Yanti menghela nafas panjang setelah kejadian tersebut yang baru saja mereka alami. Yanti tidak menyangka jika Sania sangatlah ceroboh apalagi ia termenung melamunkan majikannya itu.
“Kamu kenapa sih San?” tanya Yanti setelah masuk ke dapur
“Aku tidak sengaja ka, menumpahkan minuman ke Tuan Arvan. Aku sangat ketakutan tadi melihat Tuan marah”
“Tuan Arvan memang seperti itu San, dia memang garang terhadap siapun kecuali terhadap kedua orangtuanya dan kekasihnya itu.
“Maaf ka” lirih Sania
“Ya udah tidak papa San, kita lanjutin pekerjaan yang belum beres yuk” ajak Yanti
Saat mereka membereskan dapur yang sangat berantakan, tiba - tiba saja mereka dikagetkan dengan kedatangan Margaratte kekasih Arvan entah ada apa dia masuk kedalam dapur ini.
“Eh, pembantu. Kamu apa - apaan melihat calon suami aku seperti itu!” ucap Margarette geram
“Saa..saya tidak bermaksud seperti itu Non” jawabnya
“Jangan sekali - kali kamu dekatin Arvan, jika kamu macam - macam aku tidak segan - segan membunuh kamu! Paham!” ancamnya lalu ia pergi begitu saja
Sania sangat ketakutan dengan ancaman margaratte yang akan membunuhnya jika macam - macam dengan Arvan. Padahal Sania tidak ada maksud seperti itu, dia hanya mengagumi ketampanannya saja ridak lebih dari itu.
“Ka, aku takut dengannya, dia mengancamku” ucapnya dengan bergetar
“Tidak papa San, dia hanya menakutimu saja. Aku yakin kamu tidak akan seperti itu” ucapnya menenangkan Sania
“Iya ka”
“Ya udah selesaikan ini segera setelah itu kamu buatin mereka minuman ya”
“Iya kak”
Selesai membereskan dapur, Sania segera membuatkan minuman yang menyegarkan untuk mereka. Sania akan menebus kesalahan yang ia buat tadi dengan membuat minuman enak. Dengan hati - hati Sania membawa minuman ke hadapan majikannya, Sania melihat betapa bahagianya mereka seperti tidak ada yang dipikirkannya tidak dengannya selalu ada saja masalah yang datang.
Perlahan Sania meletakkan air tersebut ke meja keluarga dan mempersilahkan mereka untuk minum buatan Sania.
“Silahkan diminum” ucapnya
“Terima kasih Sania” ucap Maryam
“Saya permisi dulu” ucap Sania pergi dari hadapan majikannya, tetapi saat dia hendak pergi kembali ke dapur Arvan tiba - tiba melirik sekilas pada minumannya itu.
“Wait! Apa benar kamu tidak memberi racun kedalam minuman ini?” ucapnya dengan Senyum evilnya
“Maksud Tuan apa ya?” tanyanya
“Saya takut saja kamu sengaja memberi minuman ini dan menuangkan racun di dalamnya”
“Tidak Tuan, saya tidak mungkin melakukan itu” ucapnya
“Arvan kamu kenapa sih, kasian Sania kamu bilang begitu. Tidak mungkin dia seperti itu” ucap Margarette pura - pura membelanya
“Ya sudah Sania kamu pergi saja” ucap Maryam
“Permisi” ucap Sania lalu pergi kedapur
Margarette tersenyum licik, dia hanya pura - pura saja membela Sania di depan Arvan dan calon mertuanya dia tidak ingin mereka tau maksud dibalik sikap baiknya kepada mereka. Sebenarnya dia ingin mempermainkan Arvan saja lumayan uangnya bisa ia habis dengan sesuka hati. Margarette tidak benar - benar tulus mencintainya dia hanya mengincar hartanya, dia sebenarnya sudah memiliki kekasih selain Arvan, dan mereka sudah bekerja sama untuk merampas hartanya, Setelah nanti ia akan menikah Margarette akan pergi meninggalkan Arvan dan menjadi gila karena kehilangannya.
“Sayang, kami bisa kapan menemui kedua orang tuamu untuk membicarakan pernikahan kalian?” tanya Maryam kepada Margarette yang sedang termenung.
“Ah,, iya ma. Terserah mama aja bisanya kapan. Nanti aku bilang ke mami dan papi kalau mama dan papa akan kerumah”
“Kalau lusa gimana bisa?”
“Aku tanya mereka dulu ya ma” ucap Margarette
Sebenarnya Margarette tidak memiliki orang tua dia hanya tinggal apartement bersama kekasihnya itu, dan lagi - lagi dia akan menyewa orang itu lagi untuk menjadi orang tuanya margarette. Margarette harus segera pulang untuk membuat rencana selanjutnya, dia bangun dari kursi dan ijin pamit kepada calon mertuanya dan kekasihnya itu.
“Mah, pah, Van. Aku ada urusan yang harus aku kerjakan sekarang. Aku pulang dulu ya” pamitnya
“Ya udah kalau gitu aku antar kamu”
“Ah, tidak usah Van, aku bisa naik taksi sendiri. kamu dirumah aja. aku tau kamu pasti sangat lelah bukan”
“Tap...”
“Tidak papa sayang” ucapnya
“Ya udah kalau gitu. kamu hati - hati ya sampai rumah hubungi aku segera”
“Oke”
Margarette berpamitan dan segera pergi dari kediaman Damitri.
****
Di lain tempat Sania sudah berada didalam kamarnya pekerjaan yang ia kerjakan telah selesai. Benar - benar menguras tenaga apalagi dia tadi habis - habisan dimarahi oleh Arvan dan begitu tidak senang dengan kedatangannya.Apalagi tunangannya itu pura - pura baik dihadapannya jika bersama Arvan dan calon mertuanya, Margarette sangatlah bermuka dua.
Sania menatap langit - langit kamarnya berpikir kenapa majikannya sangat membencinya padahal dia hanya melakukan kesalahan yang tidak fatal tadi. Yanti berkata bahwa Arvan itu sebenarnya orang yang baik tetapi dia sangat dingin terhadap orang lain sekali kesalahan yang orang lakukan sangat dipastikan Arvan akan membenci orang tersebut sampai kapanpun.
“Uhuk... Uhuk... Uhuk....” Sania batuk tidak henti - hentinya, seperti ada sesuatu yang berada didalam tenggorokannya itu, Sania bangun dan segera pergi kedapur mengambil minuman disana.
“Ahh.. Leganya” ucapnya setelah minum.
Saat hendak ingin kembali kekamarnya tiba - tiba saja ada bayangan hitam yang meghampirinya. Sania sangat kaget dengan cepat dia berlari tetapi tiba - tiba saja tangannya dicekal dengan seseorang setelah Sania melihat kebelakang ternyata itu Arvan majikannya.
Sania sangat ketakutan ada apa lagi pikirnya.
“Ngapain kamu lari?”tanya Arvan
“Sa..saya habis minum, Tuan dan saya melihat ada bayangan hitam di pojok sana alhasil saya lari”
“Hahahahahaha, kamu takut sama hantu?” tanyanya dengan tawanya
Arvan tersenyum licik, ada ide didalam pikirannya sekarang. Arvan ingin mengerjainya.
“Kamu tidak tau?” tanyanya
“Tidak tau apa Tuan?” tanyanya penasaran
“Sebenarnya rumah ini sangat angker, apalagi kalau ada penghuni yang baru datang kesini pasti akan di ganggu” ucap Arvan menahan tawa
Sania bergidik ngeri “Tu..tuan jangan nenakuti saya seperti itu”
“Kamu tidak percaya, ya sudah kalau tidak percaya, tanyakan saja ke Yanti dia sudah terbiasa dengan makhluk disekitar sini. saya hanya bilang saja ke kamu. Kalau gitu saya pergi ya. Hati - hati kamu” ucapnya lalu pergi meninggalkan Sania begitu saja.
Ingin rasanya Arvan tertawa melihat ekspresi muka Sania begitu sangat ketakutan. Arvan melihat dari kejauhan jika Sania sangat ketakutan melihat ke arah sekelilingnya lalu berlari dengan sangat kencangnya.
Arvan tertawa terbahak - bahak melihat kelakuan Sania, lalu dia sadar dan menggeleng dan memukul kepalanya atas sikapnya itu. Dan menormalkan kembali ekspresi wajahnya menjadi datar kembali. Kembali kedalam kamarnya dan segera memejamkan mata agar melupakan kejadian yang dialaminya.
Arvan sangat lelah dengan permasalahannya di kantor. Dia sangat marah bisa - bisanya karyawannya menggelapkan dana perusahaan itu akan membuatnya rugi besar. Ana sekretaris Arvan masuk kedalam ruangan bossnya memberitahukan bahwa Margaratte sedang berada di luar. "Permisi pak" ucap Ana dengan sopan "Kenapa Ana?" tanya Arvan dengan wajah yang tidak bersahabat "Nona Margaratte berada di luar sekarang Pak" Dengan wajah sinisnya Arvan bangun dan menggebrak meja dengan kuat hingga Ana ketakutan. "Sudah saya bilang, saya tidak ingin ada seseorang yang menemui saya kenapa tidak kamu usir saja!" Marah Arvan "Saya sudah berkata seperti yang bapak bilang tetapi nona Margaratte tidak inign pergi dan memaksa ingin bertemu bapak" Arvan memijit dahinya yang pusing dengan masalah ini ditambah lagi dengan kedatangan Margarette membuat
Keesokan harinya mereka bersiap - siap untuk menyambut kedatangan Margarette yang awalnya Keluarga Arvan ingin ke apartement Margarette tiba - tiba keluarga Margarette yang ke rumah Arvan, Semua sudah siap begitu juga denga makanan yang sudah tersaji di meja makan begitu banyak makanan disana. Margarette beserta orang yang disewanya sebagai pamannya itu datang dikediaman rumah Arvan. Keluarga Arvan sangat senang kedatangan mereka karena ini yang mereka tunggu - tunggu. "Sayang, akhirnya kalian datang" ucap Maryam "Iya, ma. Mama apa kabar?" tanya Margarette dengan ramah. "Baik sayang.Yuk duduk" ucap Maryam mempersilahkan mereka duduk. "Iyah ma, makasih. Ini ma, kenalin ini paman aku" "Iyah, selamat datang dirumah kami" ucap Maryam Mereka duduk sambil bersenda gurau. Sania melihat dari balik pintu meliha
Maryam mengejar Arvan yang terlihat marah kepada orangtuanya tetapi ini keputusan agar keluarga mereka tidak mendapatkan malu terlebih Arvan seorang CEO diperusahaan besar di Asia. "Argghhhh" teriak Arvan mengacak - ngacak rambutnya, dia sangat tidak setuju dengan keputusan orangtuanya. Maryam masuk ke kamar Arvan dan mencoba membujuk anaknya untuk menikahi Sania. "Arvan, please tolong nikahin Sania agar kita tidak dipermalukan orang di sana" mohon Maryam "Ma, tapi kenapa harus dia, dia hanya seorang pembantu" "Mama tau itu, mama terpaksa karena tidak ada pilihan lain selain Sania. Tidak mungkin dengan Yanti yang sudah memiliki suami" "Arvan tetap akan mencari Margarette mak, Arvan akan menyeretnya kesini untuk meneruskan pernikahan ini" "Tidak ada waktu lagi Van, pernikahan ini akan segera dilaksanakan. Mama mohon" Arvan sa
Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania.Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan."Hey, pembantu" ucap Arvan"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup"Saya tidak sabar untuk hari esok""A..aku akan menghadapinya" ucapnya"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap
Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi."Mas, mau ke
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
Arvan masih terus memandangi Sania setelah Erlangga pergi, begitu sangat manis, ceria. Tetapi jika bersamanya Sania merasa akan seperti harimau yang hendak memakan mangsanya."Ehem" Arvan mendehemMembuat Sania dan Yanti kaget akan deheman tersebut. Mereka membalikkan badan mereka yang awal wajah mereka sangat gembira tiba - tiba berubah menjadi ketegangan."Ada apa Tuan kemari?" tanya Yanti"Keliatannya kalian sangat menikmatinya apa begitu senang melakukan hal seperti ini?""Maaf Tuan, saya akan segera membereskan pekerjaan ini" ucap Yanti"Gak papa kalian lanjutkan saja saya ingin kamu membuatkan kopi untuk saya. Saya ada diruang kerja" ucap Arvan meninggalkan merekaSetelah kepergian Arvan Sania menghela nafas panjang. Entah kenapa melihat wajahnya saja sudah membuatnya takut setengah mati.Yanti segera membuat ko
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi."Mas, mau ke
Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania.Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan."Hey, pembantu" ucap Arvan"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup"Saya tidak sabar untuk hari esok""A..aku akan menghadapinya" ucapnya"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap
Maryam mengejar Arvan yang terlihat marah kepada orangtuanya tetapi ini keputusan agar keluarga mereka tidak mendapatkan malu terlebih Arvan seorang CEO diperusahaan besar di Asia. "Argghhhh" teriak Arvan mengacak - ngacak rambutnya, dia sangat tidak setuju dengan keputusan orangtuanya. Maryam masuk ke kamar Arvan dan mencoba membujuk anaknya untuk menikahi Sania. "Arvan, please tolong nikahin Sania agar kita tidak dipermalukan orang di sana" mohon Maryam "Ma, tapi kenapa harus dia, dia hanya seorang pembantu" "Mama tau itu, mama terpaksa karena tidak ada pilihan lain selain Sania. Tidak mungkin dengan Yanti yang sudah memiliki suami" "Arvan tetap akan mencari Margarette mak, Arvan akan menyeretnya kesini untuk meneruskan pernikahan ini" "Tidak ada waktu lagi Van, pernikahan ini akan segera dilaksanakan. Mama mohon" Arvan sa
Keesokan harinya mereka bersiap - siap untuk menyambut kedatangan Margarette yang awalnya Keluarga Arvan ingin ke apartement Margarette tiba - tiba keluarga Margarette yang ke rumah Arvan, Semua sudah siap begitu juga denga makanan yang sudah tersaji di meja makan begitu banyak makanan disana. Margarette beserta orang yang disewanya sebagai pamannya itu datang dikediaman rumah Arvan. Keluarga Arvan sangat senang kedatangan mereka karena ini yang mereka tunggu - tunggu. "Sayang, akhirnya kalian datang" ucap Maryam "Iya, ma. Mama apa kabar?" tanya Margarette dengan ramah. "Baik sayang.Yuk duduk" ucap Maryam mempersilahkan mereka duduk. "Iyah ma, makasih. Ini ma, kenalin ini paman aku" "Iyah, selamat datang dirumah kami" ucap Maryam Mereka duduk sambil bersenda gurau. Sania melihat dari balik pintu meliha
Arvan sangat lelah dengan permasalahannya di kantor. Dia sangat marah bisa - bisanya karyawannya menggelapkan dana perusahaan itu akan membuatnya rugi besar. Ana sekretaris Arvan masuk kedalam ruangan bossnya memberitahukan bahwa Margaratte sedang berada di luar. "Permisi pak" ucap Ana dengan sopan "Kenapa Ana?" tanya Arvan dengan wajah yang tidak bersahabat "Nona Margaratte berada di luar sekarang Pak" Dengan wajah sinisnya Arvan bangun dan menggebrak meja dengan kuat hingga Ana ketakutan. "Sudah saya bilang, saya tidak ingin ada seseorang yang menemui saya kenapa tidak kamu usir saja!" Marah Arvan "Saya sudah berkata seperti yang bapak bilang tetapi nona Margaratte tidak inign pergi dan memaksa ingin bertemu bapak" Arvan memijit dahinya yang pusing dengan masalah ini ditambah lagi dengan kedatangan Margarette membuat