Share

Jangan Goyah

Author: Khanna
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ih! Apaan coba. Pagi-pagi sudah sayang-sayangan begitu sama pacaranya di depan istrinya. Meluk? Ih! Sudah bisa ditebak kalau hubungan mereka sudah selayaknya suami-istri. Ih! Amit-amit! Aku tambah nggak suka sama dia. Pengen cepat-cepat cerai saja. Jangan sampai ada cinta di antara kami dan itu nggak bakal terjadi. Untung saja, tadi malam nggak terjadi apa-apa. Padahal dia mesum begitu sama pacaranya. Alhamdulillah. Sama aku dia tahu diri.

Tatapan penuh rasa jijik dihunjamkan ke arah Deryl. Lantas, Afsana kembali memalingkan wajah lurus ke depan. Ia tak mau berlama-lama melihat sikap suaminya yang tak pantas dikata suami.

Bagaimana dengan Mas Arsakha, ya? Semenjak dia pergi menuntut ilmu lagi, kami putus hubungan. Dan sekarang, aku malah jadi istri orang. Apa Mas Arsakha sudah tahu? Kan Bu Najwa hadir di pernikahanku. Dan lagi, kata beliau, Mas Arsakha sudah dijodohkan. Ah! Kenapa semua jadi seperti ini?

Sambil melepas mukena dan melipatnya, Afsana merenungi kisah hidupnya. Merenungi kekasih hatinya yang tak pernah ada kabar hingga dirinya telah sah menjadi istri orang lain.

Afsana hanya bisa menarik napas dalam-dalam agar ruangan di dalam dada terasa longgar kembali. Lantas, ia membuangnya perlahan.

“Meluk? Kamu memeluknya, De! Janjimu mana! Katanya nggak bakal menyentuhnya? Kenapa malah berani memeluknya?” bentak Klara yang ada di ujung sambungan. Kalau dia marah, hanya nama yang terucap. Bukan panggilan sayang.

“Bu—bukan gitu, Sayang,” sanggah Deryl tergagap.

Duh! Bagaimana ini? Kenapa aku malah mengatakannya? Klara juga, kenapa bikin aku kaget. Kacau! Semua gara-gara Afsana!

Deryl melihat istrinya yang baru saja merapikan mukena yang dipakai. Wanita itu tetap mempertahankan hijabnya padahal tanpa sepengetahuannya, Deryl telah melihat rambut istrinya itu. Tatapan yang dilayangkan oleh Deryl begitu sengit penuh permusuhan. Dua orang yang baru saja meresmikan hubungan pernikahan sama sekali tak terlihat romantis. Hanya ada kekesalan yang tampak pada diri masing-masing.

“Apa lihat-lihat? Awas kalau naksir!” ancam Afsana ketika menoleh malah bertatapan dengan suaminya.

“Cuih!” balas Deryl seraya memalingkan sorot mata ke sudut lain.

Afsana melangkahkan kaki keluar dari kamar. Ia tak mau berlama-lama hanya berdua di dalam kamar. Terasa sesak dan inginnya hanya marah. Parahnya, mengutuk takdir.

Nggak bakal! Walau tadi sempat deg-degan, itu hanya kebetulan dan kesadaranku belum seutuhnya berkumpul. Nggak bakal aku suka sama dia!

“Tuh, kan! Kamu diam! Artinya, kamu sudah jatuh cinta sama istri sialanmu itu kan, De! Kamu bohong! Padahal, aku tulus mencintaimu dan mau menunggumu!”

Deryl yang kembali tak fokus gara-gara saling ejek dengan Afsana, membuat Klara makin naik darah. Ia merajuk dengan suara penuh kekesalan.

“Nggak! Aku nggak bohong! Aku menjaga diri dengan baik. Dia juga nggak suka sama aku kok. Mana mungkin kami saling menyentuh, Sayang. Aku nggak akan mengingkari janjiku kepadamu. Tunggu aku yang akan menikahimu, Sayang.”

“Terus, tadi apa? Meluk? Kamu memeluk dia kan, maksudnya? Jangan bohong kamu, De! Aku tulus mencintaimu! Jangan permainkan aku!”

“Mana ada aku mempermainkanmu. Aku kan, mati-matian menjaga hubungan kita, Sayang. Aku saja menahan diri untuk tidak menyentuhmu. Aku nggak mau menyakitimu sampai merenggut kehormatanmu sebelum menikah. Masa aku menyia-nyiakan semua itu? Saat ini, keadaan yang membuat kita jadi seperti ini. Tapi, percayalah, aku setia kepadamu dan akan memenuhi semua janjiku. Soal kata-kata itu, aku hanya kaget karena memikirkan hal itu kalau nanti aku menikahimu.”

Begitulah yang terucap dari mulut Deryl. Meski tak dimungkiri, ada keraguan yang samar-samar menghinggapi perasaannya. Entah, kenapa keraguan itu perlahan menyusup ke dalam dada. Juga, ada kebohongan yang dirangkai begitu manis.

“Janji, ya! Hanya ada aku di hatimu! Jangan pernah memasukkan wanita lain apalagi istrimu itu! Hanya aku yang berhak kamu cintai!” pinta Klara dengan manja.

“Tentu, Sayang. Hanya kamu yang ada di hatiku sampai kapan pun.”

Iya! Memang harus begitu. Aku nggak boleh goyah walau untuk sekarang dan seterusnya, ada Afsana di rumah ini. Bahkan, dia sekamar denganku. Aku nggak akan meragukan cintaku kepada Klara hanya gara-gara setiap hari melihat Afsana. Istri jorok! Kentut sembarangan!

Deryl menguatkan dirinya sendiri dengan terus mengingat sikap buruk yang Afsana lakukan meski tanpa disadarinya sebagai kunci agar lelaki itu tak tergoyahkan oleh keadaan.

***

“Loh, Nduk. Kenapa ikut ke dapur? Tidur saja di kamar. Kamu nggak perlu ke sini,” ujar Asih—ibu mertua Afsana.

“Nggak masalah, Bu. Kalau sudah kena air karena habis salat subuh, Afsa nggak bisa tidur lagi. Afsa kan, biasanya memang sudah pergi bekerja. Jadi, Afsa senang saja kalau bantu-bantu Ibu di dapur begini. Ibu juga kenapa masih sibuk di dapur? Bukankah ada mbak-mbak yang akan memasak buat kita?” Afsana balik bertanya.

Asih malah menunjukkan raut wajah sendu. Tampaknya ia tak enak hati dengan kalimat yang baru saja didengar olehnya.

“Ibu malah nggak pernah salat subuh. Bangun jam segini karena memang sudah terbiasa untuk memasak. Bapak harus pergi pagi dan selalu meminta sarapan dulu. Ibu malu saat mendengar menantu Ibu malah serajin ini.”

“Belum ada kata terlambat kok, Bu. Ibu mau diajarin salat? Atau masih mengingat gerakan dan bacaannya?” Afsana menawari dengan melebarkan senyuman.

“Ibu malu.”

“Berbuat kebaikan, mana boleh malu. Terserah Ibu kok. Mau sekarang, atau kapan. Afsa hanya menawarkan dengan senang hati.”

Semoga saja, Ibu akan mengerjakan salat secepatnya. Aku juga, nggak mungkin memaksakan kehendakku. Walau baik, tetap nggak boleh memaksa.

“Ibu masih ingat gerakannya, kok. Bacaannya juga, walau tetap ada yang lupa, sebagaian besar, Ibu masih mengingatnya. Hanya karena di rumah ini nggak ada yang salat, Ibu jadi ikut Bapak. Kalau lebaran kan, Ibu harus tetap ke masjid. Jadi, Ibu tetap berusaha mengingat gerakan dan bacaan salat.”

Ada yang nyeri di dalam hati. Miris ketika mendengar pengakuan yang terlontar dari Asih. Afsana hanya memendam perasaan itu. Salat hanya untuk pencitraan di depan orang-orang. Bagi Afsana, begitu salah kaprah.

“Kalau Afsa sih, memang tahu, kalau salat itu kewajiban orang islam. Jadi, tetap harus dikerjakan selama kita masih hidup di dunia, Bu. Ayo, Afsa bantu masak. Ibu mau masak apa hari ini?”

Afsana tidak ingin semakin menggurui. Jadi, ia mengalihkan pembicaraan.

“Apa Ibu boleh salat dulu?”

Senyum tersimpul. Afsana tentu sangat bahagia ketika mertuanya berbicara demikian.

“Boleh banget, Bu.”

“Kamu ikut Ibu. Ajari Ibu dulu sebelum Ibu mengerjakan salat.”

Afsana mengangguk. Lantas, mereka pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

“Ibu ngapain? Baru bangun? Kenapa membasuh wajah di sini? Ada kamar mandi di kamar Ibu kan?” tanya Deryl ketika melihat wajah orang yang teramat disayanginya itu basah oleh air.

“Ibu mau salat, De.”

“Salat? Sejak kapan Ibu melakukannya?” Deryl melirik pada orang yang berdiri di samping ibunya.

“Sejak Afsana jadi mantu Ibu.”

“Ayo, Bu. Keburu waktunya habis. Subuh kan, waktunya nggak banyak,” ujar Afsana tak peduli dengan lirikan yang Deryl layangkan padanya.

Mereka pergi meninggalkan Deryl.

Aku mau mengintip mereka. Apa benar, Ibu akan salat?

Deryl pun diam-diam mengikuti dua orang itu. Mereka pergi ke kamar yang jarang dipakai. Kemudian, Deryl melihat pemandangan yang begitu menyejukkan mata.

Di kamar itu, Afsana memakaikan mukena kepada Asih sambil mengembangkan senyuman. Begitu pula dengan Asih. Mereka tampak begitu akrab. Kemudian, Afsana mulai mengajari, lebih tepatnya mengoreksi bacaan yang dilantunkan oleh lisan mertuanya sebelum Asih melakukan salat.

Andai Klara bisa sedekat itu sama Ibu. Bukan malah ….

Related chapters

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Awas Saja

    Ingatan Deryl terlempar ke masa di mana Klara bertamu ke rumah. Ia mengingat begitu jelas kalau kekasih yang dicintainya itu malah memperlakukan wanita pemilik surganya tak begitu sopan. Ya, Klara tanpa sungkan berani menyuruh-nyuruh Asih. Deryl mengetahuinya ketika ia meninggalkan mereka sebentar, lalu kembali dan mendengar kalimat-kalimat yang kurang enak didengar yang dikatakan oleh Klara.“De! Ngapain kamu berdiri di situ? Mau ikut salat?” tanya Asih ketika melihat anak lelakinya mematung di dekat pintu.Deryl tersentak. Ia melamun hingga tak sadar kalau aktivitas dua orang yang diintip telah usai. Jadilah, ia tertangkap basah. Malu, tentu saja. Namun, ia tak akan memerlihatkannya dengan jelas.“Mana ada! Aku Cuma lewat kok!”Afsana dan Asih tersenyum mengetahui Deryl berusaha untuk berbohong.“Lewat, apa lewat? Aku pikir, sejak tadi, kamu berdiri sambil mengintip ke sini kok,” ujar Afsana mulai mencibir. “Iya kan, Bu. Ibu lihat kalau Mas De berdiri lama di sana. Mana ada lewat be

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Ayo! Jalan-jalan

    Afsana tersenyum dengan kedua ujung bibir terasa kaku. Ia bingung, bagaimana harus menanggapi perkataan ibu mertuanya itu?Walau Afsana tidak setuju dengan perjodohan yang terjadi, wanita itu tetap berusaha menghormati para orang tua yang telah membuatnya seperti ini. Ia telah diajarkan rasa sopan sejak kecil. Jadi, sebisa mungkin, ia menjalankan ajaran itu. Kebaikan adalah segalanya. Terutama pada orang tua.“Apa kamu sudah berpikir untuk bercerai dari Deryl, Nduk?” tanya Asih yang membuat Afsana terperajat.Di sisi lain, Deryl sangat terkejut pula. Ia teringat lagi dengan percakapan tadi malam. Afsana yang telah berencana akan menggugat cerai setelah enam bulan pernikahan karena Deryl tak menyentuhnya dan tak memberi nafkah batin. Kalau istrinya itu sampai mengatakan rencana itu sekarang, Deryl benar-benar tak berkutik. Ia harus menghentikannya.Deryl keluar dari persembunyiannya dengan sedikit bersandiwara. Seolah tak mengetahui kalau ada dua orang wanita yang sedang berbicara di s

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Bertemu Pacar

    “De! Kamu lihat apa, sih!” bentak Klara yang mengetahui sorot mata pacarnya tak fokus pada dirinya.Ketika Klara ingin menoleh ke belakang untuk memastikan ada apa di sana hingga membuat Deryl melebarkan mata, lelaki di hadapannya kembali tersadar dan segera meraih tangan mulus milik Klara. Tentu, Deryl tak ingin kalau Klara tahu ada Afsana juga di tempat itu.“Nggak, Sayang. Bukan apa-apa. Tadi aku hanya melihat orang yang agak aneh saja, tapi dia sudah pergi. Kamu mencarinya pun, dia sudah nggak ada.”Ya, hanya alasan agar Klara tak menoleh ke belakang. Meski sebenarnya, wajah Afsana tak akan kelihatan karena posisinya memunggungi tempat duduk mereka. Hanya berhati-hati demi kedamaian dunia.Wanita berparas cantik yang memakai crop top berwarna putih dipadukan dengan hot pants warna senada membuat Klara tampak begitu mempesona. Tentu, tampak begitu indah di mata para kaum lelaki.Berbanding terbalik dengan Afsana yang serba tertutup. Pakaiannya saja over size. Celana yang dipakai pu

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Nggak Tahu Malu

    Perjumpaan singkat dan tanpa disengaja itu telah membuat Afsana melamun. Arsakha tak terlihat lagi dengan meninggalkan pesan yang masih tak dipercaya oleh gadis berkerudung hitam yang masih duduk sendiri itu.“Benarkah perkataannya tadi? Dia akan menunggu aku bercerai dari Mas Deryl? Apa semua bukan omong kosong saja? Tapi, aku merasa bahagia ketika mendengarnya berbicara seperti itu.”Senyum perlahan melebar. Namun, tetap saja tak bisa merasa lega. Masa depan tentu belum ada yang tahu. Arsakha memang mengatakan janji itu, tetapi sampai saat itu tiba, mereka tidak akan bisa menerka secara pasti. Kalau sampai terlalu berharap, tetapi tak sesuai, pasti akan merasa kekecewaan. Bahkan mungkin teramat sangat.Helaan napas kasar menggema bersama kesendiriannya. Meski tempat makan itu banyak pengunjungnya, tetapi bagi Afsana, dia hanya seorang diri. Suami yang datang bersamnya, sama sekali tak ada di ingatan. Justru, lelaki yang memakai sarung dan peci tadi yang memenuhi ruangan yang ada di

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Jatuh Cinta Kepadamu?

    “Duduk dulu. Kita buat perjanjiannya dulu. Aku yang akan menulisnya di HP. Apa poin-poin yang akan ditulis di sana, kita diskusikan bersama. Setelah itu, kita cetak dan mendatanganinya. Kalau perlu, kita beri materai biar makin jelas.”“Pasang materainya dulu, baru ditandatangani. Harus ada sebagian meterai yang terkena tanda tangan.”“Iya! Intinya, kita buat isinya dulu di sini.”Afsana yang sudah berdiri dan mengenakan tas untuk pergi dari tampat itu, kembali mengurungkan niatnya. Ia duduk di tempat semula.Deryl mulai menulis pembukaan perjanjian sebelum pada poin-poin yang akan disepakati bersama. Ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar satu sama lain.Mereka begitu serius dalam menentukan isi perjanjian tersebut. Satu poin pun tak boleh terlewati. Namun, di saat yang sama, penciuman Deryl malah salah fokus pada aroma yang membuat hatinya mendesir. Aroma harum dan enak dihirup lama-lama menguar dari seseorang yang sedang bersamanya. Padahal, parfum yang Klara pakai juga leb

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Siapa Dia?

    “Astagfirullah!” pekik Afsana seraya menoleh ke sumber suara.Suara yang cukup nyaring itu tentu membuat jantung berdebar lebih cepat. Meski begitu, Afsana merasa penasaran dan ingin tahu, apa penyebab suara itu terdengar di telinga.Pelan-pelan, wanita itu melangkahkan kaki. Ia berusaha mengintip agar bisa segera mengetahui penyebab benda itu terjatuh. Bisa saja karena ada kucing yang masuk hingga menjatuhkan benda ke lantai.Kening mengernyit kala sampai di tempat yang terdengar sebagai sumber suara. Di sana, memang ada beberapa benda yang tergeletak tak beraturan di lantai. Tampaknya, benda-benda itu yang tadi mengeluarkan suara. Namun, Afsana tidak melihat apa pun di sana.Afsana kembali mengulangi pencariannya terhadap sesuatu yang bisa mengacaukan barang-barang yang tergeletak di lantai. Namun, sekali lagi, ia tak menemukan apa-apa.“Masa sih, jatuh sendiri?”Karena tidak menemukan target yang bisa memecah rasa penasarannya, timbul pikiran buruk hingga membuat bulu kuduk berdiri

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Nggak Takut

    “Ada apa, hm? Kamu takut petir?” tanya Deryl meski awalnya ragu.Afsana hanya menggeleng. Mulutnya masih komat-kamit melafadkan kalimat istigfar. Hanya terdengar gumaman yang tak jelas karena sebagian wajahnya tertutup selimut.“Terus? Kenapa kamu begitu? Ngomong saja kalau takut,” ucap Deryl mulai bernada ketus.Lelaki yang bersusah-payah menghilangkan egonya demi menayakan keadaan istrinya, malah dibalas hanya dengan gelengan kepala. Namun, mulut masih tetap bergumam seperti orang yang sedang menahan rasa takut.“Aku nggak takut sama petir, tapi ….”Afsana tak melanjutkan perkataannya karena di dalam pikirannya terbersit tentang kemungkinan yang akan terjadi. Deryl yang mungkin tak percaya malah hanya akan membuat kesal.“Tapi apa? Kalau ngomong yang jelas.”Dua orang yang awalnya saling memunggungi, kini tanpa disadari, posisi mereka malah saling berhadapan. Deryl mulai kesal. Namun, ia melihat wajah istrinya yang sebagian tertutup selimut dengan begitu serius.“Aku nggak mau cerit

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Nggak Akan Pernah Jatuh Cinta

    “Oh, Ibu,” ucap Deryl terperanjat. Jemarinya tanpa sadar mematikan panggilan video.“Kamu masih berhubungan sama dia?” tanya Asih seraya berjalan mendekati anak lelakinya. Lalu, ia duduk di sebelahnya.Senyum terlukis canggung. Ia tahu, perbuatannya tentu tak lazim sebab sekarang dirinya telah memiliki seorang istri.“Masih, Bu. Aku kan, memang sangat mencintainya. Buktinya, sampai saat ini, aku berusaha untuk tetap menjaga kehormatannya karena memang aku hanya ingin menikah sama Klara.”Pada akhirnya, Deryl harus tetap mengatakan apa yang harusnya dikatakan. Meski tak dimungkiri, keberadaan Afsana sedikit membuat sesuatu yang aneh tiba-tiba menyusup ke relung hati terdalam.“Kenyataannya sekarang, kamu kan, sudah menikahi Afsa, De. Apa kamu nggak memikirkan perasaan istrimu kalau kamu masih tetap begini?” Asih mengatakannya dengan lembut, tetapi ada penekanan.“Aku menikah karena dijodohkan sama Bapak, Bu. Nggak ada rasa cinta di antara kami berdua. Bukankah Afsa juga sependapat denga

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Bismillah, Aku Siap

    “Walau kalian diam, Ibu akan tetap mengurusnya. Tidak ada yang bisa menolak,” tegas Asih meski diakhiri dengan senyuman.“Kalau aku, terserah Afsa saja, Bu,” timpal Deryl.“Nduk, kamu pasti mau, kan?” tanya Asih tatapannya bertemu dengan Afsana di spion.“Kalau kami pergi, Ibu sendirian di rumah,” jawab Afsana sambil nyengir.“Nggak masalah, Nduk. Masih ada mbak-mbak sama pegawai yang lain. Kamu nggak perlu mengkhawatirkannya. Kalian pergi paling lama semingguan. Itu nggak lama, Nduk.”“Tapi, tetap butuh biaya banyak kan, Bu?” Afsana memang merasa tidak enak hati.“Jangan pikirkan itu, Nduk. Setelah kalian pulang bulan madu, Deryl akan bekerja melanjutkan pekerjaan Bapak di tambak. Nantinya akan terkumpul lagi uangnya, Nduk.”Karena tidak ada lagi alasan untuk menolak perintah dari Asih, Afsana mengangguk pelan. Deryl melihatnya. Tentu senyumnya kembali merekah.“Kalau begitu, Afsa mau, Bu.”“Alhamdulillah. Harusnya memang begitu, Nduk. Kamu nggak perlu memusingkan biayanya. Nanti Ibu

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Keputusan

    Afsana sudah pasti akan mengakhiri pernikahan kami. Dia sudah punya cowok idaman. Dia akan kembali padanya dan menikah. Sedangkan aku, yang mati-matian aku jaga malah berkhianat walau dilakukan demi aku, tapi harusnya bukan begitu caranya.Dalam hati, Deryl berbisik. Tatapannya sendu bergulir tak fokus. Seringnya ke arah bawah, tapi tidak menunduk.Sebelum mulai bicara, Afsana sempat melihat ekspresi yang Deryl gambarkan lewat wajahnya.Apa yang sedang dia pikirkan? “Ayo, Nduk. Bu Asih sama Mas Deryl pasti sudah tidak sabar mendengar keputusanmu,” ujar Aminah membuat Afsana kembali fokus.Afsana kembali mengangguk sambil mengambil napas dalam.“Sebelumnya, terima kasih karena Ibu sama Mas Deryl mau memenuhi kemauanku dan datang ke sini. Untuk waktu yang diberikan kepadaku juga selama tinggal di rumah ini. Aku rasa semua itu cukup untukku berpikir dan harus memberikan keputusan untuk pernikahanku bersama Mas Deryl untuk ke depannya.”Afsana berhenti untuk mengambil napas. Namun, kedua

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Bertemu Deryl Lagi

    “Seperti yang kamu lihat sekarang, Af. Alhamdulillah, aku baik walau memang aku jadi sering memikirkanmu,” jawab Deryl yang spontan membuat teman Afsana tidak enak berada di antara mereka.“Af, aku tunggu di motor, ya,” ujarnya berbisik.Afsana ingin mencegah, tetapi tidak mungkin. Hanya bisa melebarkan kedua mata saat temannya perlahan meninggalkannya.“Af, maaf, kamu pasti nggak nyaman bertemu denganku begini.” Perkataan Deryl kembali memfokuskan Afsana.Senyum tersungging untuk sedikit mencairkan suasana.“Takdir yang mempertemukan kita, Mas. Mungkin, agar aku tau kalau kamu sudah benar-benar serius untuk berubah. Kita mungkin perlu bicara, walau nggak lama. Nggak mungkin aku menghindar terus, kan?” ujar Afsana harus menentukan dengan tegas.“Kalau gitu, apa kita bisa cari tempat yang lebih nyaman?”“Boleh, Mas.”Deryl mengitarkan pandangannya. Ia menemukan bangku di taman kecil dan kosong.“Tuh! Di sana, yuk,” ajak Deryl sambil mengacungkan jemarinya.Afsana mengikuti arah telunju

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tamu itu Arsakha

    Sudah dua bulan semenjak Deryl mengantarkan Afsana ke rumah orang tuanya, selama itu pula, dua orang itu tidak saling memberi kabar.Jasad Marwan sudah dikembalikan dan dikebumikan dengan benar. Dengan seperti itu pula, Haribowo dan semua yang terlibat sudah jelas dimasukkan ke dalam penjara.“Nduk, sudah dua bulan kamu di sini. Apa kamu belum menentukannya? Kasihan Deryl, pasti sedang menunggu kepastian darimu di sana. Bu Asih kelihatan sayang juga sama kamu kan, Nduk?” tanya Aminah yang duduk di sebelah Afsana.Anak perempuannya itu melihat pergerakan sang ibu. Ia membuang napas perlahan. Tak dimungkiri, Afsana masih bingung mau dibawa ke mana pernikahannya yang baru seumur jagung. Memang benar, ada perjanjian akan bercerai di antara mereka, tetapi Afsana mulai gundah saat mengetahui Deryl bersungguh-sungguh mengubah kepribadiannya.“Tapi memang, sepertinya Deryl tidak pantas dijadikan suami untukmu kan, Nduk? Dia pasti nggak salat atau mengerjakan ibadah yang lain. Walau begitu, ke

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Terkuak

    “Pak, bagaimana?” tanya Lingga yang bisa ditangkap oleh Deryl.“Mas Lingga, apa kamu juga tahu, hm?” Deryl ingin segera menemukan titik terang sesungguhnya.Mungkin ini waktunya, bagaimanapun perasaan bersalah ini nggak bisa hilang begitu saja. Walau aku sudah coba untuk menebusnya dengan caraku sendiri.Haribowo bergeming. Padahal, Lingga yang ada di sebelahnya tampak gelisah. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Deryl terasa menghunjam jantungnya.“Pak, jelaskan kalau memang Bapak tahu,” pinta Asih yang didampingi oleh Afsana. Tenaganya terasa menguap. Butuh orang untuk menjaganya.Embusan kasar dilakukan. Haribowo bersiap mengucapkan kalimat. Ia sudah memutuskan solusi paling tepat. Meski terasa sangat berat.“Aku akan mengakui semuanya,” ujar Haribowo.“Bapak yakin?” tanya Lingga agak kaget.“Iya, Ga. Mungkin inilah saatnya. Bapak merasa bersalah.”Lingga mengangguk pasrah.“Ada apa sebenarnya, Pak?” tanya Asih kini air matanya semakin deras mengalir. Perasaannya tidak karuan. Apakah

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tidak Masuk Akal

    “Kamu mau ngapain, sih, De?” tanya Asih sebab setelah Haribowo meninggalkan rumah, anak lelakinya malah sibuk sendiri mempersiapkan keperluan untuk menggali tanah.“Mau gali tanah, Bu.”“Buat apa?” Asih keheranan.“Ada sesuatu yang harus dicaritahu, Bu.” Deryl tidak mengatakan tujuan sesungguhnya karena memang belum jelas hasilnya seperti apa.“Apa memangnya?”Asih makin penasaran, makanya ia ingin segera tahu tujuan itu.“Nanti Ibu akan tahu, Bu. Aku saja penasaran. Sudah tanyanya, Bu. Aku harus segera melakukannya agar rasa penasaran kita menghilang.”Asih menghela napas karena perkataan sang anak belum dipahami. Namun, ia hanya bisa diam dan mengikuti anak lelakinya itu.Sedangkan Afsana, ia juga bingung harus mengatakan kebenarannya atau tidak pada Asih. Dirinya kan tahu semuanya dan yang menjadi alasan Deryl mau menggali tanah itu.Deryl melihat Afsana. Lalu, ia pergi sebentar menemui sang istri.“Kamu pura-pura nggak tahu saja. Biar Ibu lihat sendiri nanti,” bisik Deryl. Lalu, k

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Iya, Ajari Aku

    Jam dinding terus bergerak jarumnya, nyatanya Afsana tidak semudah itu memajamkan matanya kembali setelah bermimpi buruk.“Kenapa belum tidur?” tanya Deryl saat melihat mata istrinya masih terbuka.“Aku jadi nggak ngantuk, Mas. Kamu tidur aja.”“Kenapa?”“Ya karena kamu pasti ngantuk, kan? Nggak usah nungguin aku tidur, Mas.”“Bukan itu. Kamu belum ngantuk karena takut bermimpi buruk lagi, kan?” tebak Deryl.Lebih tepatnya, Afsana belum bisa tidur karena bimbang akan mengatakan mimpi itu pada Deryl atau disimpan sendiri. Namun, mimpinya tadi seperti sebuah petunjuk. Juga, kejadian-kejadian di luar nalar yang beberapa waktu lalu dialami makin menambah pikiran.“Aku cerita, tapi kamu jangan tersinggung, ya, Mas.” Afsana memberanikan diri.“Cerita soal mimpi burukmu itu? Kenapa harus tersinggung?”“Aku ngomong dulu sebelum cerita, Mas. Soalnya, dalam mimpiku sosok itu ngomongnya agak aneh.”“Kamu cerita sambil tiduran begitu?”Memang benar, Afsana tidak beranjak dari tempat pembaringann

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Sosok Itu Lagi

    Pertanyaan itu dirasa janggal oleh Deryl. Kening tentu mengernyit.“Biar kamu tenang, Mas De. Aku biasa menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an kalau lagi banyak masalah. Alhamdulillah, hati terasa lebih tenang, Mas De. Mungkin saja, kamu pengen coba, siapa tahu ada perubahan,” ucap Afsana sambil tersenyum. Lalu, ia pergi mengambil kitab suci yang disimpan di lemari.“Ya sudahlah, terserah kamu saja,” jawab Deryl.“Oke.”Afsana kembali duduk. Wudhunya belum batal. Jadi, ia langsung mengambil kitab suci itu dan sekarang membukanya.“Suaraku nggak bagus,” ucap Afsana sebelum memulai melantunkan ayat-ayat suci itu.“Iya. Buruan.”Deryl duduk tak jauh dari Afsana.Afsana mengambil napas. Lalu, ia mulai melafazkan basmallah sebelum membaca ayat-ayat yang tertulis di dalam kitab suci itu.Ketika mendengar suara istrinya, Deryl agak terkejut. Ia membuka mata lebar-lebar untuk sesaat. Yang dikata tidak merdu, nyatanya tak begitu bagi telinga lelaki itu.Sebagus ini dia ngomongnya nggak merd

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tabrakan

    Senyum getir menghiasi bibir. Benar memang, Deryl sadar diri bagaimana dirinya saat ini. Sangat berbanding terbalik kalau dibandingkan dengan lelaki yang pernah duduk di hadapan istrinya saat di warung makan.“Iya, aku tahu. Istirahatlah. Aku akan berangkat kerja.”“Iya, maafkan aku karena sudah mengatakan kenyataan pahit yang membuatmu tidak nyaman.”Hanya senyuman. Lalu, Deryl keluar dari kamar.Andai aku mengubah penampilan dan mempelajari ilmu agama dengan benar, apakah dia akan mempertimbangkan hubungan pernikahan yang telah terjalin ini? Tapi, buat apa aku memikirkannya? Memang lebih baik kalau kami bercerai kan?“De, kamu mau kerja?” tanya Asih ketika melihat anak lelakinya pergi ke garasi.“Iya, Bu. Afsa di sini kan, sudah ada Ibu. Aku juga harus serius bekerja biar nggak dimarahi Bapak.”“De, cobalah perbaiki dirimu dan dekati Afsa sungguh-sungguh. Kamu sudah menikah. Fokuslah pada pernikahanmu. Hubungan ini bukan untuk main-main walaupun awalnya karena perjanjian utang. Ibu

DMCA.com Protection Status