya Asih kini air matanya semakin deras mengalir. Perasaannya tidak karuan. Apakah

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tidak Masuk Akal

    “Kamu mau ngapain, sih, De?” tanya Asih sebab setelah Haribowo meninggalkan rumah, anak lelakinya malah sibuk sendiri mempersiapkan keperluan untuk menggali tanah.“Mau gali tanah, Bu.”“Buat apa?” Asih keheranan.“Ada sesuatu yang harus dicaritahu, Bu.” Deryl tidak mengatakan tujuan sesungguhnya karena memang belum jelas hasilnya seperti apa.“Apa memangnya?”Asih makin penasaran, makanya ia ingin segera tahu tujuan itu.“Nanti Ibu akan tahu, Bu. Aku saja penasaran. Sudah tanyanya, Bu. Aku harus segera melakukannya agar rasa penasaran kita menghilang.”Asih menghela napas karena perkataan sang anak belum dipahami. Namun, ia hanya bisa diam dan mengikuti anak lelakinya itu.Sedangkan Afsana, ia juga bingung harus mengatakan kebenarannya atau tidak pada Asih. Dirinya kan tahu semuanya dan yang menjadi alasan Deryl mau menggali tanah itu.Deryl melihat Afsana. Lalu, ia pergi sebentar menemui sang istri.“Kamu pura-pura nggak tahu saja. Biar Ibu lihat sendiri nanti,” bisik Deryl. Lalu, k

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Iya, Ajari Aku

    Jam dinding terus bergerak jarumnya, nyatanya Afsana tidak semudah itu memajamkan matanya kembali setelah bermimpi buruk.“Kenapa belum tidur?” tanya Deryl saat melihat mata istrinya masih terbuka.“Aku jadi nggak ngantuk, Mas. Kamu tidur aja.”“Kenapa?”“Ya karena kamu pasti ngantuk, kan? Nggak usah nungguin aku tidur, Mas.”“Bukan itu. Kamu belum ngantuk karena takut bermimpi buruk lagi, kan?” tebak Deryl.Lebih tepatnya, Afsana belum bisa tidur karena bimbang akan mengatakan mimpi itu pada Deryl atau disimpan sendiri. Namun, mimpinya tadi seperti sebuah petunjuk. Juga, kejadian-kejadian di luar nalar yang beberapa waktu lalu dialami makin menambah pikiran.“Aku cerita, tapi kamu jangan tersinggung, ya, Mas.” Afsana memberanikan diri.“Cerita soal mimpi burukmu itu? Kenapa harus tersinggung?”“Aku ngomong dulu sebelum cerita, Mas. Soalnya, dalam mimpiku sosok itu ngomongnya agak aneh.”“Kamu cerita sambil tiduran begitu?”Memang benar, Afsana tidak beranjak dari tempat pembaringann

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Sosok Itu Lagi

    Pertanyaan itu dirasa janggal oleh Deryl. Kening tentu mengernyit.“Biar kamu tenang, Mas De. Aku biasa menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an kalau lagi banyak masalah. Alhamdulillah, hati terasa lebih tenang, Mas De. Mungkin saja, kamu pengen coba, siapa tahu ada perubahan,” ucap Afsana sambil tersenyum. Lalu, ia pergi mengambil kitab suci yang disimpan di lemari.“Ya sudahlah, terserah kamu saja,” jawab Deryl.“Oke.”Afsana kembali duduk. Wudhunya belum batal. Jadi, ia langsung mengambil kitab suci itu dan sekarang membukanya.“Suaraku nggak bagus,” ucap Afsana sebelum memulai melantunkan ayat-ayat suci itu.“Iya. Buruan.”Deryl duduk tak jauh dari Afsana.Afsana mengambil napas. Lalu, ia mulai melafazkan basmallah sebelum membaca ayat-ayat yang tertulis di dalam kitab suci itu.Ketika mendengar suara istrinya, Deryl agak terkejut. Ia membuka mata lebar-lebar untuk sesaat. Yang dikata tidak merdu, nyatanya tak begitu bagi telinga lelaki itu.Sebagus ini dia ngomongnya nggak merd

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tabrakan

    Senyum getir menghiasi bibir. Benar memang, Deryl sadar diri bagaimana dirinya saat ini. Sangat berbanding terbalik kalau dibandingkan dengan lelaki yang pernah duduk di hadapan istrinya saat di warung makan.“Iya, aku tahu. Istirahatlah. Aku akan berangkat kerja.”“Iya, maafkan aku karena sudah mengatakan kenyataan pahit yang membuatmu tidak nyaman.”Hanya senyuman. Lalu, Deryl keluar dari kamar.Andai aku mengubah penampilan dan mempelajari ilmu agama dengan benar, apakah dia akan mempertimbangkan hubungan pernikahan yang telah terjalin ini? Tapi, buat apa aku memikirkannya? Memang lebih baik kalau kami bercerai kan?“De, kamu mau kerja?” tanya Asih ketika melihat anak lelakinya pergi ke garasi.“Iya, Bu. Afsa di sini kan, sudah ada Ibu. Aku juga harus serius bekerja biar nggak dimarahi Bapak.”“De, cobalah perbaiki dirimu dan dekati Afsa sungguh-sungguh. Kamu sudah menikah. Fokuslah pada pernikahanmu. Hubungan ini bukan untuk main-main walaupun awalnya karena perjanjian utang. Ibu

DMCA.com Protection Status