Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania.
Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.
Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan.
"Hey, pembantu" ucap Arvan
"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup
"Saya tidak sabar untuk hari esok"
"A..aku akan menghadapinya" ucapnya
"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap kamu bisa lari dari saya, saya akan menyakiti kamu. Gara - gara kamu saya harus menikah dengan seorang pembantu. Menjijikan" ucapnya melepaskan cengkaman tersebut.
Sania meringis kesakitan saat dicekan oleh Arvan. Sania mulai menangis tetapi ia tahan karena mulai sekarang dia akan menjadi wanita kuat walaupun disakiti berkali - kali.
Setelah Arvan melakukan itu, dia dengan sengaja melempar bantal dan selimut kecil di bawah untuk Sania. Sementara Arvan tidur diatas tempat tidur yang nyaman.
"Kamu pantasnya tidur dilantai bukan diatas kasur" ucap Arvan membalikkan badannya.
"Tidak papa Sania. Semangat" gumamnya pelan
Setelah selesai membereskan semuanya Sania segera merapikan bantal dan tidur dengan selimut yang tipis dan kecil itu membuat Sania kedinginan. Dia melihat sekilas ke Arvan dan ternyata dia sudah tidur dengan tenang.
****
Keesokan paginya setelah mereka sarapan bersama keluargan, Sania dan Arvan segera mengambil kopernya didalan kamar dibantu oleh Yanti. Barang Sania tidak begitu banyak tetapi Arvan banyak membawa barang dua koper dia bawa untuk di apartemennya.
"Kenapa kalian tidak tinggal disini aja, temani mama dan papa" lirih Maryam
Sania tersenyum mengelus pundak mertuanya "ma, aku sama mas Arvan akan sering - sering kesini kok. Mama jangan sedih" hiburnya
"Benar ya San?"
"Iya ma"
"Mama, seperti anak kecil saja merengek saja. Lagian kita akan sering - sering kesini kok pa mak" ucap Arvan
"Iya Van"
"Kalau gitu kita pamit ya ma pa" ucap Arvan berpamitan dengan keduaorangtuanya
"Kalian hati - hati ya, Arvan jagain Sania ya, jangan pernah kamu sakiti dia" ucap Maryam
Sania melirik sekilas ke arah Arvan, sedangkan Arvan hanya tersenyum kepada Maryam "Iya ma"
"Aku pamit ma pa" ucap Sania memeluk Maryam dan Erlangga
"Hati - hati sayang"
Sania mengangguk. "Ka, aku pamit ya. Terima kasih buat semuanya" ucap Sania memeluk Yanti
"Kamu sering - sering kemari ya"
"Iya ka, aku bakalan sering main kesini"
Mereka memgantarkan Sania dan Arvan ke halaman depan yang sudah teparkir mobil Arvan lalu masuk kedalam mobil.
Didalam perjalanan mereka sama - sama diam tidak ada sedikitpun yang mengeluarkan suara. Sania memghadap ke jendela memandang pemandangan. Sesampainya di sebuah apartement Sania dan Arvan turun dari mobil mengambil barangnya.
"Kamu bawa semuanya ini, saya naik duluan" ucap Arvan memberi kopernya ke Sania dan pergi begitu saja
"Aa. Mas?" tanya Sania
"Kenapa" ucap Arvan membalikkan badannya
"Apartemennya yang mana mas?"
"Cari aja nomor 1254 lantai 5" ucapnya lalu pergi
Sania kewalahan membawa semua koper ini. Arvan sangat tega membiarkan Sania membawa koper sebanyak ini. Dengan kesusahan Sania membawa koper tersebut masuk kedalam dan mencari apartement tersebut, setelah mendapatkannya Sania masuk meletakkan koper - kopernya di dekat sofa lalu ia duduk sebentar karena sudah kehabisan nafas.
"Lelahnya" ucapnya
Sania melihat kesana kesini mencari keberadaan suaminya tetapi dia tidak ada. Dia mencari suaminya kelantai atas dan ada sebuah dua kamar tetapi ia tidak tau dimana suaminya. Dengan pelan ia membuka pintu tersebut lalu mencari Arvan, tak sengaja ia melihat Arvan tang sedang bertelanjang dada.
"Aarrgghhhh" teriak Sania sambil menutup matanya
Arvan yang mendengat teriakan tersebut langsung panik dan segera memakai pakaiannya kembali.
"Shit!!!! Kenapa kamu masuk?" geram Arvan
"Maaf mas, aku gak sengaja masuk kekamar ini"
"Lain kali ketok dulu, ada apa kamu kemari?" ucap Arvan
"Koper mas sekarang ada dibawah mau saya bawakan ke sini?"
"Iya bawakan kemari, kamu kamarnya ada disebelah jangan pernah kamu masuk kedalam kamar saya tanpa ijin" ucapnya
Sania bingung, mereka tidur terpisah? Bukannya jika sudah menikah harus tidur bersama - sama.
"Kenapa kami bengong? Jangan harap kamu tidur bersama saya disatu ranjang karena saya tidak sudi tidur bersama seorang pembantu" ucapnya sinis
"I.. Iya mas, saya keluar. Permisi"
Sania ingin menangis mendengar perkataan Arvan memang dia seorang pembantu, tapi sehina itukah dia dimata Arvan.
"Tunggu" ucap Arvan
"Apa mas" ucap Sania memberhentikan langkahnya
"Nanti siang buatkan saya makanan, semuanya ada didalam kulkas" ucapnya
"Baik mas"
"Pergi kamu"
Sania pergi dan membawa koper suaminya ke kamar setelah itu Sania menuju kekamarnya lalu membereskan bajunya kedalam lemari. Sania cukup kagum dengan kamarnya yang terlihat cukup besar ada kamar mandi didalamnya. Sania sangat kelelahan lalu ketiduran seperti bayi.
Jam menunjukan angka sebelas siamg tetapi Sania belum juga bangun.
"Sania.... Sania" teriak Arvan
Dengan pelan Sania membuka matanya tanpa sadar Sania bangun dan melihat jam sudah di angka sebelas siang. Dia ketiduran dan melupakan untuk membuat makan siang. Apalagi Arvan sedari tadi meneriaki namanya, dengan buru - buru Sania turun kebawah menghampiri Arvan yang sudah ada disana.
"Mas, maaf. Aku ketiduran" ucapnya
"Ketiduran kamu bilang. Kamu lupa buat makan siang. Jangan seperti putri ya disini, kamu disini saya anggap kamu sebagai pembantu bukan istri saya paham" ucap Arvan
"Tap..."
"Cepat buatkan saya makan siang" bentak Arvan
Dengan cepat Sania kedapur tak sadar airmatanya sudah menetes membasahi pipinya, kata - kata Arvan sangatlah menyakitkan baginya.
Sania membuka kulkas disana sudah tersedia seperti sayuran buah dan lauk pauk lainnya. Sania mengambil Sayur sawi dan toge lalu ayam goreng yang ia akan buat tepung saos dan ikan mujair yang ia akan goreng dengan sambal terasi.
Tak butuh waktu lama Sania memasak semuanya dan menyusunnya ke meja segera ia memanggil Arvan untuk makan.
"Mas, masakannya sudah jadi" ucapnya
Arvan menuju meja makan dan melihat makanan yang dimasaknya cukup enak menurutnya.
Sania menuangkan minuman dan mengambilkan nasi untuk Arvan. Ketika Sania ingin duduk tiba - tiba Arvan berteriak.
"Sania"
"Iya mas"
"Ngapain kamu duduk disini"
"Aku ngin makan mas disini"
"Kamu, makan kesini jangan harap. Kamu tidak pantas disini. Kamu pantasnya di sana di dapur" ucapnya
"Aku didapur mas?"
"Apa kurang jelas" ucapnya lagi
"Kamu itu hanya pembantu, sekali pembantu tetap pembantu kamu tidak pantas menjadi istri saya. Pergi sana dan ambil makanan kamu seadanya" teriak Arvan
Dengan menahan air mata yang akan jatuh Sania mengambil makanan dan segera pergi kedapur, dengan pelan ia makan sambil menangis. Arvan sangat jahat terhadapnya. Bagaimana bisa ia memperlakukan istrinya seperti ini.
Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi."Mas, mau ke
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
Arvan masih terus memandangi Sania setelah Erlangga pergi, begitu sangat manis, ceria. Tetapi jika bersamanya Sania merasa akan seperti harimau yang hendak memakan mangsanya."Ehem" Arvan mendehemMembuat Sania dan Yanti kaget akan deheman tersebut. Mereka membalikkan badan mereka yang awal wajah mereka sangat gembira tiba - tiba berubah menjadi ketegangan."Ada apa Tuan kemari?" tanya Yanti"Keliatannya kalian sangat menikmatinya apa begitu senang melakukan hal seperti ini?""Maaf Tuan, saya akan segera membereskan pekerjaan ini" ucap Yanti"Gak papa kalian lanjutkan saja saya ingin kamu membuatkan kopi untuk saya. Saya ada diruang kerja" ucap Arvan meninggalkan merekaSetelah kepergian Arvan Sania menghela nafas panjang. Entah kenapa melihat wajahnya saja sudah membuatnya takut setengah mati.Yanti segera membuat ko
Wanita yang sedang berada di sebuah makam kedua orang tuanya, menangis tersedu - sedu dia tidak menyangka akan ditinggalkan oleh kedua orang tuanya secepat ini. Sekarang dia hidup sebatang kara tanpa kerabat ataupun keluarga. Kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan antar bus, ketika hendak kedua orang tuanya ingin berpergian ke Jakarta untuk bekerja disana tetapi naas mereka meninggal ditempat. Sania Larasati itulah namanya wanita yang baru saja lulus dari sekolah menengah atas, sekarang dia harus bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Mau tidak mau Sania harus menggantikan kedua orangtuanya untuk bekerja di Jakarta. Dia berpamitan ke makam kedua orangtuanya untuk berangkat ke Jakarta, sangat berat meninggalkan tempat tinggalnya apalagi makam kedua orang tuanya berada disini. Sania melangkahkan kakinya meninggalkan makam tersebut sambil menangis, sesampainya di depan ujung jalan Sania berdiri seorang diri sambil menunggu bus ya
Yanti menghela nafas panjang setelah kejadian tersebut yang baru saja mereka alami. Yanti tidak menyangka jika Sania sangatlah ceroboh apalagi ia termenung melamunkan majikannya itu. “Kamu kenapa sih San?” tanya Yanti setelah masuk ke dapur “Aku tidak sengaja ka, menumpahkan minuman ke Tuan Arvan. Aku sangat ketakutan tadi melihat Tuan marah” “Tuan Arvan memang seperti itu San, dia memang garang terhadap siapun kecuali terhadap kedua orangtuanya dan kekasihnya itu. “Maaf ka” lirih Sania “Ya udah tidak papa San, kita lanjutin pekerjaan yang belum beres yuk” ajak Yanti Saat mereka membereskan dapur yang sangat berantakan, tiba - tiba saja mereka dikagetkan dengan kedatangan Margaratte kekasih Arvan entah ada apa dia masuk kedalam dapur ini. “Eh, pembantu. Kamu apa - apaan melihat calon suami aku seperti itu!” ucap Margarette g
Arvan sangat lelah dengan permasalahannya di kantor. Dia sangat marah bisa - bisanya karyawannya menggelapkan dana perusahaan itu akan membuatnya rugi besar. Ana sekretaris Arvan masuk kedalam ruangan bossnya memberitahukan bahwa Margaratte sedang berada di luar. "Permisi pak" ucap Ana dengan sopan "Kenapa Ana?" tanya Arvan dengan wajah yang tidak bersahabat "Nona Margaratte berada di luar sekarang Pak" Dengan wajah sinisnya Arvan bangun dan menggebrak meja dengan kuat hingga Ana ketakutan. "Sudah saya bilang, saya tidak ingin ada seseorang yang menemui saya kenapa tidak kamu usir saja!" Marah Arvan "Saya sudah berkata seperti yang bapak bilang tetapi nona Margaratte tidak inign pergi dan memaksa ingin bertemu bapak" Arvan memijit dahinya yang pusing dengan masalah ini ditambah lagi dengan kedatangan Margarette membuat
Arvan masih terus memandangi Sania setelah Erlangga pergi, begitu sangat manis, ceria. Tetapi jika bersamanya Sania merasa akan seperti harimau yang hendak memakan mangsanya."Ehem" Arvan mendehemMembuat Sania dan Yanti kaget akan deheman tersebut. Mereka membalikkan badan mereka yang awal wajah mereka sangat gembira tiba - tiba berubah menjadi ketegangan."Ada apa Tuan kemari?" tanya Yanti"Keliatannya kalian sangat menikmatinya apa begitu senang melakukan hal seperti ini?""Maaf Tuan, saya akan segera membereskan pekerjaan ini" ucap Yanti"Gak papa kalian lanjutkan saja saya ingin kamu membuatkan kopi untuk saya. Saya ada diruang kerja" ucap Arvan meninggalkan merekaSetelah kepergian Arvan Sania menghela nafas panjang. Entah kenapa melihat wajahnya saja sudah membuatnya takut setengah mati.Yanti segera membuat ko
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi."Mas, mau ke
Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania.Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan."Hey, pembantu" ucap Arvan"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup"Saya tidak sabar untuk hari esok""A..aku akan menghadapinya" ucapnya"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap
Maryam mengejar Arvan yang terlihat marah kepada orangtuanya tetapi ini keputusan agar keluarga mereka tidak mendapatkan malu terlebih Arvan seorang CEO diperusahaan besar di Asia. "Argghhhh" teriak Arvan mengacak - ngacak rambutnya, dia sangat tidak setuju dengan keputusan orangtuanya. Maryam masuk ke kamar Arvan dan mencoba membujuk anaknya untuk menikahi Sania. "Arvan, please tolong nikahin Sania agar kita tidak dipermalukan orang di sana" mohon Maryam "Ma, tapi kenapa harus dia, dia hanya seorang pembantu" "Mama tau itu, mama terpaksa karena tidak ada pilihan lain selain Sania. Tidak mungkin dengan Yanti yang sudah memiliki suami" "Arvan tetap akan mencari Margarette mak, Arvan akan menyeretnya kesini untuk meneruskan pernikahan ini" "Tidak ada waktu lagi Van, pernikahan ini akan segera dilaksanakan. Mama mohon" Arvan sa
Keesokan harinya mereka bersiap - siap untuk menyambut kedatangan Margarette yang awalnya Keluarga Arvan ingin ke apartement Margarette tiba - tiba keluarga Margarette yang ke rumah Arvan, Semua sudah siap begitu juga denga makanan yang sudah tersaji di meja makan begitu banyak makanan disana. Margarette beserta orang yang disewanya sebagai pamannya itu datang dikediaman rumah Arvan. Keluarga Arvan sangat senang kedatangan mereka karena ini yang mereka tunggu - tunggu. "Sayang, akhirnya kalian datang" ucap Maryam "Iya, ma. Mama apa kabar?" tanya Margarette dengan ramah. "Baik sayang.Yuk duduk" ucap Maryam mempersilahkan mereka duduk. "Iyah ma, makasih. Ini ma, kenalin ini paman aku" "Iyah, selamat datang dirumah kami" ucap Maryam Mereka duduk sambil bersenda gurau. Sania melihat dari balik pintu meliha
Arvan sangat lelah dengan permasalahannya di kantor. Dia sangat marah bisa - bisanya karyawannya menggelapkan dana perusahaan itu akan membuatnya rugi besar. Ana sekretaris Arvan masuk kedalam ruangan bossnya memberitahukan bahwa Margaratte sedang berada di luar. "Permisi pak" ucap Ana dengan sopan "Kenapa Ana?" tanya Arvan dengan wajah yang tidak bersahabat "Nona Margaratte berada di luar sekarang Pak" Dengan wajah sinisnya Arvan bangun dan menggebrak meja dengan kuat hingga Ana ketakutan. "Sudah saya bilang, saya tidak ingin ada seseorang yang menemui saya kenapa tidak kamu usir saja!" Marah Arvan "Saya sudah berkata seperti yang bapak bilang tetapi nona Margaratte tidak inign pergi dan memaksa ingin bertemu bapak" Arvan memijit dahinya yang pusing dengan masalah ini ditambah lagi dengan kedatangan Margarette membuat