Home / Rumah Tangga / Main Api / Bab 4. When The Rain Meets Fire

Share

Bab 4. When The Rain Meets Fire

Author: White lily_
last update Last Updated: 2025-01-03 18:52:50

Malam itu, hujan mengguyur deras di Jakarta.

Brian mendorong pintu apartemennya dengan bahu, menyalakan lampu utama yang memantulkan sinarnya ke dinding kaca besar di satu sisi ruangan. Pemandangan gemerlap kota yang basah tampak dari balik kaca, memberi kesan tenang yang kontras dengan gemuruh di luar. Ia melepas sepatu kulitnya dan melangkah masuk ke ruang tamu yang luas dan dingin. Udara terasa sunyi,hanya desiran AC yang menemani.

Dengan langkah malas, Brian menuju closet room. Deretan jas kerja mahal, jam tangan eksklusif, dan sepatu yang tertata sempurna di rak kayu mahal menunggu untuk disentuh. Ia melepaskan jasnya, menggantungnya dengan rapi, lalu mengendurkan dasi yang masih menggantung di leher.

 Ponselnya bergetar.

 Di layar muncul nama yang membuat bibirnya melengkung samar.

 Laura.

Brian mengangkat telepon sambil membuka kancing kemejanya, tubuh tegapnya kini hanya terbalut kaos dalam. "Ya, Lau." Suaranya berat, namun ada kehangatan di sana.

Hembusan nafas dari ujung telepon terdengar. Laura, suara yang selalu menjadi penenang di tengah malam-malam panjang. "Aku baru selesai meeting," katanya. Suaranya terdengar lelah, namun tetap penuh pesona, seperti biasa.

Brian mendengar suara langkah berderap—gema sepatu hak tinggi yang memantul di basement kantor, disusul suara pintu mobil yang ditutup. "Pesankan aku makanan, sayang. Aku tak sempat makan seharian," keluhnya, diikuti suara mesin mobil yang menyala.

Brian mengusap wajahnya dengan satu tangan, lalu berjalan ke dapur. Ia membuka kulkas, meneguk sebotol air mineral hingga habis setengah. "Aku akan memasakkan sesuatu," jawabnya datar. Namun penuh niat.

Tawa kecil terdengar di seberang. "Aku tidak yakin. Jangan-jangan kau yang malah akan memakanku."

Brian tersenyum, matanya menyipit karena senang mendengar nada jenaka Laura. "Kau mengenalku dengan sangat baik, babe," jawabnya, mencoba bercanda, meski suaranya tetap terdengar berat dan serius.

 "Hati-hati di jalan, Laura," lanjutnya.

 "Bye, Sayang."

 ---

Aroma musk yang pekat menyeruak begitu pintu terbuka,menyambut Laura dengan kehangatan yang khas dari apartemen pria itu.Hujan diluar belum berhenti, membawa hawa dingin yang segera lenyap begitu ia melangkah masuk.

Laura menutup pintu perlahan, langkahnya ringan namun penuh keinginan menuju sosok pria bertubuh tegap di dapur. Tanpa ragu, ia melingkarkan tangannya di pinggang pria itu, tubuhnya merapat, dan bibirnya mendarat lembut di punggung telanjang yang hangat. "Hai, sayang... aku merindukanmu," bisiknya. 

Brian menoleh sedikit, tersenyum kecil, dan membiarkan sentuhan Laura meresap ke dalamnya. "Makan malam?" Godanya sambil mengusap tangan Laura yang memeluknya.

"Bagaimana kantor hari ini?" Lanjutnya. 

Laura terkekeh, membalas tatapan pria itu."ijinkan aku menikmati makan malamku dulu, Pak CEO," godanya sambil mengeratkan pelukannya. Tangannya yang nakal sempat mencubit sisi perut Brian, membuat pria itu terkekeh ringan.

"Kau sudah berani melawan CEO-mu sekarang?" Brian pura-pura memasang wajah tak terima, namun sudut bibirnya terangkat tanda ia menikmati candaan itu.

"Lebih baik aku mengatakannya langsung di depanmu, Tuan Brian. Dan, terima kasih untuk makan malam juga wine-nya," balas Laura dengan nada menggoda, sebelum melepaskan pelukan dan meraih botol wine di meja. la menuangkan isinya ke dalam gelas, lalu menyesapnya dengan anggun.

Brian menggeleng kecil, matanya tak lepas dari Laura. Wanita itu begitu memesona, bahkan saat menyuarakan protes kecil soal kebijakan kantornya. 

 "Kau mabuk," desisnya, memperhatikan pipi Laura yang mulai memerah, tanda wine itu mulai bekerja. 

Laura menunjuk dirinya dengan alis terangkat. "Aku? Mabuk? Enak saja!" Tertawa kecil, lalu berdiri, tangannya sibuk membuka blazer kerjanya. Namun gerakannya melambat ketika Brian melangkah mendekat dan meraih pinggangnya.

Dalam sekejap, Laura mendapati dirinya berada dalam pelukan hangat pria itu. 

Brian memiringkan kepalanya, menatapnya lekat dengan senyum yang lebih lembut."Peluk aku," bisik Brian, suaranya  terdengar candu, seperti permintaan yang tak bisa ditolak. Laura terkekeh kecil, tapi tubuhnya menurut.

Tangannya melingkar di leher pria itu, membalas pelukan dengan erat."Kau memang menyebalkan," bisiknya pelan, sebelum Brian menunduk, menyatukan bibir mereka dalam ciuman lembut yang begitu dalam.

Hujan di luar seakan menjadi irama latar yang sempurna untuk keintiman mereka malam itu. Bagi Brian, hanya dalam apartemen ini ia bisa menikmati Laura sepenuhnya-tanpa formalitas, tanpa batasan. Di sini, ia adalah dirinya, dan Laura adalah dunianya.

 -----

Ciuman itu datang dengan liar, tanpa jeda. Bibir Brian menyapu bibir Laura, menelusuri rongga hangat mulutnya dengan intensitas yang membuat dada Laura naik turun tak beraturan. Nafas mereka saling berpacu, nyaris tak sempat terhela. Dengan dorongan lembut namun penuh tuntutan, Brian menghujani wajah mungil Laura dengan kecupan dan lumatan yang menurun ke leher jenjangnya, meninggalkan jejak basah di kulitnya.Laura terengah, tubuhnya lemas dibawah kendali pria itu. Brian tak berhenti.Dalam satu gerakan cepat, ia mengangkat tubuh Laura ke gendongannya, langkahnya tergesa menuju kamar mandi yang terletak di sudut apartemen. la menyalakan shower tanpa berkata-kata, membiarkan air dingin mengguyur keduanya, menyapu panas yang menguar dari tubuh mereka. Ciuman mereka berlanjut,kali ini lebih lambat tapi tak kalah dalam. Tangan Brian bekerja cepat. Satu menarik dress Laura hingga terlepas dari tubuhnya, sementara yang lain mengangkat kedua tangan Laura ke atas. Sebelum Laura sempat protes, Brian mengambil tali kecil dari gantungan handuk, mengikat pergelangan tangannya dengan lihai.

"Aku tahu kau suka ini," desis Brian,suaranya rendah namun menggoda.

Mata coklatnya bersinar tajam, memandangi Laura yang kini basah kuyup di hadapannya. Bibir wanita itu bergetar, entah karena dingin air atau panas yang menjalar dari pandangan pria di depannya. Laura tak berkata apa-apa. Matanya sayu, tubuhnya menempel pada dinding kamar mandi yang dingin, terasa kontras dengan panas tubuh Brian yang mendekat. Pria itu menarik kemejanya sendiri dengan gerakan kasar, memperlihatkan tubuhnya yang kokoh, otot-ototnya menegang di bawah siraman air.

Tubuh telan**ng Brian kini menekan tubuh Laura, kulit mereka bersentuhan tanpa penghalang. Laura menutup matanya, menggigit bibir bawahnya saat punggungnya bergesekan dengan dinding licin, sementara tubuh Brian terus mendekapnya erat. Detak jantung mereka berpacu, seolah berlomba dengan suara deras air yang terus mengguyur, menciptakan suasana yang penuh intensitas dan emosi yang tak terbendung.

Mereka berdua mabuk berat malam itu, Berciuman pertama kali pada saat mereka menautkan perasaan,usai mendengar pengakuan Laura dan saat itu juga mereka pertama kali melakukannya dengan kesadaran penuh serta Brian yang langsung menjadikan Laura sebagai candu. Brian yang memiliki Haphephobia mulai merasakan dirinya tidak cemas disentuh atau menyentuh orang lain.

Laura yang membuat dunianya kembali.

Brian menyesap batang nikotin dalam satu tarikan nafas dan menghembuskannya sebelum ikut tertidur di sebelah Laura dan memeluknya.

 Brian ingin memiliki Laura - sepenuhnya.

 ---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Main Api   Bab 5. Shatteres Vows.

    Breaking News: Supermodel Alexander Juan baru saja tiba di bandara usai aktivitasnya sebagai model utama di Jepang Fashion Week.Laura membuka pintu mobil, bergegas duduk di kursi pengemudi, menghela nafasnya yang terasa sesak, jantung wanita itu berdetak cukup cepat saat ia membuka ponsel dan benar saja artikel suaminya yang akan kembali dari Jepang sudah muncul dalam pencarian pertama.Laura menatap layar ponselnya lagi, memandangi deretan foto Juan dan membaca sekilas komentar-komentar yang sesungguhnya sedikit mengusiknya, terutama jika ia menemukan komentar bernada menggoda dari pengguna internet. Tanpa sadar ia tersenyum tipis, menyadari betapa egoisnya ia dalam hubungan pernikahan mereka selama ini. Usai menyalakan mesin mobil, Laura bergegas menuju apartemen tempatnya dan Juan tinggal selama dua tahun sejak pernikahan mereka secara diam-diam, tentu saja dengan restu kedua orangtua mereka dan kehadiran beberapa orang kerabat terdekat mereka.Dirinya mengenal Juan nyaris selama

    Last Updated : 2025-02-27
  • Main Api   Bab 6. Whispers of Deceit

    Bab 6 . Whispers of DeceitPagi ini hujan deras, suara rintik hujan beradu dengan gemuruh guntur dan kilatan petir, Laura semakin meringkukan tubuhnya pada tubuh besar Juan yang memeluknya.Menghirup aroma parfum milik Juan yang masih menempel di sela-sela perpotongan leher sang suami. Laura menggerakan satu tangannya, membalas pelukan suaminya."Morning sweetheart," bisik Juan menundukan wajahnya, lalu menggesekan hidung mancungnya di kening Laura."Morning," balas Laura pelan."Kau tidak ada jadwal kan hari ini?" Lanjut Laura berbisik. "Tidak, tinggal satu kontrak pemotretan majalah dua hari lagi," jawab Juan parau."Jangan pergi kemanapun hari ini please." Mohon Juan yang tiba-tiba manja.Laura terkekeh."Baiklah, hari ini aku mengambil libur. Tapi kita harus sarapan. Aku lapar," ujarnya, menggeser dekapan Juan yang lumayan erat."Kau lapar?" Laura berdengung."Tidurlah, biar aku yang membuatkanmu sarapan, kau kelelahan semalam." Juan langsung bangkit, meraih celana training untuk

    Last Updated : 2025-03-01
  • Main Api   Bab 7. I'm Yours

    Juan menyalakan keran shower, membiarkan tubuh kekar atletisnya basah disirami air hangat yang menenangkan tubuhnya yang menegang karena menahan emosi.Satu tangannya digunakan untuk menyangga tubuhnya yang limbung.Juan mendengarnya, mendengar pembicaraan telepon Laura dari depan pintu kamar mereka.Juan mendengar semuanya."Lau." Juan mengusap air yang membasahi wajahnya "Sadarlah," desisnya. ----"Perlu ku tunggu?" tanya Juan.Laura menggeleng lemah."Aku bisa pulang sendiri.""Tidak Lau, aku akan menunggumu" tegas Juan."Sayang please," ucap Laura memohon.Terdengar desahan nafas Juan yang kembali memaksakan senyumnya."Baiklah, usai mengantarmu. Aku akan mampir ke kantor Ibu.""Baiklah." Laura mengenakan pakaiannya dengan tatapan kosong."Aku akan menjemputmu Laura dan jangan menolak!" Tegas Juan kembali mengingatkan.Laura mengangguk, menerima uluran tangan Juan yang membawanya lagi dalam pelukannya."Lau,""Hmm..""Aku tidak mau kita seperti orang lain, aku dan kau kita akan ber

    Last Updated : 2025-03-05
  • Main Api   Bab 8. Burning Heart

    “Maaf," desis Brian kearah Laura yang hanya terdiam di kursi depan meja ruang CEO milik Brian. "Lau aku minta maaf," ulangnya.Laura mendongkak, sisa airmata tercetak jelas di wajahnya yang lelah memandangi pria di hadapannya itu. Entah apa yang sekarang ia rasakan, lelah, hampa, takut, marah, kesal bercampur dengan perasaan yang begitu menggebu ketika pria tampan itu setiap kali menyentuhnya."Setujui saja permohonan pengunduran diriku, Brian," ucap Laura"Aku tidak bisa!" Tegas Brian."Bagaimana caranya, aku pasti akan gila bila tak melihatmu. Membayangkannya saja aku-""Aku sudah menikah Brian!"Satu ucapan Laura seketika membungkam Brian, pria itu bahkan tak merapikan jasnya seperti semula, sisa-sisa permainan mereka tampak dari kusutnya kemeja sang CEO yang bergesekan pada kulit tubuh Laura sejam yang lalu. Brian meremas rambutnya frustasi, mata monolid nya tampak memohon memandangi wanita cantik yang sudah mencuri atensinya, mengambil seluruh dunia nya.Brian merasa begitu diing

    Last Updated : 2025-03-05
  • Main Api   Bab 9.Him, Me, and Betrayal

    Apartemen mewah di pusat kota itu tampak gelap, hanya diterangi cahaya temaram dari lampu-lampu jalan yang menyusup melalui celah tirai putih. Seorang pria duduk dengan wajah kusut, sebotol wine di satu tangan, rokok di tangan lainnya. Diteguknya cairan merah itu sebelum kembali menghisap rokoknya, membiarkan asap tembakau dan mentol membumbung tinggi, memenuhi ruangan dengan aroma yang menyesakkan.Brian terkekeh parau.Hari ini, kenapa terasa seperti akhir dunia baginya?Sejak kecil, ia tak pernah meminta apa pun—bukan mainan mahal, bukan makanan enak. Ia tidak pernah menuntut apapun dari Tuhan. Sepasang mata monolid nya menatap nanar lengannya, tempat bekas sayatan dan guratan masih tampak jelas. Luka-luka itu adalah kenangan pahit yang ditinggalkan ibunya sendiri.Depresi akut dan hilangnya ingatan sebagian telah menjadikan ibunya sosok yang tidak stabil. Sentuhan, yang bagi orang lain adalah bentuk kasih sayang, baginya hanya berarti luka. Beruntung, ibunya segera mendapatkan per

    Last Updated : 2025-03-07
  • Main Api   Bab 10. One Last Time?

    Jantung Juan mencelos ketika mendengar suara Brian yang memanggil Laura seintim itu. "Don't leave me," mohon pria itu sekali lagi. "Laura please,aku janji." Juan siap menyapa CEO KDN grub itu tapi Laura keluar lebih dulu keluar dari closet room menatapnya bingung. "Juan, siapa?" Juan hanya tersenyum tipis, dirinya yakin Brian di seberang sana sadar dengan siapa dirinya berbicara tadi. Juan menyerahkan ponsel tersebut ke Laura yang masih memandangnya dengan ekspresi bingung. "Atasanmu," lirih Juan parau dan ia sempat menangkap ekspresi gugup dan panik Laura dari raut wajah manis milik sang istri. "Juan." Laura sedang menelan air liurnya mencari alasan tapi Juan jauh lebih cepat mencela. "Bicaralah, mungkin penting.” Juan memilih mengalah-keluar dari kamar milik mereka meninggalkan Laura yang mematung menatap ponsel miliknya dengan nama Brian yang masih melangsungkan panggilan telephonenya. Sekuat hati ia menempelkan ponsel itu di telinganya, hingga mendengar derit pintu kamar yan

    Last Updated : 2025-03-10
  • Main Api   Bab 11. I'M SORRY

    Laura duduk di tepi ranjang, menatap layar ponselnya yang masih menampilkan panggilan Brian yang sudah terputus beberapa menit lalu. Napasnya masih bergetar, pikirannya bercampur aduk. Juan mencintainya, dia tahu itu. Tapi Brian...Dia menggigit bibirnya, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Seharusnya dia tidak merasa seperti ini. Seharusnya dia menolak tanpa ragu. Tapi kenapa rasanya begitu sulit?Namun, tangannya tetap mengetik pesan untuk Brian dengan jari yang sedikit gemetar.Aku akan datang.Pintu kamar terbuka perlahan. Juan berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. "Laura, kau tidak apa-apa?"Laura tersentak, buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam genggaman. "Ya, aku baik-baik saja."Juan menatapnya lebih lama sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Aku tiba- tiba harus ke studio sebentar. Kamu ada rencana hari ini?"Laura menelan ludah. Ini kesempatannya. Jika dia ingin menemui Brian, ini adalah satu-satunya cara. "Aku juga ada perte

    Last Updated : 2025-03-15
  • Main Api   Bab 1. Luka yang Terbuka Kembali

    Suara dentingan kaca pecah memenuhi ruangan besar itu, dan menggema di setiap sudutnya. Brian berdiri di tengah kekacauan, dadanya naik turun, wajahnya memerah oleh amarah yang tak tertahan. Di tangannya, sisa gelas wine yang hancur sangat mencerminkan tatapan matanya yang gelap dan penuh kemarahan."Ini semua tidak masuk akal!" Teriaknya, nadanya penuh tekanan.Di sudut ruangan, Livia,Ibunya menatapnya dengan raut wajah cemas, sementara wanita muda yang duduk di sofa hanya bisa menunduk, merasa tak diinginkan. Wanita itu, Sarah, adalah sosok yang dipilih orang tuanya sebagai calon istri Brian. Wanita yang dikenal dari pertemuan perusahaan Ayah Brian dan Livia,istrinya. Namun, Brian tidak peduli siapa dia. Hanya dengan keberadaan wanita itu saja sudah cukup membuatnya ingin meledak. Ia benci dengan situasi seperti ini."Brian." Livia mencoba berbicara, suaranya tenang tapi tegas. "Kamu tidak bisa terus begini. Lihatlah dirimu. Usia tiga puluh lima dan kau masih sendiri. Ayahmu dan ak

    Last Updated : 2025-01-03

Latest chapter

  • Main Api   Bab 11. I'M SORRY

    Laura duduk di tepi ranjang, menatap layar ponselnya yang masih menampilkan panggilan Brian yang sudah terputus beberapa menit lalu. Napasnya masih bergetar, pikirannya bercampur aduk. Juan mencintainya, dia tahu itu. Tapi Brian...Dia menggigit bibirnya, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Seharusnya dia tidak merasa seperti ini. Seharusnya dia menolak tanpa ragu. Tapi kenapa rasanya begitu sulit?Namun, tangannya tetap mengetik pesan untuk Brian dengan jari yang sedikit gemetar.Aku akan datang.Pintu kamar terbuka perlahan. Juan berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. "Laura, kau tidak apa-apa?"Laura tersentak, buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam genggaman. "Ya, aku baik-baik saja."Juan menatapnya lebih lama sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Aku tiba- tiba harus ke studio sebentar. Kamu ada rencana hari ini?"Laura menelan ludah. Ini kesempatannya. Jika dia ingin menemui Brian, ini adalah satu-satunya cara. "Aku juga ada perte

  • Main Api   Bab 10. One Last Time?

    Jantung Juan mencelos ketika mendengar suara Brian yang memanggil Laura seintim itu. "Don't leave me," mohon pria itu sekali lagi. "Laura please,aku janji." Juan siap menyapa CEO KDN grub itu tapi Laura keluar lebih dulu keluar dari closet room menatapnya bingung. "Juan, siapa?" Juan hanya tersenyum tipis, dirinya yakin Brian di seberang sana sadar dengan siapa dirinya berbicara tadi. Juan menyerahkan ponsel tersebut ke Laura yang masih memandangnya dengan ekspresi bingung. "Atasanmu," lirih Juan parau dan ia sempat menangkap ekspresi gugup dan panik Laura dari raut wajah manis milik sang istri. "Juan." Laura sedang menelan air liurnya mencari alasan tapi Juan jauh lebih cepat mencela. "Bicaralah, mungkin penting.” Juan memilih mengalah-keluar dari kamar milik mereka meninggalkan Laura yang mematung menatap ponsel miliknya dengan nama Brian yang masih melangsungkan panggilan telephonenya. Sekuat hati ia menempelkan ponsel itu di telinganya, hingga mendengar derit pintu kamar yan

  • Main Api   Bab 9.Him, Me, and Betrayal

    Apartemen mewah di pusat kota itu tampak gelap, hanya diterangi cahaya temaram dari lampu-lampu jalan yang menyusup melalui celah tirai putih. Seorang pria duduk dengan wajah kusut, sebotol wine di satu tangan, rokok di tangan lainnya. Diteguknya cairan merah itu sebelum kembali menghisap rokoknya, membiarkan asap tembakau dan mentol membumbung tinggi, memenuhi ruangan dengan aroma yang menyesakkan.Brian terkekeh parau.Hari ini, kenapa terasa seperti akhir dunia baginya?Sejak kecil, ia tak pernah meminta apa pun—bukan mainan mahal, bukan makanan enak. Ia tidak pernah menuntut apapun dari Tuhan. Sepasang mata monolid nya menatap nanar lengannya, tempat bekas sayatan dan guratan masih tampak jelas. Luka-luka itu adalah kenangan pahit yang ditinggalkan ibunya sendiri.Depresi akut dan hilangnya ingatan sebagian telah menjadikan ibunya sosok yang tidak stabil. Sentuhan, yang bagi orang lain adalah bentuk kasih sayang, baginya hanya berarti luka. Beruntung, ibunya segera mendapatkan per

  • Main Api   Bab 8. Burning Heart

    “Maaf," desis Brian kearah Laura yang hanya terdiam di kursi depan meja ruang CEO milik Brian. "Lau aku minta maaf," ulangnya.Laura mendongkak, sisa airmata tercetak jelas di wajahnya yang lelah memandangi pria di hadapannya itu. Entah apa yang sekarang ia rasakan, lelah, hampa, takut, marah, kesal bercampur dengan perasaan yang begitu menggebu ketika pria tampan itu setiap kali menyentuhnya."Setujui saja permohonan pengunduran diriku, Brian," ucap Laura"Aku tidak bisa!" Tegas Brian."Bagaimana caranya, aku pasti akan gila bila tak melihatmu. Membayangkannya saja aku-""Aku sudah menikah Brian!"Satu ucapan Laura seketika membungkam Brian, pria itu bahkan tak merapikan jasnya seperti semula, sisa-sisa permainan mereka tampak dari kusutnya kemeja sang CEO yang bergesekan pada kulit tubuh Laura sejam yang lalu. Brian meremas rambutnya frustasi, mata monolid nya tampak memohon memandangi wanita cantik yang sudah mencuri atensinya, mengambil seluruh dunia nya.Brian merasa begitu diing

  • Main Api   Bab 7. I'm Yours

    Juan menyalakan keran shower, membiarkan tubuh kekar atletisnya basah disirami air hangat yang menenangkan tubuhnya yang menegang karena menahan emosi.Satu tangannya digunakan untuk menyangga tubuhnya yang limbung.Juan mendengarnya, mendengar pembicaraan telepon Laura dari depan pintu kamar mereka.Juan mendengar semuanya."Lau." Juan mengusap air yang membasahi wajahnya "Sadarlah," desisnya. ----"Perlu ku tunggu?" tanya Juan.Laura menggeleng lemah."Aku bisa pulang sendiri.""Tidak Lau, aku akan menunggumu" tegas Juan."Sayang please," ucap Laura memohon.Terdengar desahan nafas Juan yang kembali memaksakan senyumnya."Baiklah, usai mengantarmu. Aku akan mampir ke kantor Ibu.""Baiklah." Laura mengenakan pakaiannya dengan tatapan kosong."Aku akan menjemputmu Laura dan jangan menolak!" Tegas Juan kembali mengingatkan.Laura mengangguk, menerima uluran tangan Juan yang membawanya lagi dalam pelukannya."Lau,""Hmm..""Aku tidak mau kita seperti orang lain, aku dan kau kita akan ber

  • Main Api   Bab 6. Whispers of Deceit

    Bab 6 . Whispers of DeceitPagi ini hujan deras, suara rintik hujan beradu dengan gemuruh guntur dan kilatan petir, Laura semakin meringkukan tubuhnya pada tubuh besar Juan yang memeluknya.Menghirup aroma parfum milik Juan yang masih menempel di sela-sela perpotongan leher sang suami. Laura menggerakan satu tangannya, membalas pelukan suaminya."Morning sweetheart," bisik Juan menundukan wajahnya, lalu menggesekan hidung mancungnya di kening Laura."Morning," balas Laura pelan."Kau tidak ada jadwal kan hari ini?" Lanjut Laura berbisik. "Tidak, tinggal satu kontrak pemotretan majalah dua hari lagi," jawab Juan parau."Jangan pergi kemanapun hari ini please." Mohon Juan yang tiba-tiba manja.Laura terkekeh."Baiklah, hari ini aku mengambil libur. Tapi kita harus sarapan. Aku lapar," ujarnya, menggeser dekapan Juan yang lumayan erat."Kau lapar?" Laura berdengung."Tidurlah, biar aku yang membuatkanmu sarapan, kau kelelahan semalam." Juan langsung bangkit, meraih celana training untuk

  • Main Api   Bab 5. Shatteres Vows.

    Breaking News: Supermodel Alexander Juan baru saja tiba di bandara usai aktivitasnya sebagai model utama di Jepang Fashion Week.Laura membuka pintu mobil, bergegas duduk di kursi pengemudi, menghela nafasnya yang terasa sesak, jantung wanita itu berdetak cukup cepat saat ia membuka ponsel dan benar saja artikel suaminya yang akan kembali dari Jepang sudah muncul dalam pencarian pertama.Laura menatap layar ponselnya lagi, memandangi deretan foto Juan dan membaca sekilas komentar-komentar yang sesungguhnya sedikit mengusiknya, terutama jika ia menemukan komentar bernada menggoda dari pengguna internet. Tanpa sadar ia tersenyum tipis, menyadari betapa egoisnya ia dalam hubungan pernikahan mereka selama ini. Usai menyalakan mesin mobil, Laura bergegas menuju apartemen tempatnya dan Juan tinggal selama dua tahun sejak pernikahan mereka secara diam-diam, tentu saja dengan restu kedua orangtua mereka dan kehadiran beberapa orang kerabat terdekat mereka.Dirinya mengenal Juan nyaris selama

  • Main Api   Bab 4. When The Rain Meets Fire

    Malam itu, hujan mengguyur deras di Jakarta.Brian mendorong pintu apartemennya dengan bahu, menyalakan lampu utama yang memantulkan sinarnya ke dinding kaca besar di satu sisi ruangan. Pemandangan gemerlap kota yang basah tampak dari balik kaca, memberi kesan tenang yang kontras dengan gemuruh di luar. Ia melepas sepatu kulitnya dan melangkah masuk ke ruang tamu yang luas dan dingin. Udara terasa sunyi,hanya desiran AC yang menemani.Dengan langkah malas, Brian menuju closet room. Deretan jas kerja mahal, jam tangan eksklusif, dan sepatu yang tertata sempurna di rak kayu mahal menunggu untuk disentuh. Ia melepaskan jasnya, menggantungnya dengan rapi, lalu mengendurkan dasi yang masih menggantung di leher. Ponselnya bergetar. Di layar muncul nama yang membuat bibirnya melengkung samar. Laura.Brian mengangkat telepon sambil membuka kancing kemejanya, tubuh tegapnya kini hanya terbalut kaos dalam. "Ya, Lau." Suaranya berat, namun ada kehangatan di sana.Hembusan nafas dari ujung tele

  • Main Api   Bab 3. A Fragile Embrace

    Bab.2 HAMBAR YANG MENGUSIK.Laura menatap meja makan di hadapannya. Hidangan yang disiapkan sejak sore tadi tetap utuh, sama sekali tidak tersentuh. Sambil menghela nafas panjang, ia menoleh ke arah jam dinding. Pukul sebelas malam, dan Juan masih belum pulang juga."Dia sibuk," gumam Laura kepada dirinya sendiri, mencoba mencari alasan untuk perasaan hampa yang menyelimutinya. Juan adalah seorang aktor dan model terkenal, jam kerja yang tidak menentu adalah bagian dari kehidupannya. Tapi tetap saja, kesibukan Juan sering kali meninggalkannya sendirian, menghadapi kehampaan yang kian menjadi-jadi. Walaupun sudah terbiasa,tapi tetap saja Laura sedikit merasa kesepian. Beberapa bulan terakhir, mereka semakin jarang berbicara, bahkan lebih jarang lagi tertawa bersama. Laura tidak ingat kapan terakhir kali mereka menghabiskan waktu sebagai pasangan, berbicara tentang hal-hal kecil, atau sekadar menikmati kebersamaan tanpa terganggu oleh pekerjaan. Kehidupan mereka, yang dulunya penuh cinta

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status