Keesokan harinya mereka bersiap - siap untuk menyambut kedatangan Margarette yang awalnya Keluarga Arvan ingin ke apartement Margarette tiba - tiba keluarga Margarette yang ke rumah Arvan, Semua sudah siap begitu juga denga makanan yang sudah tersaji di meja makan begitu banyak makanan disana.
Margarette beserta orang yang disewanya sebagai pamannya itu datang dikediaman rumah Arvan.
Keluarga Arvan sangat senang kedatangan mereka karena ini yang mereka tunggu - tunggu.
"Sayang, akhirnya kalian datang" ucap Maryam
"Iya, ma. Mama apa kabar?" tanya Margarette dengan ramah.
"Baik sayang.Yuk duduk" ucap Maryam mempersilahkan mereka duduk.
"Iyah ma, makasih. Ini ma, kenalin ini paman aku"
"Iyah, selamat datang dirumah kami" ucap Maryam
Mereka duduk sambil bersenda gurau. Sania melihat dari balik pintu melihat keceriaan mereka seperti keluarga saja. Sania menghayal jika dia berada disana berkumpul bersama orang - orang tercinta tetapi itu tidak mungkin karena dia sadar diri kalau dia hanyalah seorang pembantu.
Yanti menegurnya agar tidak mengintip disana karena Sania seperti penguntit saja.
Sania, kamu seperti seorang penguntit" ucap Yanti menegur
"Ah, aku cuma mengintip saja Ka, aku berhayal apa aku bisa menjadi satu keluarga untuk mereka?"
"Mimpi saja kamu"
"Iya kak, hanya mimpi semua itu, aku terlalu berhayal terlalu tinggi" ucapnya lalu kembali duduk di dalam dapur menunggu perintah untuk melayani majikan mereka.
Tak lama kemudian Maryam masuk ke dalam dapur untuk melayani mereka.
Sania dan Yanti segera menuju ke ruang makan dan melayani mereka. Saat Sania menuangkan minuman tetapi matanya menuju ke arah paman Margarette dia seperti mengenalnya tapi dia takut salah orang tetapi diliat - liatnya lagi dia yakin kalau dia adalah seseorang yang ia kenali. Begitu juga dengan Paman itu terlihat gelisah setelah melihat Sania dan Yanti.
"Sania!" tegur Arvan yang melihat Paman Margarette seperti itu.
"Ah, maaf Tuan" ucap Sania lalu melanjutkan menuangkan minuman.
"Tidak sopan kamu, sekali lagi seperti itu saya kasih pelajaran kamu" ancam Arvan dengan tatapan sinisnya
"Ba..baik Tuan"
"Sudah Arvan, mari kita makan" ucap Maryam menengahi
Mereka makan dengan ceria sesekali bersenda gurau. Sementara Sania dan Yanti sudah melakukan kegiatan lainnya.
"Ka, kakak kenal juga bukan sama orang itu?" tanya Sania
"Kakak mengenalnya Sania, dia itu kalau gak salah tetangga kita bukan?"
"Iya ka, aku bingung deh, kok Margarette mempunyai paman seperti dia? bukan maksud aku merendahkan tetapi kakak tau sendiri kalau paman itu tidak selevel dengan Margarette" ucapnya
"Ah, gak tau lah San. Jangan ikut campur urusan mereka biarkan saja mereka. Lebih baik kita segera selesaikan pekerjaan ini sebelum Nyonya menegur kita" ucap Yanti yang tidak mau ambil pusing
Sania hanya mengangguk saja, tetapi dia masih sangat penasaran dengan kehidupan Margarette.
"Udah jangan melamun Sania"
"Iya kak"
****
Di lain sisi keluarga Arvan dan keluarga Margarette sedang berunding untuk hari pernikahan anak - anaknya.
"Jadi bagaimana Margarette, pak apa bisa hari pernikahannya menjadi dua minggu lagi?" tanya Maryam
"Kalau saya, terserah Margarette saja dia mau kapan saja saya sebagai perwakilan hanya bisa mendoakan" ucap paman Margarette
"Bagaimana Margarette, kamu setuju?"
"Hmm aku setuju aja ma. Lebih cepat lebih baik" ucapnya. Ada rasa senang di hati Margarette karena rencananya akan segera berhasil meninggalkan Arvan dan mengambil hartanya yang sudah ia berikan kepada Margarette.
Maryam tersenyum senang dan melihat kearah Arvan "Kamu sendiri gimana?" tanya Maryam ke anaknya
"Arvan sangat senang jika pernikahan kita dikaksanakan dua minggu lagi ma" jelas Arvan
"Oke, jadi kita putuskan pernikahan diadakan dua minggu lagi" ucap Erlangga tegas
"Untuk masalah pernikahan kalian mama dan papa yang akan mengurus semuanya, kalian hanya datang saja jika kalian sedang dibutuhkan" ucap Maryam
Setelah keputusan menikah dirundingkan dan dilaksanakan dua minggu lagi Margarette dan pamannya berapamitan untuk pulang ke apartemennya dan mulai merencanakan apa yang akan dilaksanakan nanti bersama Leon.
"Kalau gitu, kita pulang dulu ya ma pa, Arvan?" ucap Margarette berpamitan
"Ya, sayang sekali padahal kami masih ingin berlama - lama mengobrol sama kalian" ucap Maryam sedih
"Sabar ma, sebentar lagi juga aku akan bersama mama terus" ucap Margarette
"Mama tidak sabar menunggu" ucap Maryam antusias
"Aku pamit ya"
Mereka pamit dari kediamana Arvan dan menuju kedalam mobil dan menghilang dari hadapan mereka.
Didalam mobil Margarette memberikan amplop yang berisikan uang untuk orang tersebut karena rencananya berjalan dengan lancar. Setelah itu Margarette pulang ke apartemennya dengan penuh rencana di otaknya.
***
2 Minggu kemudian
Akhirnya hari yang ditunggu - tunggu akhirnya datang juga banyak tamu undangan yang hadir di kediaman Arvan sangatlah meriah. Semuanya tampak senang dengan pernikahan Arvan begitu juga dengan Sania dan Yanti karena ini pengalaman mereka yang pertama dilibatkan dalam pernikahan megah ini.
Begitu juga dengan Arvan diwajahnya sangat berseri - seri karena ini adalah hari pernikahan yang ditunggu - tunggu. Arvan dan Erlangga sedang sibuk dengan rekan bisnisnya yang hadir sekarang dan mengucapkan selamat kepada Arvan.
Jam sudah menunjukan angka sembilan pagi tetapi Calon pengantin belum keliatan juga. Arvan terlihat panik karena Margarette dihubungi dari tadi tidak ada jawaban darinya. Maryam dan Erlangga juga terlihat panik mereka bingung kemana Margarette berada.
"Ma, kemana Margarette sudah waktunya mulai tetapi ia tidak ada" ucap Arvan menghampiri Maryam
"Mama juga tidak tau nak, kemana dia. Mama sudah coba menghubunginya tetapi tidak aktif"
"Bagaimana ini ma, semua tamu sudah datang dan penghulu juga sudah ada"
"Kita tunggu sepuluh menit lagi" ucap mama
"Iya ma, kalau gitu Arvan bicara dulu ke penghulu agar dikasih waktu dulu" ucap Arvan segera pergi ke penghulu.
****
Sepuluh menit berlalu tetapi tetap saja Margarette tidak datang para tamu sudah kelelahan dan mulai bosan dengan acara yang tidak dimulai - mulai. Penghulu juga tidak dapat menunggu lebih lama lagi karena ia akan menikahkan orang ditempat lain.
Arvan di dalam kamar dengan sangat gelisah dia tidak tau lagi harus bagaimana, Margarette dihubungi dari tadi belum juga masih tidak aktif.
"Kamu kemana sih Margarette" ucap Arvan
tok tok tok
Ketukan pintu terdengar, Arvan yang mendengar itu dengan malas membuka pintu dan melihat Sania berdiri disane membuat Arvan muak memandang wajahnya
"Apa?" ketus Arvan
"Tuan, tuan disuruh ke kamar Nyonya sekarang, ada yang mau dibicarakan"
"Sebentar lagi saya kesana" ucap Arvan
Sania pergi dari hadapan Arvan.
Arvan kekamar Maryam untuk menemuinya saat sesampainya dikamar dia melihat Sania berada disana, dia semakin bingung ada apa sebenarnya.
"Ma, kenapa kok ada dia disini" ucap Arvan bingung
"Mama dan papa sudah sepakat dengan keputusan ini" ucap Maryam dengan sedih
"Ada apa ma pa?"
"Mama sama papa setuju kamu menikahi Sania untuk menggantikan Margarette"
Seperti petir disiang bolong Arvan sangat terkejut,rencana apa yang dilakukan orangtuanya, kenapa tiba - tiba akhirnya Arvan menikah dengan Sania.
"Apa?! mama bercanda, aku nikah sama pembantu ini" ucap Arvan menunjuk Sania.
"Mama sama papa tidak ada pilihan lain nak, kamu tidak malu dengan tamu undangan yang dari tadi menunggu" jelas Maryam
"Kamu! pasti kamu merencanakan semuanya? kamu yang menghasut mama dan papa saya bukan?" tuduh Arvan
Sania juga tidak tahu apa - apa kenapa tiba - tiba majikannya menjodohkannya dengan anaknya sendiri. Bagaimana mungkin Sania menikah dengan seseorang yang tidak ia cintai.
"Tidak Tuan, saya tidak tau mengapa Nyonya dan Tuan menyuruh saya untuk menikah dengan Tuan"
"BOHONG!!!" teriak Arvan lalu pergi begitu saja dari kamar orangtuanya.
Maryam mengejar Arvan yang terlihat marah kepada orangtuanya tetapi ini keputusan agar keluarga mereka tidak mendapatkan malu terlebih Arvan seorang CEO diperusahaan besar di Asia. "Argghhhh" teriak Arvan mengacak - ngacak rambutnya, dia sangat tidak setuju dengan keputusan orangtuanya. Maryam masuk ke kamar Arvan dan mencoba membujuk anaknya untuk menikahi Sania. "Arvan, please tolong nikahin Sania agar kita tidak dipermalukan orang di sana" mohon Maryam "Ma, tapi kenapa harus dia, dia hanya seorang pembantu" "Mama tau itu, mama terpaksa karena tidak ada pilihan lain selain Sania. Tidak mungkin dengan Yanti yang sudah memiliki suami" "Arvan tetap akan mencari Margarette mak, Arvan akan menyeretnya kesini untuk meneruskan pernikahan ini" "Tidak ada waktu lagi Van, pernikahan ini akan segera dilaksanakan. Mama mohon" Arvan sa
Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania.Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan."Hey, pembantu" ucap Arvan"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup"Saya tidak sabar untuk hari esok""A..aku akan menghadapinya" ucapnya"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap
Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi."Mas, mau ke
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
Arvan masih terus memandangi Sania setelah Erlangga pergi, begitu sangat manis, ceria. Tetapi jika bersamanya Sania merasa akan seperti harimau yang hendak memakan mangsanya."Ehem" Arvan mendehemMembuat Sania dan Yanti kaget akan deheman tersebut. Mereka membalikkan badan mereka yang awal wajah mereka sangat gembira tiba - tiba berubah menjadi ketegangan."Ada apa Tuan kemari?" tanya Yanti"Keliatannya kalian sangat menikmatinya apa begitu senang melakukan hal seperti ini?""Maaf Tuan, saya akan segera membereskan pekerjaan ini" ucap Yanti"Gak papa kalian lanjutkan saja saya ingin kamu membuatkan kopi untuk saya. Saya ada diruang kerja" ucap Arvan meninggalkan merekaSetelah kepergian Arvan Sania menghela nafas panjang. Entah kenapa melihat wajahnya saja sudah membuatnya takut setengah mati.Yanti segera membuat ko
Wanita yang sedang berada di sebuah makam kedua orang tuanya, menangis tersedu - sedu dia tidak menyangka akan ditinggalkan oleh kedua orang tuanya secepat ini. Sekarang dia hidup sebatang kara tanpa kerabat ataupun keluarga. Kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan antar bus, ketika hendak kedua orang tuanya ingin berpergian ke Jakarta untuk bekerja disana tetapi naas mereka meninggal ditempat. Sania Larasati itulah namanya wanita yang baru saja lulus dari sekolah menengah atas, sekarang dia harus bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Mau tidak mau Sania harus menggantikan kedua orangtuanya untuk bekerja di Jakarta. Dia berpamitan ke makam kedua orangtuanya untuk berangkat ke Jakarta, sangat berat meninggalkan tempat tinggalnya apalagi makam kedua orang tuanya berada disini. Sania melangkahkan kakinya meninggalkan makam tersebut sambil menangis, sesampainya di depan ujung jalan Sania berdiri seorang diri sambil menunggu bus ya
Arvan masih terus memandangi Sania setelah Erlangga pergi, begitu sangat manis, ceria. Tetapi jika bersamanya Sania merasa akan seperti harimau yang hendak memakan mangsanya."Ehem" Arvan mendehemMembuat Sania dan Yanti kaget akan deheman tersebut. Mereka membalikkan badan mereka yang awal wajah mereka sangat gembira tiba - tiba berubah menjadi ketegangan."Ada apa Tuan kemari?" tanya Yanti"Keliatannya kalian sangat menikmatinya apa begitu senang melakukan hal seperti ini?""Maaf Tuan, saya akan segera membereskan pekerjaan ini" ucap Yanti"Gak papa kalian lanjutkan saja saya ingin kamu membuatkan kopi untuk saya. Saya ada diruang kerja" ucap Arvan meninggalkan merekaSetelah kepergian Arvan Sania menghela nafas panjang. Entah kenapa melihat wajahnya saja sudah membuatnya takut setengah mati.Yanti segera membuat ko
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi."Mas, mau ke
Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania.Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan."Hey, pembantu" ucap Arvan"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup"Saya tidak sabar untuk hari esok""A..aku akan menghadapinya" ucapnya"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap
Maryam mengejar Arvan yang terlihat marah kepada orangtuanya tetapi ini keputusan agar keluarga mereka tidak mendapatkan malu terlebih Arvan seorang CEO diperusahaan besar di Asia. "Argghhhh" teriak Arvan mengacak - ngacak rambutnya, dia sangat tidak setuju dengan keputusan orangtuanya. Maryam masuk ke kamar Arvan dan mencoba membujuk anaknya untuk menikahi Sania. "Arvan, please tolong nikahin Sania agar kita tidak dipermalukan orang di sana" mohon Maryam "Ma, tapi kenapa harus dia, dia hanya seorang pembantu" "Mama tau itu, mama terpaksa karena tidak ada pilihan lain selain Sania. Tidak mungkin dengan Yanti yang sudah memiliki suami" "Arvan tetap akan mencari Margarette mak, Arvan akan menyeretnya kesini untuk meneruskan pernikahan ini" "Tidak ada waktu lagi Van, pernikahan ini akan segera dilaksanakan. Mama mohon" Arvan sa
Keesokan harinya mereka bersiap - siap untuk menyambut kedatangan Margarette yang awalnya Keluarga Arvan ingin ke apartement Margarette tiba - tiba keluarga Margarette yang ke rumah Arvan, Semua sudah siap begitu juga denga makanan yang sudah tersaji di meja makan begitu banyak makanan disana. Margarette beserta orang yang disewanya sebagai pamannya itu datang dikediaman rumah Arvan. Keluarga Arvan sangat senang kedatangan mereka karena ini yang mereka tunggu - tunggu. "Sayang, akhirnya kalian datang" ucap Maryam "Iya, ma. Mama apa kabar?" tanya Margarette dengan ramah. "Baik sayang.Yuk duduk" ucap Maryam mempersilahkan mereka duduk. "Iyah ma, makasih. Ini ma, kenalin ini paman aku" "Iyah, selamat datang dirumah kami" ucap Maryam Mereka duduk sambil bersenda gurau. Sania melihat dari balik pintu meliha
Arvan sangat lelah dengan permasalahannya di kantor. Dia sangat marah bisa - bisanya karyawannya menggelapkan dana perusahaan itu akan membuatnya rugi besar. Ana sekretaris Arvan masuk kedalam ruangan bossnya memberitahukan bahwa Margaratte sedang berada di luar. "Permisi pak" ucap Ana dengan sopan "Kenapa Ana?" tanya Arvan dengan wajah yang tidak bersahabat "Nona Margaratte berada di luar sekarang Pak" Dengan wajah sinisnya Arvan bangun dan menggebrak meja dengan kuat hingga Ana ketakutan. "Sudah saya bilang, saya tidak ingin ada seseorang yang menemui saya kenapa tidak kamu usir saja!" Marah Arvan "Saya sudah berkata seperti yang bapak bilang tetapi nona Margaratte tidak inign pergi dan memaksa ingin bertemu bapak" Arvan memijit dahinya yang pusing dengan masalah ini ditambah lagi dengan kedatangan Margarette membuat