Maryam mengejar Arvan yang terlihat marah kepada orangtuanya tetapi ini keputusan agar keluarga mereka tidak mendapatkan malu terlebih Arvan seorang CEO diperusahaan besar di Asia.
"Argghhhh" teriak Arvan mengacak - ngacak rambutnya, dia sangat tidak setuju dengan keputusan orangtuanya.
Maryam masuk ke kamar Arvan dan mencoba membujuk anaknya untuk menikahi Sania. "Arvan, please tolong nikahin Sania agar kita tidak dipermalukan orang di sana" mohon Maryam
"Ma, tapi kenapa harus dia, dia hanya seorang pembantu"
"Mama tau itu, mama terpaksa karena tidak ada pilihan lain selain Sania. Tidak mungkin dengan Yanti yang sudah memiliki suami"
"Arvan tetap akan mencari Margarette mak, Arvan akan menyeretnya kesini untuk meneruskan pernikahan ini"
"Tidak ada waktu lagi Van, pernikahan ini akan segera dilaksanakan. Mama mohon"
Arvan sangat kebingungan bagaimana mungkin Arvan menikahi seorang pembantu itu mau dibawa kemana wajahnya nanti jika ada yang tau kalau Sania seorang pembantu. Setelah dipikir - pikir ia melihat wajah mamanya sudah mulai sedih, dia sangat tidak tega melihat itu semua. Margarette telah menghancurkan semua dia berjanji akan mencarinya meminta penjelasan.
"Arvan menyerah, Arvan akan menikahi Sania ini semua karena mama bukan karena siapa - siapa" Ucap Arvan pasrah
Wajah Maryam berseri - seri akhirnya Arvan menyetujui untuk menikahi Sania.
"Terimakasih nak, kamu siap - siap sekarang karena penampilan kamu sangat berantakan"
"Iya ma"
Maryam keluar dari kamar Arvan segera memberitahu suaminya dan Sania bahwa Arvan menyetujui pernikahan ini.
"Pa, Arvan setuju dengan pernikahan ini. Sekarang papa siap - siap dan menemui orang - orang diluar biar Sania mama urus" ucap Maryam
Erlangga mengangguk dan melangkah keluar untuk menemui orang - orang yang sudah menunggu lama sedari tadi.
"Sania sekarang kamu ikut mama ya, kamu akan didandan sekarang" ucap mama menarik Sania untuk segera di rias oleh perias yang sudah ada sedari tadi.
"Iya Nyonya"
"Jangan panggil nyonya panggil mama" ucapnya
Sania hanya mengangguk.
Dia bingung kenapa takdirnya harus seperti ini dia harus menjadi pengantin pengganti padahal Sania tidak menginginkan sama sekali, sempat menolak tetapi majikannya memaksa untuk menerima ini jika tidak dia akan dipecat. Sania tidak ingin dipecat karena dia sangat butuh pekerjaan ini. Sedangkan Yanti sangat syok dengan keputusan majikannya, Yanti tau Sania pasti tersiksa dengan semua ini menikah dengan seseorang yang tidak ia cintai.
****
Arvan telah duduk di kursi bersama penghulu dan saksi beserta ayahnya Erlangga.
"Semuanya sudah siap?" ucap penghulu
"Sudah pak" ucap Erlangga
"Baiklah ikuti ucapan saya" Penghulu mengulurkan tangannya kepada Arvan untuk mengucapkan ijab kabul.
Arvan mengangguk dan membalas mengulurkan tangannya kepenghulu.
"Saya nikahkan engkau dengan Sania Larasati binti Alm. Suryanto dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat dibayar tunai" ucap Penghulu
"Saya terima nikahnya Sania Larasati binti Alm. Suryanto dengan mas kawin dan serangkat alat sholat dibayar tunai" ucap Arvan dengan sangat datar dan lantang.
"Sah...Sah" ucap penghulu kepada saksi yang ada
"Sah" ucap semua tamu undangan
"Alhamdulillah" ucap mereka semua
Mereka semua berdoa dengan tenang.
Sania yang sedari tadi gelisah dengan semua ini apalagi saat Arvan mengucapkan ijab kabul dia telah resmi menjadi seorang istri entah apa yang terjadi dipernikahannya kelak bersama Arvan. Maryam masuk kedalam kamar untuk menjemput Sania menemui Arvan di bawah.
"Sayang, kita kebawah ya" ucap Maryam dengan lembut
"Iya ma" ucapnya ragu
Maryam tersenyum senang, menggandeng lengan Sania dan disisi kiri Sania digandeng oleh Yanti. Mereka menuruni anak tangga dengan pelan tidak ada senyuman di bibir Sania yang ada hanyalah ketakutan. Setelah sampai dibawah Sania melirik Arvan sekilas karena ia takut dengan Arvan sekarang. Mereka duduk berdampingan menandatangani berkas.
Tidak ada senyuman dari Arvan yang ada hanya kebencian dimatanya.
Sania menyalami Arvan, lalu Arvan menarik kepala Sania untuk berdekatan dengannya.
"Kamu tidak akan pernah bahagia dengan pernikahan ini, saya akan membuatmu sengsara" ucap Arvan pelan lalu menjauhi Sania
Lagi - lagi Sania gelisah air matanya mulai turun dari pipinya tetapi ia tahan karena tidak mungkin ia menangis didepan semua orang.
****
Setelah selesai akad nikah Sania segera pergi menuju kamar Arvan yang diantar oleh Yanti, sedangkan Arvan masih mengobrol dengan rekan bisnisnya.
Sesampai di dalam kamar Arvan, Yanti memeluk Sania dia tau bahwa Sania akan sedih dengan semua ini.
Sania, kamu yang kuat ya. Aku yakin kamu pasti bisa menjalani pernikahan ini dengan Tuan Arvan aku selalu ada disaat kamu butuhkan" ucap Yanti saat memeluk Sania
Sania melepaskan pelukan Yanti "Makasih ka. Aku tidak bisa membayangkan pernikahan ini kedepannya seperti apa, aku pasti akan berusaha dan sekuat semampuku mempertahankan semua ini" ucapnya
"Kakak yakin kamu bisa Sania, kamu beristirahatlah, aku segera keluar karena masih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan"
"
Maaf ka, aku tidak bisa membantu" lirih Sania
"Tidak papa Sania" ucap Yanti lalu pergi meninggalkan Sania seorang diri dikamar Arvan.
Sania baru sekali memasuki kamar Arvan begitu elegan seperti pria pada umumnya sangat rapi kamarnya cat bewarna abu - abu dan sedikit putih banyak foto - foto Arvan disana begitu juga foto Margarette kekasih yang hilang itu.
Ceklek
Suara pintu terbuka, ternyata itu adalah Arvan, Arvan melihat Sania di samping ranjangnya keliatan kebingungan dan ketakutan.
"Hey, apa kamu selalu ingin menggunakan baju itu ha" ucap Arvan sinis
"Sa..saya akan menggantinya Tu..tuan" ucap Sania
Arvan menghampiri Sania dan mencengkam dagunya dan menatapnya dengan tajam
"Dengar ya. Kamu itu istri saya jangan panggil Tuan karena saya bukan majikanmu" ucap Arvan melepas dengan kasar cengkramannya.
"Saya muak dikamar ini setelah melihatmu" Arvan keluar kembali dari kamarnya.
Sania menangis sejadi - jadinya bukan pernikahan seperti ini yang ia mau. Kenapa pernikahan ini seperti ini sangat menyiksa. Dengan kesusahan Sania menuju kekamar mandi mengambil handuknya dan bajunya setelah semua barang - barangnya berada disini sekarang.
Setelah selesai Sania turun ke bawah untuk membantu Yanti, kasihan dia bekerja sendirian.
"Ka" panggil Sania sudah berada di dapur
"Kamu ngapain disini?" tanya Yanti
"Aku bosan dikamar sendirian, aku bantu ya ka"
"Nggak Sania. Nyonya tadi berpesan jika kamu kedapur aku harus melarangmu membantuku" ucapnya
"Tapi aku tidak tau harus melakukan apa sekarang"
Belum juga Yanti berbicara Maryam datang dan melihat Sania berada disini.
"Sania" panggil Maryam
"Iya"
"Kamu ngapain disini?" tanya Maryam
"Aku mau membantu ka Yanti ma"
"Tidak Sania, kamu sekarang menantu mama sekarang, kamu jangan kesini ya, biarkan Yanti yang mengerjakannya. Mama sudah mencari orang untuk menggantikanmu"
"Tap..."
"Udah Sania, ikut mama yuk" ucap Maryam menarik tangan Sania
Maryam menariknya ke ruang keluarga dan ada Arvan disana sudah mengganti bajunya dengan Kaosnya.
"Kamu duduk sekarang disana" ucap Maryam dan Sania menurutinya
Sania duduk disamping Arvan suaminya tidak ada senyuman diwajahnya, Sania hanya menunduk sedari tadi.
"Ma pa, aku sama Sania akan pindah ke apartement karena kami mau hidup mandiri sekarang" ucapnya
"Kenapa secepat itu Van?"
"Karena aku ingin bersenang - senang bersama istriku ma" ucap Arvan sinis
Dihati Sania sangat takut dia pasti akan siksa di apartement mereka. Tetapi ia sudah siap dengan semuanya.
"Bersenang - senang?" tanya maryam bingung
"Iya ma, aku ingin bersenang - senang sebagai pengantin baru bukan begitu sayang?"
Sania melihat Arvan dan tersenyum jahat tampak diwajahnya dia tau bahwa Arvan hanya berpura - pura baik di hadapan orangtuanya"
"I... iya mas" ucap Sania gugup
Sania harus siap dengan apa yang terjadi setelah ini dia pasrah dengan pernikahan bersama Arvan.
Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania.Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan."Hey, pembantu" ucap Arvan"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup"Saya tidak sabar untuk hari esok""A..aku akan menghadapinya" ucapnya"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap
Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi."Mas, mau ke
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
Arvan masih terus memandangi Sania setelah Erlangga pergi, begitu sangat manis, ceria. Tetapi jika bersamanya Sania merasa akan seperti harimau yang hendak memakan mangsanya."Ehem" Arvan mendehemMembuat Sania dan Yanti kaget akan deheman tersebut. Mereka membalikkan badan mereka yang awal wajah mereka sangat gembira tiba - tiba berubah menjadi ketegangan."Ada apa Tuan kemari?" tanya Yanti"Keliatannya kalian sangat menikmatinya apa begitu senang melakukan hal seperti ini?""Maaf Tuan, saya akan segera membereskan pekerjaan ini" ucap Yanti"Gak papa kalian lanjutkan saja saya ingin kamu membuatkan kopi untuk saya. Saya ada diruang kerja" ucap Arvan meninggalkan merekaSetelah kepergian Arvan Sania menghela nafas panjang. Entah kenapa melihat wajahnya saja sudah membuatnya takut setengah mati.Yanti segera membuat ko
Wanita yang sedang berada di sebuah makam kedua orang tuanya, menangis tersedu - sedu dia tidak menyangka akan ditinggalkan oleh kedua orang tuanya secepat ini. Sekarang dia hidup sebatang kara tanpa kerabat ataupun keluarga. Kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan antar bus, ketika hendak kedua orang tuanya ingin berpergian ke Jakarta untuk bekerja disana tetapi naas mereka meninggal ditempat. Sania Larasati itulah namanya wanita yang baru saja lulus dari sekolah menengah atas, sekarang dia harus bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Mau tidak mau Sania harus menggantikan kedua orangtuanya untuk bekerja di Jakarta. Dia berpamitan ke makam kedua orangtuanya untuk berangkat ke Jakarta, sangat berat meninggalkan tempat tinggalnya apalagi makam kedua orang tuanya berada disini. Sania melangkahkan kakinya meninggalkan makam tersebut sambil menangis, sesampainya di depan ujung jalan Sania berdiri seorang diri sambil menunggu bus ya
Yanti menghela nafas panjang setelah kejadian tersebut yang baru saja mereka alami. Yanti tidak menyangka jika Sania sangatlah ceroboh apalagi ia termenung melamunkan majikannya itu. “Kamu kenapa sih San?” tanya Yanti setelah masuk ke dapur “Aku tidak sengaja ka, menumpahkan minuman ke Tuan Arvan. Aku sangat ketakutan tadi melihat Tuan marah” “Tuan Arvan memang seperti itu San, dia memang garang terhadap siapun kecuali terhadap kedua orangtuanya dan kekasihnya itu. “Maaf ka” lirih Sania “Ya udah tidak papa San, kita lanjutin pekerjaan yang belum beres yuk” ajak Yanti Saat mereka membereskan dapur yang sangat berantakan, tiba - tiba saja mereka dikagetkan dengan kedatangan Margaratte kekasih Arvan entah ada apa dia masuk kedalam dapur ini. “Eh, pembantu. Kamu apa - apaan melihat calon suami aku seperti itu!” ucap Margarette g
Arvan masih terus memandangi Sania setelah Erlangga pergi, begitu sangat manis, ceria. Tetapi jika bersamanya Sania merasa akan seperti harimau yang hendak memakan mangsanya."Ehem" Arvan mendehemMembuat Sania dan Yanti kaget akan deheman tersebut. Mereka membalikkan badan mereka yang awal wajah mereka sangat gembira tiba - tiba berubah menjadi ketegangan."Ada apa Tuan kemari?" tanya Yanti"Keliatannya kalian sangat menikmatinya apa begitu senang melakukan hal seperti ini?""Maaf Tuan, saya akan segera membereskan pekerjaan ini" ucap Yanti"Gak papa kalian lanjutkan saja saya ingin kamu membuatkan kopi untuk saya. Saya ada diruang kerja" ucap Arvan meninggalkan merekaSetelah kepergian Arvan Sania menghela nafas panjang. Entah kenapa melihat wajahnya saja sudah membuatnya takut setengah mati.Yanti segera membuat ko
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi."Mas, mau ke
Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania.Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan."Hey, pembantu" ucap Arvan"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup"Saya tidak sabar untuk hari esok""A..aku akan menghadapinya" ucapnya"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap
Maryam mengejar Arvan yang terlihat marah kepada orangtuanya tetapi ini keputusan agar keluarga mereka tidak mendapatkan malu terlebih Arvan seorang CEO diperusahaan besar di Asia. "Argghhhh" teriak Arvan mengacak - ngacak rambutnya, dia sangat tidak setuju dengan keputusan orangtuanya. Maryam masuk ke kamar Arvan dan mencoba membujuk anaknya untuk menikahi Sania. "Arvan, please tolong nikahin Sania agar kita tidak dipermalukan orang di sana" mohon Maryam "Ma, tapi kenapa harus dia, dia hanya seorang pembantu" "Mama tau itu, mama terpaksa karena tidak ada pilihan lain selain Sania. Tidak mungkin dengan Yanti yang sudah memiliki suami" "Arvan tetap akan mencari Margarette mak, Arvan akan menyeretnya kesini untuk meneruskan pernikahan ini" "Tidak ada waktu lagi Van, pernikahan ini akan segera dilaksanakan. Mama mohon" Arvan sa
Keesokan harinya mereka bersiap - siap untuk menyambut kedatangan Margarette yang awalnya Keluarga Arvan ingin ke apartement Margarette tiba - tiba keluarga Margarette yang ke rumah Arvan, Semua sudah siap begitu juga denga makanan yang sudah tersaji di meja makan begitu banyak makanan disana. Margarette beserta orang yang disewanya sebagai pamannya itu datang dikediaman rumah Arvan. Keluarga Arvan sangat senang kedatangan mereka karena ini yang mereka tunggu - tunggu. "Sayang, akhirnya kalian datang" ucap Maryam "Iya, ma. Mama apa kabar?" tanya Margarette dengan ramah. "Baik sayang.Yuk duduk" ucap Maryam mempersilahkan mereka duduk. "Iyah ma, makasih. Ini ma, kenalin ini paman aku" "Iyah, selamat datang dirumah kami" ucap Maryam Mereka duduk sambil bersenda gurau. Sania melihat dari balik pintu meliha
Arvan sangat lelah dengan permasalahannya di kantor. Dia sangat marah bisa - bisanya karyawannya menggelapkan dana perusahaan itu akan membuatnya rugi besar. Ana sekretaris Arvan masuk kedalam ruangan bossnya memberitahukan bahwa Margaratte sedang berada di luar. "Permisi pak" ucap Ana dengan sopan "Kenapa Ana?" tanya Arvan dengan wajah yang tidak bersahabat "Nona Margaratte berada di luar sekarang Pak" Dengan wajah sinisnya Arvan bangun dan menggebrak meja dengan kuat hingga Ana ketakutan. "Sudah saya bilang, saya tidak ingin ada seseorang yang menemui saya kenapa tidak kamu usir saja!" Marah Arvan "Saya sudah berkata seperti yang bapak bilang tetapi nona Margaratte tidak inign pergi dan memaksa ingin bertemu bapak" Arvan memijit dahinya yang pusing dengan masalah ini ditambah lagi dengan kedatangan Margarette membuat