Share

Nggak Tahu Malu

Penulis: Khanna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Perjumpaan singkat dan tanpa disengaja itu telah membuat Afsana melamun. Arsakha tak terlihat lagi dengan meninggalkan pesan yang masih tak dipercaya oleh gadis berkerudung hitam yang masih duduk sendiri itu.

“Benarkah perkataannya tadi? Dia akan menunggu aku bercerai dari Mas Deryl? Apa semua bukan omong kosong saja? Tapi, aku merasa bahagia ketika mendengarnya berbicara seperti itu.”

Senyum perlahan melebar. Namun, tetap saja tak bisa merasa lega. Masa depan tentu belum ada yang tahu. Arsakha memang mengatakan janji itu, tetapi sampai saat itu tiba, mereka tidak akan bisa menerka secara pasti. Kalau sampai terlalu berharap, tetapi tak sesuai, pasti akan merasa kekecewaan. Bahkan mungkin teramat sangat.

Helaan napas kasar menggema bersama kesendiriannya. Meski tempat makan itu banyak pengunjungnya, tetapi bagi Afsana, dia hanya seorang diri. Suami yang datang bersamnya, sama sekali tak ada di ingatan. Justru, lelaki yang memakai sarung dan peci tadi yang memenuhi ruangan yang ada di kepala.

“Aku hanya akan mengikuti alur yang telah dibuat untukku. Terlalu mengharapkan perkataan dari Mas Ar, tentu berkesempatan besar pula akan merasakan kekecewaaan yang menyakitkan. Tapi, aku sangat mengharapkannya. Bagaimanapun, aku ingin bercerai dari Mas Deryl secepatnya. Nggak boleh ditunda-tunda.”

Ponsel yang digeletakkan di meja, kembali diambil. Afsana tak mau berlarut dengan masalah yang tak mau melepasnya. Ia akan menyibukkan diri dengan ponselnya, meski kadang, ingin tersenyum sendiri ketika mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Juga, ada yang berdenyut nyeri yang mendadak terasa di dalam dada.

*** 

“Kamu harus menepati janjimu loh, Sayang! Pokoknya, kamu harus bercerai dari wanita itu tanpa menyentuhnya sama sekali. Kamu hanya milikku seorang. Nggak boleh dinodai sama siapa pun!”

“Iya, aku akan mengumpulkan cukup uang untuk pernikahan kita nanti, Sayang. Aku nggak mungkin menyentuhnya. Percaya sama aku, ya?” bujuk Deryl.

Dua orang itu berdiri di luar warung makan. Klara harus pergi karena sudah ditelepon terus sama mamanya. Wanita itu membawa mobil sendiri. Sebelum memasuki kendarannya, Klara kembali mengingatkan pacarnya untuk berhati-hati dan mengingat janjinya.

Deryl mencium kening Klara sebagai salam perpisahan. Hanya sebatas itu, Deryl sanggup melakukannya. Untuk mengecup bagian bibir pun, lelaki itu berpikir berkali-kali. Kalau akan melakukannya, ia harus bisa mengatur gejolak yang tiba-tiba membara di dalam dada. Tidak boleh dituruti karena nantinya malah merugikannya saja.

“Pokoknya, kamu jangan sampai jatuh cinta, Sayang!” ucap Klara lagi setelah duduk di dalam mobil. Kaca jendela sengaja dibuka agar bisa berbicara dengan Deryl sebelum benar-benar pergi. Nadanya penuh penekanan.

“Iya! Aku hanya cinta sama kamu, Sayang. Bawa mobilnya hati-hati, ya.”

Deryl menyunggingkan senyuman. Tak lupa, ia memberikan perhatian agar Klara merasa bahagia.

“Iya! Aku pergi. Kamu juga hati-hati di jalan. Jangan ngebut.”

“Iya, Sayang.”

Mobil mulai melaju perlahan. Kemudian, kendaraan beroda empat yang ditunggangi Klara mempercepat lajunya di jalan raya dan meninggalkan Deryl yang masih berada di depan warung makan.

“Sekarang, waktunya bertanya sama Afsa. Siapa lelaki yang tadi duduk di depannya? Nggak tahu malu. Masa seorang wanita yang sudah bersuami masih mau bertemu sama lelaki lain. Mana orangnya sok alim, tapi kelakuan nggak ada sopan santunnya. Masa duduk sama seorang wanita tanpa rasa malu.”

Entah mengapa, ketika mengingat pertemuan antara istrinya dengan lelaki lain, membuat Deryl merasa kesal. Terngiang pula ketika melihat Afsana tadi pagi. Gairah sebagai seorang lelaki ternyata sulit dihindari saat melihat istri yang tampak menggodanya walau Afsana tak bergerak alias masih tertidur.

“Aku malihatmu tadi mengobrol dengan seorang lelaki. Dia duduk di depanmu dan perbincangan kalian tampak serius. Siapa dia?”

Ketika Deryl sudah di dekat Afsana, lelaki itu langsung mencerca dengan pertanyaan. Namun, Afsana malah mencuekinya. Ia tetap sibuk dengan ponsel yang dipegangnya.

Deryl geram dengan sikap yang diberikan oleh istrinya. Lalu, ia menempelkan bokongnya ke tempat duduk bekas Arsakha tadi.

“Kalau ada orang ngomong, didengar kenapa, sih!” protes Deryl bernada ketus.

Rasanya ingin menarik ponsel yang begitu fokus ditatap oleh Afsana. Namun, Deryl menahan diri. Ia sadar, kalau pernikahan yang terjadi bukan karena cinta. Jadi, seharusnya, Deryl tak perlu terbawa emosi ketika tadi melihat istrinya mengobrol dengan lelaki lain.

“Apa, sih? Aku lagi sibuk sama kerjaanku. Kenapa tanyanya aneh begitu? Mau aku ketemu sama siapa kek, apa pedulimu? Nggak usah kepo.”

Dengan tetap melihat ke layar ponsel, Afsana menjawab dengan nada yang sama. Kesal juga kalau pertemuannya dengan Arsakha diungkit. Padahal, Afsana tidak pernah mengungkit pertemuan Deryl tadi dengan Klara.

“Bapak memang salah besar tentang penilaiannya kepadamu. Katanya salihah, ternyata, masih mau bertemu dengan lelaki lain begini. Munafik!”

Perkataan yang dilontarkan oleh Deryl, membuat Afsana makin kesal. Ia mengalihkan fokusnya untuk menatap lelaki yang sudah menjadi suaminya dengan tatapan tajam.

“Sebagaimana manusia, aku hanya berusaha untuk belajar ke arah yang lebih baik. Tapi, berhubung aku malah bertemu denganmu dan menjadi istrimu karena jalur utang, aku rasa, buat apa aku berpura-pura baik padamu. Bukankah kalau sikapku yang seperti ini akan mempercepat proses perceraian kita? Ingat kan, kita harus bercerai secepatnya biar kamu bisa menikahi Mbak Klara dan aku bisa lepas darimu yang selalu membuatku berbuat dosa. Aku tahu, perbuatanku sebagai istrimu tidaklah baik. Tapi, semua terjadi hanya ketika aku menjadi istrimu. Kalau saja aku menikah sama lelaki yang aku mau, tentu saja, aku akan belajar menjadi istri salihah yang sesungguhnya.”

Kalimat panjang itu benar-benar menghunjam dada. Deryl memalingkan wajah diiringi dengan napas yang mendadak berat. Emosinya menyeruak ketika dirinya secara terang-terangan dikatai oleh Afsana mengenai sikapnya. Bukan hanya sekali, tetapi wanita itu sering mengungkitnya tanpa basa-basi.

“Sekali lagi, aku katakan, jangan pernah ikut campur dalam urusanku. Mau ketemu sama siapa kek, itu bukan urusanmu. Walau aku istrimu, tapi kita tidak saling cinta dan beberapa lama lagi, kita pasti akan bercerai. Aku saja nggak pernah mengusik kebahagiaanmu dengan Mbak Klara kan? Lakukan hal yang sama kepadaku. Jangan menganggapku sebagai istrimu yang sebenarnya. Karena itu hal konyol yang tak pantas dilakukan.”

Deryl tersenyum getir. Ia juga tak memahami, kenapa malah terbawa emosi sampai ingin mengetahui semua urusan istrinya yang harusnya tak perlu dilakukan. Rasa yang tak dipahami itu, mulai terasa ketika adegan tadi pagi yang hanya diketahui oleh dirinya.

“Ya, ya. Aku paham. Hanya saja, kenapa Bapak ngomongnya kamu wanita salihah yang nantinya gampang diatur padahal kenyataannya seperti ini, ya? Bukankah itu bisa dikatakan sebagai orang yang munafik?”

Deryl tak hentinya memancing emosi. Padahal, Afsana telah menjelaskan panjang-lebar kepadanya.

Afsana membuang napas lewat mulut dengan kasar. Raut wajahnya menunjukkan kalau ia merasa kesal. Seakan sia-sia menjelaskan sepanjang tadi.

“Capek ngomong sama kamu. Mau dikata munafik atau apa kek, terserah! Kalau kamu mengharapkanku sebagai wanita salihah, buat apa juga? Nggak ngaruh kan, sama pernikahan kita yang hanya sementara ini? Aku dan kamu nggak akan saling menyentuh. Kamu nggak akan memberikanku nafkah batin dan aku mendukungnya. Kita butuh enam bulan saja, setelah itu aku sudah bisa menggugat cerai. Kita akan berpisah untuk selamanya.”

Mendadak, ada yang terasa nyeri. Deryl bingung sendiri dan ingin menepis perasaan itu agar tidak semakin mengganggu.

Kenapa dengan hatiku? Bukankah aku dan Afsa memang ingin segera berpisah, tapi perasaanku kenapa jadi aneh begini?

“Kalau sudah selesai, ayo, pulang,” ucap Afsana lagi. Ia memasukkan ponsel ke dalam tas dan bersiap pergi dari tempat itu.

“Kita buat perjanjian. Kita akan bercerai setelah aku bisa mengumpulkan cukup uang untuk melancarkan tujuanku. Aku akan menceraikanmu setelah pernikahan kita memasuki usia dua tahun. Aku janji, aku nggak akan menyentuhmu.”

Deryl sekuat tenaga menepis perasaan aneh yang mendatangi lubuk hatinya. Ia harus kembali ke tujuan awal. Ia yang sudah punya janji dengan Klara.

Afsana yang telah berdiri, bergeming untuk sesaat karena memikirkan jawaban terbaik.

Dua tahun lagi? Bukankah bisa menyingkat waktu hingga Mas Ar menyelesaikan pendidikannya? Hanya menunggu waktu sedikit lagi sampai dia menepati janjinya untuk menikahiku setelah aku bercerai.

“Oke! Kita buat perjanjiannya. Hanya dua tahun.” Afsana telah menentukannya.

Dua tahun memang tampak sebentar, tetapi dalam perjalannya, tentu belum tahu apa saja yang akan terjadi.

Apakah keduanya akan menepati tujuannya masing-masing? Atau malah cinta yang akan bertahta hingga mempersatukan keduanya?

Bab terkait

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Jatuh Cinta Kepadamu?

    “Duduk dulu. Kita buat perjanjiannya dulu. Aku yang akan menulisnya di HP. Apa poin-poin yang akan ditulis di sana, kita diskusikan bersama. Setelah itu, kita cetak dan mendatanganinya. Kalau perlu, kita beri materai biar makin jelas.”“Pasang materainya dulu, baru ditandatangani. Harus ada sebagian meterai yang terkena tanda tangan.”“Iya! Intinya, kita buat isinya dulu di sini.”Afsana yang sudah berdiri dan mengenakan tas untuk pergi dari tampat itu, kembali mengurungkan niatnya. Ia duduk di tempat semula.Deryl mulai menulis pembukaan perjanjian sebelum pada poin-poin yang akan disepakati bersama. Ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar satu sama lain.Mereka begitu serius dalam menentukan isi perjanjian tersebut. Satu poin pun tak boleh terlewati. Namun, di saat yang sama, penciuman Deryl malah salah fokus pada aroma yang membuat hatinya mendesir. Aroma harum dan enak dihirup lama-lama menguar dari seseorang yang sedang bersamanya. Padahal, parfum yang Klara pakai juga leb

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Siapa Dia?

    “Astagfirullah!” pekik Afsana seraya menoleh ke sumber suara.Suara yang cukup nyaring itu tentu membuat jantung berdebar lebih cepat. Meski begitu, Afsana merasa penasaran dan ingin tahu, apa penyebab suara itu terdengar di telinga.Pelan-pelan, wanita itu melangkahkan kaki. Ia berusaha mengintip agar bisa segera mengetahui penyebab benda itu terjatuh. Bisa saja karena ada kucing yang masuk hingga menjatuhkan benda ke lantai.Kening mengernyit kala sampai di tempat yang terdengar sebagai sumber suara. Di sana, memang ada beberapa benda yang tergeletak tak beraturan di lantai. Tampaknya, benda-benda itu yang tadi mengeluarkan suara. Namun, Afsana tidak melihat apa pun di sana.Afsana kembali mengulangi pencariannya terhadap sesuatu yang bisa mengacaukan barang-barang yang tergeletak di lantai. Namun, sekali lagi, ia tak menemukan apa-apa.“Masa sih, jatuh sendiri?”Karena tidak menemukan target yang bisa memecah rasa penasarannya, timbul pikiran buruk hingga membuat bulu kuduk berdiri

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Nggak Takut

    “Ada apa, hm? Kamu takut petir?” tanya Deryl meski awalnya ragu.Afsana hanya menggeleng. Mulutnya masih komat-kamit melafadkan kalimat istigfar. Hanya terdengar gumaman yang tak jelas karena sebagian wajahnya tertutup selimut.“Terus? Kenapa kamu begitu? Ngomong saja kalau takut,” ucap Deryl mulai bernada ketus.Lelaki yang bersusah-payah menghilangkan egonya demi menayakan keadaan istrinya, malah dibalas hanya dengan gelengan kepala. Namun, mulut masih tetap bergumam seperti orang yang sedang menahan rasa takut.“Aku nggak takut sama petir, tapi ….”Afsana tak melanjutkan perkataannya karena di dalam pikirannya terbersit tentang kemungkinan yang akan terjadi. Deryl yang mungkin tak percaya malah hanya akan membuat kesal.“Tapi apa? Kalau ngomong yang jelas.”Dua orang yang awalnya saling memunggungi, kini tanpa disadari, posisi mereka malah saling berhadapan. Deryl mulai kesal. Namun, ia melihat wajah istrinya yang sebagian tertutup selimut dengan begitu serius.“Aku nggak mau cerit

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Nggak Akan Pernah Jatuh Cinta

    “Oh, Ibu,” ucap Deryl terperanjat. Jemarinya tanpa sadar mematikan panggilan video.“Kamu masih berhubungan sama dia?” tanya Asih seraya berjalan mendekati anak lelakinya. Lalu, ia duduk di sebelahnya.Senyum terlukis canggung. Ia tahu, perbuatannya tentu tak lazim sebab sekarang dirinya telah memiliki seorang istri.“Masih, Bu. Aku kan, memang sangat mencintainya. Buktinya, sampai saat ini, aku berusaha untuk tetap menjaga kehormatannya karena memang aku hanya ingin menikah sama Klara.”Pada akhirnya, Deryl harus tetap mengatakan apa yang harusnya dikatakan. Meski tak dimungkiri, keberadaan Afsana sedikit membuat sesuatu yang aneh tiba-tiba menyusup ke relung hati terdalam.“Kenyataannya sekarang, kamu kan, sudah menikahi Afsa, De. Apa kamu nggak memikirkan perasaan istrimu kalau kamu masih tetap begini?” Asih mengatakannya dengan lembut, tetapi ada penekanan.“Aku menikah karena dijodohkan sama Bapak, Bu. Nggak ada rasa cinta di antara kami berdua. Bukankah Afsa juga sependapat denga

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Jatuh

    Deryl berusaha keras menepis perasaan yang seolah menyetujui perkataan Asih.Klara juga hampir sempurna, kok.Sambil melangkah pergi, ia berbisik di dalam hati mengenai pacarnya agar perkataan Asih tak semakin terpatri di sana. Meski begitu, lelaki itu malah terngiang dengan sikap Klara tadi dan beberapa waktu silam ketika sedang bersama Asih.“Oh, Ibu memasak ini buat aku?” ucap Klara kala itu sambil mencicipi ikan yang dimasak oleh Asih.“Ambil garam, dong, Bu. Ini kurang asin,” ujar Klara lagi tanpa sungkan.Asih tentu menurutinya.Saat itu, Deryl baru kembali dari ruangan lain, tetapi sengaja bersembunyi ketika mendengar suara Klara. Ia ingin tahu, apa yang akan dilakukan Klara kepada Asih ketika tak ada dirinya. Harapannya tentu, mereka akan cocok dan asyik saat mengobrol. Deryl ingin dua orang yang sama-sama disayangi itu juga saling menyayangi. Ya, seperti ibu dan anak meski tak terikat dengan hubungan darah.“Sekalian tisu, Bu. Masa di meja nggak ada tisu. Kalau tangan kotor, g

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Mimpi

    “Bantu aku. Buat wanita yang ada difoto ini menyesal karena berurusan sama aku. Beri dia pelajaran, tapi jangan terlalu parah.”Pesan dikirim kepada seseorang beserta foto wanita bernama Afsana. Dalam beberapa detik, pesan itu bercentang biru. Sudah dibaca dan orang itu sedang menulis pesan balasan.“Wah, apa ini? Kamu berani menyuruhku tanpa membocorkan bayaran apa yang akan kudapat? Aku nggak tertarik.”Senyuman miring menghiasi bibir. Klara tahu, tetapi sengaja tak memberitahunya secara langsung. Ia ingin mengetahui tanggapannya terlebih dulu.“Apa kamu masih menginginkanku?” balas Klara.“Oh, wow! Apa ini? Kamu frustrasi setelah Deryl menikahi wanita lain? Oh, jangan-jangan, wanita ini istrinya Deryl?”“Aku nggak mau banyak basa-basi. Intinya, kalau kamu berhasil membuat wanita dalam foto itu pergi dari kehidupan Deryl, tanpa luka yang membuat curiga, aku akan memberikanmu satu kali kesempatan untuk tidur bersamaku.”“Wah! Penawaran yang sangat menggiurkan, tapi aku nggak mau ditip

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tak Tahan

    Bismillah, mudah-mudahan daganganku laris.Afsana melajukan motor yang difasilitasi oleh keluarga suaminya. Ia melihat Asih lewat spion. Wajah itu terlihat mencemaskan menantunya.“Ibu sebaik itu, kalau aku nggak sopan sama beliau, jadi ada yang mengganjal di dalam hati. Tapi, aku nggak mau jadi menantunya terus. Aku nggak mau jadi istrinya Mas Deryl yang nggak bisa mendidikku ke agama yang diridai. Melakukan kewajibannya saja nggak pernah. Bagaimana bisa disebut sebagai imam yang baik?”Di perjalanan menuju pasar yang tak memakan banyak waktu, rutukan yang bisa dikatakan sebagai beban hidup kian menumpuk.“Kalau bertobat dan memperbaiki diri, mungkin aku akan mempertimbangkan semuanya. Allah saja Maha Pengampun, selalu memberikan kesempatan untuk bertobat untuk para hamba-Nya, kalau aku malah nggak memberikan kesempatan, siapa aku, coba? Sombong banget. Tapi, Mas Deryl kemungkinan besar nggak bakal bertobat. Dia sangat mencintai Mbak Klara dan nggak mungkin melepasnya begitu saja. Aku

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Ketahuan

    Afsana mendapatkan gambar seseorang yang disinyalir sebagai suaminya. Ia hendak mengejarnya, tetapi langkahnya begitu lebar. Juga, ada banyak orang di jalan yang akan dilaluinya hingga tak bisa mengambil langkah cepat.“Setidaknya, aku punya bukti foto ini. Kalau benar dia Mas Deryl, buat apa dia ada di sini? Bukankah bibirnya masih sakit?”Ponsel kembali disimpan. Ia mengayunkan kaki perlahan menuju ke motor yang ada di parkiran.*** “Nduk, sudah pulang?” tanya Asih ketika tahu menantunya sedang menyimpan motor di garasi.“Alhamdulillah, Bu. Ada yang borong dagangan Afsa. Katanya, buat acara. Afsa jadi pulang cepat begini.”“Oh, syukurlah. Eh, Alhamdulillah maksudnya.”“Ini, motornya Mas Deryl kok, nggak ada, Bu? Bukannya bibirnya masih sakit, ya?” tanya Afsana ketika tidak melihat seonggok motor sport yang harusnya terparkir di garasi.“Ibu nggak tahu, dia mau ke mana. Katanya, mau cari angin. Ibu suruh susul kamu ke pasar malah nggak mau.”Afsana diam. Ia berpikir hingga keningnya

Bab terbaru

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Bismillah, Aku Siap

    “Walau kalian diam, Ibu akan tetap mengurusnya. Tidak ada yang bisa menolak,” tegas Asih meski diakhiri dengan senyuman.“Kalau aku, terserah Afsa saja, Bu,” timpal Deryl.“Nduk, kamu pasti mau, kan?” tanya Asih tatapannya bertemu dengan Afsana di spion.“Kalau kami pergi, Ibu sendirian di rumah,” jawab Afsana sambil nyengir.“Nggak masalah, Nduk. Masih ada mbak-mbak sama pegawai yang lain. Kamu nggak perlu mengkhawatirkannya. Kalian pergi paling lama semingguan. Itu nggak lama, Nduk.”“Tapi, tetap butuh biaya banyak kan, Bu?” Afsana memang merasa tidak enak hati.“Jangan pikirkan itu, Nduk. Setelah kalian pulang bulan madu, Deryl akan bekerja melanjutkan pekerjaan Bapak di tambak. Nantinya akan terkumpul lagi uangnya, Nduk.”Karena tidak ada lagi alasan untuk menolak perintah dari Asih, Afsana mengangguk pelan. Deryl melihatnya. Tentu senyumnya kembali merekah.“Kalau begitu, Afsa mau, Bu.”“Alhamdulillah. Harusnya memang begitu, Nduk. Kamu nggak perlu memusingkan biayanya. Nanti Ibu

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Keputusan

    Afsana sudah pasti akan mengakhiri pernikahan kami. Dia sudah punya cowok idaman. Dia akan kembali padanya dan menikah. Sedangkan aku, yang mati-matian aku jaga malah berkhianat walau dilakukan demi aku, tapi harusnya bukan begitu caranya.Dalam hati, Deryl berbisik. Tatapannya sendu bergulir tak fokus. Seringnya ke arah bawah, tapi tidak menunduk.Sebelum mulai bicara, Afsana sempat melihat ekspresi yang Deryl gambarkan lewat wajahnya.Apa yang sedang dia pikirkan? “Ayo, Nduk. Bu Asih sama Mas Deryl pasti sudah tidak sabar mendengar keputusanmu,” ujar Aminah membuat Afsana kembali fokus.Afsana kembali mengangguk sambil mengambil napas dalam.“Sebelumnya, terima kasih karena Ibu sama Mas Deryl mau memenuhi kemauanku dan datang ke sini. Untuk waktu yang diberikan kepadaku juga selama tinggal di rumah ini. Aku rasa semua itu cukup untukku berpikir dan harus memberikan keputusan untuk pernikahanku bersama Mas Deryl untuk ke depannya.”Afsana berhenti untuk mengambil napas. Namun, kedua

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Bertemu Deryl Lagi

    “Seperti yang kamu lihat sekarang, Af. Alhamdulillah, aku baik walau memang aku jadi sering memikirkanmu,” jawab Deryl yang spontan membuat teman Afsana tidak enak berada di antara mereka.“Af, aku tunggu di motor, ya,” ujarnya berbisik.Afsana ingin mencegah, tetapi tidak mungkin. Hanya bisa melebarkan kedua mata saat temannya perlahan meninggalkannya.“Af, maaf, kamu pasti nggak nyaman bertemu denganku begini.” Perkataan Deryl kembali memfokuskan Afsana.Senyum tersungging untuk sedikit mencairkan suasana.“Takdir yang mempertemukan kita, Mas. Mungkin, agar aku tau kalau kamu sudah benar-benar serius untuk berubah. Kita mungkin perlu bicara, walau nggak lama. Nggak mungkin aku menghindar terus, kan?” ujar Afsana harus menentukan dengan tegas.“Kalau gitu, apa kita bisa cari tempat yang lebih nyaman?”“Boleh, Mas.”Deryl mengitarkan pandangannya. Ia menemukan bangku di taman kecil dan kosong.“Tuh! Di sana, yuk,” ajak Deryl sambil mengacungkan jemarinya.Afsana mengikuti arah telunju

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tamu itu Arsakha

    Sudah dua bulan semenjak Deryl mengantarkan Afsana ke rumah orang tuanya, selama itu pula, dua orang itu tidak saling memberi kabar.Jasad Marwan sudah dikembalikan dan dikebumikan dengan benar. Dengan seperti itu pula, Haribowo dan semua yang terlibat sudah jelas dimasukkan ke dalam penjara.“Nduk, sudah dua bulan kamu di sini. Apa kamu belum menentukannya? Kasihan Deryl, pasti sedang menunggu kepastian darimu di sana. Bu Asih kelihatan sayang juga sama kamu kan, Nduk?” tanya Aminah yang duduk di sebelah Afsana.Anak perempuannya itu melihat pergerakan sang ibu. Ia membuang napas perlahan. Tak dimungkiri, Afsana masih bingung mau dibawa ke mana pernikahannya yang baru seumur jagung. Memang benar, ada perjanjian akan bercerai di antara mereka, tetapi Afsana mulai gundah saat mengetahui Deryl bersungguh-sungguh mengubah kepribadiannya.“Tapi memang, sepertinya Deryl tidak pantas dijadikan suami untukmu kan, Nduk? Dia pasti nggak salat atau mengerjakan ibadah yang lain. Walau begitu, ke

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Terkuak

    “Pak, bagaimana?” tanya Lingga yang bisa ditangkap oleh Deryl.“Mas Lingga, apa kamu juga tahu, hm?” Deryl ingin segera menemukan titik terang sesungguhnya.Mungkin ini waktunya, bagaimanapun perasaan bersalah ini nggak bisa hilang begitu saja. Walau aku sudah coba untuk menebusnya dengan caraku sendiri.Haribowo bergeming. Padahal, Lingga yang ada di sebelahnya tampak gelisah. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Deryl terasa menghunjam jantungnya.“Pak, jelaskan kalau memang Bapak tahu,” pinta Asih yang didampingi oleh Afsana. Tenaganya terasa menguap. Butuh orang untuk menjaganya.Embusan kasar dilakukan. Haribowo bersiap mengucapkan kalimat. Ia sudah memutuskan solusi paling tepat. Meski terasa sangat berat.“Aku akan mengakui semuanya,” ujar Haribowo.“Bapak yakin?” tanya Lingga agak kaget.“Iya, Ga. Mungkin inilah saatnya. Bapak merasa bersalah.”Lingga mengangguk pasrah.“Ada apa sebenarnya, Pak?” tanya Asih kini air matanya semakin deras mengalir. Perasaannya tidak karuan. Apakah

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tidak Masuk Akal

    “Kamu mau ngapain, sih, De?” tanya Asih sebab setelah Haribowo meninggalkan rumah, anak lelakinya malah sibuk sendiri mempersiapkan keperluan untuk menggali tanah.“Mau gali tanah, Bu.”“Buat apa?” Asih keheranan.“Ada sesuatu yang harus dicaritahu, Bu.” Deryl tidak mengatakan tujuan sesungguhnya karena memang belum jelas hasilnya seperti apa.“Apa memangnya?”Asih makin penasaran, makanya ia ingin segera tahu tujuan itu.“Nanti Ibu akan tahu, Bu. Aku saja penasaran. Sudah tanyanya, Bu. Aku harus segera melakukannya agar rasa penasaran kita menghilang.”Asih menghela napas karena perkataan sang anak belum dipahami. Namun, ia hanya bisa diam dan mengikuti anak lelakinya itu.Sedangkan Afsana, ia juga bingung harus mengatakan kebenarannya atau tidak pada Asih. Dirinya kan tahu semuanya dan yang menjadi alasan Deryl mau menggali tanah itu.Deryl melihat Afsana. Lalu, ia pergi sebentar menemui sang istri.“Kamu pura-pura nggak tahu saja. Biar Ibu lihat sendiri nanti,” bisik Deryl. Lalu, k

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Iya, Ajari Aku

    Jam dinding terus bergerak jarumnya, nyatanya Afsana tidak semudah itu memajamkan matanya kembali setelah bermimpi buruk.“Kenapa belum tidur?” tanya Deryl saat melihat mata istrinya masih terbuka.“Aku jadi nggak ngantuk, Mas. Kamu tidur aja.”“Kenapa?”“Ya karena kamu pasti ngantuk, kan? Nggak usah nungguin aku tidur, Mas.”“Bukan itu. Kamu belum ngantuk karena takut bermimpi buruk lagi, kan?” tebak Deryl.Lebih tepatnya, Afsana belum bisa tidur karena bimbang akan mengatakan mimpi itu pada Deryl atau disimpan sendiri. Namun, mimpinya tadi seperti sebuah petunjuk. Juga, kejadian-kejadian di luar nalar yang beberapa waktu lalu dialami makin menambah pikiran.“Aku cerita, tapi kamu jangan tersinggung, ya, Mas.” Afsana memberanikan diri.“Cerita soal mimpi burukmu itu? Kenapa harus tersinggung?”“Aku ngomong dulu sebelum cerita, Mas. Soalnya, dalam mimpiku sosok itu ngomongnya agak aneh.”“Kamu cerita sambil tiduran begitu?”Memang benar, Afsana tidak beranjak dari tempat pembaringann

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Sosok Itu Lagi

    Pertanyaan itu dirasa janggal oleh Deryl. Kening tentu mengernyit.“Biar kamu tenang, Mas De. Aku biasa menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an kalau lagi banyak masalah. Alhamdulillah, hati terasa lebih tenang, Mas De. Mungkin saja, kamu pengen coba, siapa tahu ada perubahan,” ucap Afsana sambil tersenyum. Lalu, ia pergi mengambil kitab suci yang disimpan di lemari.“Ya sudahlah, terserah kamu saja,” jawab Deryl.“Oke.”Afsana kembali duduk. Wudhunya belum batal. Jadi, ia langsung mengambil kitab suci itu dan sekarang membukanya.“Suaraku nggak bagus,” ucap Afsana sebelum memulai melantunkan ayat-ayat suci itu.“Iya. Buruan.”Deryl duduk tak jauh dari Afsana.Afsana mengambil napas. Lalu, ia mulai melafazkan basmallah sebelum membaca ayat-ayat yang tertulis di dalam kitab suci itu.Ketika mendengar suara istrinya, Deryl agak terkejut. Ia membuka mata lebar-lebar untuk sesaat. Yang dikata tidak merdu, nyatanya tak begitu bagi telinga lelaki itu.Sebagus ini dia ngomongnya nggak merd

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tabrakan

    Senyum getir menghiasi bibir. Benar memang, Deryl sadar diri bagaimana dirinya saat ini. Sangat berbanding terbalik kalau dibandingkan dengan lelaki yang pernah duduk di hadapan istrinya saat di warung makan.“Iya, aku tahu. Istirahatlah. Aku akan berangkat kerja.”“Iya, maafkan aku karena sudah mengatakan kenyataan pahit yang membuatmu tidak nyaman.”Hanya senyuman. Lalu, Deryl keluar dari kamar.Andai aku mengubah penampilan dan mempelajari ilmu agama dengan benar, apakah dia akan mempertimbangkan hubungan pernikahan yang telah terjalin ini? Tapi, buat apa aku memikirkannya? Memang lebih baik kalau kami bercerai kan?“De, kamu mau kerja?” tanya Asih ketika melihat anak lelakinya pergi ke garasi.“Iya, Bu. Afsa di sini kan, sudah ada Ibu. Aku juga harus serius bekerja biar nggak dimarahi Bapak.”“De, cobalah perbaiki dirimu dan dekati Afsa sungguh-sungguh. Kamu sudah menikah. Fokuslah pada pernikahanmu. Hubungan ini bukan untuk main-main walaupun awalnya karena perjanjian utang. Ibu

DMCA.com Protection Status